Ranvier adalah seorang remaja berusia empat belas tahun yang sedang mengenyam pendidikan di sebuah SMP swasta.
Secara fisik Ranvier adalah remaja yang menarik. Darah blasteran Arab dan Indonesia mengalir deras di dalam tubuhnya membuat penampilan fisiknya cukup menyita perhatian.
Ranvier berkulit sawo matang, berambut ikal dan bertubuh tinggi membuatnya terlihat berbeda diantara remaja seusianya. Apalagi Ranvier juga memiliki sepasang bola mata berwarna hazel yang membuatnya semakin dikagumi oleh lawan jenis.
Dengan segala kelebihan yang ia miliki menjadikan Ranvier sosok remaja yang mudah dikenali. Sayangnya semua kelebihan itu justru membuat Ranvier menjadi over pede dan terkadang menyebalkan. Tak jarang Ranvier juga melakukan tindakan tak masuk akal yang membuat teman-temannya terkena imbasnya.
Pernah satu waktu Ranvier mengajak teman-temannya membolos saat jam pelajaran Matematika. Awalnya Ranvier yang bertugas piket hari itu harus menjemput guru Matematika di ruang guru sekaligus membantu membawakan perlengkapan mengajar sang guru. Namun Ranvier sengaja berbohong pada teman-temannya dan mengatakan jika guru matematika meminta semua murid keluar dari kelas.
Bisa ditebak bagaimana endingnya. Ranvier dan semua teman satu kelasnya dihukum berdiri di lapangan sambil menghormat bendera.
Karena sikapnya itu Ranvier dijauhi teman-temannya. Ranvier tak memiliki seorang teman dekat. Teman-teman Ranvier memilih menjauh darinya hanya karena tak ingin terkena imbas kenakalan Ranvier. Mereka hanya akan berada bersama Ranvier untuk sebuah keperluan atau dengan kata lain 'jika ada maunya'.
Hal itu karena Ranvier adalah orang yang royal. Dengan uang jajan yang ia miliki Ranvier bisa menraktir teman-temannya jajan di kantin hampir setiap hari. Meski pun Ranvier sadar jika ia hanya dimanfaatkan oleh teman-temannya, Ranvier tak peduli. Toh uang yang ia gunakan adalah uang pemberian sang Kakek yang memiliki jumlah kekayaan fantastis yang seolah tak akan pernah habis.
" Kalo bukan karena dia tajir dan royal, belum tentu Gue mau deket sama dia...," kata Riko sambil mengunyah bakso.
" Betul. Sejujurnya Gue juga ogah temenan sama dia. Tapi karena temenan sama dia bikin perut Gue kenyang, terpaksa deh Gue pura-pura baik biar hemat uang jajan...," sahut Jono disambut tawa teman-temannya.
Tawa Riko, Jono dan semua temannya terhenti saat Ranvier menepuk bahu Riko dan Jono.
" Gue tau Lo berdua cuma manfaatin Gue. Tapi Gue ga peduli. Makan apa pun yang Lo mau, ntar Gue yang bayar...," kata Ranvier sambil tersenyum penuh makna.
Kedatangan Ranvier membuat Riko dan Jono terkejut. Apalagi ucapannya yang santai namun bermakna mampu membuat kedua remaja itu tersedak.
" Vier, Gue minta maaf. Gue cuma bercanda tadi...," kata Jono dengan wajah pucat.
" Iya Vier. Kita cuma iseng kok...," kata Riko menambahkan.
" Iya iya. Udah buruan abisin makanan Lo. Bel tanda jam pelajaran ketiga dimulai udah bunyi tuh...," sahut Ranvier sambil berlalu.
Riko, Jono dan teman-temannya pun bergegas menghabiskan makanan mereka. Setelahnya mereka berlarian menuju kelas.
" Makanya kalo masih butuh sama Ranvier ga usah jahat. Punya mulut kok bisanya ngomongin Ranvier, tapi ga malu makan pake uang Ranvier...!" kata ibu kantin bernama Esih itu dengan lantang hingga membuat Riko dan Jono menoleh dengan wajah merona karena malu.
" Ssstt..., udah Bu. Ga usah ikut campur sama urusan mereka...," kata suami Bu kantin yang merupakan penjaga sekolah bernama Iwan.
" Abisnya kesel Pak ngeliatin tingkah mereka yang sok itu. Masih lebih baik Ranvier kemana-mana deh daripada mereka. Ranvier kan kalo jajan ga pernah ngutang, bayar pun selalu ngasih uang lebih, beda banget sama temen-temennya yang bisanya cuma manfaatin Ranvier doang...," sahut Esih kesal.
" Iya sih. Tapi ngapain Ibu yang sewot ?. Ranvier aja cuek kok walau tau cuma dimanfaatin sama temen-temennya tadi...," kata Iwan sambil membantu membereskan piring kotor ke dapur untuk dicuci.
Esih nampak meringis karena menyadari sikapnya tadi. Setelah membersihkan meja Esih pun beralih ke dapur untuk mencuci piring.
\=\=\=\=\=
Siang menjelang sore, bel tanda pulang sekolah pun berdering nyaring. Namun sayang suasana itu diiringi gerimis yang turun membasahi bumi. Rinainya yang lebat mampu membuat tubuh basah dan kedinginan hingga membuat hampir semua siswa memilih berteduh di sepanjang koridor kelas.
Berbeda dengan siswa lainnya, Ranvier justru nampak berjalan menembus hujan gerimis dengan santai seolah sengaja menikmati hujan. Ranvier bermaksud menunggu mobil yang biasa menjemputnya di gerbang sekolah.
Saat itu Ranvier mengenakan topi warna ungu untuk melindungi kepalanya. Beberapa kali ia menyentuh topi berwarna ungu itu untuk sekedar memperbaiki letaknya. Ia terus berjalan sambil merenungkan ucapan Riko dan Jono tadi. Rupanya ucapan kedua temannya itu membekas di ingatannya dan membuatnya sedikit shock.
Tanpa Ranvier sadari, saat itu ia telah jauh berjalan meninggalkan gerbang sekolah. Saking sibuk dengan lamunannya Ranvier pun tak membalas sapaan security yang menyapanya tadi.
Ranvier berhenti berjalan saat ia menyadari dirinya berada di sebuah tempat yang tak pernah sekali pun ia lewati.
" Eh, dimana nih. Kayanya Gue nyasar deh...," gumam Ranvier sambil mengedarkan pandangannya ke segala penjuru.
Saat itu Ranvier berada di sebuah jalan yang sama sekali asing baginya. Di kanan dan kirinya terlihat gedung bergaya klasik menjulang tinggi hingga membuat Ranvier terpana dibuatnya.
" Ini dimana sih...?" tanya Ranvier dalam hati sambil mengamati sekelilingnya dengan seksama.
Dan lamunan Ranvier terhenti saat sebuah mobil melintas cepat di sampingnya. Saking cepatnya membuat genangan air yang ada tak jauh dari Ranvier pun muncrat dan membasahi sekujur tubuhnya.
" Sia*an !. Ga punya mata Lo ya...!" maki Ranvier dengan lantang sambil mengusap wajahnya yang basah dengan telapak tangannya.
Ternyata Omelan Ranvier membuat mobil itu berhenti. Ranvier pun masih mengusap wajah dan tubuhnya yang basah saat penumpang mobil membuka pintu perlahan.
" Apa Kamu baik-baik saja...?" tanya sebuah suara.
Ranvier tersentak kaget lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa pemilik suara itu.
Ranvier terpana saat melihat sosok wanita berdiri dengan anggun di hadapannya. Wanita itu berwajah cantik, berkulit seputih susu dengan mata sipit dan rambut hitam tergerai.
Karena tak mendapat respon, wanita itu kembali bertanya namun kali ini sambil menyentuh pundak Ranvier.
" Apa Kamu baik-baik saja ?. Ada yang terluka ya...?" tanya wanita itu dengan cemas.
Pertanyaan dan sentuhan wanita itu menyadarkan Ranvier. Refleks ia menggeleng dengan mata yang terus terpaku kearah wajah wanita itu.
" Oh, syukur lah. Kalo begitu biarkan Saya membantu membersihkan pakaianmu itu di rumah. Bagaimana, mau kan Kamu ikut ke rumah...?" tanya wanita itu.
" Ikut ke rumah, jauh ga...?" tanya Ranvier bingung.
" Ga kok. Nanti Kamu bisa makan dan istirahat dulu sambil menunggu pakaianmu dicuci dan dikeringkan. Gimana, Kamu mau kan...?" tanya wanita itu penuh harap.
" Baik lah...," sahut Ranvier pasrah hingga membuat wanita itu tersenyum.
" Bagus, mari ikut Saya...," ajak wanita itu sambil membukakan pintu mobil untuk Ranvier.
Ranvier pun masuk ke dalam mobil. Sesaat kemudian mobil pun melaju meninggalkan tempat itu. Tanpa Ranvier sadari topi ungu yang ia kenakan tadi terjatuh dan tergeletak di jalan begitu saja.
\=\=\=\=\=
Ranvier masuk dan duduk di dalam mobil dengan tenang. Wanita yang mengajaknya ikut serta tadi pun duduk di kursi depan sambil berbicara sesuatu dengan supir. Sang supir nampak mengangguk takzim pertanda jika wanita itu adalah seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang tinggi. Bahasa yang digunakan sedikit aneh, bahkan Ranvier tak mengerti isi pembicaraan mereka sama sekali.
Namun karena merasa lelah dan mengantuk akibat terkena hujan tadi, Ranvier pun memejamkan matanya perlahan. Selama perjalanan yang hanya sebentar itu Ranvier tertidur sejenak. Ia terbangun saat sebuah tepukan halus menyentuh pipi kirinya.
" Bangun Mas Ranvier...," kata pria yang tak lain supir yang mengemudi mobil tadi.
Ranvier membuka matanya dan terkejut melihat sang supir berada di depannya. Posisi mereka sangat dekat hingga membuat Ranvier tak nyaman.
" Ada apa Pak...?!" tanya Ranvier sambil bergeser menjauhi sang supir.
" Kita sudah sampe Mas...," sahut sang supir sambil tersenyum.
" Sampe dimana...?" tanya Ranvier bingung.
" Sampe di rumah. Nyai bilang, Mas Ranvier langsung masuk aja ke dalam...," sahut sang supir sambil menunjuk ke dalam rumah.
Ranvier menoleh kearah yang ditunjuk pria itu dan terkejut. Bagaimana tidak. Saat itu ia tengah berada di depan sebuah rumah yang megah bak istana. Yang semua dinding dan kusennya berkilauan seperti terbuat dari emas.
" Ini rumah Ibu yang tadi Pak...?!" tanya Ranvier sambil membuka pintu mobil.
" Betul Mas. Sebaiknya Mas masuk sekarang ya, bukannya Mas lapar dan ingin makan daritadi...?" tanya sang supir sambil melirik kearah perut Ranvier.
Ranvier terkejut karena sesaat setelah sang supir menyelesaikan kalimatnya, perut Ranvier berbunyi hingga membuat remaja itu menundukkan kepalanya karena malu.
Sang supir pun tertawa keras lalu mengusak rambut Ranvier dengan gemas. Setelahnya ia menggamit tangan Ranvier dan membawanya masuk ke dalam rumah megah bak istana itu.
Pria yang kemudian diketahui bernama Damar itu nampak menunduk takzim sesaat setelah melewati ambang pintu. Ranvier yang tak mengerti apa-apa hanya bisa mengikuti gerakan Damar. Sikap Ranvier yang lugu itu membuat keluarga kecil di hadapannya tersenyum.
" Kemarilah. Duduk di sini Ranvier...," kata wanita bermata sipit yang tadi mengajak Ranvier masuk ke dalam mobilnya dengan ramah.
Wanita itu nampak tersenyum sambil menepuk kursi kosong di sampingnya.
" Baik Bu, makasih..., " sahut Ranvier sambil melangkah perlahan menuju kursi yang disediakan untuknya.
" Pertama ijinkan Aku memperkenalkan diri. Namaku Aria dan ini keluargaku. Ini Suamiku, panggil dia Kyai Ranggana. Karena itu Kamu bisa memanggilku Nyai Ranggana. Dan ini Anak perempuanku, namanya Arcana...," kata Aria dengan ramah sambil menepuk punggung tangan suami dan anak perempuannya itu bergantian.
" Oh begitu. Hallo, salam kenal. Namaku Ranvier. Aku hanya kebetulan ikut ke sini karena supir Nyai Ranggana sudah membuatku basah kuyup dan kotor. Tapi Aku janji ga akan lama kok. Setelah pakaianku dicuci dan kering, Aku pasti segera pergi dari sini. Suerr...," kata Ranvier sungguh-sungguh sambil mengacungkan jari tengah dan telunjuknya bersamaan.
Ucapan Ranvier membuat Aria, Ranggana dan Arcana saling menatap sejenak kemudian tertawa kecil.
" Kami percaya. Duduk dengan tenang dan makan lah Ranvier. Kita bisa bicara sambil makan kan...," kata Ranggana sambil tersenyum.
" Baik Kyai...," sahut Ranvier sambil tersenyum kikuk.
Kemudian Ranvier mulai mengamati makanan yang terhidang di atas meja. Meski sebagian makanan yang tersaji terlihat aneh di matanya, namun Ranvier tak peduli. Rasa lapar telah membuatnya lupa hingga menyantap hidangan itu dengan lahap.
\=\=\=\=\=
Sementara itu di saat yang sama di tempat lain.
Seorang pria berusia sekitar tujuh puluh tahun nampak mondar-mandir di ruang depan sambil sesekali melihat keluar rumah. Pria itu adalah Randu, Kakek kandung Ranvier.
Randu masih nampak gagah di usia senjanya. Bertubuh tinggi besar dengan rambut putih dan kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya. Saat ini Randu tengah dilanda kecemasan yang amat sangat. Penyebabnya adalah Ranvier, cucu semata wayangnya yang tak juga kembali ke rumah. Padahal saat itu jam menunjukkan pukul sebelas malam.
Randu nampak menghentikan langkahnya saat suara raungan motor memasuki halaman rumahnya. Ia menoleh dan tersenyum melihat sosok pria yang baru saja turun dari motor itu.
" Bagaimana, apa ada kabar dimana Ranvier sekarang...?" tanya Randu tak sabar.
" Maaf Tuan. Kami sudah mencari ke tempat biasa dia main bersama teman-temannya, tapi Ranvier ga ada di sana...," sahut pria kepercayaan Randu dengan suara lirih.
Ucapan pria itu membuat Randu mengepalkan tangannya karena menahan kesal. Ia bahkan jatuh terduduk di atas sofa sambil menghela nafas panjang.
" Kemana anak itu. Kenapa sampe jam segini ga pulang juga...," gumam Randu sambil memijit pelipisnya.
Tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Randu dan beberapa pria yang ada di ruangan itu pun menoleh kearah pria tersebut.
" Ada apa Tom...?" tanya Randu.
" Saya menemukan ini Tuan...," sahut Tomi sambil memperlihatkan sebuah topi berwarna ungu yang merupakan benda kesayangan milik Ranvier.
Randu pun bergegas meraih topi ungu itu lalu menatapnya lekat untuk beberapa saat.
" Dimana Kamu temukan ini Tom...?" tanya Randu.
" Di jalan ga jauh dari sekolah Tuan...," sahut Tomi cepat.
" Di jalan...?" tanya Randu tak percaya.
" Betul. Di tengah jalan lebih tepatnya. Keliatannya jejak Ranvier menghilang di tengah jalan begitu saja Tuan...," sahut Tomi mantap.
" Bagaimana Kamu yakin kalo Ranvier menghilang di tengah jalan...?" tanya Randu tak mengerti.
" Saya membawa Bruno untuk ikut melacak keberadaan Ranvier, Tuan. Dari gelagat Bruno terlihat kalo dia kehilangan jejak Ranvier persis dimana topi itu ditemukan...," sahut Tomi cepat hingga membuat Randu mengangguk.
Bukan tanpa alasan Randu mengangguk paham. Itu karena Bruno adalah nama anjing penjaga miliknya yang diasuh langsung oleh Tomi. Kemampuan Bruno sebagai anjing penjaga tak perlu diragukan lagi. Jika anjing sehebat Bruno kehilangan jejak Ranvier, itu artinya telah terjadi sesuatu pada Ranvier dan itu membuat Randu cemas bukan kepalang.
" Jadi bagaimana menurutmu...?" tanya Randu sambil menatap Tomi lekat.
" Keliatannya Ranvier dijemput oleh seseorang dan pergi dari sana dengan sebuah kendaraan Tuan. Mmm..., mungkin Ranvier diculik Tuan...," sahut Tomi ragu namun cukup mengejutkan Randu.
" Oh ya. Siapa yang berani menculik Ranvierku...?!" tanya Randu gusar.
" Saya hanya menduga Tuan. Maaf kalo Saya salah...," sahut Tomi tak enak hati.
" Baik lah. Aku mau Kalian teruskan pencarian Ranvier sekarang juga. Hubungi pihak sekolah dan teman-temannya. Beri hadiah bagi siapa pun yang bisa memberi informasi akurat dimana Ranvier sembunyi sekarang...," kata Randu sambil bangkit dari duduknya.
" Baik Tuan...!" sahut Tomi dan beberapa pria lainnya bersamaan.
Randu pun melangkah menuju kamar pribadinya. Saat Randu menutup pintu, Tomi dan semua pria di ruangan itu pun bergegas keluar untuk melanjutkan pencarian mereka.
\=\=\=\=\=
Setelah menikmati makan malam yang istimewa, Ranvier pun diarahkan masuk ke sebuah kamar untuk beristirahat.
" Jadi kapan pakaianku selesai dicuci Nyai...?" tanya Ranvier sebelum meninggalkan meja makan.
" Sebentar lagi. Sekarang pergi lah ke kamar, lepaskan pakaianmu. Biar pakaianmu bisa segera dicuci dan dikeringkan. Dan Kamu bisa menunggu sebentar di sana sambil beristirahat..., " sahut Aria sambil tersenyum.
Ranvier pun mengangguk lalu mengikuti seorang wanita bertubuh gemuk yang membawanya masuk ke sebuah kamar.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Ranvier pun berbaring di atas tempat tidur besar sambil mengamati sekeliling kamar.
" Tempatnya bagus, suasananya hangat dan nyaman. Beda banget sama di rumah Kakek. Padahal sama-sama besar dan mewah, tapi di sini semua orang tersenyum hangat bukan bersikap kaku dan takut seperti orang-orang di rumah Kakek...," gumam Ranvier.
Kemudian Ranvier bangkit lalu melangkah menuju jendela kamar. Ia menyibak tirai jendela untuk melihat kondisi di luar rumah saat itu.
" Gelap. Pasti Kakek cemas nih kalo tau Aku ga ada di rumah jam segini...," gumam Ranvier.
Seolah teringat dengan alat penunjuk waktu itu, Ranvier pun bergegas mencari jam tangannya di dalam tas. Ia tersenyum saat melihat jam tangannya ada diantara tumpukan buku-buku di dalam tas.
" Jam berapa sih sekarang. Aneh, di rumah segede istana tapi kok ga ada satu pun jam dinding yang terpasang...," gumam Ranvier sambil mengamati jam tangan berwarna hitam itu dengan lekat.
Sesaat kemudian Ranvier nampak mengerutkan keningnya karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Saat itu jam tangan Ranvier menampilkan hari dan waktu yang tak seharusnya. Hari dimana Ranvier berangkat sekolah adalah hari Rabu tanggal 10 Maret, tapi saat itu jam menunjukkan hari Senin tanggal 15 Maret. Itu artinya maju beberapa hari dari tanggal seharusnya.
" Ck, masa rusak sih. Pasti gara-gara kena air kotor tadi. Ya udah lah, minta sama Kakek buat beliin yang baru aja nanti...," gerutu Ranvier sambil memasukkan kembali jam tangannya itu ke dalam tas.
Ranvier pun kembali ke tempat tidur dan berbaring di sana. Sesaat kemudian Ranvier pun memejamkan matanya. Nampaknya Ranvier tak menyadari jika dirinya berada di dimensi yang berbeda saat itu.
\=\=\=\=\=
Ranvier mengerjapkan mata saat cahaya matahari mengenai kedua matanya. Ia tersentak lalu bangkit dari posisi tidurnya.
Ranvier mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan tersenyum saat melihat baju seragam sekolahnya terlipat rapi di atas kursi.
Perlahan Ranvier melangkah mendekati seragamnya itu. Ia meraih seragamnya dan tersenyum puas mengetahui pakaian itu bisa ia kenakan nanti.
" Udah kering rupanya. Hmmm..., wangi banget. Pake apaan ya, wanginya ga biasa gini...," gumam Ranvier.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Ranvier mempersilakan orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamar. Saat pintu terbuka, sosok wanita bertubuh gemuk nampak berdiri di ambang pintu sambil tersenyum. Ranvier pun balas tersenyum karena mengenali wanita itu sebagai istri Damar.
" Sudah bangun rupanya. Udah ditunggu sarapan di ruang makan lho...," kata istri Damar sambil melangkah ke tempat tidur.
" Iya. Aku mandi dulu sebentar...," sahut Ranvier sambil membalikkan tubuhnya lalu melangkah menuju kamar mandi di sudut kamar.
" Ga usah buru-buru Ranvier. Kyai sama Nyai tau kalo Kamu butuh waktu untuk bersiap-siap...!" kata istri Damar dengan lantang.
" Iya Bu...!" sahut Ranvier dari kamar mandi.
Tak lama kemudian Ranvier selesai membersihkan diri. Ia keluar dengan tubuh dan wajah yang lebih fresh. Ia melihat istri Damar duduk di kursi dan tersenyum melihat kehadirannya.
" Ibu yang beresin tempat tidur itu...?" tanya Ranvier.
" Iya...," sahut istri Damar cepat.
" Harusnya ga usah Bu. Aku biasa membereskan tempat tidur sendiri kok...," kata Ranvier tak enak hati.
" Gapapa. Suatu saat nanti Kamu juga bakal beresin tempat tidur ini dengan tanganmu sendiri...," sahut istri Damar sambil tersenyum penuh makna.
" Maksudnya gimana ya Bu...?" tanya Ranvier tak mengerti.
" Bukan apa-apa. Udah siap kan ?, Kita keluar yuk...," ajak istri Damar sambil membuka pintu kamar.
Ranvier mengangguk lalu mengikuti langkah wanita gemuk itu. Saat melintas lorong menuju ruang makan, Ranvier sempat berhenti untuk mengamati lukisan besar yang terpampang di dinding lorong. Bahkan Ranvier menyentuh lukisan itu dengan ujung jarinya.
" Kenapa Ranvier...?" tanya istri Damar.
" Ini bukan lukisan kan...?" tanya Ranvier.
" Kalo bukan lukisan, menurut Kamu itu apa...?" tanya istri Damar.
" Mmm..., ini lebih mirip relief batu yang pernah Aku liat di candi Borobudur. Cuma bedanya yang ini berwarna warni seperti lukisan cat minyak..., " sahut Ranvier ragu.
Jawaban Ranvier membuat istri Damar tersenyum lebar.
" Kamu betul Ranvier. Apa Kamu baru tau itu relief batu, bukannya semalam Kamu juga lewat sini dan melihatnya...?" tanya istri Damar.
" Iya, tapi Aku ga ngeh kalo ini relief batu...," sahut Ranvier.
Tiba-tiba Damar datang mengejutkan keduanya.
" Ternyata di sini. Kalian ditunggu sama Nyai lho...," kata Damar mengingatkan.
" Oh iya, maaf ini salahku. Jangan marahin Ibu ya...," pinta Ranvier hingga membuat Damar dan istrinya tersenyum.
" Baik lah, silakan lewat sini...," kata Damar sambil mengarahkan Ranvier ke sebuah ruangan.
Ranvier pun mengangguk lalu mengekori Damar, sedangkan istri Damar berjalan kearah yang berbeda. Saat Ranvier melintas, semua orang yang berpapasan dengannya nampak menunduk dengan takzim seolah menunjukkan rasa hormat.
" Maaf Pak Damar. Kenapa semua orang menunduk saat Kita lewat tadi...?" tanya Ranvier penasaran.
" Karena Kamu adalah tamu terhormat Ranvier...," sahut Damar cepat.
" Tapi Aku cuma remaja yang ga sengaja ketemu dan diajak masuk oleh Nyai ke sini. Itu juga karena bajuku kotor dan basah kuyup kena cipratan air kotor...," kata Ranvier.
" Justru karena Nyai yang membawa Kamu ke sini, makanya Kamu jadi istimewa Ranvier...," sahut Damar sambil menatap Ranvier dengan tatapan lembut.
" Masa sih...?" tanya Ranvier.
" Iya. Nah, sekarang coba Kamu lihat ke sana. Itu Arcana, anak Nyai Ranggana. Bisa kan Kamu panggil dia dan mengajaknya masuk untuk sarapan bersama ?. Saya harus menyiapkan mobil untuk mengantar Kamu nanti...," kata Damar.
" Apa dia bisa mendengar...?" tanya Ranvier.
" Tentu. Kenapa Kamu tanya kaya gitu Ranvier...?" tanya Damar sambil mengerutkan keningnya.
" Soalnya Aku ga liat dia merespon ucapan orangtuanya selama Kami makan malam bersama semalam. Jadi Aku pikir dia tuli dan bisu...," sahut Ranvier sambil tersenyum kecut.
" Arcana memang pendiam dan jarang bicara. Dia hanya akan bicara jika perlu...," kata Damar.
" Kalo gitu Aku ga mau manggil dia. Nanti kalo dia marah gimana ?. Soalnya orang pendiam itu suka marah kalo disapa...," kata Ranvier sambil menggelengkan kepala.
" Arcana ga akan marah. Walau pendiam tapi dia bukan anak yang temperamental..., " sahut Damar sambil tersenyum.
" Ok, Aku panggil dia sekarang...," kata Ranvier sambil melangkah menuju taman dimana Arcana berada.
Damar pun tersenyum lalu segera berlalu. Sementara itu Ranvier makin mendekat kearah Arcana. Gadis cilik berusia sekitar sepuluh tahun itu nampak sedang merenung sambil merendam kakinya di dalam kolam.
Sebelum menyapa, Ranvier sengaja berdiri sejenak untuk mengamati gerak-gerik Arcana. Gadis itu masih asyik memainkan kakinya di dalam air. Sesekali Arcana tersenyum saat sosok makhluk air menggigit ujung jemari kakinya.
Berbeda dengan Arcana yang terlihat santai, Ranvier justru terkejut melihat hewan yang bergerak di dalam air itu. Hewan yang semula dikira ikan itu ternyata adalah buaya berukuran kecil.
" I... itu buaya kan...?!" kata Ranvier lantang hingga mengejutkan Arcana.
" Sssttt..., jangan berisik !. Kamu membuatnya takut...!" kata Arcana sambil menyilangkan jari telunjuknya di depan bibir.
" Maaf. Tapi itu beneran buaya kan...?" tanya Ranvier setengah berbisik.
" Anak buaya lebih tepatnya...," sahut Arcana sambil mengangguk.
" Apaa...?!" kata Ranvier lantang hingga membuat Arcana berdecak sebal.
Rupanya saat Ranvier bicara lantang permukaan air kolam bergolak. Dan saat itu lah terlihat jelas tiga ekor buaya menggeliat lalu berenang menjauhi Arcana.
Arcana pun mengeluarkan kedua kakinya dari kolam lalu memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Ranvier.
" Kamu telah membuat mereka takut dan pergi. Kamu harus bertanggung jawab...!" kata Arcana sambil menatap Ranvier marah.
" Aku ga sengaja. Lagian siapa suruh main sama buaya, itu kan berbahaya. Harusnya Kamu berterima kasih sama Aku karena udah menyelamatkan Kamu dari terkaman buaya...," sahut Ranvier membela diri.
" Siapa yang mau menerkam ?. Mereka baik kok. Dan selama ini mereka lah temanku. Justru Kamu yang datang dan mengganggu...!" kata Arcana lantang.
" Aku ga ganggu !. Aku ke sini karena Pak Damar memintaku untuk manggil Kamu. Kalo tau begini reaksi Kamu, udah daritadi Aku tolak...," sahut Ranvier kesal.
Perdebatan antara Ranvier dan Arcana membuat seisi rumah gempar. Bahkan Kyai dan Nyai Ranggana ikut keluar untuk menyaksikan perdebatan Ranvier dan Arcana. Tapi bukan melerai keduanya, Kyai dan Nyai Ranggana justru tersenyum melihatnya.
" Pokoknya Kamu harus tanggung jawab...!" kata Arcana.
" Ok, tanggung jawab apa ?. Kalo Aku disuruh manggil buaya-buaya itu ke sini, Aku ga mau...," sahut Ranvier.
" Ehm...!" Kyai Ranggana berdehem keras hingga membuat perdebatan Ranvier dan Arcana berakhir.
Ranvier dan Arcana pun menoleh. Mereka terkejut saat melihat Kyai dan Nyai Ranggana berada di sana. Tak hanya sang pemilik rumah, tapi juga beberapa pelayan ikut berbaris sambil menatap Ranvier dan Arcana dengan tatapan yang sulit dimengerti.
" Ayah...," panggil Arcana dengan suara tercekat.
Ranggana hanya diam lalu membalikkan tubuhnya dan masuk ke bagian dalam istana.
" Kita bisa bicarakan itu sambil sarapan ya. Ayo Arcana...," ajak Aria alias Nyai Ranggana.
" Baik Bu...," sahut Arcana lirih lalu melangkah mengikuti sang ibu.
Mau tak mau Ranvier mengekori Aria dan Arcana karena tak ingin diterkam buaya penghuni kolam.
\=\=\=\=\=
Setelah sarapan bersama, Ranvier pun bersiap meninggalkan kediaman Kyai dan Nyai Ranggana.
Saat itu Ranvier nampak telah berada di dalam mobil bersama Damar. Sedangkan Kyai Ranggana beserta anak dan istrinya nampak berdiri di teras untuk melepas kepergian Ranvier.
" Ini tasmu Ranvier...," kata istri Damar sambil menyerahkan tas milik Ranvier yang terlihat menggembung.
" Apa isinya Bu ?. Kenapa jadi besar dan lebih berat dari biasanya...?" tanya Ranvier sambil meraih penutup tas.
" Jangan dibuka sekarang...," kata Damar sambil menarik jemari Ranvier dengan lembut.
" Kenapa Pak...?" tanya Ranvier.
" Ada hadiah permintaan maaf dari Nyai untukmu. Ga sopan kan kalo dibuka langsung di depan beliau. Sekarang sebaiknya Kamu pamit biar bisa segera Saya antar...," bisik Damar di telinga Ranvier.
" Oh gitu. Makasih Nyai, makasih Kyai. Aku pulang dulu ya. Daahh...," kata Ranvier sambil melambaikan tangannya.
Kyai Ranggana beserta anak dan istrinya pun balas melambaikan tangan. Ranvier pun tersenyum lalu menoleh ke depan saat mobil mulai bergerak.
Mobil terus melaju meninggalkan kediaman keluarga Ranggana. Saat itu tak sengaja Ranvier melihat keluar jendela. Ranvier melihat banyak orang berdiri berbaris sambil menatap kearahnya seolah melepas kepergiannya sambil melambaikan tangan. Meski bingung, Ranvier pun membalas lambaian tangan mereka.
\=\=\=\=\=
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!