Ini adalah desa kecil yang di kelilingi oleh perbukitan, pemandangan yang indah sungguh menakjubkan bagi siapapun yang melihatnya. Flora dan faunanya masih berlimpah, nama desa ini adalah Desa Misterius yang sangat jauh dari perkotaan. Atau bahkan tidak mungkin akan ada yang tahu tentang desa ini, jumlah penduduknyapun hanya sekitar Seratus orang, dan tidak pernah berubah sampai hingga saat ini. Meskipun begitu orang-orang yang berada di desa Misterius sangat menunjung tinggi rasa persaudaraan, saling kerjasama bahu membahu dalam segala hal kegiatan yang ada di desa. Mata pencaharian penduduk desa Misterius adalah bertani dan berburu.
Di sore hari di atas bukit, ada hamparan tanah yang lumayan luas, di tengah-tengah hamparan tanah ada sebuah batu datar, dan di atas batu datar duduk seorang pemuda tampan berumur sekitar tujuh belas tahunan, duduk bermeditasi mata terpejam entah sudah berapa lama pemuda itu bermeditasi.
Sampai pada akhirnya ada seorang pria sepuh rambut yang sudah memutih semuanya, menandakan bahwa umurnya sudah berusia lanjut yang memanggilnya.
"Cepat bangun nak, meditasimu sudah selesai." Suara yang membangunkan penuh dengan wibawa serta kharisma.
Lalu secara perlahan-lahan. Pemuda itu membuka matanya, menarik napas dalam-dalam.. "Huuh... Kakek sudah berapa lama aku bermeditasi disini.?"
Yang di sebut kakek oleh pemuda itu tersenyum sambil mengulurkan buah kelapa muda yang ada di tangannya; "minum dulu nak, kita bicarakan dirumah lebih lanjut."
"Iya kek", pemuda tersebut langsung meminum air kelapa muda sampai habis, "sungguh menyegarkan...." gumamnya dalam hati pemuda itu.
"Mari kek.. kita kerumah". Ucapa sang pemuda sambil tersenyum.
Dua orang yang berbeda usia beriringan berjalan menuruni bukit dengan tujuan mereka tentu saja untuk kerumah sang kakek, beberapa saat kemudian akhirnya sampailah kerumah sang kakek, rumah sang kakek terlihat sangat sederhana, bahkan bisa dikatakan bukan rumah tapi seperti gubuk dikarenakan rumah sang kakek sangat kecil, hanya ada tiga ruangan kecil, atap rumah terbuat dari daun rumbia. namun meskipun kecil tapi pekarangan rumahnya resik dan bersih. Di halaman depan ada berbagai macam pohon buah-buahan, sedangkan halaman belakang ada tanaman obat.
Kedua orang berbeda usia saat sampai kerumah langsung memasukinya, dan duduk di lantai yang sudah di lapisi oleh tikar yang sudah usang, karena sang pemuda tidak sabaran langsung bertanya kepada sang kakek; "kek sudah berapa lama aku bermeditasi di atas bukit..?"
"Nak, meditasimu sudah sepuluh hari, jadi menurut kakek sudah cukup untuk menyempurkan ilmu yang kakek turunkan padamu." Ucap Sang Kakek.
Sambil menganggukan kepalanya, sang pemuda berkata; "terimakasih kek atas semua pemberian kakek, aku Bima Pawitra tidak bisa membalas budi, semua kebaikan kakek."
Sang kakek hanya terkekeh mendengar perkataan Bima Pawitra yang sudah dianggap cucunya sendiri, karena semenjak kecil sang kakeklah yang merawatnya, "he..he..he.. Apa yang kamu bicarakan nak! kamu adalah cucu kakek jadi sudah sewajarnya apa yang kakek miliki maka akan kakek berikan."
Bima Pawitra hanya menundukan kepalanya, mendengar perkataan kakeknya.
Sang kakek kemudian melanjutkan perkataanya; "Nak dikarenakan kamu telah menyempurkan ilmu dari kitab itu, maka tugas kakek sudah berakhir dan sudah waktunya kamu kembali untuk menjalankan dan mengamalkannya."
Mendengar perkataan sang kakek, Bima Pawitra yang sedang menundukan kepalanya langsung tercekat kaget, "ap...apa yang kakek katakan, aku...aku tidak mau pergi kek, aku ingin menemani kakek.."
Sang kakek hanya menghela napas dia sudah tahu apa yang akan terjadi setelah mengucapkan kata-kata tadi.
"Dengarkan baik-baik apa yang akan kakek katakan padamu nak.!" ucap sang kakek
Bima Pawitra hanya mengangguk
Sang kakek kemudian melanjutkan perkataan setelah melihat reaksi cucunya. "Di dunia ini berpasang-pasangan; ada siang ada malam, ada laki-laki ada perempuan, ada hidup ada mati, ada pertemuan ada perpisahan. Semua itu tidak akan berubah sampai akhir zaman, jadi kakek berharap kamu mengerti apa yang kakek sebutkan tadi.
"Dan kenapa Kakek betkata seperti itu..?" ucap sang kakek
"Apa kek," Bima menyahutnya
"Begini nak. Setengah bulan yang lalu sebelum kamu melakukan meditasi di tahap akhir untuk menyempurnakan ilmu dari kitab itu, kamu menanyakan kepada kakek tentang jati dirimu yang sesungguhnya, sang kakek berhenti sesaat sambil memperhatikan cucunya yang tetap diam." kemudian sang kakek melanjutkan perkataanny, "kakek sudah memberi tahu siapa dirimu sesungguhnya, kakek menemukanmu di pinggiran sungai kemudian merawatmu dan sudah kakek anggap cucu sendiri. Meskipun kamu sudah di anggap cucu kakek sendiri, tapi kamu tetap harus pergi dari desa Misterius ini untuk menemukan orang tuamu."
Bima Pawitra mengangkat kepalanya, hatinya bergetar tanpa terasa di kedua matanya meneteskan air mata, meskipun dia seorang laki-laki tetap saja akan merasa sedih setelah mengetahui siapa dirinya. Kek dengan suara bergetar Bima berkata; "aku..aku sudah tahu kek, tapi aku tidak mau meninggalkan kakek juga desa ini."
"Itu bukan sebuah alasan kamu tidak mau, kenapa..?" Sang kakek berkata dengan tegas, meskipun dalam hati sebenarnya diapun tidak mau akan kepergian cucunya, namun apa daya kalau cucunya tidak pergi maka tidak akan tahu siapa kedua orang tua kandungnya.
Tanpa daya akhirnya Bima Pawitra menganggukan kepalanya, menandakan setuju. Kemudian Bima berkata; "Kek ada beberpa hal yang ingin aku tanyakan pada kakek selama ini..?"
"Apa nak," Ucap sang Kakek.
"Aku sudah tinggal disini sudah tujuh belas tahun, namun ada beberapa hal yang menurutku sangat aneh,!" Bima berhenti sesaat untuk melihat reaksi kakeknya, namun sang kakek masih diam, Bimapun melanjutkan bertanyaannya, "yang menjadi pertanyanku; kenapa jumlah penduduk desa ini hanya seratus orang dan tidak pernah bertambah..?"
Sebelum sang kakek menjawab pertanyaan cucunya Bima Pawitra, sang kakek balik bertanya; "hal apa lagi yang ingin kamu tanyakan, sebelum kakek menjawab pertanyaanmu."
Bima pun mengangguk, "yang kedua siapa kakek ini sebenarnya, juga termasuk penduduk desa ini..? Itu saja dulu kek, aku mohon sebelum aku pergi meninggalkan kakek."
Sang kakek menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan melalui hidungnya.. huuuuuh. "Begini nak untuk jawaban pertama, sebenarnya desa ini bukan berasal dari Duniamu, Dunia ini berbeda dengan Duniamu dan Duniamu berasal dari Dunia lain."
Mendengar jawaban sang kakek Bima Pawitra terkejut, mata melotot, mulutpun menganga, bicarapun sedikit gagap. "Ap..ap..apa bukan dari dunaiku..? lalu desa ini dari dunia mana, emang ada dunia lain, terus yang tadi kakek ucapkan aku ini berasal dari dunia lain.. dunia manakah aku berasal?"
Sang kakek terkekeh mendengar pertanyaan beruntun dari Bima; "he..he..he.. Bima Bima mana yang harus kakek jawab duluan pertanyaanmu yang beruntun ini",
Sementara Bima hanya tersipu malu, senyam senyum sambil jari-jarinya menggaruk-garukan ke kepala, meskipun tidak gatal, "anu kek maafkan cucumu ini terserah kakek mau jawab yang mana dulu.. heee."
Kemudian sang kakek berkata; "Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya hanyalah sebuah Dimensi dari ratusan Dimensi. Akan tetapi tidak semua orang yang berasal dari Duniamu mengetahuinya, bahkan kakek sangat yakin tidak ada yang tahu."
"Oooh.. jadi Desa ini hanya sebuah Dimensi, Bima menyahutnya. Lalu kenapa orang-orang yang berasal dari Duniaku tidak tahu..?"
Sang kakek merenung sebentar, kemudian menjawabnya; "waktu kakek menemukanmu kakek berusaha untuk mencari keberadaan kedua orang tuamu, kakek bertanya ke sekitar penduduk desa ini, namun tidak ada satupun yang tahu, hingga kakek mengambil sebuah keputusan bahwa kamu bukan berasal dari desa ini; "maafkan kakek tidak bisa mengatakan yang sebenarnya untuk saat ini" kata dalam hati sang Kakek."
"Lalu apa selanjutnya kek," Bima memotong perkataan sang kakeknya.
Sang Kakek sambil menyeruput tehnya, kemudian melanjutkan; "Karena kakek memiliki keyakinan bahwa kamu bukan berasal dari desa ini, kakekpun keluar dari Desa atau Dimensi dan, setelah kakek keluar dari desa ternyata dunia tempatmu berada sangat berbeda dari Dimensi ini",
"Kenapa berbeda kek..?" Bima mempertanyakan kembali,
Sang Kakek lalu berkata; "begini nak, kenapa berbeda, kakekpun waktu itu kaget karena tidak ada satupun orang-orang dari Duniamu mengolah atau berlatih beladiri, itu yang sementara kakek tahu saat kakek pertama kali melihat duniamu.
Lalu karena makin penasaran, sambil mencari keberadaan orang tuamu, pada akhirnya kakek melanjutkan pencarian. Semakin jauh dari Desa ini, semakin berbeda, walaupun Duniamu tidak ada pembudi daya tapi banyak alat-alat canggih."
"Apa itu alat-alat canggih kek" ucap Bima
"He..he.he.."
Sang kakek hanya tertawa karena melihat Bima sangat penasaran. Lalu berkata; "Yang di sebut alat canggih itu, orang hanya duduk di sebuah alat canggih, lalu alat canggih itu bisa lari sangat cepat. Orang-orang yang berasal dari Duniamu menyebutnya Mobil. Selain bisa lari cepat juga ada alat canggih lainnya, orang hanya duduk kemudian alat canggih itu bisa terbang dan menyebutnya pesawat terbang. Dan Masih banyak hal lain lagi yang membuat kakek bingung."
Sang Kakek menggeleng-gelengkan kepalanya, dan berkata, "sungguh luar biasa Duniamu nak, menutupi kekurangan dengan ilmu pengetahuan, hingga bisa menciptakan peralatan canggih. Juga mematuhi aturan hukum yang berlaku, agar orang-orang di duniamu tidak bisa berbuat semena-mena."
Sementara itu Bima hanya mengerutkan keningnya, karena tidak tau apa itu mobil, apa itu pesawat. Bahkan mendengarpun baru sekarang. "Masalah Hukum bukankah di desa ini juga para penduduknya mematuhi aturan hukum," dalam benak Bima. Namun tidak mengutarakan kepada sang kakeknya.
Namun Bima bertanya sebaliknya; "lalu kek apa kakek sudah tahu keberadaan orang tuaku..?"
"Kakek tidak tahu nak meskipun kakek mencari sampai keduniamu kakek tidak menemukannya. Namun ada satu barang yang mungkin bisa menjadi sebuah bukti jika suatu saat kamu bertemu dengan orang tuamu." Sang Kakek menggelengkan kepala.
Mendengar ucapan kakeknya bahwa ada satu barang yang mungkin bisa menjadi bukti, wajah Bima sedikit cerah. "Barang apa itu kek..?"
Kemudian sang kakek mengeluarkan barang tersebut dari tas kecil yang hanya seukuran dua jari orang dewasa yang menggantung di lehernya, setelah di keluarkan barang itu berupa sebuah kalung mutiara, juga ada liontin berbentuk *LOVE.* Ditengah-tengah Liontin tertera jelas ada tulisan, atau sebuah nama *PAWITRA.*
Sang Kakek memberikan kalung mutiara kepada cucunya, kemudian berkata; "coba kamu perhatikan dengan seksama kalung ini, mungkin ini bisa menjadi sebuh petunjuk buatmu untuk mengatahui asal-usulmu."
Bimapun menerimanya, "Iya kek.." lalu Bima mulai melihat-lihat kalung mutiara dan menelitinya, setelah beberapa saat Bima tidak menemukan keanehan atau tanda-tanda petunjuk.
"Setelah aku teliti tidak ada hal aneh kek", Bima merasa Bingung
"Coba lihat liontin itu lebih jelas lagi", sang kakek memberi petunjuk agar Bima melihat liontin.
"hanya ada tulisan *PAWITRA* tidak ada lain lagi," Bima berujar sambil mengerutkan keningnya.
"Menurut kakek Liontin yang ada tulisan Pawitra, itu adalah petunjuk kecil, apa kamu mengerti nak..?" Sang Kakek menunjuk ke arah tulisan
Bima menggelengkan kepalanya. Karena memang tidak tahu arti dari kata Pawitra, "tidak kek aku tidak tahu", Bima menggelengkan kepala
Kemudian sang kakek menjelaskannya; "begini nak Liontin bertuliskan Pawitra itu bisa jadi nama dari keluargamu, jadi saat Kakek menemukanmu dan melihat kalung dan Liontin yang tergantung di lehermu, kakek mengeluarkannya dan kakek melihat di liontin ada tulisan pawitra; maka dari itu kakek memberi nama *PAWITRA* setelah di depannya nama *BIMA.* Sebagai pertanda atau bukti biar suatu saat nanti kamu bertemu dengan orang tuamu mudah untuk membuktikannya."
"Jadi bagaimana apa kamu sudah mengerti nak..?" Sang kakek menjelaskan dengan panjang lebar.
Bima akhirnya mengangguk, "Iya kek sekarang aku paham."
Lalu Bima berkata kembali untuk mengajukan pertanyaan kedua; pertanyaan pertama sudah kake jawab, jadi pertanyaan kedua, "siapa kakek dan penduduk di desa ini.?"
Kemudian Sang kakek menjawab; "untuk jawaban kedua sebenarnya sudah di jawab bersamaan pertanyaanmu nak,"
"Apa itu kek", Bima menyahutnya
"He..he..."
Sang kakek tertawa dan menjelaskannya; "Kakek dan penduduk desa bukan berasal dari Dimensi ini, maupun Duniamu."
"Lalu kalau bukan dari Dimensi ini kakek dari mana.!" Bima kembali bertanya."
"Untuk masalah ini kakek rasa belum waktunya kamu mengetahuinya." Sang Kakek tersenyum.
Walaupun Bima merasa kurang atas jawaban sang kakek, tetapi Bima tidak melanjutkan, namun Bima betanya kembali masalah lain; "Terimakasih kek atas jawaban kakek walaupun belum membuat aku puas, apalagi kakek mengatakan bahwa aku belum waktunya mengetahui asal kakek sebenarnya." Tapi bolehkah aku menanyakan beberapa hal lain lagi pada kakek.
"Silahkan nak apa yang ingin kamu tanyakan", ucap sang kakek
Bima mulai berkata kembali; "Untuk masalah ini adalah Kakek menyebutkan bahwa aku bukan berasal dari Dimensi ini, Lalu pertanyaanku berasal dari dunia manakah aku ini, juga apa nama Dunia itu."
Kemudian sang kakekpun menjawabnya, "kamu berasal dari Dunia fana dan nama Duniamu adalah yang di sebut Bumi."
"Bumi..Bumi..Bumi.." Bima menyebutkan kata bumi tiga kali.
Untuk beberapa saat ada keheningan, setelah banyak obrolan maupun pertanyaan diantara dua orang berbeda usia. Keduanya memiliki pemikiran masing-masing, entah apa yang mereka pikirkan, sang kakek dengan wajah tenangnya menatap cucunya, sedangkan tangan kanannya memegang gelas terbuat dari bambu, dan gelas yang berisi teh itu di seruputnya beberapa kali.
Disisi lain yaitu Bima masih melamun, pikirannya terus melayang; memikirkan apa langkah selanjutnya saat dia keluar dari Dimensi atau Desa misterius ini, karena sudah pasti akan pergi.. Saat Bima Masih melamun dengan pikiran tidak tentu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan nak..?" tegur sang Kakek.
Bimapun sedikit terkejut.. kemudian berkata; "ah tidak apa-apa kek, aku hanya sedikit bigung untuk langkah selanjutnya kek."
Sang Kakek tersenyum lembut, lalu berkata; "Ingat perkataan kakekmu ini nak, dimana ada kesulitan pasti ada kemudahan, dimana ada kesempitan pasti ada keluasan, begitupun dengan kebingungan karena tidak bisa mengambil keputusan, maka akan ada jalan keluarnya... kemudian sang kakek melanjutkan perkataannya setelah berhenti sejenak; Sebagai pegangan hidup, pertama harus memiliki kepercayaan diri serta teguhkan hati dan tekadmu, kedua harus yakin dalam setiap langkah bahwa tujuan akan tercapai, dan yang terakhir adalah tetap berada di jalan lurus apapun yang terjadi".
"Baik kek, aku akan mengingat selalu wejangan kakek, pikiran dan hatiku sudah bulat, lalu kira-kira kapan aku akan pergi kek". Ucap Bima
"Kamu bisa pergi setelah menstabilkan ilmu yang telah kamu sempurnakan, kira-kira tiga hari kamu bisa pergi." Ucap Sang Kakek
"Baik kek aku akan menstabilkan dulu, kalau begitu aku mohon pamit, kemudian setelah berkata seperti itu." Bima bangkit dari duduknya dan memasuki kamarnya.
Sang Kakek hanya mengangguk dan melihat cucunya sudah memasuki kamarnya, sang kakek bergumam; "sungguh berat ujianmu dimasa depan nak, akan tetapi kakek yakin dan percaya padamu bisa melewati ujian itu, karena kamu adalah Sang Terpilih, maafkan Kakek karena belum bisa memberitahumu sebagai Sang Terpilih".
Beberapa saat kemudian pintu rumah sang kakek ada yang mengetuknya beberapa kali, dan terdengar seseorang berteriak dari luar memanggilnya; "kek... kakek Alam apa ada dirumah..?"
Sang kakek yang menundukan kepalanya sambil melamun, mengangkat kepala dikarenakan ada yang memanggil namanya; "Iya aku ada di dalam masuk saja, pintu tidak dikunci; ucap Kakek Alam".
Kemudian pintu rumah kakek Alam terbuka, dan terlihat ada dua orang yang masuk, orang pertama terlihat pria paruh baya dengan kumis tebal, rambut sedikit memutih dan dikepalanya terikat sebuah tali berwarna merah, kira-kira berumur empat puluh tahunan, dan orang kedua seorang pemuda memiliki wajah biasa namun ada karisma tersendiri yang dimilikinya, serta dikepalanya terikat kain berwarna biru, umurnya seumuran dengan Bima Pawitra tujuh belas tahun. Kemudian kedua orang tamu itu berjalan sambil membungkuk dan kedua tangan mereka ditempelkan ke dadanya masing-masing, dan di wajah mereka ada ekpresi takut.
Kemudian pria paruh baya itu berkata dengan hati-hati; "Maaf Kek aku dan adikku dengan lancang datang kerumah kakek tanpa ada pemberitahuan dulu, mungkin kita berdua mengganggu kakek Alam yang sedang beristirahat".
Sedangkan sang kakek yang di sebut Kakek Alam oleh pria paruh baya tersebut, hanya tersenyum melihat tingkah kedua tamunya yang seolah-olah ketakutan, kemudian kakek Alam mengangkat tangan kanannya keatas lalu berkata; "Silakan duduk, sudah tidak apa-apa, tidak mengganggu sama sekali dan kebetulan juga kalian datang, padahal awalnya kakek akan menemui kalian bedua, terutama kamu Wira Bumi", Kake Alam sambil menunjuk pemuda itu.
"In..in..ini ad..ada apa kek." Wira terkejut
" He...He..he.. sudah duduk dulu." Sang Kakek tersenyum
Meskipun ada keterkejutan di wajah mereka berdua terutama Wira Bumi, namun karena sudah mendapat perintah untuk duduk, akhirnya kedua orang itu kemudian duduk sambil menundukkan kepalanya. Setelah melihat kedua orang tamu duduk, kakek Alam kembali berkata; "Jadi ada apa Rampang, Wira datang kemari untuk menemuku..? Sepertinya ada hal penting yang ingin kalian bedua sampaikan!!"
kedua orang tamu saling melirik, kemudian pria paruh baya yang dipanggil Rampang oleh Kakek Alam, sebenarny ada nama depannya; adalah Jalu, atau Jalu Rampang lengkapnya, namun semua penduduk desa Misterius suka memanggil nama belakangnya saja. Rampang berkata; "Begini Kek, kedatangan kita bedua ini ingin membahas beberapa hal, namun sebelumnya izinkan aku untuk menceritakan sesuatu supaya tidak ada kesalahpahaman".
"Silakan", Ucap Kakek Alam.
"Baik Kek," Rampang melanjutkan perkataannya; "Beberapa hari yang lalu saat Kakek tidak ada di rumah, Penduduk desa melakukan rapat atau musyawarah dengan hasil mufakat beberapa poin, awalnya aku menolak untuk rapat dikarenakan kakek tidak hadir, hingga akhirnya aku mengutus adikku Wira untuk menemui kakek; Namun beberapa saat kemudian Wira kembali dengan tangan kosong, mengatakan bahwa kakek tidak ada dirumahnya. Pada akhirnya aku dan adikku menghadiri rapat tersebut, hasil dari rapat ada beberapa poin.. Rampang berhenti sejenak untuk melihat reaksi Kakek Alam, namun Kakek Alam tetap diam. Rampangpun melanjutkan perkataannya; dari hasil rapat ada beberapa poin yang ingin ditanyakan pada Kakek Alam, karena Kakek tidak hadir; poin pertama yang ingin ditanyakan adalah kapan kita semua penduduk desa atau Dunia Dimensi ini akan kembali ke Duni asal kita, yang kedua kapan sang terpilih itu bisa membuka portal yang terhubung kedunia kita. Begitulah Kek, maka penduduk desa telah mengutus kita berdua, untuk menanyakan pada Kakek tentang masalah itu; Hanya Kakeklah yang tahu".
Yang dimaksud Sang terpilih oleh Jalu Rampang Adalah "Bima Pawitra".
Kakek Alam mengangguk-nganggukan kelapanya, setelah mendengar perkataan Rampang, kemudian Kakek Alam menarik napas beberapa saat dan membuangnya, Huuuu... lalu Kakek Alam Berkata; "Sejujurnya bukan hanya penduduk desa yang ingin kembali ke dunia asal kelahiran, Kakekpun ingin kembali juga. Kita dan semua penduduk desa sudah sangat lama tinggal disini, sudah dipastikan ingin secepatnya kembali ke tempat asal; Kakek Alam berhenti sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya; namun untuk saat ini tidak bisa".
"Kenapa tidak bisa Kek..!!" Wira memotong perkataan Kakek Alam, yang membuat Jalu Rampang melototi adiknya, Wira yang di pelototi oleh Kakaknya langsung menundukan kepalanya.
Kakek Alam menggeleng-gelengkan kepalanya, dan berkata; "Kenapa tidak bisa, dikarenakan masih membutuhkan waktu beberapa tahun, mungkin juga puluhan tahun".
"Apaa..." Rampang dan Wira serempak kaget dan hampir berteriak, mulutpun menganga, namun keduanya langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.
"Kenapa bisa begitu Kek", Rampang yang sudah tenang kembali bicara.
"Belum ada kepastian", ucap Kakek Alam. Jadi Kakek harap kalian dan penduduk desa Misterius ini, mohon lebih bersabar lagi, dan ini juga merupakan jawaban pertama.
"Huh gara-gara perguruan Karang Geni; kita semua terperangkap di Dimensi ini begitu lama," Jalu Rampang bergumam dengan wajah muramnya..
"Ada apa dengan wajahmu Rampang..? sepertinya kamu berkata sesuatu;" Ujar kakek Alam.
"Ah..tidak apa-apa kek," Rampang langsung pucat karena ketahuan mengatakan sesuatu, "Aku tadi hanya menggumamkan Perguruan Karang Genilah yang telah membuat kita begini; Akan tetapi berkat kakek jugalah kita semua bisa terlepas dari jeratan Perguruan Karang Geni, meskipun terpisah dari Dunia asal kita berada".
Kakek Alam hanya berucap Hmm.. terus berkata kembali; "Sekarang bagaimana apa kalian sudah mengerti."
Akhirnya Rampang dan Wirapun mengerti sambil menganggukan kepalanya.
"Untuk pertanyaan kedua bagaimana Kek," Rampang bertanya kembali.
"Untuk Sang Terpilih sudah selesai dalam menyempurnakan ilmunya, akan tetapi tidak bisa langsung menggunakan kekuatannya. Dan untuk saat ini Sang terpilih sedang menstabilkan kekuatanya". Jelas Kakek Alam
"Jadi setelah di stabilkan maka akan bisa digunakan kekuatannya untuk membuka portal itu begitu kan Kek," Rampang berkata.
"Tetap belum bisa, ucap Kakek Alam"
"kenapa bisa begitu kek, Rampang kembali bertanya".
"Kamu tahu siapa Sang terpilih itu," Kakek Alam malah balik bertanya kepada Rampang.
"Aku tahu Kek, itu adalah Cucu angkat Kakek sendiri, Bima Pawitra". Ucap Rampang
"Siapa Bima Pawitra itu..??" Kakek Alam balik bertanya kembali kepada Rampang.
Namun Rampang langsung menggelengkan kepalanya atas pertanyaan Kakek Alam, karena memang Rampang tidak tahu siapa Bima Pawitra.
Wira Bumi yang sejak dari tadi hanya diam dan hanya mendengarkan pembicaraan mereka berdua, pada akhirnya angkat bicara, karena hatinya merasa tergelitik dan keingin tahuan yang besar tentang siapa Bima Pawitra. "Kek mohon Izinkan aku bertanya pada kakek".
"Silakan", ucap Kakek Alam
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!