NovelToon NovelToon

Melepas Komitmen

Will you marry me?

Lima tahun sudah berlalu.

Dimana kebohongan nya selama ini kepada pria yang masih berstatus kekasih membayangi nya setiap hari.

Jujur, akhir-akhir ini Mega digelayuti rasa takut. Takut jika Satrio pulang ke Indonesia dan bagaimana cara menjelaskan jika dirinya kini telah menikah dengan kakaknya dan memiliki Rania?

Ya, laki-laki itu dibohongi setiap saat. Saat keduanya berkirim email, panggilan sayang masih diketik oleh Mega.

Pertama.

Supaya Satrio fokus pada impian besar nya. Study nya, di Inggris.

Kedua.

Memperlama dustanya supaya hatinya lebih siap menghadapi kenyataan. Dimana Satrio pasti akan melayangkan tuntutan terkait perasaan cintanya yang mereka ciptakan.

Dert dert

Suara ponsel Mega bergetar, jelas sekali jika satu nama tertera di layar ponselnya. Satrio.

Mega masih terpaku menatap layar ponselnya. Mengambil nafas dan belum berniat menempelkan benda tersebut di telinga nya.

"Siapa?" tanya Dewa yang saat itu berada disamping Mega menggendong depan putri mereka. Rania.

"Satrio," lirihnya dengan memperlihatkan layar ponsel nya pada laki-laki yang sudah lima tahun menjadi bagian hidupnya. Bahagia, tentu. Namun rasanya sebentar lagi akan ada kerikil-kerikil yang akan menghujani keseharian rumah tangga mereka berdua. Mengusik, pasti. Membuatnya harus ada rasa lain selain rasa bahagia yang selama ini sudah tercipta.

Why?

Ya, cinta lama pasti menagih janji padanya untuk hidup bersama. Seperti rangkaian kata yang mereka ukir berdua waktu itu. Lima tahun lalu lebih tepatnya. Kini, Satrio akhirnya usai dari studi S3 nya dan dia yakin, jika hatinya tidak pernah berubah rasa kepadanya.

Laki-laki itu taat pada kesetiaannya. Tidak sedikitpun goyah rasa dan mencoba rasa dengan wanita yang lainnya.

"Hallo..." jawab Mega yang tidak ada embel-embel sayang di kalimat-kalimat nya. Ya, harus sudah diakhiri. Sandiwara nya setiap berkirim email seolah dia wanita belum bersuami dan belum berpunya anak harus berakhir detik menit itu juga.

Kesimpulan pembicaraan adalah janjian bertemu di telaga biru. Satrio tidak pernah berubah. Kepulangan nya ke Indonesia bahkan tidak diketahui oleh mama dan papa. Setelah wisuda, dia masih berada di sana dan janji pulang jika semua urusan selesai. Namun tetap saja, mendadak dan tiba-tiba sudah berada di bandara.

"Kebiasaan, selalu begitu." Dewa yang berdecak pelan, mengeluh dengan adik laki-lakinya yang tanpa kabar main pulang aja.

Sebenarnya sih tidak masalah, jika seluruh keluarga besar tidak sedang menyembunyikan perkara pernikahannya dengan Dewa. Tapi rasanya, semua harus dihadapi dan yakin setelah pertemuannya dengan Satrio, adalah awal rumitnya sangkut paut hati antar mereka.

Dewa menggenggam jemari istrinya. Erat dan penuh makna. Tentu tidak ingin hati Mega berpindah tempat. Tidak ingin istrinya itu sekedar mengingat walau setitik rasa dari kepingan masa lalu yang Satrio ciptakan.

Sementara Mega, degup jantungnya tidak karuan. Membayangkan kata apa yang akan keluar dari mulut Satrio rasanya menyeramkan.

Apakah dia akan ditampar? dicaci maki karena mempermainkan perasaan nya?

Apa?

Apa yang akan Satrio katakan saat dia mendengar penjelasan darinya nanti?

Apa dia terima?

Ini bukan perkara mudah. Sebaliknya, sulit. Masalahnya, dusta. Dusta yang telah dia lakukan dengan kurun waktu yang lama, tidak sebentar. Lima tahun. Lima tahun.

Mata Mega terpejam untuk beberapa saat. Menata ritme jantung yang sejak tadi mengombang-ambing kan perasaannya. Kacau. Kacau.

"Kamu harus tenang." Dewa yang menarik kepala istri nya untuk dia sandarkan pada dadanya saat deru mesin mobil yang mereka kendarai tepat berhenti saat itu juga.

Angin berhembus cukup kencang. Terlihat sekali dari kaca depan mobil jika seorang pria tengah berdiri di tepi telaga. Memakai jaket tebal berwarna hitam dan hanya terlihat keselurahan bagian belakang nya. Menyembunyikan dua tangan pada saku celana jeans yang dikenakan nya. Fix, Satrio sudah menunggunya di sana.

Dewa menggenggam erat seluruh jari tangan istrinya. Tersenyum getir berusaha tebal telinga dan kebal dada, misal kata-kata Satrio mengiris, merobek, menusuk membuat kubangan luka di palung hatinya.

Sama-sama terluka, itu jawaban nya. Dia terluka jika harus berbagi pandang menyangkut Mega dari pria yang masih ada ikatan darah, saudara, apapun itu yang artinya terbagi.

Sedang Satrio. Sakitnya terlampau, teramat pedih perihal ketidak jujurannya sejak awal menyangkut wanita yang kini masih dia genggam erat jarinya.

Hari itu adalah awal hujan selama mengarungi bahtera rumah tangga.

Mega perlahan melepas tautan jemari suaminya. Keluar mobil dengan mengambil nafas dalam dengan mata sebentar untuk dia pejam. Menatap ragu sosok pria belasan meter yang masih belum beralih tempat berdiri. Dibawah pohon trembesi.

"Mega," Satrio yang menoleh ke arah Mega yang belum sampai mendekat ke arahnya. Berlari kecil dengan senyum bahagia yang terpancar sejak pertama kali melihat wajah wanita itu. "Mega," sapanya dan langsung memeluk erat wanita itu hingga Mega tidak bisa bernafas. "Aku rindu sekali sama kamu Mega," imbuhnya dengan satu tetes bulir jernih yang perlahan keluar dari pelupuk mata.

Terdengar pula des@han nafas yang bisa Mega simpulkan lega. Ya, Satrio bernafas lega bisa berjumpa dengannya setelah sekian lama.

Pria itu masih memeluknya dan belum melepasnya. Mega bahkan tidak bisa berkata-kata selain kedua tangannya diam dan matanya tersirat sedih yang dia tidak bisa gambarkan.

Sedangkan Dewa, menutup mata putrinya, untuk tidak melihat mama nya dipeluk pria lain yang akan dia panggil om setelahnya mereka berkenalan. Walaupun tidak bisa dipungkiri, ketakutan akan hati nya yang patah menjadi beberapa bagian sudah menggelayuti. Melihat pemandangan Satrio memeluk Mega saja, matanya perih hatinya retak seketika.

"Apa kamu akan memelukku terus?" tanya Mega terdengar serak.

Satrio tertawa kecil, tatapannya membuat Mega tidak berdaya hingga dia harus mengalihkan pandangan nya. Senyum nya yang lebar dan aura bahagia, nyata tanpa dusta. Tidak dipungkiri Mega, jika Satrio mendamba perjumpaan mereka.

Masih tidak berhenti di pelukan saja, Satrio masih mengecup kening Mega tanpa aba-aba yang membuat gerah dada Dewa yang menyaksikannya. Mega bahkan ternganga dibuat tidak percaya, lebih tepatnya kelu tidak bisa berkata-kata.

"Sepertinya kamu nyaman," lirih Dewa kesal tahu Mega tidak berkutik atau minimal ada upaya menolak untuk tidak dipeluk, dicium keningnya dan di dekap tanpa jarak seperti itu oleh adiknya. Dewa lantas membuang muka, ogah, menyaksikan kemesraan mereka berdua.

"Tunggu, tunggu." Satrio meraih dagu lancip itu dan menyuruh Mega menatap intens bola matanya untuk bertemu.

Mega tidak nyaman, berusaha melepas pelan namun Satrio tidak mengizinkan.

"Kamu berubah dan terlihat dewasa, cantik, aku suka." Satrio yang tidak berhenti mengagumi makhluk hidup bernama wanita di hadapannya. "Sayang, kamu kenapa? Kamu tidak suka bertemu dengan aku?"

Mega tersenyum ragu, dimana kemudian mereka duduk di bawah kursi kayu panjang di bawah pohon besar. Pohon trembesi.

Satrio bahkan belum merasakan jari manis nya tersemat cincin pernikahan bahkan terukir nama kakaknya dan dirinya, padahal sejak tadi, jari itu tidak terlepas untuk dia genggam sambil jalan.

"Aku tidak mengerti arti diam mu? Kenapa? Biasanya kamu akan memeluk ku dan biasanya wajahmu akan sangat bahagia? tapi tidak kalo ini, aku bahkan tidak melihat kamu bahagia. Dan kamu hanya diam," gemas Satrio yang mencubit gemas hidung wanita yang masih dia panggil sayang dan anggap kekasih.

Ya, nyata nya memang begitu. Tidak pernah ada kata putus diantara mereka. Tidak ada kata pengakhiran sebuah hubungan yang sudah terjalin lama ini. Lebih tepatnya, tidak ada kata melepas komitmen. Yang ada, hubungan mereka tetap terjaga sejauh ini. Namun tidak pada hari ini. Mega harus mengesahkan jika mereka harus melepas komitmen yang sudah mereka bangun bersama dengan baik-baik.

Apa bisa? Entahlah. Akan dia coba.

Satrio mengeluarkan kotak berisi sepasang cincin yang sudah dia persiapkan dari kantung jaket tebal nya. "Aku tepati janjiku Mega, aku datang membawa cinta yang sama. Tidak berubah arah, tidak berubah nama dan hanya nama kamu yang aku sebut dalam doa. Will you marry me?" Dengan sangat lancar Satrio mengatakannya, memperlihatkan sepasang cincin cantik di depan mata Mega.

Dan apa yang terjadi?

Bulir-bulir jernih sejernih embun pagi itu berjatuhan diiringi sengguk pelan tidak kuat dengan apa yang harus dia katakan.

Menolak Satrio, pasti. Tidak ada pilihan selain menyakiti dan menghancurkan impian besar nomor dua dia setelah kuliahnya.

"Hei... Kenapa kamu menangis sayang?" tanya nya yang meraih janggut Mega untuk menatap bola matanya.

Lagi-lagi Mega tidak kuat, tidak kuat melihat reaksi Satrio setelahnya dia bercerita dari A sampai Z sebanyak lebih dari lima kali.

Kedua mata Mega terpejam untuk sesaat. Barulah dia mengeluarkan kalimat. "Maaf, kita tidak bisa bersama. Meskipun dulu kita pernah saling cinta. Menyatukan rasa yang sama diantara kita," jawab Mega belum mengakhiri buliran jernih yang sejak tadi keluar dari dua matanya.

BERSAMBUNG

Why?

Satrio menggeleng kepala kecil, pelan dan berulang. Menatap wajah Mega yang tidak ada bersitan gurau di dalam nya. Meraih seluruh jari tangan Mega. Kelopak mata nya membeliak, tatkala melihat cincin melingkar di jari manis kanan Mega yang artinya sudah jelas apa.

Semakin dekat Satrio memperhatikan betul jari manis kekasihnya yang telah tersemat cincin pernikahan. "Apa karena ini?" tanya Satrio sembari menunjukkan cincin tersebut kepada Mega.

Mega mengangguk dengan air mata yang tergenang. Bahkan sejak tadi dia belum sempat mengeringkan wajahnya yang berderai.

Satrio masih terdiam, membisu dengan amarah yang dia tahan dengan segenap rasa tidak percayanya. "Apa kamu serius?" tanya Satrio dengan wajah sedih dan kecewanya. Mengguncang kedua bahu Mega sebagai bentuk penekanan apakah semua yang dia katakan itu benar.

Mega takut dan masih dengan tangisnya.

Satrio mengulang pertanyaannya dengan reaksi yang sama. "Apa kamu serius?" lebih keras lagi dia menyuarakan tanya yang pada akhirnya kedua tangannya luruh dari bahu Mega dan beralih pada kepalanya yang tengah dia pegang kuat karena merasa hancur. Setelahnya dia menunduk. Mengatur apa yang dirasa. Satrio masih belum puas terkait sebab mengapa Mega ingkar janji padanya. "Kenapa Mega, kenapa?" teriaknya membuat Mega semakin takut. Terlebih belum ada kata Dewa yang harus dia ungkap yaitu kakaknya yang akan memperparah keadaan.

Rasanya, ingin lenyap saja dari muka bumi ini untuk sementara. Sayangnya tidak bisa dan malah sekarang harus di depan nya dan mau tidak mau dia harus jujur perihal dustanya.

Bibir Mega tidak sanggup lagi berkata-kata selain isak samar dan tangis sendu yang dia rasakan.

"Aku tidak percaya kamu tega." Satrio mencengkeram lengan Mega dengan tatapan murka dan kecewa yang teramat. "Asal kamu tahu, tidak pernah sekalipun aku berusaha mengkhianati kamu disana. Bahkan tidak pernah terlintas di benakku untuk mencoba mencintai wanita lain dan mengizinkan nya singgah di hatiku, apalagi menetap selain kamu Mega." Pelupuk mata Satrio tanpa sadar basah. Terlihat sekali jika hatinya bukan hanya retak menjalar patah. Namun hancur dan berkeping-keping. "Jadi selama ini kamu membohongi ku? dengan kamu terus berbalas email dengan panggilan sayang kepadaku itu semua palsu? jawab Mega! jawab!" Satrio sudah tidak bisa membendung murka nya. Nada penekanan nya membuat Mega semakin tidak ingin melanjutkan kata-kata.

Mega mengangguk lemah.

"Why?"

"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi selain itu?"

Satrio melengos, sanggahan Mega tidak serta merta dia terima. Satrio beranjak bangkit dan berdiri. Mencoba menafsirkan semuanya namun sulit untuk dia mengerti. "Siapa laki-laki itu? Apa aku mengenal nya? Apa dia teman kampus kita?"

Tidak lama Rania keluar dari mobil, berlari dan memanggil mama nya. "Mama..." teriaknya keras dan panjang.

Baik Satrio dan Mega menoleh ke arah anak kecil yang ditaksir Satrio berumur sekitar lima tahunan.

"Mama..." Rania yang kemudian memeluk mama nya.

Membuat Satrio tertegun tidak mampu berkata apa selanjutnya. Masih berdiri menatap Mega yang merangkul putrinya untuk duduk di sebelahnya.

Cukup lama retina mereka berdua bertukar. Tanpa ada kata yang keluar, baik dari mulut Mega maupun Satrio.

"Dia putri kamu?" tanya Satrio menyusup di hembusan suara angin siang itu.

Mega mengangguk.

Satrio bertambah hancur hatinya. Pupus sudah harapannya menikahi wanita yang dia amat cintai selama ini. Ingin menjadikannya istri dan ibu untuk anak-anak nya kelak, namun sayang, semua tinggal lah angan. Yang berterbangan bersamaan dengan angin yang membawa asa nya siang itu.

Dewa perlahan berjalan mendekat ke arah mereka. Dimana Satrio masih belum pulih dari rasa kecewa yang didapat nya.

"Kakak, kakak ngapain di sini?" tanya Satrio yang mengetahui langkah kakaknya menghampiri.

"Papa..." teriak Rania lagi yang membuat Satrio tidak mengerti.

Tubuhnya melemah bersamaan dengan sahutan bocah manis itu memanggil kakaknya dengan sebutan papa.

Dewa menggenggam jemari istrinya di depan Satrio. Sontak membuat Satrio sama sekali tidak mengerti dengan apa-apa an ini.

"Jadi kakak suaminya Mega?" tanya Satrio ingin memastikan rasa penasarannya.

Dewa mengangguk.

Buliran jernih tanpa sadar melaju di kedua sisi pipi Satrio. Tidak sadar, jika seorang pria dewasa seperti nya bisa mengeluarkan air mata demi seorang wanita. Mungkin bukan hanya wanitanya saja, namun pengkhianatan mereka. Yang nyata-nyata mereka mainkan hatinya.

"Aku bisa jelaskan Sat," ucap Dewa cepat karena Satrio hendak beranjak mengambil tas ransel yang akan dia panggul di punggungnya.

"Tidak perlu kak, sudah jelas semua. Apa yang mau dijelaskan." Satrio pergi dengan amarah yang dia tahan.

Dewa mengejarnya, terus berkata-kata di belakang adiknya yang berjalan cepat menjauh dari mereka. "Apa kamu tidak ingin tahu alasan apa aku menikahi Mega?"

"Dengan kalian bersama sudah bisa ku artikan semuanya. Kakak tidak perduli dengan perasaanku begitu juga dengan Mega yang tidak setia. Apalagi?"

Dewa dibuat bungkam dengan jawaban adiknya. Benar semua. Perasaan Arumi saja dia abaikan dan memilih Mega. "Bisa kita bicarakan baik-baik Sat."

"Lantas apa kakak saat menikahi Mega, membicarakan nya kepadaku baik-baik?"

"Sat...!" panggil Dewa dimana taksi online Satrio sudah datang.

Satrio masuk ke dalam taksi tanpa ingin mendengar lagi penjelasan apapun dari mereka. Karena baginya, semuanya pengkhianat. Tidak terkecuali keluarganya. Yang dengan tega menyembunyikan pernikahan kekasihnya dan kakaknya selama lima tahun. Dan itu berat bagi dia untuk tampak biasa-biasa saja.

Di dalam taksi, Satrio kecewa berat dengan peristiwa yang mengguncang batinnya. Tidak sangka jika hari yang harusnya berakhir bahagia dengan step by step menuju pelaminan. Berakhir dengan hal yang seperti ini. Mengecewakan dan memberinya luka yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Ting tung

Suara bel rumah berbunyi. Dimana Satrio berdiri di depan pintu persis.

"Sayang..." Ibu Rahma yang terkejut dengan kedatangan putra nomor duanya yang selalu memberi kejutan dan ingin memeluk.

Namun sayang, pelukan nya Satrio abaikan. Membuat ibu Rahma bertanya-tanya. Ada apa gerangan?

Tidak lama Dewa, Rania dan Mega sampai rumah. Dewa bergegas masuk dan ingin berbicara face to face kepada adiknya.

Membuat situasi sedikit amburadul tidak terkendali, ibu Rahma terperangah melihat Dewa masuk tanpa permisi dan berlari menghadang Satrio yang mengemasi keseluruhan pakaiannya dan hendak pergi.

"Apa begini cara mu menyelesaikan masalah?" tanya Dewa bicara dari hati ke hati kepada Satrio saat berada dalam kamar dan memasukkan pakaian nya ke dalam koper besar. "Apa dengan kamu pergi dari rumah ini? masalah selesai?" imbuhnya mencoba meruntuhkan kerasnya hati Satrio saat itu.

"Minimal aku tidak hidup bersama pengkhianat."

Membuat Dewa tidak mampu berucap apalagi. "Minimal kamu juga dengarkan penjelasan kakak terkait semua hal yang terjadi."

"Berapa kali harus ku katakan? Dengan kalian bersama, itu sudah lebih dari cukup untuk mengartikan segalanya. Sekarang aku tanya, apa kakak mau melepas dia demi aku?" tanya Satrio yang membuat Dewa susah menelan saliva nya yang menyangkut di tenggorokan. Karena baginya sekarang, Rania dan Mega adalah segalanya.

Dewa mendengus halus, saat tatapan Satrio begitu tajam menerobos masuk bola matanya. Tersirat pasti, jika jawabannya tidak akan melepas komitmen dia dan Mega begitu saja.

"Hehm," sinis Satrio yang memutus tatapan matanya pada bola mata kakaknya. "Tidak bisa kan? Jangan halangi aku untuk pergi dari rumah ini!" Satrio melanjutkan mengemasi semuanya yang diperlukan, untuk hidup sendiri tidak bersama keluarga nya.

Mega masuk dan tatapan dua pria itu tertuju padanya.

"Harusnya kamu tidak mengikuti hawa nafsu kamu," ucapan Mega untuk menghalangi Satrio pergi.

Terdengar tidak dapat dia terima di kupingnya. Satrio mendekat tepat berdiri di depan Mega. "Siapa kamu? berani menghalangi ku pergi. Dasar wanita murahan, wanita tidak setia, wanita yang berhati palsu dan suka mempermainkan perasaan orang." Makian Satrio membuat telinga Dewa panas detik itu juga namun masih dia tahan untuk berdiri pada tempatnya dan belum beranjak. Biarpun kepalan tangan kanannya sudah siap untuk memberi pelajaran kepada mulut tajam adiknya.

Bulir jernih dari dua mata Mega melaju bersamaan dengan cercaan Satrio kepadanya. Marah nya bersamaan tangis dan tatapannya dia tujukan persis pada pria yang belum sah kata putus darinya.

"Kenapa? mau tampar aku?" Satrio memberikan pipinya jika memang Mega mau menamparnya.

Namun Dewa dengan cepat menarik lengan adiknya dan memukulnya.

Bugh

"Jangan sekali-kali kamu hina dia! Dia tidak salah apa-apa." Dewa begitu marahnya saat hati istrinya dilukai. Tidak peduli dengan siapa pun itu termasuk adiknya sendiri.

Satrio semakin sakit hati. Terdengar jelas apa yang disampaikan kakaknya, itu berarti Dewa begitu mencintai Mega hingga akhirnya mereka bersama.

Tanpa banyak kata dia menutup kasar koper besarnya dan membawanya pergi keluar kamar. Dengan sengaja dia tabrakan bahunya dengan bahu Dewa sebagai bentuk kekesalan Satrio pada kakaknya.

"Mau kemana kamu sayang? Satrio, Satrio..." Ibu Rahma yang kuasai perasaan sedih bercampur dengan bingung. Namun sejak awal sedikit banyak hal ini sudah terlintas di kepalanya saat Satrio mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

BERSAMBUNG

Aku harus apa?

Ibu Rahma pingsan melihat Satrio tidak terkendali dan abai pada mamanya sendiri.

"Oma..." panggil Rania berteriak melihat ibu Rahma sudah luruh terduduk dengan kepala bersandar di batas pintu utama.

Membuat Dewa melepas peluk pada istrinya. Keduanya turun ke bawah dan betapa terkejutnya Dew melihat mama nya tidak sadarkan diri.

Dewa kemudian membawa ke rumah sakit. Mereka semua gelisah saat mama nya tengah diperiksa oleh seorang dokter di UGD.

"Bagaimana dok?" tanya Dewa dan Mega kepada dokter.

"Tidak apa-apa. Memang tekanan darahnya sangat tinggi. Biarkan pasien istirahat. Baru boleh dibawa pulang."

"Terima kasih dok."

Tidak lama, ibu Rahma tersadar. Perlahan membuka matanya dan memanggil Dewa pelan. "Kamu harus cari adik mu. Bawa dia ke mama. Mama nggak mau pulang dulu dari rumah sakit, kalau Satrio belum kamu temukan. Mama juga nggak mau, menjalankan operasi pengangkatan tumor mama yang kurang dua hari lagi, kalau Satrio tidak ada."

"Dewa harus cari Satrio kemana ma?"

"Coba kamu cari di rumah teman-teman nya. Mega pasti tahu, dimana rumah mereka."

"Iya ma," jawab lesu Dewa.

.

.

Dewa dan Mega mencari satu persatu ke rumah teman-teman Satrio. Namun dari mereka malah tidak ada yang tahu jika Satrio sudah selesai studi dan pulang ke Indonesia.

Dewa terus menghubungi adiknya itu. Namun selalu Satrio abaikan dan beberapa kali sengaja dia alihkan. "Kamu dimana sih Sat?" tanya Dewa yang menghempas punggung dan kepalanya pada jok mobil. Sembari berpikir dimana adiknya kini berada.

Mega pun yang duduk di samping suaminya ikut berpikir keras kemana arah Satrio akan tinggal. Petang sudah menjelang, membuat Dewa memutuskan pulang dan menginformasikan kabar tentang apa yang terjadi padanya dan Satrio di grup keluarga.

Sontak membuat semua orang terkejut mendengar announcement dari Dewa kepada seluruh anggota di dalam grup keluarga. Dewa juga menyuruh seluruh anggota keluarga untuk ikut serta menemukan keberadaan Satrio dimana.

Malam itu hati Mega dan Dewa tidak tenang. Tidurpun rasanya juga tidak nyaman. Meskipun keduanya saling memberi sentuhan, malam ini terasa hambar dan berbeda.

Ada ketakutan Dewa perihal yang disampaikan adik nya tadi siang. Perkara rela tidaknya dia misal Mega kembali kepada Satrio. Membuat Dewa terserang takut dan mendekap erat istrinya yang tengah tertidur pulas.

Sampai pada esok hari.

Pencarian Satrio tidak terlalu rumit ternyata. Karena apa? Banyak sebagian besar dari fasilitas umum adalah milik keluarga besar. Jadi posisi Satrio sangat mudah terdeteksi. Hingga Dewa cukup kaget karena dengan mudah saat dia mengabarkan pencarian Satrio, foto Satrio tengah berada di mana pun, terkirim di grup WhatsApp keluarga dan ramai.

Dewa dengan cepat pergi untuk menuju alamat yang dimana Satrio tengah berada. Dia ternyata sedang makan di salah satu restoran milik teman tante nya.

"Pulang," kata Dewa yang masih berdiri di belakang adiknya yang tengah duduk makan siang.

Satrio menoleh dan malas saat tahu ternyata kakaknya dengan mudah menyuruh antek-antek nya menemukannya.

"Mama nggak akan operasi pengangkatan tumor, kalau kamu tidak pulang," bujuk Dewa kepada Satrio yang enggan beranjak.

"Apa menurut kakak mudah? tinggal bersama kalian, yang semuanya adalah pembohong."

"Setidaknya kamu dengarkan dulu penjelasan kakak."

Satrio bangkit dan berdiri hendak pergi karena sudah muak.

Namun Dewa dengan cepat mencengkeram lengan adiknya untuk tidak pergi. "Apa kamu tahu? Kakak menodai Mega saat malam pesta penyambutan kepulangan kakak dari Melbourne. Kakak mabuk berat disitu." Dewa dengan cepat mengatakannya. Supaya adiknya tidak terus berlari menghindarinya.

Seketika seluruh syaraf Satrio melemah. Ternganga dan terdiam. Nafasnya terasa berat hingga dia menoleh ke kakaknya. Membentuk garisan pada dahi menatap tajam kakaknya.

"Iya, Mega tidak salah apa-apa. Tadinya aku menolak menikah dan menyuruh Mega menggugurkan kandungan nya. Namun Mega tidak mau dan mempertahankan anak itu, Rania sekarang. Awalnya pernikahan kami hingga anak Mega lahir, namun..." Dewa yang belum selesai bicara dengan cepat dipangkas oleh Satrio.

"Namun seiring berjalannya waktu kakak mencintai Mega, begitu kan kak?"

"Semua demi Rania, begitu juga dengan Mega. Semua dia lakukan demi Rania."

Satrio tersenyum getir. "Bilang aja kalau kakak mencintai Mega."

"Okay, iya. Kakak mencintai Mega. Kamu puas kan?"

Namun Satrio yang marah dan langsung pergi dari hadapan kakaknya dan Dewa mengejarnya. Dia berusaha meraih tubuh adiknya untuk dia peluk. Namun Satrio terlihat sekali kecewa parah dan pergi secepat mungkin.

"Aku mohon kamu pulang. Ini adalah operasi penentuan buat mama. Kalau kamu tidak pulang bersama kakak. Kamu harus siap-siap aja, melihat mama..."

"Iya aku akan pulang," jawab Satrio yang dari dulu tidak tega jika itu menyangkut mama nya.

Dewa lega.

.

.

Di rumah sakit.

"Sayang, syukurlah kamu pulang." Ibu Rahma yang senang melihat Dewa bisa membawa adiknya pulang.

Satrio langsung menggenggam tangan mama nya dan mengecupnya. "Mama harus operasi ya," ucapnya dengan bola mata berkaca-kaca yang sulit dia sembunyikan. Masih terkait perasaanya. Mengapa mama nya tidak jujur padanya perihal kakaknya dan kekasihnya?

Ibu Rahma juga balas mengecupi tangan putranya itu sembari terus berkata maaf. "Maafkan mama ya," ulangnya lebih dari beberapa kali.

Satrio paham dengan untaian kata maaf mamanya. Semua tertuju pada persoalan cinta segitiga.

Tidak lama Mega dan Rania mengetuk pintu ruang rawat ibu Rahma. "Hallo Oma..." sapa Rania girang kepada Omanya.

"Hallo sayang... Rania ... sayang nya Oma ... sini sayang." Ibu Rahma terlihat bahagia sekali dan itu ditangkap oleh Satrio.

Rania kemudian mendekat. Namun tidak pada Satrio yang bersikap dingin dan tatapan malas yang dia tujukan untuk Mega.

"Mama ini ciapa?" tanya polos dari bibir Rania saat menunjuk Satrio.

Mega terdiam dan melirik ke arah Satrio.

"Oh, dia om Satrio sayang," jawab Dewa yang kemudian berjalan ke tempat putrinya berdiri.

"O, om Catrio."

Dewa kemudian keluar dari ruang rawat, karena gerah melihat Dewa, Mega dan Rania. Satrio bahkan bersikap dingin kepada bocah tidak berdosa itu.

Ibu Rahma hanya mengelus punggung Dewa dan berucap sabar untuk menghadapi adiknya yang pasti tidak mudah.

Tidak lama Mega pamit untuk pergi ke toilet. Dan setelah membuka pintu, Satrio ternyata juga keluar dari toilet pria. Namun dia dengan tatap dan sikap dinginnya berjalan tanpa menyapa Mega.

Terlihat ada sebuah ponsel dan Mega yakin itu milik Satrio. Mega bermaksud akan memberikannya kepada Satrio. Namun tidak lama pria itu kembali karena merasa ponselnya tertinggal di atas wastafel.

"Ini," ucap Mega menyerahkan ponsel Satrio.

Satrio mengambilnya dan hendak pergi.

"Apa kamu masih marah?" tanya Mega menghentikan langkah Satrio.

"Menurutmu aku nabi? hatiku seperti malaikat? Yang tidak bisa marah dengan apa yang kamu perbuat," cetus Satrio untuk membalas pertanyaan Mega.

"Aku minta maaf."

"Hanya itu?" tanya Satrio.

"Aku harus apa?" Mega masih berjuang untuk mendapatkan kata maaf dari Satrio. Dia tidak ingin dibenci oleh pria itu sedemikian rupa. Hingga bertemu wajahnya saja, Satrio enyah pergi dan merasa jijik padanya.

"Memangnya kamu bisa? Kalau aku suruh kamu tinggalkan kakak ku? Enggak kan?" tatapan Satrio berubah ke wanita itu. Berubah tidak kasar, setelah tahu jika Mega tidak sepenuhnya salah.

Mega terdiam.

"Aku tanya sama kamu? Besar mana cinta mu terhadapku dan cintamu terhadap kakak ku?" Satu pertanyaan yang lolos dari mulut Satrio yang jelas tidak bisa dijawab oleh Mega. Menekan detik itu juga. Sia-sia. Karena jelas, cinta wanita itu untuk suami dan anak perempuan nya.

Mega setengah tertunduk. Buliran jernih satu persatu jatuh.

Satrio mengangkat janggut wanita itu. "Aku tidak mau kita begini," lirihnya yang masih terdapat penuh cinta untuk Mega. Hatinya bahkan tidak teralihkan oleh apapun dan siapapun.

Jarak keduanya semakin dekat. Dengan wajah bertatap kurang dari tiga puluh senti.

Satrio tidak dapat menahan hasrat hingga lepas kendali. Diciumlah bibir Mega dengan lembut dan Mega tidak dapat menolaknya. Sebentar, tidak lama namun bermakna dalam. Hingga keduanya berjarak.

Namun sejak tadi, ada sepasang mata yang melihat dan telinga yang mendengarkan apa mereka katakan. Dewa berdiri tidak jauh dari keduanya. Tertutup dinding dan bisa mengartikan apa yang dilakukan istrinya. Terbawa suasana yang mungkin rindu pada sosok adiknya. Detik itu juga, dirinya terserang ketakutan hebat, jika Satrio bisa mengambil alih hati Mega darinya.

Dewa pergi, memutar waktu dimana lebih dari itu yang dia lakukan dengan Arumi saat mereka sudah dalam ikatan pernikahan.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!