"Kau gadis ceroboh yang menumpahkan susu ke pakaianku tadi, bukan?"
Tatapan tajam diiringi suara bariton itu terdengar sangat mengintimidasi, membuat seorang gadis yang baru selangkah memasuki ruangan CEO berhenti di tempat.
Gadis berusia 22 tahun ini menundukkan kepala, dia mencuri lirikan ke arah meja yang ada di depan pria tersebut.
Di sana terdapat sebuah papan nama, (Bara William, Chief Executive Officer).
Sekarang Keylani Audiazuma tidak berani berharap lagi. Dia sudah yakin lamaran kerjanya akan ditolak, bahkan sebelum interview dimulai.
Sebabnya adalah pertemuan pertama mereka tadi, yang sudah pasti meninggalkan kesan buruk di mata sang CEO.
Sebelum berangkat ke kantor ini, Keyla harus bangun kesiangan setelah begadang menjaga ayahnya di rumah sakit. Mengingat dia memiliki jadwal interview di Infinity Group, membuat Keyla terburu-buru dan tidak sempat sarapan.
Demi menjaga dirinya agar tidak pingsan karena kelaparan, Keyla memutuskan untuk membeli roti dan segelas susu di warung pinggir jalan, dan ia pun memakannya sambil berjalan tergesa-gesa.
Sialnya, dia harus menabrak pria yang ternyata adalah calon bos besarnya di depan kantor tadi, hingga membuat jas serta kemeja mahal pria tersebut ketumpahan susu yang masih panas.
"Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja," lirih Keyla tanpa berani mengangkat kepala.
"Apa tujuan kamu datang ke sini?" Pria bernama Bara William itu mungucapkan pertanyaan yang menurut Keyla sangat bodoh.
Memangnya mau apa lagi dia datang ke kantor ini, mau mengemis?
Ya sudah pasti mau melamar kerja 'lah, Bambang!
Meski bagi Keyla tidak penting, tapi karena pertanyaan itu keluar dari mulut calon bos, terpaksa Keyla pun menjawab, "Sa-saya mau melamar kerja, Tuan."
"Duduk!" perintah Bara dengan suara datar.
"Baik, Tuan."
Sekarang Keyla mulai berharap, disuruh duduk berarti kesempatannya untuk diterima bekerja di sini masih ada.
Keyla beranjak dengan langkah gemetar. Sebenarnya dia juga bingung kenapa resepsionis menyuruhnya datang ke ruangan CEO.
Apa perusahaan sebesar ini tidak memiliki bagian HRD?
Kini mereka sudah duduk saling berhadapan, jarak mereka hanya dipisahkan oleh meja saja.
Bara mulai membuka map berwarna coklat yang berisi CV milik Keyla. Setelah membaca beberapa bagian, Bara cukup kagum dengan nilai akademik yang dimiliki wanita muda ini.
"Masih kuliah, dan belum punya pengalaman kerja?" Bara menatap Keyla tanpa jeda sembari bertanya.
"Benar, Tuan ... tapi saya berjanji akan bekerja sebaik mungkin. " Meski sangat gugup mendapat tatapan menelanjangi dari Bara, Keyla tetap berusaha mengumpulkan rasa percaya diri.
Bara menyeringai, tatapannya masih tidak berkedip dari gadis yang mengenakan kemeja putih sederhana, dengan bawahan celana panjang hitam ini.
Kesan pertama yang dilihat Bara dari gadis ini adalah ceroboh dan culun.
Keyla memang bukan gadis yang mahir berhias mempercantik diri. Sekarang saja saat datang untuk interview, dia hanya mengenakan bedak bayi serta lipstik berwarna merah pucat untuk riasan wajah.
Tambahan rambutnya yang dikepang dua, serta kacamata tebal yang membingkai wajah, membuat dirinya semakin terkesan culun.
Namun, mata tajam Bara dapat melihat bahwa gadis yang ada di hadapan ini sangat cantik, hanya perlu dipoles sedikit saja.
"Kau diterima ... pekerjaan pertama yang harus kau lakukan adalah menumpahkan susu lagi, tapi kali ini adalah susu alami dan itu di mulutku!" ujar Bara sambil terus menatap dengan penuh maksud.
"Maksud Anda bagaimana, Tuan? tanya Keyla dengan polosnya.
Dia benar-benar tidak mengerti.
"Aku membutuhkan sekretaris sekaligus penghangat ranjang, kau harus bekerja sebagai pemuasku!" sahut Bara dengan tatapan yang terfokus pada gundukan kenyal di balik kemeja Keyla.
Bara yakin Keyla masih polos, membayangkan salah satu puncak ranum keyla yang belum pernah disentuh pria itu ada di mulutnya, membuat celana yang ia kenakan menyempit dengan sendirinya.
Keyla berdiri dengan mata melotot. Dia tidak menyangka jika pria sukses seperti Bara William ini ternyata memiliki otak yang sangat kotor.
"Tuan, saya datang ke sini untuk melamar kerja, bukan untuk menjual diri!" tegas Keyla dengan sengaja menekan kata menjual diri.
Bara keluar dari balik meja kerjanya sembari tersenyum merendahkan.
"Jangan jual mahal. Katakan berapa banyak uang kau mau!" ujar Bara dengan penuh percaya diri.
Tidak akan ada wanita yang bisa menolak uang, bukan?
Apalagi mereka diberi kebebasan menyebut nominal yang dinginkan!
Namun, sepertinya kali ini Bara menawar gadis yang salah.
Tanpa diduga, Keyla berbalik badan tepat di saat Bara ingin menyambarnya. Lutut wanita ini mengayun keras ke arah belalai kebanggan Bara.
"Ahhhkkk ...." Bara terduduk di lantai seraya memegangi telurnya yang serasa mau pecah, "Sialan kau, girl!" raungnya kesakitan.
Keyla menarik sudut bibir, dia sangat membenci pria yang suka mengukur harga diri wanita dengan uang.
"Ingat, Tuan. Tidak semua wanita bisa kau beli, tidak peduli sebanyak apa pun uang yang kau miliki!"
Tidak ingin memberi kesempatan bagi Bara untuk bisa melecehkan dirinya, Keyla pun bergegas keluar dari ruangan tersebut.
"Cih, lagi pula siapa yang ingin menjadikanmu teman ranjangku, melihat penampilanmu saja sudah membuat nafsuku hilang!" umpat Bara sambil memandangi punggung Keyla dengan penuh dendam.
Penolakan dari gadis yang notabene memiliki status sosial kelas bawah itu, membuat harga diri Bara hancur terinjak-injak.
"Lihat saja wanita sialan, kau pasti akan membayar mahal, atas perbuatanmu hari ini!" kesal Bara sambil menahan sakit yang menyengat pada bagian selangkangannya.
Sementara Keyla, dia masih berlari dengan napas terengah-engah meski telah pergi cukup jauh dari ruangan CEO gila tersebut.
Berhasil memberi pelajaran pada CEO mesum itu, tidak membuat Keyla terbebas dari rasa takut. Tubuhnya gemetaran, wajahnya pucat seperti baru saja melihat iblis.
Dirinya yang nyaris dilecehkan, menyisakan trauma tersendiri bagi Keyla.
Kini Keyla telah sampai di loby kantor Infinity Group.
Resepsionis yang sebelumnya mengantar Keyla ke ruangan CEO, menatapnya dengan senyum sinis.
Wanita tersebut berpikir Bara pasti menolak mentah-mentah lamaran gadis kampungan seperti Keyla.
"Berdandan saja tidak bisa, malah bermimpi ingin menjadi sekretaris Tuan Bara. Dasar wanita tidak tahu diri!" sinisnya.
Keyla tidak memedulikan tatapan aneh yang tertuju padanya, dia bergegas keluar dari kantor Infinity Group.
Dari sana Keyla kembali ke rumah sakit tempat di mana sang ayah dirawat, membawa langkah lemahnya yang seolah tidak memiliki semangat lagi.
Bagaimana tidak? Dia sudah mencoba memasukkan lamaran di banyak perusahaan, tapi sayang tidak satu pun yang membuahkan hasil.
Ada saja kesialan yang dialami Keyla, mulai dari ditolak karena alasan penampilannya tidak menarik, sampai harus bertemu CEO gila seperti tadi.
Sebenarnya Keyla sangat berharap bisa diterima di Infinity Group, terlebih gaji di perusahaan raksasa itu nilainya hampir dua kali lipat lebih besar dibanding gaji di perusahaan lain.
Andai bisa bekerja di sana, sedikit banyak dia pasti bisa membantu biaya pengobatan sang ayah yang kini terbaring lemah di rumah sakit.
"Bagaimana, Nak? Apa kamu berhasil mendapatkan pekerjaan itu?" Adalah ibu Rita yang bertanya begitu putrinya tiba di ruang rawat.
Keyla menggeleng pelan, lalu duduk di kursi yang ada di sudut ruangan.
"Maafin Key ya, Bu ... Key gagal," jawab Keyla dengan nada yang terdengar putus asa.
Bersambung.
Ibu Rita berjalan mendekat, duduk di samping Keyla, lalu mengusap pundak putri semata wayangnya yang tengah murung itu dengan lembut.
Sebagai seorang ibu, dia tidak tega melihat Keyla harus pontang-panting memikirkan nasib keluarga.
Namun, harus bagaimana lagi? Keadaan seolah memaksa Keyla untuk berada di posisi sulit seperti sekarang.
"Apa kondisi ayah ada perkembangan, Bu? tanya Keyla sembari merapatkan posisi dengan ibunya.
Ibu Rita menggelengkan kepala, wajahnya terlihat sendu karena diliputi rasa cemas.
"Tunggulah sebentar lagi, dokter yang merawat ayahmu akan datang untuk melakukan pemeriksaan lanjut," jawab ibu Rita dengan kepala tertunduk.
Wanita ini tahu kondisi suaminya semakin memburuk, tapi dia tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya pada Keyla, jadi dia memilih biar dokter saja yang menjelaskan.
Setelah itu suasana di ruang rawat tersebut menjadi hening, dua orang ibu dan anak itu tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Tak lama kemudian dokter yang menangani orang tua Keyla datang, dia segera melakukan pemeriksaan.
Selesai dengan pekerjaannya, dokter itu berjalan mendekati Keyla dan ibunya.
"Ibu bisa ikut ke ruangan saya? Ada beberapa hal penting yang harus saya sampaikan," ujar pria berjas putih tersebut kepada ibu Rita.
Deg!
Jantung Keyla berdebar-debar, ia yakin sekali dokter itu akan menjelaskan sesuatu yang genting, sampai mengajak untuk bicara di ruangannya.
Keyla dan ibunya saling tatap untuk beberapa saat. Kesedihan terlihat jelas di mata keduanya.
"Kamu saja yang ikut, Key. Lagi pula ibu kurang mengerti apa yang nanti akan dikatakan dokter, biar ibu di sini saja menjaga ayahmu," ujar ibu Rita pada putrinya.
"Baiklah, Bu," sahut Keyla.
Dia lantas mengekor dari belakang, menuju ruang kerja dokter tersebut.
"Silahkan duduk, Nona." Dokter setengah baya pemilik mata teduh itu mempersilakan dengan ramah.
Keyla mengangguk.
"Terima kasih, Dok," sahut Keyla seraya duduk di kursi yang ada di depan meja pak dokter.
"Nona, dengan berat hati saya harus menyampaikan. Saat ini kesehatan orang tua Anda sudah tidak bisa ditangani dengan cuci darah, kita harus melakukan operasi transplantasi ginjal secepatnya." Dokter itu mulai menjelaskan dengan hati-hati.
"Kebetulan pihak rumah sakit sudah menemukan pendonor yang cocok untuk pasien. Kami sudah melakukan tes X-Ray untuk mengetahui kondisi pendonor, ginjalnya sangat sehat."
"Kami juga sudah melakukan tes kecocokan golongan darah antara pendonor dan pasien sebagai penerima, ditambah cek human leukocyte antigen typing (HLA typing), semuanya cocok."
Keyla menutup mulut rapat-rapat, membuka telinga lebar-lebar ketika mendengarkan penjelasan yang panjang lebar dari dokter tersebut.
"Sekarang hanya tinggal menunggu persetujuan dari keluarga pasien. Setelah itu, operasi pencangkokan ginjal bisa segera dilakukan." Dokter itu mengakhiri penjelasannya.
"Kira-kira biaya operasinya berapa ya, Dok?" tanya Keyla dengan suara pelan.
"Biaya transplantasi ginjal ini membutuhkan biaya 750 juta. Namun, alangkah baiknya jika Nona menyiapkan uang lebih, sebagai persiapan untuk biaya tak terduga. Jadi saya sarankan Nona menyediakan uang satu miliar untuk berjaga-jaga," saran Dokter tersebut.
Mendengar dokter itu menyebut angka satu miliar, membuat Keyla seperti tersambar petir di siang bolong.
'Satu miliar? Di mana aku harus mencari uang sebanyak itu?' lirih Keyla dalam hati.
Bagi Keyla, uang sebanyak itu adalah nominal yang hampir mustahil untuk disediakan.
Dia termenung, matanya menerawang jauh, memancarkan sorot yang sulit diartikan.
"Nona!" Dokter itu membuyarkan lamunan Keyla.
"Eh, iya, Dok. Maaf," sahut Keyla terkaget, saat dokter itu menatapnya lekat-lekat.
"Nona silakan berpikir dulu baik-baik. Setelah itu Nona bisa menghubungi saya, tapi saya sarankan untuk secepatnya. Demi kebaikan pasien sendiri," ujar Dokter itu, yang dijawab anggukan oleh Keyla.
"Baik, Dok. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Keyla.
Ia segera meninggalkan ruangan tersebut setelah mendapat anggukan.
Keyla berjalan dengan langkah gontai, pikirannya melayang jauh, hanya karena mengingat nominal satu miliar yang diucapkan dokter tadi.
Itu nominal yang sangat banyak, bahkan belum pernah Keyla lihat dengan mata kepalanya sendiri.
Keyla tiba di ruang rawat ayahnya, dia melihat ibu Rita sedang duduk gelisah, seolah tak sabar menunggu berita yang akan dibawa Keyla dari ruangan dokter.
"Apa yang dikatakan dokter?" tanya ibu Rita begitu melihat putrinya kembali.
"Kata dokter, ayah harus segera naik meja bedah, untuk transplantasi ginjal, Bu," sahut Keyla dengan suara yang terdengar parau.
Keyla langsung memeluk ibunya dengan erat.
"Kata dokter, biaya operasinya satu miliar," ujar Keyla lagi, diiringi air mata yang kini mulai mengalir di pipinya.
Ibu Rita semakin tertunduk lesu ketika mendengar penjelasan dari putrinya, menyediakan uang satu miliar adalah sesuatu yang mustahil bagi keluarga mereka.
Ibu Rita melepas pelukan Keyla. Dia kembali duduk di kursi yang ada di samping ranjang sang suami, diraihnya tangan pria yang terbaring lemah itu dan digenggamnya dengan erat.
Sementara Keyla menyusul dan berdiri di samping ibunya, ditatapnya sang ayah yang terbaring sakit dengan perasaan tersayat
Ibu Rita menoleh ke samping, "Sayang, hari ini kamu ada kelas siang, kan? Sana berangkat ke kampus!"
Keyla mengangguk, dia mengambil tas lalu pamit pada sang bunda untuk berangkat kuliah.
Keyla meninggalkan ruang rawat dengan langkah gontai. Tubuh dan pikirannya lelah, matanya terlihat sembab kerena kurang tidur, setiap dua hari sekali Keyla dan ibunya harus bergantian begadang demi menemani sang ayah yang tengah sakit keras.
Keyla berjalan dengan terburu-buru menuju gerbang depan rumah sakit. Tak lama kemudian taksi online yang dipesannya pun datang, dan ia segera masuk ke dalam mobil tersebut.
"Ayo, Pak ... tolong agak cepat, ya!" pinta Keyla, dia takut terlambat masuk kelas.
"Baik, Non. Sesuai aplikasi, kan?" tanya supir itu memastikan.
"Iya pak, minta tolong cepat ya," ulang Keyla.
Supir itu segera memacu mobilnya dengan cepat, menuju salah satu perguruan tinggi terkenal yang ada di Jakarta.
Hari ini Keyla tidak ingin terlambat sedetik pun, sebab dosen pemateri kelas siang ini adalah dosen yang paling menyebalkan di kampusnya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, mobil yang ditumpangi Keyla pun tiba di depan gerbang kampus. Dia segera turun setelah membayar ongkos taksi tersebut.
"Heemm ... hampir aja!" gumam Keyla dalam hati saat melihat jam di tangannya.
Keyla menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan cepat, untung saja dia tidak terlambat.
Selanjutnya gadis cantik yang tidak terlalu peduli pada penampilan ini berlari kecil menuju kelasnya.
Setelah kelasnya selesai, Keyla ingin pergi menuju kantin, perutnya sudah kelaparan meminta diisi sejak tadi.
Namun, baru beberapa langkah meninggalkan kelas, terdengar suara memanggil dengan nada tinggi, "Keyla, kemari kamu!"
Bersambung.
Keyla menoleh, sosok yang memanggilnya adalah seorang wanita berpakaian formal.
Keyla menghela napas berat, sebab dia dapat menebak perihal apa yang membuat wanita itu memanggilnya.
"Kamu ikut ke ruangan ibu!" ujar wanita tersebut.
Keyla mengangguk, lantas mengekor wanita itu dari belakang. Wanita ini adalah pegawai administrasi dan keuangan di kampus Keyla.
Begitu tiba di ruangan, dan dipersilakan duduk. Pertanyaan yang sudah dapat ditebak oleh Keyla langsung meluncur dari mulut wanita tersebut, "Keyla, kapan kamu akan melunasi uang semester?"
Keyla menundukkan kepala, dia sendiri tidak tahu kapan ada uang untuk membayarnya.
Wanita itu menatap Keyla lekat-lekat, sebenarnya dia iba dengan kondisi Keyla, terlebih Keyla adalah salah satu mahasiswi yang berprestasi.
"Key, pihak kampus sudah memberi keringanan selama satu semester. Sementara uang kuliah kamu sudah menunggak selama dua semester. Ibu sudah tidak bisa membantu lagi, dan jika kamu tidak juga membayar sampai akhir semester ini. Mohon maaf, kamu tidak diperbolehkan mengikuti ujian," ujar wanita pegawai administrasi tersebut.
Keyla menghela napasnya dengan berat. 'Di mana aku harus mencari uang itu?" lirihnya dalam hati.
"Keyla!" tegur ibu pegawai administrasi itu, karena lawan bicaranya terlihat melamun.
"Ma-maaf, Bu," sahut Keyla tergagap dengan kepala yang masih tertunduk, "Saya berjanji akan segera mengusahakan uang tersebut dan membayar secepatnya."
Pegawai administrasi itu mengangguk seraya menatap Keyla dengan intens. "Baiklah, tapi kamu harus ingat, Key ... ini sudah memasuki akhir semester, kamu harus membayarnya dalam minggu ini juga."
"Baik, Bu," sahut Keyla, lalu pamit untuk keluar dari ruangan tersebut dengan langkah lesu.
Tadi biaya operasi, sekarang uang semester. Semua ini terlalu berat bagi Keyla, dan membuat kepalanya serasa ingin pecah.
'Ah, Dara!' gumam Keyla dalam hati, dan setitik harapan tiba-tiba memancar dari wajahnya.
Keyla teringat seorang teman dekatnya yang kemungkinan bisa memberi jalan keluar untuk masalah ini.
Setelah mengumpulkan sedikit semangat yang tersisa, Keyla akhirnya sampai di depan gerbang kampus.
Dia memesan taksi online dan langsung menuju kediaman Dara.
***
Apartemen Moore Avenue.
"Masuk, Key." Dara mempersilakan begitu tahu orang yang ada di depan pintu adalah sahabatnya sendiri.
Keyla dibawa menuju sofa di ruang tamu.
"Ada perlu apa? Kenapa gak ngasih tau dulu mau dateng?" cecar Dara.
"Ya, emang mendadak sih, Ra," jawab Keyla dengan nada lesu.
"Lo duduk dulu deh, biar gue ambilin minum!" ujar Dara seraya berlalu meninggalkan Keyla.
Tak lama kemudian Dara kembali dengan membawa segelas minuman di tangannya.
"Nih, lo minum dulu!"
Dara meletakkan gelas minuman tersebut di meja, Keyla meraihnya dan meminum satu tegukan.
"Muka lo kok murung gitu, ada masalah?" tanya Dara.
Gadis ini dapat melihat dengan jelas kesedihan di wajah Keyla.
Keyla adalah seorang gadis yang periang, pintar, polos, dan sedikit tertutup.
Dia tidak akan menampakkan kesusahan yang dialaminya kepada orang lain jika itu masih bisa ditahan. Keyla terbiasa memasang wajah ceria, tanpa ada yang mengetahui seberat apa beban yang sedang ia rasakan.
Namun, kali ini Keyla sudah tidak kuat menahannya sendiri.
"Gue ke sini mau minta bantuan lo, Ra," lirih Keyla pelan, matanya menatap sendu ke arah Dara.
"Ya ampun, Key. Lo mau minta tolong apa? Gue udah bilang .... selagi gue bisa, pasti gue bantu," sahut Dara.
Dia lantas memeluk Keyla, dan berharap dapat meringankan beban yang ada di pundak sahabatnya itu.
"Gini, Ra ... pelanggan lo kan banyak tuh, lo mau kan ngasih gue, satu ... aja!" Keyla memelas di dalam pelukan Dara.
"Whaaaat?" pekik Dara terkejut.
Seketika itu juga dia melepas pelukan, seraya memandangi Keyla dengan tatapan tidak percaya.
"Lo gila, Key?" Dara berharap yang salah adalah pendengarannya.
"Gue serius, Ra," jawab Keyla, ada tekat yang sudah bulat tergambar pada sorot matanya.
"Tunggu dulu!" Dara menghela napas sejenak, dia terlalu kaget mendengar pemintaan Keyla, "Okey, sekarang ceritain dulu masalah lo!"
Keyla tidak langsung menjawab, di menatap lurus ke depan, sorot matanya kosong. Tak lama setelah itu bulir-bulir bening mulai mengalir sendiri dari sudut matanya.
Setelah menyeka air mata, dan mencoba menguatkan hatinya, Keyla pun mulai membuka mulut, "Gue sadar kalau niat gue ini nggak bener, Ra ... tapi gue nggak punya pilihan lain. Bokap gue harus naik meja bedah untuk transplantasi ginjal ...."
"Gue gak mau kehilangan bokap gue, Ra. Dokter bilang operasi bokap gue harus dilakukan secepatnya," isak Keyla melanjutkan perkataannya yang sempat tertunda.
"Come here, Dear!" Dara merentangkan tangannya lebar-lebar, dan Keyla pun langsung menyusupkan diri ke dalam pelukannya.
"Jadi bokap lo harus operasi pencangkokan ginjal?" tanya Dara pelan, sembari mengelus punggung Keyla dengan lembut.
Keyla mengangguk lemah. "Iya, Ra ... dan gue bakal ngelakuin apa pun demi kesembuhan bokap gue."
"Biaya operasi bokap lo berapa emangnya? Sementara, lo bisa pake tabungan gue dulu," tawar Dara sembari menatap Keyla dengan tulus.
"Nggak, Ra ... tabungan itu buat modal lo nanti untuk keluar dari dunia yang sekarang. Gua gak mau pake tabungan itu." Keyla menggelengkan kepala.
"Gak apa-apa, Key. Gue masih muda, gue masih bisa bertahan di dunia kotor ini selama beberapa tahun kedepan. Besok kita ambil tabungan gue ya," bujuk Dara.
Dia menatap Keyla dengan tegas, tidak ingin mendengar bantahan.
"Tapi biaya transplantasi ginjal bokap gue itu satu miliar," lirih Keyla.
"Satu miliar?" Dara terpekik dengan mata terbelalak, dia memijat kepala sendiri yang kini mulai terasa pusing.
Dara terdiam untuk sesaat sebelum berkata, "Gue mau bantuin lo, Key ... tapi tabungan gue nggak sampai segitu. Tabungan gue paling cuma tiga ratus juta, ditambah kalau mobil gue dijual, tetap masih belum cukup," sesal Dara.
Dia merasa menyesal karena saat dibutuhkan oleh sahabatnya, tapi malah tidak dapat memberi jalan keluar.
"Ra, lo gak perlu berkorban segitunya demi gue, jalan satu-satunya ya cuma itu!" sahut Keyla keukeh.
Dara menatap Keyla lekat-lekat, kemudian mencoba mengingatkan, "Key, coba lo pikir baik-baik dulu. Ngebuka jalan buat elo masuk ke dunia kotor ini adalah hal yang sangat mudah buat gue, tapi lo harus ingat. Itu duit satu miliar, lho! Mana ada orang yang mau bayar segitu banyak? Gue cuma takut, lo udah terjerumus, tapi biaya operasi bokap lo tetap nggak cukup."
"Tapi gue gak punya jalan lain, Ra ... plis, kasih gue satu pelanggan lo," lirih Keyla, keputusannya tampak sudah tidak bisa dicegah lagi.
Melihat tekat Keyla yang sudah sangat bulat, Dara pun hanya bisa menghela napas berat. "Oke, gue bantuin elo, Key. Tapi ingat, apa pun yang terjadi sama lo ke depannya, gue harap lo jangan nyesal sama keputusan ini!"
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!