Tap!
Tap!
Tap!
Di sebuah koridor, terlihat gadis cantik sedang berlari sambil membawa sebuah buku. Sesekali, dia melirik jam tangannya.
"Astaga, aku telat. Pasti pak bayu akan memarahiku." Gumam gadis itu.
Cklek!
"Maaf pak saya telat, saya ...."
Mendadak suasana hening, sebab ruang kelas yang dia masuki kosong. Dengan heran, gadis melangkah masuk.
"Loh, kok kosong? apa aku salah masuk kelas?" Gumam gadis itu.
Karena bingung harus apa, dia pun memutuskan untuk pulang. Namun, saat dia berbalik. Dirinya di buat terkejut saat melihat pria tampan sedang memegang mawar merah dan menatapnya dengan senyuman manis.
"Ka-kak Darren." Gumamnya.
Bruk!
Pria bernama Darren itu berlutut, dia menyodorkan mawar merah pada gadis itu. Teman-teman mereka ada di belakang Darren sedang menggoda mereka.
"Savanna, aku tak pandai berkata manis. Aku tak pintar merayu seorang wanita, aku tidak tau bagaimana bersikap romantis. Tapi Savanna, aku hanya bisa mengatakan ... maukah kamu menikah denganku? jadi istri serta ibu dari anak-anakku? menua bersamaku? will you marry me Savanna Aurellia?"
Savanna Aurellia, gadis cantik berumur 21 tahun. Sosok gadis yang menjadi tambatan hati Darren Atmajaya, mereka sudah lama saling mencintai sejak duduk di bangku 1 SMA. Namun, karena Savanna ingin fokus belajar dan tak ingin berpacaran. Darren pun menerima, hingga sampai di saat ini. Darren menyampaikan niat baiknya.
Masih dengan keterkejutannya, Savanna hanya menatap mawar merah itu dengan tatapan berkaca-kaca. Dirinya tak menyangka jika sosok pria yang dia cintai itu mengajaknya untuk menikah setelah lama mereka menjalin hubungan kekasih.
"TERIMA! TERIMA! TERIMA! TERIMA!!"
Teriakan teman-teman menggema di kelas itu, Savanna menatap Darren yang tengah menunggu jawabannya.
"Aku ... Tidak mau."
Mendadak suasana kelas menjadi hening, tatapan mereka menatap ke arah Darren yang tengah tertunduk lesu. Melihat hal itu, Savanna membekap mulutnya menahan tawa.
"Aku tidak mau menolaknya."
Darren sontak saja mengangkat wajahnya, senyum terbit kembali di bibirnya. Binar mata nya sangat teduh, dia berdiri dan akan memeluk Savanna.
"Eit's, tunggu sah dulu dong bro!!!" Seru teman Darren sambil menarik kerah pria itu.
"Ganggu aja lo!" Kesal Darren.
Savanna tersenyum malu-malu sambil sesekali menciumi bunga yang Darren berikan padanya tadi. Bunga-bunga berterbangan di hatinya, rasanya ini adalah hari yang paling membahagiakan.
Namun, di sisi lain. Seorang wanita menatap kedua sepasang kekasih itu dengan tatapan sendu. Tangannya mengusap perutnya sambil berkata lirih.
"Mana tega aku menghancurkan kebahagian mereka, tapi ... bayiku akan lahir tanpa ayahnya." Gumam wanita itu.
***
Pulang dari kampus, Savanna masuk ke dalam rumahnya dengan mawar yang Darren berikan. Hatinya tengah berbahagia, sebentar lagi Darren dan dirinya menikah.
"Wah, kayaknya anak bunda lagi bahagia nih."
Savanna menoleh, dia melihat bundanya yang berjalan mendekatinya. Savanna tersenyum, dia memeluk bundanya dengan erat.
"Bundaa ... Savanna lagi seneeengg banget! Kak Darren lamar aku bun!" Seru Savanna.
Farah, ibunda dari Savanna sangat terkejut mendengar nya. Dia melepaskan paksa pelukan putranya dan menatap sang putri dengan tatapan tak percaya.
"Darren, anak orang kaya itu?" Tanya Farah saat mengingat jika pemuda itu dulunya sering datang untuk menemui putrinya.
Farah berkata seperti itu karena mereka hanyalah orang sederhana saja, ayah Farah bekerja sebagai karyawan biasa dan ibu Farah hanyalah ibu rumah tangga. Namun, walau begitu. Savanna bisa berkuliah berkat orang tuanya.
"Iya bun," ujar Savanna.
"Apa keluarganya juga setuju?" Tanya Farah dengan sorot mata yang serius.
Tiba-tiba, senyuman Savanna hilang saat mendengar perkataan ibunya. Benar, bagaimana jika keluarga Darren tak menyukainya sebab dia berasal dari keluarga sederhana?
"Sav, bunda bukan ingin menghancurkan impian kamu dan Darren. Tapi, sebaiknya kamu pikir-pikir lagi. Darren ana orang kaya, sedangkan kita? kita harus sadar diri, kebanyakan orang kaya akan memilih bersama dengan orang kaya. Dari pada kamu sakit hati dengan penolakan keluarga Darren, saran bunda lebih baik jangan."
"Bunda, kak Darren gak seperti itu. Kami sudah saling menyukai sejak SMA," ujar Savanna membantah.
Farah pun terdiam, perasaannya sangat ragu terhadap Darren. Di pikirannya, orang kaya hanya ingin bersama dengan yang sederajat dengan mereka. Farah hanya tak ingin anaknya sakit hati jika keluarga Darren tak merestui mereka.
"Terserah kamu saja Sav, bunda sudah memperingati. Jika nantinya mereka merestui kalian, mungkin perjalanan cinta kalian beruntung." Ujar Farah dan berbalik pergi masuk ke dalam kamarnya.
Savanna menghela nafas pelan, ibunya selalu saja seperti itu jika menyangkut orang kaya. Mengapa ibunya sangat tidak suka dengan orang kaya? menurut Savanna, nasih banyak orang kaya yang baik.
Malam hari, Darren berjalan menuruni tangga dengan pakaian santainya. Dia berniat makan malam dengan keluarga besarnya, dirinya juga berniat memberitahukan tentang niatannya yang ingin melamar sang pujaan hati.
"Hai son, wajahmu terlihat sangat senang." Sapa seorang pria paruh baya yang kini duduk di meja makan.
Darren tersenyum, dia menghampiri pria paruh baya itu dan menarik kuris tepat di sebelahnya. Dia duduk dan membalikkan piringnya untuk mengambil makanan.
"Sangat senang dad," ujar Darren. Raut wajahnya tak bisa bohong, hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuknya.
"Coba ceritakan pada daddy, apa yang membuatmu senang,"
Recky atmajaya, merupakan daddy dari Darren. Sifatnya tegas dan penyayang, membuat anak-anaknya sangat menyayangi dan menghormatinya.
"Wah daddy, bang Darren seperti nya sedang kasmaran," ujar remaja cantik yang duduk berhadapan dengan Darren.
"Hei bocah malas! lebih baik kau diam saja!" Seru Darren dengan kesal.
Dania Atmajaya, adik dari Darren sekaligus anak bungsu Recky. Sifatnya manja, humoris, judes dan juga pemalas. Namun walau begitu, dia merupakan sosok yang baik. Umurnya, baru saja menginjak 13 tahun.
"Daddy, liat abang." Adunya pada sang daddy.
Recky menepuk keningnya, punya anak dua saja dia sudah sangat stres. Sebab kedua anaknya sering sekali ribut, padahal umur mereka sangat jauh berbeda.
"Darren, umurmu sudah 22 tahun. Lebih baik kau mengenalkan kami dengan calon istrimu, dari pada kau ribu selalu dengan adikmu. Iya kan sayang," ujar Recky pada istrinya yang duduk di sampingnya.
Delia putri Giotama, dia merupakan ibu dari Darren. Darren sangat menyayangi ibunya, apapun perkataan sang ibu darren akan menurutinya. Delia adalah wanita penyayang, cantik dan anggun. Namun, dirinya sangat tegas dan sedikit memiliki sikap sombong.
"Benar, mommy sangat menginginkan menantu. Mommy akan ajak dia shopping, nyalon, arisan. Pokonya mommy mau pamer sama teman-reman mommy." Seru Delia.
Darren tersenyum, dia semakin yakin ingin meminta restu orang tuanya untuk melamar Savanna. Namun, rencana hanyalah rencana. Darren tidak tau, kedepannya dia akan melewati bada yang besar.
"Mommy, sebenarnya ...,"
Ting tong!
Ting tong!
"Wah, tamu mommy sudah datang!" Seru Delia dan menghampiri tamunya.
Darren dan Recky saling tatap, mereka sama-sama menggedikkan bahu karena tidak tahu tamu siapa yang Delia maksud.
"Darren!" Seru Delia membawa seorang gadis cantik pada keluarganya.
Darren yang melihat siapa yang di bawa sang mommy pun sontak membulatkan matanya, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
"Na-nadia?" Gumam Darren.
"Mommy rencana mau jodohin Darren dengan Nadia, gimana dad. Daddy setu ...,"
"ENGGAK!!! AKU ENGGAK MAU!!" Bantah Darren sambil bangkit dari duduknya
_________
Jangan lupa dukungannya yah😍😍😍😍
Delia melotot ke arah putranya, menatapnya dengan marah. Darren menatap tajam wanita yang menunduk takut sambil meremas tali tasnya.
"Darren pokoknya gak mau mom! Darren udah punya ...,"
"Maaf tante, izinin Nadia bicara berdua sama Darren," ujar Nadia memotong perkataan Darren.
Darren tentu saja merasa kesal, Nadia seakan-akan menghalanginya untuk mengenalkan Savanna pada keluarganya.
"Iya, boleh dong sayang. Darren!"
"Ck,"
Darren pun pergi ke taman belakang, di ikuti oleh Nadia. Kedua saling tak bicara, Darren yang dengan kekesalannya dan Nadia dengan ketakutannya.
"Aku hamil,"
Darren yang tadinya menatap langit malam seketika menatap Nadia dengan mata terbelalak kaget, detak jantungnya berpacu lebih kencang saat mendengar kata yang terucap.
"Malam itu, membuatku hamil. Hidupku hancur, masa depanku hancur. Itu semua karena kamu Darren," ujar Nadia dengan suara bergetar.
"Gak mungkin! kita hanya ngelakuin itu sekali dan itu karena kesalahan kamu!" Bentak Darren.
"Aku?" Tanya Nadia dengan nada tak percaya.
Kesalahan yang mereka buat bukan berdasarkan mau sama mau, ada yang menjebak Darren. Dia tak sengaja melakukan kesalahan satu malam dengan Nadia karena salah masuk hotel.
"Saat aku mabuk, kenapa kamu tidak mendorongku keluar? kamu bisa saja memukulku, berteriak, ataupun menendangku agar sadar. Tapi, kau tidak melakukannya! karena apa? karena kamu sengaja memnebakku! kamu sahabat yang munafik Nadia!!!" Bentak Darren.
AIr mata Nadia luruh, merasa sakit hati katena ucapan pria di hadapannya. Dengan tangan bergetar, Nadia menampar keras wajah Darren.
PLAK!!
"YA! SEHARUSNYA AKU MENDORONGMU PERGI! BUKAN! BUKAN HANYA MENDORONGMU, TAPI JUGA MEMUKULMU SAMPAI KAU TAK BERNYAWA! KAU PRIA BR3NGS3K!!!" Bentak Nadia.
Keributan yang mereka ributkan membuat keluarga Darren mendekat, Delia merangkul Nadia sambil bertanya tentang apa yang terjadi.
"Kamu pikir aku mau hamil di luar nikah seperti ini hah?! Dengan santainya kamu melamar Savanna disaat hidupku hancur berantakan!!!"
"Apa? hamil? Nadia, kalian ...." Delia menatap kedua nya dengan tatapan tak percaya.
Darren membuang wajahnya, dia meletakkan tangannya di pinggangnya sambil mengatur nafasnya.
"Mom! aku sudah melamar Savanna, aku tidak akan menikahi Nadia." Darren merasa tersiksa, dia sangat mencintai Savanna. Bahkan, menunggu wanita itu siap menikah dengannya selama bertahun-tahun.
Delia menatap tajam putranya, dia maju melangkah dan berdiri tepat di hadapan Darren.
"Lupakan gadis miskin itu dan nikahi Nadia!" Ujar Delia dengan penuh penekanan.
"Mom." Sendu Darren.
"Tidak ada bantahan! atau, lupakan kami sebagai orang tua!"
Darren mengacak rambutnya frustasi, dia pergi begitu saja dari hadapan mereka menuju kamarnya. Impiannya menikah dengan Savanna, hancur seketika karena Nadia. Wanita yang merupakan sahabat wanita yang dia cintai.
Darren menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, dia kembali mengingat saat dirinya dan Nadia melakukan kesalahan itu.
Flashback.
Darren dan teman sekelasnya termasuk Nadia mengadakan pesta di sebuah resto, tak sengaja dirinya meminum sesuatu yang membuat dirinya mabuk. Dia tidak tau, bagaimana bisa dirinya berada di kamar hotel Nadia.
Cklek!
"Darren?"
"Hai," ujar Darren. Dirinya sudah mabuk parah, sehingga tak menyadari siapa Nadia.
Namun, Darren mendorong Nadia masuk. Hingga kesalahan itu pun terjadi, hingga saat ini Darren sangat menyesalinya.
Flashback Off.
"ARGHH!!! B0D0H! B0D0H! B0D0H!!!"
Darren memukul-mukul kasur, dia benar-benar merasa hancur. Dia takut Savanna akan pergi, dan tidak mau menikah dengan wanita yang tidak ia cintai.
***
Pagi-pagi sekali Savanna sudah berangkat ke kampus, wajahnya terlihat sangat senang. Dia pikir, dirinya akan bertemu dengan Darren nantinya dan pria itu akan mengajaknya bertemu keluarganya.
"Savanna,"
Savanna yang tadinya akan masuk kelas seketika berhenti, dia berbalik dan mendapati Nadia yang menatap dengan tatapan sendu.
"Loh Nad, kelas lo kan siang. Kok masuk sekarang?" Tanya Savanna dengan raut wajah bingungnya.
Nadia menanggapinya dengan senyum tipis, tangannya saling menggenggam satu sama lain.
"Sav, ada yang mau gue omongin," ujar Nadia dengan suara lirih.
"Oh ya, ngomong apa?" Tanya Savanna.
"Bisa ikut gue?"
Savanna yang masih bingung itu pun mengangguk, dia mengikuti Nadia yang ternyata membawanya ke rooftop kampus.
"Ada apa Nad? kok mukanya sedih gitu? li ada masalah?" Tanya Savanna dengan lembut.
Nadia semakin merasa bersalah, Savanna adalah sahabat terbaik nya. Mereka sudah sahabatan sejak mereka SD, tentu saja mereka sudah menganggap saudara satu sama lain.
"Nad." Panggil Savanna ketika Nadia tak juga menjawabnya.
Nadia memeluk erat Savanna, tak tega mengucapkan kenyataan yang akan membuat impian Savanna hancur.
Savanna mengelus punggung sahabatnya, dia tak tahu apa masalah Nadia hingga menangis seperti ini. Savanna wanita yang polos, dan menganggap baik semua orang.
"Tenang yah, gue selalu ada buat lo." Ujar Savanna sambil melepaskan pelukan mereka.
"Sav,"
"Hm,"
"Gue hamil."
Savanna yang mendengar sahabatnya hamil pun terkejut, dia menatap sahabatnya dengan tatapan tak percaya.
"Dengan Darren, maaf Savanna."
"Nadia, kalian ...." Savanna membekap mulutnya sendiri, rasanya dunianya runtuh saat itu juga. Dimana Darren merupakan kekasihnya sekaligus calon suaminya telah menghamili sahabatnya.
Savanna memundurkan langkahnya, dia seakan kesulitan bernafas saat mendengar kabar itu. Air matanya pun jatuh tanpa dia cegah, dengan tubuh gemetar Savanna memberanikan diri menatap sahabatnya.
"Kalian ... kalian jahat!!! lo jahat Nadia!!! lo JAHAAT!!! Lo tau gue sama Kak Darren saling suka! bahkan kita akan menikah! kenapa hiks ... kenapa lo hancurin impian gue! KENAPA!!"
"Sorry Sav hiks ... keadaan yang buat gue begini, gue juga gak mau kayak gini hiks ...,"
Savanna tak mau mendengarnya, dia berbalik pergi meninggalkan Nadia yang menangis terngungu.
Savanna berlari, bahkan sesekali dirinya menabrak seseorang. Hingga dirinya menabrak Darren yang berniat akan menemuinya.
Bruk!!
"Sa- Savana, kamu kenapa saya ...,"
"Jangan panggil gue sayang dengan mulut busuk lo! dasar laki-laki br3s3k! Gue benci lo Darren! gue benci!!!" Seru Savanna sambil memukuli pria itu.
Darren menerima setiap pukulan Savanna, mereka tak peduli sudah menjadi tontonan para mahasiswa.
"Jangan sentuh gue! Cukup sampai disini! gue gak mau nikah sama pria BR3NGS3K kayak lo," ujar Savanna dan pergi dari hadapan sang mantan.
Darren akan mengejar Savanna, tetapi dia menghentikan langkahnya saat melihat temannya berdiri tepat di hadapannya.
"Minggir Dim, gue mau kejar Savanna!" Seru Darren.
"Percuma lo kejar sekarang, lebih baik lo ke UKS. Nadia pingsan," ujar Dimas dan berlalu pergi.
Darren mengusap wajahnya Frustasi, melihat arah kepergian Savanna. Hubungan yang baru jalan sehari itu kandas, dia harus menerima kemarahan sang wanita pujaan hati.
Savanna masuk ke dalam rumah dengan tangisan yang belum mereda, bahkan dia tak menyapa orang tuanya dan langsung masuk ke kamar.
BRAK!
"Savanna kenapa tuh yah," ujar Fara pada suaminya.
"Gak tau bun," ujar Bagas suami dari Farah.
Farah berjalan menghampiri kamar putrinya, dia mencoba mengetuknya. Seorang ibu pasti merasakan khawatir pada keadaan putrinya, itulah yang Farah rasakan.
Tok!
Tok!
Tok!
"Nak, Savanna kenapa sayang? coba keluar, bicara sama bunda sini," ujar Farah.
Saat mereka menunggu jawaban Savanna, tiba-tiba saja pintu rumah mereka di ketuk. Bagas pun keluar untuk melihat siapa yang datang.
Cklek!
"Maaf, oh ... nak Darren,"
"Savannanya ada om?"
______
Jangan lupa dukungannya, makasih😍😍😍
Savanna yang tahu Darren datang ke rumahnya segera menemuinya, dia akan menyelesaikan semuanya. Mengakhiri hubungan mereka dan rencana mereka.
Dan disinilah sekarang, di teras rumah Savanna dan Darren berada. Darren ingin menjelaskan jika dirinya tak mencintai Nadia, cinta membuat seorang menjadi egois.
"Savanna, aku tidak mencintai Nadia. Aku cintanya sama kamu," ujar Darren dengan yakin.
Savanna tersenyum, dia tak lagi meluapkan emosinya. Bagaimana tidak emosi, di saat dirinya di beri harapan. Orang yang memberinya harapan menghancurkannya begitu saja.
"Aku yang orang ketiga di antara kalian, atau dia?" Tanya Savanna.
"Tidak Savanna, aku sudah bilang jika aku mencintaimu! bahkan sudah dari lama! aku mengajakmu menikah, karena aku sudah siap untuk menikah! ujar Darren dengan nada frustasi.
Savanna tertawa sumbang, dia maju melangkah tepat di hadapan pria yang menghancurkan hatinya.
"Pergi, nikahi dia. Anggap saja kita gak pernah kenal, aku ... anggap aku gak pernah ada di hidup kalian. sekarang, keluar! KELUAR DARI RUMAHKU!"
Savanna memaksa Darren keluar dari rumahnya, dia tak peduli Darren terus meneriaki namanya. Pertama kalinya Savanna melabuhkan hati pada seorang pria, dan kini hatinya hancur berkeping-keping.
"Savanna, ada apa?" Tanya Farah saat melihat putrinya menangis.
Savanna memeluk sang ibu, dia menumpahkan tangisannya. Rasa sesak di hatinya ia keluarkan dengan cara menangis, emosinya sedang meluap-luap. DIa jarang marah, tetapi saat dirinya marah maka semua orang akan diam.
"Nadia hamil anak kak Darren bun,"
Farah membekap mulutnya sendiri, tak percaya dengan penuturan putrinya. Dia pikir, Darren adalah sosok pria yang baik. Bahkan, pria itu berniat baik menikahi putrinya.
"Bawa aku pergi bun, aku tak ingin melihat mereka hiks ... sakit bun. Sakit," ujar Savanna terisak pilu.
Farah menatap.suaminya, Bagas pun balik menatap istrinya. Mereka sama-sama saling menatap, hingga Bagas menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, kita kembali ke kampung. Kita tinggal di sana, lagi pula sawah bapak gak ada yang urus di sana," ujar Bagas mengambil langkah.
Savanna hanya menunggu, menunggu Darren siap menikahinya. Dia tak ingin status pacaran, karena dia berpikir jika pria mengajaknya pacaran hany ingin mengajaknya bermain-main saja. Sehingga dia mengatakan pada Darren, jika pria itu serius. Maka, pria itu harus menikahinya, bukan mencarinya dan memutuskan nya seenaknya.
Namun, rencana pernikahan mereka harus gagal. Nadia tahu jika Savanna tengah menunggu kepastian Darren, tetapi sahabatnya malah mengecewakannya begitu saja.
"Bukan, bukan salah Nadia dan Darren. Tapi salahku, salahku yang terlalu berharap terhadap pria yang bukan milikku." Batin Savanna.
***
6 tahub kemudian.
Savanna turun dari taksi, dia menghirup udara kota kelahirannya. Sudah 6 tahun, sejak kejadian itu membuat Savanna menjadi sosok pribadi yang tegas pendiam. Di umurnya yang ke 27 tahub, dirinya belum menikah. Trauma? ya, Savanna takut. Takut kejadian yang sama terulang lagi, dia bahkan sampai berpikir jika banyak pria yang seperti Darren.
"Aku harus menyerahkan berkasku." Gumam Savanna.
Savanna kembali ke kota untuk bekerja sebagai guru TK, dia akan berjalan masuk ke dalam lingkungan TK elit itu. Namun, tatapannya jatuh pada seorang anak manis yang duduk di trotoar jalan sedang menangis sambil mengoceh.
"Ada apa dengan dia? dia murid sekolah ini kan?" Gumam Savanna.
Savanna melangkah mendekat, dia memperhatikan. anak itu dan mendengarkan semua ocehannya.
""Daddy lupa maca cama dedek hiks ... dedek di tindal, nda betul itu hiks ..."
"Telus, dedek cama ciapa dicini? cama mba kunti ditu? Nda betul ini hiks ...,"
Savanna bahkan sampai menggelengkan kepalanya saat mendengar ocehan anak itu, dia mengeluarkan sapu tangannya dan memberikannya pada bocah yang sedang menangis tersebut.
"Jangan menangis, nanti di culik wewe gombel," ujar Savanna.
Bocah itu menoleh, senyuman Savanna luntur seketika saat menyadari wajah bocah itu mirip dengan seseorang yang di bencinya.
"Onty janan takutin Giblan begitu hiks ... nda betul itu!" Rengek anak itu.
Savanna kembali tersenyum, dia mengusap wajah manis anak itu dan menaruh sapu tangannya pada pangkuan bocah tersebut.
"Iya maaf, jangan menangis. Kenapa kamu sendiri disini?" Tanya Savanna.
"Daddy lupa puna anak dua, abang telus yang di ingat daddy. Giblan di tinggal telus, nda betul itu," ujar bocah itu.
Savanna membuka tasnya, dia mengeluarkan permen dari sana dan memberikannya lada anak itu sambil ikut duduk di sampingnya.
"Ini permen, dulu ada orang yang suka sekali kasih tante permen. Dia bilang, permen akan membuat suasana hati kita berubah. Coba deh," ujar Savanna.
"Belubah jadi mucim calju?" Tanya pollos anak itu.
Savanna tertawa, suasana hati yang Savanna maksud bukan musim. Tapi, bocah itu menanggapinya dengan pemikiran yang sangat polos.
"Ya, hati menjadi dingin. Ayo, ambil," ujar Savanna.
Bocah itu akan mengambilnya, tetapi sebuah suara mengejutkan mereka.
"Aduh den! untung ketemu!" Seru seorang pria paruh baya dan menarik bocah itu berdiri.
Savanna pun ikut berdiri, dia menatap pria paruh baya yang entah siapanya bocah yang barusan di tolong nya.
"Maaf pak, lain kali jangan sampai lupa. Buatnya inget, pas jadinya lupa. Jangan lalai pak jadi orang tua, kalau begitu saya permisi," ujar Savanna. Meninggalkan pria paruh baya itu dengan bingung.
"Lah, mana saya tahu buatnya gimana. Kan saya cuman supir aja." Gumam pria paruh baya itu.
Bocah itu menatap sapu tangan Savanna yang terjatuh, dia mengambilnya dan melihatnya.
"Ayo den pulang, tuan sudah ngomel-ngomel saja di rumah,"
Mereka pun pulang dengan mobil sedan mewah, sudah tak dapat di ragukan lagi jika bocah itu adalah anak orang kaya.
Sesampainya di rumah, bocah itu langsung masuk sambil memegangi sapu tangan milik Savanna. Dia senyum-senyum sendiri, mengingat kebaikan Savanna.
"Ceneng, ada yang pelhatiin," ujarnya.
"Siapa yang perhatian?"
"Eh, daddy. Balu inget puna anak dua huh?"
Sosok pria tampan, bertubuh atletis dan kulit putih bersih. Pria itu yang tak lain adakah Darren, menatap bocah itu dengan tatapan sengit.
"Gibran." Panggil Darren dengan penuh penekanan.
"Apa daddy?" Jawabnya santai.
Gibran Atmajaya dan Gabriel Atmajaya, anak kembar Darren dan Nadia. Yah, pria itu akhirnya menikah dengan Nadia tas desakan keluarganya.
Pernikahan tanpa cinta, bukan. Bukan tanpa cinta, tetapi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hanya Nadia yang mencintai, bukan Darren. Bahkan, hingga kini. Darren masih mencintai Savanna.
"Apa yang kamu pegang?" Tanya Darren karena merasa tak asing dengan sapu tangan itu.
Darren akan mengambilnya, tetapi Gibran menjauhkannya. Dia menatap sang daddy dengan tajam.
"Janan centuh balang dedek," ujar Gibran.
"Dapet dari mana sapu tangan itu?" Tanya Darren dengan penuh selidik.
"Dapet dali ... pacal Giblan lah!" Seru anak itu dan berlari cepat ke kamarnya.
Darren hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah ajaib putranya. Dirinya kembali teringat sapu tangan itu, dia merasa tak asing dengan sapu tangan tersebut.
"Sava, kenapa aku harus kembali mengjngatnu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!