"Baik pak. Saya bersedia." jawab Bulan dengan lantang dan tegas. Tanpa ada sedikitpun rasa takut atau cemas pada dirinya.
Menerima tugas dari atasannya untuk menjadi agen rahasia yang langsung diterjunkan ke lapangan. Dengan satu syarat.
Meskipun hanya satu, namun syarat tersebut termasuk berat. Yakni hanya dirinya dan atasannya dan juga beberapa petinggi dari pihak kepolisian yang tahu mengenai hal tersebut.
Yang artinya, jika terjadi apa-apa dengan dirinya, Bulan harus bisa melindungi dirinya sendiri. Dan resiko terbesarnya adalah kematian yang tidak akan pernah terungkap. Karena apa yang dilakukan ini adalah misi rahasia.
Termasuk kedua orang tua Bulan, juga keluarganya yang lain. Dirinya tidak boleh mengatakannya pada siapapun.
Bulan juga bukan perempuan bodoh. Dirinya tahu, dengan ketidak tahuan kedua orang tuanya. Itu malah akan semakin baik. Dengan begitu, Bulan tidak perlu khawatir.
Kekasih. Tidak ada. Hidup Bulan sepenuhnya hanya tentang misi dan misi. Bahkan, selama masih berada di bangku sekolahpun, Bulan juga tidak pernah dekat dengan lelaki.
Apalagi sekarang. Yang dimana waktu Bulan tersita sepenuhnya oleh tugas yang diberikan atasannya pada dirinya.
Apa Bulan jelek. Tidak. Bulan mempunyai tubuh bak model. Dengan wajah cantik yang menawan. Meski setiap hari dirinya berhadapan dengan terik matahari, hujan, dan yang lainnya.
Seolah pesona Bulan tidak luntur. Mungkin karena memang sejatinya Bulan cantik dari lahir. Bukan karena polesan make up.
Banyak lelaki yang mendekati dirinya. Namun tak ada satupun yang mampu membuat pendirian seorang Bulan goyah.
Untuk kepindahan Bulan, semua bisa ditangani dengan mudah oleh atasan Bulan, sebab Bulan baru saja dipindah tugaskan ke tempat ini. Sebelum di pindah tugaskan ke sini, Bulan bertugas di pelosok daerah.
Meski di pelosok desa. Tak lantas membuat Bulan dan rekan-rekannya yang lain bisa bersantai. Sebab, di tempat tersebutlah sering terjadi adu ketrampilan menembak dari para pembangkang negara.
Setiap detik, adalah nyawa mereka. Dan Bulan, satu-satunya anggota yang berjenis kelamin perempuan. Meski begitu, tidak ada perbedaan dalam pekerjaan.
Dengan Bulan yang baru datang dari tempat jauh, wajah Bulan belum dikenal atau belum dilihat oleh para rekan kerjanya di tempat baru.
Dan satu lagi, Bulan langsung bertemu para petinggi di tempat rahasia. Bukan di kantor tempatnya akan bekerja.
Sehingga mereka yang bertugas di tempat tersebut hanya mendengar namanya. Jika akan ada anggota baru yang masuk ke dalam kesatuan mereka.
Tanpa melihat wajah cantik dari rekan kerja. Dan sepertinya mereka tak akan bisa melihat wajah Bulan dalam waktu dekat.
Seorang lelaki yang terlihat begitu berwibawa menyerahkan sebuah amplop pada Bulan. "Ini identitas baru kamu."
"Siap."
"Nama kamu akan tetap sama. Hanya identitas lainnya yang dirubah."
"Siap."
"Kamu tidak perlu datang ke kantor. Aku yang akan mengurus semuanya."
"Siap."
"Untuk saat ini, kamu bekerja sendiri. Tidak ada yang membantu kamu. Dan soal itu, kami masih mencari orang lain yang bisa kami percaya untuk membantu kamu."
"Siap."
Bulan keluar dari ruangan tersebut dengan memakai hodie, dengan topi yang menyatu dengan hodie menutupi kepalanya. Tak lupa Bulan menggunakan masker di wajahnya dan juga kaca mata berwarna hitam.
Di dalam mobil, Bulan mengeluarkan semua isi dari amplop yang diserahkan atasannya tersebut. Ada beberapa berkas penting dan juga ijazah baru milik Bulan.
Sebuah kunci, yang Bulan yakini itu adalah kunci rumah Bulan yang baru. Ting,,, sebuah pesan tertulis masuk ke dalam ponsel Bulan.
Tertera sebuah alamat di layar ponselnya. "Oke, Bulan. Pekerjaan baru menanti. Lakukan seperti biasa. Jangan sampai mengecewakan." jelas Bulan pada dirinya sendiri.
Sebuah rumah kecil, minimalis, tampak rapi dan indah dilihat dari depan. Pekarangan rumah yang tidak terlalu lebar. Dengan sebuah bagasi di samping rumah, yang hanya cukup menampung satu mobil dan dua kendaran beroda dua.
Bulan membuka pintu dari luar. "Sudah bersih." gumam Bulan. Dia menebak jika rumah ini baru saja dibersihkan. Mengingat akan ada yang mendiaminya.
Baru beberapa langkah Bulan memasuki rumah tersebut. Bulan dapat merasakan jika ada CCTV tersembunyi di ruang tamu. Dan Bulan dapat menebak, jika masih banyak CCTV lainnya di rumah ini.
Bulan sudah mengabdi bertahun-tahun di kepolisian. Dengan tugas yang bisa dibilang lumayan berat. Meski dia adalah seorang perempuan.
Dan untuk menunjang tugas-tugasnya tersebut, Bulan berlatih lebih berat dari pada beberapa anggota yang lain.
Dia harus peka terhadap segalanya. Semua indera yang berada dalam tubuhnya juga harus bekerja dengan baik sesuai kemampuannya.
Pekerjaan yang berat. Dan gaji yang lumayan tinggi. Itulah kenapa Bulan betah dan juga harus tetap berada di sini.
"Asal jangan kamar mandi." gumam Bulan.
Bulan berkeliling di setiap sudut rumah. Melihat dan memperhatikan setiap inci di rumah tersebut dengan mata jelinya.
Saat berada di samping rumah, Bulan melihat ada seorang perempuan paruh baya yang mengetuk pintu depan. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bulan berada di sampingnya.
"Eh,,, maaf Nona. Saya kira anda berada di dalam." ucapnya dengan sopan.
Bulan masih mengamati perempuan yang dia tebak berumur kepala lima tersebut. "Saya mbok Yem. Yang akan membersihkan rumah ini setiap hari. Dan melayani Non Bulan." jelasnya memperkenalkan diri.
Bulan menaikkan alisnya. Dari mana dia tahu namanya. Padahal dirinya belum memperkenalkan diri. Apa dia juga salah satu rekan rahasianya.
"Saya ditugaskan oleh papa Non Bulan, untuk membantu menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan Non Bulan selama berada di sini." paparnya semakin membuat Bulan bingung.
Papa. Bulan hanya punya bapak. Bukan papa. Dan itupun beliau berada di luar kota. Tepatnya di pinggiran kota. Tinggal bertiga bersama ibu dan adik perempuannya.
"Kebetulan, rumah yang papa Non Bulan beli ini adalah rumah saudara saya. Mereka sekeluarga pergi merantau ke luar Jawa. Makanya rumah ini dijual." jelas mbok Yem.
"Papa Non Bulan juga menceritakan tentang Non Bulan. Meski tidak banyak. Dan beliau mencari seseorang untuk membersihkan rumah dan melayani Non Bulan selama Non Bulan tinggal disini." lanjutnya, mengucapkan kembali beberapa kalimat yang sudah dia katakan sebelumnya.
"Dan kebetulan, saya memang membutuhkan uang. Jadi saya menawarkan diri." imbuhnya berterus-terang.
"Apa lagi yang papa bilang?" tanya Bulan dengan raut wajah datar.
Papa. Bulan bisa menebak. Jika dia adalah salah satu petinggi di kepolisian yang mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh dirinya.
"Papa Non Bulan mengatakan. Agar saya sendiri yang menemui Non. Dan bertanya tentang apa saja pekerjaan saya." jelas mbok Yem.
"Rumah Mbok Yem dimana?"
"Dekat sini Non. Jalan ke sana. Hanya terhalang lima rumah dari sini. Di situ rumah saya." papar mbok Yem.
Bulan menatap mbok Yem dengan tatapan heran. Setahu Bulan, saat melewati komplek perumahan ini. Semua rumah rata-rata bagus. Meski sederhana. Tak terlihat jika mereka sepertinya kekurangan uang. Hingga sampai mau menjadi pembantu.
Mbok Yem sepertinya mengerti kenapa Bulan memandangnya dengan tatapan aneh. "Itu adalah rumah putra saya. Dan sekarang dia sudah menikah." jelas mbok Yem.
Bulan mengangguk. "Mereka memperbolehkan, mbok bekerja di sini?" tanya Bulan. Tidak ingin ada masalah ke belakangnya.
Mbok Yem mengangguk antusias. "Iya Non. Mereka mengizinkan."
"Apa mbok sudah punya cucu?" tanya Bulan.
Mbok Yem menggeleng. "Belum. Putra tunggal saya baru menikah sekitar dua bulan."
"Oke." Bulan menyuruh mbok Yem untuk masuk ke dalam rumah. Tentunya bersama dengan dirinya. Bulan tidak ingin bertanya terlalu jauh.
Bulan rasa, pertanyaan yang tadi sudah cukup. Bulan mengatakan apa saja yang mbok Yem perlu lakukan. "Maaf Non, jadi mbok nggak perlu menginap di sini?" tanya Mbok Yem.
Bulan mengangguk. "Mbok bisa datang saat pagi. Jika pekerjaan selesai, mbok bisa pulang." jelas Bulan.
Bulan merasa jika dirinya tidak memerlukan teman di rumah ini. Terlebih dirinya sebenarnya bukan tinggal untuk bersantai. Melainkan melakukan tugas dari atasannya.
Bulan hanya ingin leluasa saat berada di rumah ini. Keluar masuk rumah dengan bebas. Tanpa ada yang melihatnya.
Bulan juga harus tetap waspada. Dia belum mengenal siapa sebenarnya mbok Yem. Dirinya tidak ingin salah mengambil keputusan.
"Mbok boleh memasak. Dan melakukan hal lainnya."
"Baik Non."
"Saya ingin tidur dulu. Jadi jangan ganggu saya."
"Iya Non. Mbok permisi dulu." pamit mbok Yem.
Langkah mbok Yem terhenti saat kembali mendengar Bulan mengeluarkan suaranya. "Oh iya mbok, nanti mbok bisa bawa satu kunci rumah. Biar gampang saat mbok datang atau pulang." jelas Bulan.
"Baik Non, nanti akan mbok ambil."
"Jika pekerjaan mbok sudah selesai, mbok bisa langsung pulang. Tidak perlu menunggu saya bangun."
"Terimakasih Non."
"Untuk makannya, nanti akan saya panaskan sendiri, jika saha mau makan." ujar Bulan.
Bulan masuk ke dalam kamar. Mengunci pintunya dari dalam. Langsung membaringkan tubuhnya ke ranjang yang berukuran sedang di dalam kamarnya.
Meski dengan mata terpejam, Bulan sama sekali belum tidur. Sungguh, Bulan sama sekali tidak merasa nyaman dan malah merasa terkekang dengan banyaknya CCTV di rumah yang dia tempati.
Dirinya terlihat bebas. Namun nyatanya, dia tak ubahnya seperti burung dalam sangkar. Bulan tidak menyangka dirinya akan diperlakukan seperti ini.
Awalnya, Bulan mengira jika dia akan bekerja seperti biasanya. Dimana Bulan juga pernah menjadi seorang mata-mata rahasia. Namun penjagaan terhadapnya tidak seketat ini.
Sehingga Bulan dapat melakukan apapun dan beraktifitas dengan bebas. Namun semuanya tidak seperi yang dia harapkan.
Semua perlakuan mereka padanya, malah membuat Bulan semakin penasaran bercampur curiga. "Gue harus mencari tahu. Apa sebenarnya yang terjadi."
Bulan yakin, jika kasus yang telah dijelaskan oleh atasannya, tidak sesederhana pemikirannya. Dan Bulan juga menduga, jika atasannya tidak menjelaskan semua yang terjadi pada dirinya.
Otak cerdasnya berpikir. Bagaimana dirinya bisa terbebas dari pantauan CCTV yang berada di seluruh ruangan. Meski hanya beberapa menit.
Bulan memang tidak menghabiskan seluruh waktunya untuk tinggal di rumah. Mengingat jika pekerjaannya sekarang adalah seorang pengajar di sebuah SMA.
Bulan hanya ingin memiliki privasi, saat dirinya berada di rumah. Dan Bulan yakin, tempat yang dangat di awasi adalah tempat paling aman.
Bulan bisa menebak dengan mudah, jika pergerakannya di luar rumah juga akan dipantau selalu. Dimanapun dan kapanpun itu.
Saat dirinya berada di sekolah. Atau saat dirinya ingin berada di tempat lain. Bulan sudah hapal bagaimana kehidupan mereka yang menjadi agen rahasia. Seperti halnya dirinya.
Itulah sebabnya, Bulan merasa jika tempat yang paling privasi untuknya adalah rumah.
Dengan mata masih terpejam, Bulan tersenyum dalam hati. Dia sudah menemukan sebuah rencana. Tapi dia juga harus melakukannya dengan baik.
Bulan mengeliat, meregangkan otot-ototnya. Dengan langkah malas yang pastinya sebuah kepura-puraan, dia pergi masuk ke dalam kamar mandi.
"Aman." gumamnya. Merasa jika di dalam kamar mandi tidak ada kamera CCTV.
Untuk memastikannya, Bulan mengambil sebuah kotak berukuran kecil dari dalam saku celananya. Membuka dan menyalakan.
Benda tersebut adalah benda yang dia rancang bersama seorang teman saat mereka berada di daerah pedalaman.
Benda kecil mungil itu bisa mendeteksi jika ada sinyal alat elektronik dengan ukuran kecil yang tersembunyi.
Merasa aman, Bulan kembali mematikan alat tersebut. Segera memasukkannya ke dalam saku celana.
Bulan melihat dengan seksama kamar mandi dan toilet di dalam kamarnya tersebut. Bulan menyandarkan badannya ke tembok.
Mengingat bagaimana bangunan ini di bangun. Lebih tepatnya ruangan apa saja dan letaknya. "Di sebelah kamar ini, adalah kamar juga." gumam Bulan.
Di rumah tersebut ada tiga kamar. Dengan dua kamar berjejer bersebelahan. Di mana Bulan berada di antara salah satu kamar yang berjejer.
Bulan menipiskan bibirnya. Mengangguk pelan. Di dalam otaknya, sudah ada sebuah rencana manis yang akan dia jalankan.
"Maaf, bukannya aku tidak mempercayai kalian sebagai atasanku. Tapi, jika kalian saja tidak bisa mengatakan semuanya. Tidak salahkan, jika aku juga menaruh rasa curiga." ucapnya berpikir logis.
Bulan keluar dari kamar mandi. Namun sebelumnya, dia membasuh wajahnya. Supaya terlihat alasan kenapa dirinya masuk ke dalam sana.
Dirinya langsung duduk dengan laptop berada di depannya. "Jadi, aku akan mengajar di kelas dua IPA. Matematika." gumam Bulan.
Bulan melihat siapa saja murid yang berada di kelas tersebut. Dengan pandangan seperti elang, Bulan memindai setiap kata yang ada di layar laptop untuk disalin ke dalam otaknya.
Bukan hanya kedua matanya yang jeli. Jari jemarinya juga bergerak lincah. Bulan mengangguk pelan. Menutup kembali laptopnya.
"Sekumpulan anak orang kaya dan berpengaruh." Bulan mengambil dan membaca kembali identitas barunya.
Bulan memegang dagunya, dengan jari telunjuk mengusap ujung hidungnya yang mancung. Matanya mengarah ke almari. Berdiri, berjalan mendekati almari. Lalu membukanya.
Bulan mencebik. Semuanya sudah tertata rapi. Pakaian sehari-harinya, dan juga pakaian yang akan dia gunakan pergi ke sekolah. Dan juga keperluan lainnya.
Bulan membalikkan badan. Berjalan mendekati kaca besar full body. Menatap tubuhnya dari atas hingga bawah.
Memegang rambut pendek, yang memang identik dengan pekerjaannya. "Ckk,,, sepertinya aku harus sedikit mengubah penampilanku."
Bulan melihat jari-jemarinya yang sama sekali tidak ada kuku panjang. Sebab, Bulan segera memotong kukunya jika terlihat sedikit panjang.
Pandangan Bulan menatap jam dinding yang tergantung di samping lukisan indah. Bulan tersenyum samar menatap lukisan tersebut.
Tampak seperti lukisan biasa, tapi siapa yanga akan mengira, jika itu bukan sekedar lukisan. Melainkan ada sesuatu di balik lukisan tersebut. Dan Bulan tahu apa itu.
Tapi Bulan cukup pintar, dia tidak menatap langsung ke arah lukisan. Melainkan menatap ke arah jam dinding.
"Besok aku sudah mengajar. Mungkin sekarang waktu yang tepat." gumamnya pada diri sendiri.
Bulan keluar dari kamar. Mengatakan pada mbok Yem jika dirinya akan keluar. Bulan memakai kaos pendek dengan bawahan celana jeans berwarna navy.
Tak lupa Bulan juga menggunakan jaket kulit kesukaannya. "Sayang, di sini hanya ada mobil." gerutunya.
"Ckk,,," decak Bulan kesal. Dia masih mengingat, jika dalam misi kali ini, Bulan hanya akan memakai mobil. Itupun mobil yang telah disiapkan oleh atasannya.
Bulan di tuntut untuk menjadi seorang perempuan yang lemah lembut dan murah senyum. Mengingat sebagai apa dia akan menyamar.
Bulan memacu mobilnya ke sebuah butik yang berada tak jauh dari rumahnya.
"Aku ingin rambut panjang berwarna hitam pekat." jelas Bulan pada pegawai salon.
"Baik Nona, silahkan."
Bulan duduk, dilayani sesuai apa yang diinginkan Bulan. "Cukup membosankan." batin Bulan.
Kenapa perempuan selalu suka pergi ke salon. Menghabiskan waktu selama berjam-jam. Padahal, baru beberapa menit Bulan mendaratkan pantatnya di kursi salon, dirinya sudah mulai merasa bosan.
"Apa masih lama?" tanya Bulan, membuat melongo pegawai salon.
"Aku ada acara setelah ini." ucap Bulan beralasan, setelah melihat ekspresi terkejut dari pegawai salon lewat kaca di depannya.
Dia tersenyum. "Masih lama Nona, anda saja baru duduk sepuluh menit. Dan membutuhkan waktu hingga empat sampai enam jam untuk melakukan hair extantion." jelasnya.
Bulan melongo tak percaya. "Selama itu?" cicitnya dengan wajah polos.
Pegawai salon mengangguk dengan mengulas senyum ramah. Dirinya menebak jika pengunjung yang saat ini duduk di depannya belum pernah melakukan perawatan di salon.
Pegawai salon memulia melakukan penyambungan rambut pada rambut Bulan. "Melakukan hair extantion tidak boleh dilakukan tergesa-gesa. Dan harus benar-benar dilakukan dengan jeli dan baik."
Bulan menghela nafas panjang. "Aku bisa kelaparan." dengusnya.
Pegawai tersebut tidak marah. Dia tersenyum simpul. "Nona bisa memesan makanan dari luar. Anda bisa makan dengan tenang, sembari saya melakukan pekerjaan saya." tukasnya.
"Kenapa mereka betah sekali berada di salon. Apa mereka tidak bosan." Bulan mulai berbicara untuk mengurangi stresnya karena pantatnya mungkin akan panas, karena duduk terlalu lama.
"Mereka tidak bosan. Mereka bahkan sangat senang dan atusias. Di salon, mereka bisa memanjakan tubuh mereka. Melakukan perawatan untuk lebih mempercantik diri."
"Ckk,, Dan aku sama sekali tidak menyukainya." decak Bulan.
"Nona, setelah anda melakukan hair extantion, anda juga harus merawat rambut anda dengan baik."
"Maksudnya?"
Bukannya bodoh. Bulan memang sama sekali tidak mengerti akan hal tersebut. Dirinya bukan tipe perempuan yang akan menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan perawatan di salon setelah pekerjaan atau misi selesai.
Karena memang ada beberapa anggota lainnya yang juga berjenis kelamin seperti Bulan, mereka akan melakukan perawatan di salon setelah misi mereka selesai.
Atau setidaknya, mereka akan berkunjung ke salon saat mereka libur bekerja.
"Anda harus datang secara teratur ke salon. Untuk memastikan kondisi rambut anda tetap baik dan juga tidak ada kerusakan di dalamnya." jelasnya.
"Harus?" Bulan menatap pegawai salon dengan tatapan tidak percaya dari pantulan cermin.
"Iya Nona, jika anda ragu atau tidak percaya dengan perkataan saya. Anda bisa mencari tahu sendiri. Mungkin bertanya teman, atau mencari tahu lewat ponsel." jelasnya, merasa jika Bulan adalah perempuan yang lucu dan polos.
"Apa aku bisa tidur. Sumpah, aku mulai bosan." keluhnya.
Padahal, Bulan juga bermaksud akan mempercantik kuku-kukunya. Melihat berapa lama dia akan berada di salon hanya untuk membuat rambutnya terlihat panjang, membuat Bulan menarik niatnya.
Dirinya tidak ingin terlalu lama berada di dalam sini. Lebih baik berlama-lama dengan senjata api, dari pada berlama-lama dengan peralatan salon.
"Silahkan Nona." Pegawai salon membenarkan tempat duduk Bulan. Dan juga menyetel ketinggian kursi yang dijadikan Bulan sebagai sandaran.
Bulan mulai memejamkan matanya, dengan tangan bersedekap di depan perut. Sementara pegawai salon, meneruskan pekerjaannya dengan baik.
Bulan memindai penampilannya dari pantulan cermin yang ada di depannya. "Anda sungguh cantik, dengan rambut panjang baru anda, Nona" puji pegawai salon benqr adanya.
Bulan mengangguk, menyetujui apa yang dia katakan. "Anda memilih keputusan yang tepat." imbuhnya.
Bulan kembali mengangguk. Dirinya tidak menyangka, jika hanya merubah rambutnya. Bisa membuat dirinya berubah drastis.
Bulan tersenyum puas dengan penampilan barunya. "Ini baru pantas, menjadi seorang guru." pujinya pada penampilannya sendiri.
"Bagiamana, pikiran anda tentang salon berubah?" goda pegawai butik tersebut, menangkap rasa senang dari wajah Bulan. Berharap Bulan akan sering mendatangi salon tempatnya bekerja.
Bulan menggeleng. "Sama sekaki tidak." cicit Bulan.
"Aaa..." pegawai salon hanya mendesah pelan sembari melongo. Sungguh tidak percaya, ada perempuan yang tidak menyukai pergi ke salon.
"Tapi memang dia sudah cukup cantik, meski tidak pernah datang ke salon." ujarnya dalam hati. Melihat kecantikan Bulan.
Bulan menuju kasir, membayar sejumlah uang yang harus dia keluarkan untuk perawatan salon yang baginya sangat membosankan dan membuang-buang waktu.
"Mahal juga ternyata." cicitnya masuk ke dalam mobil.
Bulan tak langsung pulang. Dia mampir ke sebuah mall. Tempat pertama yang dia tuju adalah toko yang menjual kacamata dan gelang jam.
Bulan membeli beberapa buah kacamata yang menurutnya pas untuk menunjang penampilannya. Serta beberapa gelang jam.
"Aduh,,,, jalan pakai mata!!" hardik seorang perempuan remaja yang menabrak Bulan.
"Ckkk,,," dia menatap Bulan dengan tatapan sinis.
Tanpa meminta maaf, atau mengatakan apapun, dia pergi begitu saja. Diikuti dua orang lelaki berbadan tegap di belakangnya yang membawa beberapa paper bag. "Maafkan Nona kami." ujar salah satu dari mereka sedikit membungkuk
Bulan hanya mengangguk tanpa bersuara. "Siapa yang salah, siapa yang marah, siapa gang monta maaf. Arogan sekali dia."
Bulan masih memandang gadis tersebut. Berpakaian seksi memamerkan lekuk tubuhnya. Berjalan bak model, dengan dua bodyguard di belakangnya.
"Kaya beneran, apa kaya bohongan." cibir Bulan melanjutkan kembali langkah kakinya.
Bulan duduk di kursi panjang yang memang tersedia di mall tersebut. "Baju dinas beserta perlengkapannya sudah di sediakan. Kacamata, gelang jam. Apalagi yang gue butuhkan." gumamnya berpikir.
Bulan mengernyitkan alisnya. Mengingat sesuatu. "Bolpoin."
Meski Bulan sudah disediakan bolpoin khusus yang diberikan oleh atasannya. Namun dirinya memerlukan untuk alasan lain. Dan pastinya untuk kebutuhan pribadi.
"Huffttt,,, capek juga." keluhnya, padahal dirinya hanya mencari beberapa macam barang saja.
"Lebih baik latihan, dari pada belanja." keluhnya, lagi-lagi membandingkan sesuatu dalam hidup.
Hey Bulan, setiap orang mempunyai kesenangan masing-masing. Tidak semua perempuan sama. Ada yang suka belanja, karena memang mampu. Ada yang kurang minat belanja, karena mereka harus berhemat.
Bulan memandang restoran di dalam mall. "Makan dulu, tambah stamina dan tenaga."
Kakinya melangkah cepat. Memesan makanan dan duduk di meja yang kosong. Tanpa sengaja, matanya menatap gadis yang menabraknya tadi.
"Silahkan mbak."
Bulan hanya mengangguk pelan, saat pegawai restoran menurunkan makanan dan minuman yang telah dia pesan di atas mejanya.
Tarrrt...... Bulan terkejut, memegang dadanya dengan syok.
Suara sendok dan garpu beradu dengan piring. Menimbulkan suara gaduh, tentunya mengusik ketenangan pengunjung yang lain.
"Gila apa dia." gumam Bulan. Siapa lagi jika bukan perempuan yang bertabrakan dengannya tadi.
Bukan hanya Bulan, beberapa pengunjung juga berbisik pelan, menatap ke arahnya. Dimana ada seorang lelaki yang datang dan langsung merayu dirinya.
"Ngambek kok di bawa ke sini. Mengganggu." sinis pengunjung lain yang merasa terganggu.
Anehnya, pihak restoran tidak menegur sikap dari perempuan tersebut. Bahkan para karyawan di sana malah menghindar.
Dan Bulan, mengetahuinya. "Bisa jadi dia pemilik atau anak dari pemilik restoran ini. Atau bahkan, pemilik mall ini." tebak Bulan.
Sembari menikmati makanan, Bulan memperhatikan mereka. "Lumayan, nggak ada kerjaan. Tontonan gratis." ucapnya lirih.
"Tapi kamu uda janji!!" seru gadis bermake up tebal merajuk tanpa menghiraukan dimana mereka berada.
Dia bersedekap dada. Dengan seorang pemuda menggeser kursinya, agar bisa duduk lebih dekat dengannya.
Pemuda tersebut memegang telapak tangan sang perempuan. "Oke sayang, aku salah. Maaf ya. Tapi kamu tahukan. Kenapa aku nggak menemani kamu belanja." ucapnya dengan nada lembut.
"Aku harus pergi dulu bantu papa. Siapa yang akan menyangka, jika tenyata pekerjaan tersebut membutuhkan waktu lama." paparnya.
"Kenapa aku telepon nggak diangkat?!" tanyanya ketus.
"Ini pertemuan penting. Ponsel aku heningkan. Ini saja, aku segera ke sini setelah pekerjaan selesai."
Sang gadis memandang kesal ke arah lain. "Oke, aku akan telepon papa."
Lelaki tersebut mengeluarkan ponselnya. "Mau apa?" sang gadis menahan tangan sang lelaki.
"Semua gara-gara papa. Kamu jadi marah dan ngambek." paparnya.
"Jangan. Lagian kenapa mesti kamu sih. Saudara kamu kan ada." jelasnya.
Semuanya akan bertambah ribet jika orang tua dari kekasihnya tahu. Yang ada, dia malah dicap sebagai perempuan yang egois dan manja.
Nama baiknya dan juga nama baik kedua orang tuanya bisa tercoreng dihadapan keluarga sang kekasih. Mana mau dia.
"Sayang." dia membelai pipi sang kekasih dengan lembut. "Kamu tahu sendirikan. Dia tidak bisa diandalkan." lanjutnya.
Dikecupnya dahi sang kekasih dengan mesra. "Jangan marah lagi, aku tak bisa berpikir jernih dan tenang. Jika kamu seperti ini sayang." pintanya, menampilkan mata sayu penuh permohonan.
Bulan menggelengkan kepala melihat adegan dramatis yang sangat romantis didepannya. Rasa laparnya langsung menghilang berganti dengan tenggorokannya yang kering.
"Astaga, apa semua pasangan seperti itu. Aisshhh..." Bulan bergidik ngeri.
"Oke. Tapi ada syaratnya?" ucapnya tersenyum manis.
"Apapun. Katakan." ujar sang lelaki.
"Aku kepengen tas yang ada di butik tante. Itu hanya ada satu, tapi kata tante tidak dijual. Karena sudah ada yang memesan." rengeknya mengatakan syarat agar dia tidak marah lagi.
"Tenang saja. Kamu akan mendapatkannya." sahut sang lelaki.
Mereka saling berpelukan. "Terimaksih." ucap sang perempuan dengan bahagia.
Bulan menaikkan sebelah alisnya. "Semudah itu. Hebat. Uang dan kekuasaan memang segalanya." Bulan bertepuk tangan di dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!