NovelToon NovelToon

Kau Yang Selalu Ada

Part : 1 (Prolog)

 

Pengenalan karakter dan cerita

 

MARRETA ANGGRAINI

Wanita cantik, enerjik dan pekerja keras. Dia bekerja sebagai Meneger pemasaran disebuah perusahaan Garment terbesar di Jakarta.

Keluarganya masih menetap di Surabaya, karena dia memang asli Surabaya. Kemudian dia menikah dengan seorang laki-laki yang bernama SINGGIH PRAYOGA dan akhirnya dia pindah ke Jakarta.

Untung saja kantornya mau memindahkan ke kantor cabang yang ada di Jakarta. Jadi sejak menikah Retta pindah mengikuti suaminya.

Sayangnya diusia pernikahan yang baru berjalan hampir dua tahun, dia bercerai dengan suaminya dikarenakan suaminya selingkuh dengan wanita lain sampai wanita itu hamil.

DIDI RANGGA DINATA

Seorang Dokter muda nan tampan yang bekerja dirumah sakit ternama. Dia dari keluarga kaya dan anak kedua pewaris kerajaan Bisnis Ayahnya. Dia pernah Sakit hati lantaran dikhianati kekasihnya disaat mereka mempersiapkan untuk tuanangan.

Hampir dua tahun dia menjomblo dan membuat Ibunya kawatir. Sempat dia dikenalkan dengan anak dari teman Mamanya tapi, dia nggak mau.

Kemudian dirumah sakit dimana dia bekerja, bertemu dengan wanita yang tak lain adalah Maretta si Menejer cantik dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

SINGGIH PRAYOGA

Laki-laki yang bekerja sebagai Marketing disebuah perusahaan onderdil kendaraan roda empat. Dia orangnya supel dan muda bergaul. Sayangnya dia memang mudah jatuh cinta.

Saat dia ada janji dengan klien untuk membicarakan masalah Bisnis, dia malah terjebak cinta lokasi dengan salah satu klien nya tersebut dan menjalin hubungan terlarang dibelakang istrinya.

SATRIO WIBOWO

Laki-laki jangkung dengan badan atletis kulit sawo matang. Dia anak dari pengusaha Hotel ternama yang sudah tersebar dibeberapa kota di Indonesia.

Dia bertemu dengan Maretta di sebuah Hotel dijogja. Tanpa diketahui oleh Retta kalau Satrio menaruh hati padanya.

***

Maretta menyusuri koridor rumah sakit guna menuju UGD untuk mencari suaminya Yoga dirawat. Langkahnya yang cepat diiringi nafasnya yang tersengal-sengal karena sedikit berlari.

Sejenak dia berhenti pas melihat tulisan UGD. Dia melihat dari luar karena pintunya masih tertutup. Dokter masih menangani pasien yang barusan masuk.

Tak lama kemudian keluarlah Dokter dari ruangan UGD itu. Kemudian Retta menghampirinya.

"Gimana keadaan suami, saya?" tanya Retta.

"Anda istrinya.?" tanya Dokter itu.

"Iya, Dok." jawabnya pelan.

"Maaf, Bu. Suami Ibu sekarang membutuhkan banyak darah, karena benturan dikepalanya tadi mengakibatkan beliau kehilangan banyak darah." ucap Dokter itu.

"Ya Allah, tapi, suami saya tidak apa-apa kan, Dok?" tanya Retta cemas.

"InsyaAllah tidak apa-apa, Bu. Selama persediaan darah yang cocok buat suami Ibu masih cukup, maka kami akan berusaha semaksimal mungkin buat suami Ibu." jawab Dokter itu.

"Baiklah Dok, terima kasih." ucap Retta.

Maretta melihat suaminya yang masih terbaring lemah di UGD, dia memandanginya dari balik kaca, karena masih belum boleh dijenguk.

Sambil duduk dikursi dekat UGD, Retta masih berfikir soal kecelakaan yang dialami suaminya itu. Tadi pagi pamitnya mau meeting diluar kota, makanya pagi-pagi buta sudah berangkat.

Dan yang bikin Retta janggal adalah apa yang dikatakan para saksi ditempat kejadian. Kenapa justru dia mengalami kecelakaan itu sendirian dan menyetir sendiri. Padahal dia tadi dijemput seseorang.

Dia masih penasaran dengan semua ini. Retta mencoba mengumpulkan bukti bahwa suaminya itu tidak berbuat macam-macam dibelakangnya. Akhirnya dia mencoba hubungi rekan kerja suaminya dikantor.

'Selamat pagi, Pak Rudi. Ini Retta istri dari Bapak Singgih prayoga. Apa benar hari ini ada jadwal meeting diluar kota'

'Oh, Bu Retta. Maaf, Bu. Hari ini tidak jadwal apapun ke luar kota.'

'Oh gitu, ya Pak. Ya sudah makasih atas infonya, ya Pak.'

'Tapi, bukannya Pak Yoga hari ini cuti, ya Bu'

Degh.! hati Retta serasa disambar petir. Ucapan Pak Rudi barusan seperti batu yang menghantam dadanya.

'Halo, halo., Bu Retta! maaf apa Ibu masih disana'

'Oh iya, Pak. Maaf, makasih atas infonya, ya Pak.'

'Sama-sama, Bu.'

Maretta langsung beranjak dari kursi menuju ruang UGD dan menanyakan apa sudah boleh masuk apa belum. Kebetulan kata perawat sudah boleh masuk.

Kemudian Retta masuk dan mendapatinya suaminya terbaring lemah dengan perban dikepala. Dia memandanginya wajah suaminya itu dengan tatapan sayu. Dua sendiri tidak tahu harus kasihan apa sebaliknya.

Dalam hati Retta membatin, Kenapa kamu harus berbohong Mas. Baru setahun kita menikah tapi, kamu sudah berubah. Lalu kemana sebenarnya kamu tadi. Padahal aku percaya penuh sama kamu. Pria yang selama ini aku cintai dan banggakan kenapa sudah menodai kepercayaanku.

Drrt...drrt...drrtt...

"Bunyi ponsel siapa,?" batin Retta.

Retta mencoba buka tasnya ternyata bukan ponselnya. Ternyata suara ponsel itu berasal dari ponsel yang tergelatak diatas meja dekat tempat tidur Yoga.

Kemudian Retta mengambil ponsel itu dan dilihatnya ponsel milik suaminya. Dibukanya pesan itu, siapa tahu penting dari kantor.

'Mas, kamu dimana?'

'Aku sudah menunggu dari tadi.!'

'Mas, jadi nggak sih ini liburannya?'

Beberapa chat masuk ke ponsel Yoga. Disitu tertulis nama Della. Seketika kepala Retta berdenyut, untung saja dia bisa mengendalikan dirinya agar tidak pingsan disitu. Bulir bening menetes dipipi Retta yang putih, seakan tak percaya kalau suaminya sudah mengkhianatinya.

Apakah karena dia terlalu sibuk dengan kerjaannya, sampai dia nggak perhatikan suaminya. Retta sejenak berpikir soal ini. Ditatapnya wajah suaminya yang masih belum sadar.

Kemudian dia berjalan keluar menuju kantin guna membeli sesuatu untuk menyegarkan tenggorokannya.

"Braaak.!"

Tak sengaja Retta bertabrakan dengan seorang laki-laki, dan dia terjatuh. Retta berusaha berdiri dengan dibantu orang itu.

"Maaf,!" ucap Retta sambil membantu membereskan beberapa berkas yang dibawahnya.

"Tidak usah repot-repot, Mbak. Memang saya yang salah karena buru-buru hingga menabrak Anda." sahutnya.

Ketika mereka sama-sama berdiri dan berhadapan, mata mereka tak sengaja bersirobok. Dia tersenyum ramah. Dan ternyata dia seorang Dokter. DIDI RANGGA DINATA. Tak sengaja Retta menatap nametag yang menempel dijas putihnya.

"Kenalkan saya Dr Didi." ucap Dokter itu sambil mengulurkan tangannya. Tanpa ragu Retta langsung membalas uluran tangan tersebut.

"Maretta, biasa dipanggil Retta." ucap Retta sambil senyum.

Akhirnya mereka kembali ke tempat yang mereka tuju. Retta menuju kantin dan membeli minuman. Setelah itu dia kembali keruangan UGD.

(****)

Keesokan harinya, Retta menemani suaminya meskipun dia sudah membuat Retta kecewa.

"Keluarga Bapak Singgih Prayoga!" panggil Perawat.

"Iya, Sus. Kenapa?" jawab Retta.

"Bu, ini ada yang harus dilengkapi dibagian administrasi." ucap Perawat itu.

"Sesil,!" seru Retta pada adik iparnya yang semalam ikut jaga bareng dia.

"Iya, Mbak." jawabnya.

"Mbak kebagian administrasi dulu, ya.?" ucap Retta lirih.

"Iya, Mbak." jawabnya lagi.

Sesampainya dibagian adminiatrasi, Retta kembali bertemu dengan Dokter muda yang kemarin menabraknya.

"Eh, Mbak Retta?" sapa Dokter itu.

"Iya, Dok." jawab Retta.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Dokter itu.

"Oh, ini Dok. Ada yang perlu dilengkapi disini" jawab Retta.

Dokter Didi melihat nama pasien yang tertera didata itu, dia langsung meminta kertas yang kini dibawa seorang perawat. Kemudian dibacanya.

"Singgih Prayoga? apa ini suami Mbak Retta?" tanya Dokter itu.

"Iya, Dok. Dia mengalami kecelakaan kemarin. Emang ada apa, ya Dok?" tanya Retta balik.

"Oh, nggak apa-apa Mbak. Mungkin mulai hari ini dan seterusnya, saya yang menggantikan untuk menangani suami Mbak Retta. Karena Dokter Adnan yang sebelumnya lagi ada seminar." jelas Dokter Didi.

"Oh iya, Dok. Terima kasih." jawab Retta.

Akhirnya Retta kembali ke kamar setelah selesai ke bagian administrasi. Didapatinya Sesil tengah bicara dengan Yoga. Dilihatinya wajah Yoga masih sedikit pucat.

Tak kama kemudian kedua orang tua Yoga datang. Dan Ibunya langsung memeluk Yoga yang masih terbaring.

"Yoga, kenapa kamu sampai begini?" tanya Ibunya.

"Ah, sudahlah Ma, mungkin ini sudah takdir Yoga" jawab Yoga.

"Eh, Retta.! lihat ini, suamimu kecelakaan, mungkin dia lagi memikirkan kalau selama ini kamu terlalu sibuk. Jadi nggak fokus nyetirnya.!" seru Ibu mertuanya.

"Ma, kenapa bilang begitu.!" ucap Ayah mertuanya.

"Iya, Ma. Kenapa Mama ngomong seperti itu. Yoga kecelakaan karena memang yang kurang hati-hati." jawab Yoga menengahi.

Karena tak tahan karena ucapan Mama mertuanya, Retta kemudian keluar ruangan dan meninggalkan mereka. Tak dihiraukannya panggilan suaminya. Dikangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit.

Dia memesan minuman dan duduk diujung. Tak terasa bulir bening sudah menetes dari matanya. Dia menangis tanpa ada yang menemaninya.

"Hapus pakai ini, nanti wajah Mbak nggak cantik lagi kena airmata terus." ucap laki-laki itu sambil menyodorkan sebuah sapu tangan kerarah Retta.

-----------------------------------

Bersambung....

Hai-hai.., ini cerita kedua aku lho...

tetap setia dengan ceritaku kan?

Jangan lupa like and vote nya.

Author..

Part : 2 (Kecelakaan)

"Mbak Retta kenapa menangis?" tanya laki-laki itu.

Saat Retta mendongakan kepalanya, ternyata laki-laki itu adalah Dokter Didi. Dia tersenyum sambil menyeka air matanya.

"Eh, Pak Dokter. Nggak apa-apa, kok Dok!" ucap Retta.

"Tadi, saya habis dari ruangan Pak Yoga untuk mengontrol. Ada orang tua Pak Yoga serta Adiknya. Tapi, saya lihat kok nggak ada Mbak Retta.!" ucap Dokter Didi.

"Iya, Dok. Saya ingin membeli minuman saja." ucap Retta asal.

"Boleh saya gabung, tadinya saya mau duduk disana, berhubung saya lihat ada Mbak Retta disini, akhirnya saya kesini aja." jawab Dokter itu.

"Iya, Dok. Silahkan.!" jawab Retta.

Retta kembali melamun memikirkan tentang suaminya. Memang masih belum jelas kebenarannya bahwa suaminya selingkuh. Tapi, dengan kejadian-kejadian kemarin yang apa belum cukup, batinnya.

Dokter Didi kembali memeperhatukan wanita didepannya itu. Dia penasaran ada apa dengan dia. Menangis sendiri sedangkan diruangan suaminya dirawat lagi ngumpul keluarganya.

"Mbak, Mbak Retta.,!" seru Dokter Didi.

"Eh, iya maaf, Dok. Maaf saya lagi banyak pikiran, jadi sedikit nggak fokus.

"Iya, Mbak nggak apa-apa. Cuma kalau bisa Mbak Retta jangan seperti ini terus, itu malah menambah capek pikiran Mbak Retta sendiri. Jangan dipendam sendiri, karena akan merugikan Mbak Retta sendiri." tukas Dokter Didi.

"Iya, sih Dok. Cuma disini saya sendiri karena mengikuti suami, sedangkan keluarga saya semuanya di Surabaya." ucapnya lirih.

"Oh gitu, tapi mulai sekarang kita akan berteman. Jadi, Mbak Retta tidak akan sendiri lagi." jawab Dokter itu.

Maretta menatap wajah Dokter didepannya ini. Dia tersenyum lalu menganggu pelan. Sementara Dokter Didi mengeluarkan sesuatu dari dompetnya dan meletakan kartu nama itu didepan Maretta.

"Saya balik keruangan dulu, ya Mbak." ucapnya seraya melempar senyumnya yang manis.

Retta mengangguk pelan sambil menatap kepergian Dokter Didi. Sedangkan kini kembali sendirian. Diamatinya kartu nama yang tadi diberikan oleh Dokter itu.

.

.

.

Malam ini, Retta yang jaga suaminya sendirian. Sementara mertua dan adiknya pulang kerumahku. Dia duduk disofa yang letaknya tak jauh dari tempat suaminya. Kini dia lebih banyak diam.

"Retta, dari tadi kuperhatikan kamu kok diam saja." tanya Yoga.

"Tidak apa-apa, kok Mas. Cuma kepalaku sedikit pusing." jawabnya asal.

"Kalau memang kamu nggak enak badan, mendingan kamu pulang saja nggak apa-apa. Aku ada suster yang jagain." jawab Yoga.

"Nggak apa-apa kok, Mas." ucap Retta pelan.

Semenjak kejadian itu, Retta memang sengaja banyak diam dan jarang bicara sama suaminya. Sebenarnya pingin membahasnya, tapi waktunya belum memungkinkan.

"Oh iya, Mas. Besok aku sudah mulai masuk kerja. Aku sudah ijin beberapa hari

dan kerjaanku sudah menumpuk." ucap Retta.

"Iya, nggak apa-apa. Kan ada Mama yang jagain." jawab Yoga lagi.

"Oh iya, Retta. Aoa kamu masih memikirkan omongan Mama tadi pagi, ya?" tanya Yoga.

"Sebenarnya omongan seperti itu sudah sering aku dengar dari Mama, Mas. Aku sudah kebal. Tapi, aku juga manusia biasa, kadang sabar ada batasnya." jawab Retta.

"Maafin, sayang. Mungkin Mama terbawa emosi" jawab Yoga.

Retta hanya mengangguk pelan, dan kembali terdiam. Mereka tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

(*****)

Keesokan harinya, Retta berangkat ke kantor sedikit terburu-buru. Dinyalakan mobilnya kemudian dia meluncur menyusuri jalanan menuju kantornya.

"Pagi, Nin.!" sapa Retta pada salah satu office girl disaat dia masuk lobby kantor.

"Pagi juga, Bu Retta," jawabnya sambil menunduk hormat.

Maretta menjabat sebagai Menejer pemasaran disebuah perusahaan garment. Karir dia memang dijalaninya dari nol, yang dimana dia dulunya karyawan biasa. Dengan segudang prestasi dan keuletan di perusahaan itu, akhirnya mengantarkan seorang Maretta anggraini menjadi seorang Menejer.

"Huuftt...!"

Dia menghempaskan tubuhnya dikursi kerjanya setibanya dia sampai diruangannya. Dipandanginya satu persatu file yang sudah menumpuk setelah dia tinggal ijin beberapa hari untuk mengurus suaminya yang baru saja mengalami kecelakaan.

Dari balik pintu terlihat Vivi sahabat dekatnya dikantor mau masuk ruangannya. Seketika Retta langsung tersenyum.

"Pagi Bu Menejer.!" sapa Vivi sambil mengerlingkan matanya menggoda Retta.

"Kamu Vi, tumben kesini. ada apa?" tanya Retta.

"Aku dengar suamimu habis kecelakaan. Gimana kabarnya sekarang?" tanya Vivi.

"Alhamdulilah Mas Yoga nggak apa-apa kok!" jawab Retta.

"Syukurlah, Ta. Aku senang mendengarkannya. Maaf, aku belum semoat jenguk suamimu, tahu sendiri kerjaan dikantor makin lama makin banyak." ucap Vivi.

"Nggak apa-apa, aku maklum itu, kok." jawab Retta.

Tanpa sengaja Vivi melihat kertas kecil yang dari tadi tergeletak diatas meja kerja Retta. Kartu nama Dokter Didi, tadi yang sengaja dia keluarkan dari tasnya yang rencananya mau menyimpan nomornya ke ponsel.

"Kartu nama siapa, itu Ta?" tanya Vivi.

"Oh ini, kartu nama Dokter yang menangani Mas Yoga." jawab Retta singkat.

"Ya sudah, aku balik ke ruanganku duly, ya" ucap Vivi.

"Oke, silahkan!" jawab Retta balik.

Kembali Retta kepikiran tentang permasalahan rumah tangganya. Dia nggak bisa membayangkan kalau sampai suaminya itu benar kebukti selingkuh. Dia menarik nafas dalam-dalam sambil meraih semua file yang ada didepannya.

.

.

.

Jarum jam sudah menunjukan pukul empat sore. Jam kantor ternyata sudah habis. Dia berencana pulang on time karena mau ada yan dia beli di minimarket.

Retta keluar dari ruangannya dan menuju parkiran untuk menuju mobilnya.

Sekitar dua puluh menit dia sudah sampai di minimarket tersebut. Minimarket itu terletak disebuah komplek pertokoan yang lumayan ramai. Selain minimarket, ternyata ada juga klinik kecantikan, salon dll.

Retta memarkirkan mobilnya ditempat parkir yang sudah disedikan. Kemudian dia masuk kedalam. Setelah milih-milih barang yang diperlukan, lalu dia membayarnya ke kasir.

Kemudian dia keluar kembali menuju mobilnya. Setibanya diparkiran, matanya menangkap sosok orang yang sudah dia kenal. Dia baru saja keluar dari mobilnya. Dan kebetulan dia juga melihat Retta yang tengah berdiri disebelah mobilnya.

Akhirnya dia mendekati Retta dan tersenyum. Ternyata orang itu tak lain adalah Dokter Didi.

"Mbak Retta disini?" tanya Didi.

"Iya, Pak. Saya habis dari minimarket." jawab Retta.

"Jangan panggil, Pak dong. kan sekarang kita diluar rumah sakit." ucap Didi.

"Baiklah kalau begitu. Saya harus panggil apa dong?" tanya Retta.

"Panggil nama saja." jawab Didi singkat.

"Okelah kalau begitu. Dok.., eh. Didi! sahut Retta.

"Sekarang Mbak Retta mau langsung pulang atau kemana?" tanya Didi.

"Mau pulang saja." jawabnya.

"Oh ya sudah kalau gitu, misal tadi nggak repot mau saya ajak mampir ke tempat praktek saya. Tapi, Mbak Retta sibuk ya nggak apa-apa lain kali saja." ucap Dokter Didi.

"Oh, jadi Dokter.., eh Didi, Maaf. Jadi, selain dirumah sakit, ternyata kamu juga buka praktek disini?" tanya Retta.

"Iya, Mbak. Kapan-kapan mampir nggak apa-apa." ucap Didi.

"Oke. Saya pulang dulu, ya?" ucap Retta.

"Baiklah, silahkan. Hati-hati.!" sahut Didi.

Seketika Retta langsung masuk mobilnya lalu meninggalkan parkiran diruko tersebut. Dalam perjalanan dia sempat bergumam dalam hati. Kenapa dia selalu ketemu sama Dokter itu.

Aaah..ditepiskannya pikiran yang nggak jelas. mungkin saja hanya kebetulan.

Saat tiba dirumah, Retta langsumg memarkirkan mobilnya. Rumah Retta nggak begitu besar cuma tergolong mewah. Dia menghempaskan tubuhnya dikursi ruang tengah. Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Ada pesan masuk.

'Mbak Retta dimana, kalau sudah pulang kantor, tolong cepat ke rumah sakit. PENTING!!"

---------------------------------

Bersambung.....

Part : 3 (Panik)

Maretta langsung panik ketika membaca pesan dari Adik iparnya. Ada apa dengan suaminya. Dia jadi deg deg an. Dia mandi dengan cepatnya, lalu dia buru-buru keluar menuju mobilnya.

Dilajukannya mobil kesayangannya itu dengan cepat. Dia tak peduli dengan keadaan jalanan kota ini, yang penting dia segera sampai di rumah sakit.

Setibanya dia dirumah sakit, Retta langsung menuju kamar dimana suaminya dirawat. Dan kagetnya disitu ada perempuan berambut panjang lagi duduk deket tempat tidur suaminya, padahal disitu juga ada mertuanya juga, kok nggak sungkan. Siapakah dia. Batin Retta.

Dia mengurungkan niatannya untuk masuk ke kamar tersebut. Retta masih menatap pemandangan dihadapannya itu. Berkecamuk pikiran dikepalanya. Lalu tiba-tiba pundaknya ada yang menepuk.

"Mbak, Retta.! kenapa nggak masuk?" tanya Sesil. Ternyata tangan Sesil yang menepuk pundak Retta barusan.

Sedangkan Retta masih terdiam, kemudian Sesil menuntunku untuk duduk dikursi depan kamar.

"Sebenarnya ada apa, Sil. Perempuan itu siapa?" tanya Retta.

Sesil hanya terdiam sambil memandangi wanita yang ada dihadapinya dengan penuh haru. Setelah itu dia memeluk Retta erat-erat sambil menangis.

"Mbak Retta yang sabar, ya?" ucap Sesil sambil memeluk Retta erat.

"Ada apa, Sil. Jangan bikin Mbak kawatir gini, dong?" tanya Retta panik.

"Mbak Retta jangan kaget, ya?" ucap Sesil.

"Iya, ngomong aja. Kamu ini sebenarnya kenapa!" seru Retta.

Retta jadi semakin penasaran dengan sikap Sesil yang tiba-tiba menangis sambil memeluknya. Tak lama kemudian dia melepaskan pelukannya.

"Mbak, perempuan itu adalah is..tri siri nya Mas Yoga!" ucap Sesil sambil terbata.

Ucapan Sesil hampir meledakan isi kepala Retta. Dia hampir nggak percaya dengan ucapan yang barusan keluar dari mulut Sesil. Sebelumnya Retta hanya menganggap suaminya hanya selingkuh. Tapi, ini ternyata sudah menikah siri.

Maretta menundukan kepalanya dengan ditopang oleh kedua tangannya. Dia terus mengeluh kenapa dirinya harus mengalami cobaan seperti ini. Pernikahannya belum genap dua tahun, tapi dirinya sudah dihadapkan dengan cobaan seperti ini.

Sesil yang mendapati Kakak iparnya jadi syok dan sedih, dia kembali memeluk Retta yang menangis sesenggukan. Kini tubuhnya sudah nggak lemas lagi, seperti pertama kali Sesil mengabarkan berita itu.

Tak lama kemudian, Ayah mertua Retta keluar kamar dan melihat Sesil yang lagi memeluk Kakak iparnya.

"Retta, masuklah.!" ucap Ayah mertuanya.

Kemudian mereka beranjak dari tempat duduknya dan menuju ruangan itu didampingi Sesil Adik iparnya. Seketika mereka yang didalam ruangan itu menoleh setelah melihat kedatangan Sesil dan Retta.

"Retta, ada yang mau aku katakan.. Tapi, sebelumnya aku minta maaf karena semua ini mungkin tidak seperti yang kamu harapkan." ucap Yoga.

Retta masih terdiam sambi menyeka sisa air mataku. Sesil masih disampingku dan mengelus punggungku dengan lembut.

"Emangnya Mas Yoga mau menyampaikan apa?" tanya Retta pelan.

"Soal meeting keluar kota kemarin itu, memang ide aku sendiri. Karena aku ada janji dengan Della untuk mengajaknya pergi." ucap Yoga sembari melirik kearah perempuan itu.

"Aku nggak nyangka, Mas Yoga bisa berbuat seperti itu.!" jawab Retta.

"Aku mengaku bersalah, Ta. Karena aku nggak jujur sama kamu, semuanya diluar kuasaku. Saat itu aku kalut, masalah kerjaan dikantor begitu membuatku hampir stress. Setelah itu Della hadir. Awalnya memang Della klien aku dikantor, tapi lama-lama intensitas komunikasi diantara kami begitu sering dan akhirnya munculah rasa itu. Kemudian kami menjalani hubungan dibelakang kamu sampai akhirnya Della hamil. Orang tuanya meminta pertanggung jawaban sama aku untuk segera menikahinya karena mereka nggak mau anaknya melahirkan tanpa suami. Lalu terjadilah pernikahan itu. Mama sama Papa juga nggak tahu, baru tadi pagi mereka tahu. Mereka pun sempat marah dan kecewa sama aku." terang Yoga panjang lebar.

"Mas Yoga, kamu sudah selesai bicaranya?" tanya Retta.

"Sudah, Ta. Kamu mau ngomong apa?" tanya Yoga.

"Jujur aku kecewa banget sama kamu, Mas. Aku juga nggak percaya kalau kamu setega ini sama aku. Pernikahan kita aja belum genap dua tahun, kamu sudah seperti ini. Aku akui Mas, aku memang wanita karir dan sibuk kadang kunjungan ke luar kota. Tapi, kalau dikhianati seperti ini siapa yang nggak sakit hati. Sekuat apapun aku, setegar apapun aku, bahkan aku bisa membawahi anak buah yang bermacam-macam karakternya, tetap saja aku wanita dan seorang istri, jika dikhianati suaminya seperti ini akan rapuh juga." jelas Retta dengan meneteskan air mata.

"Ta, aku mohon, maafkan aku, ya. Aku ngga bisa meninggalkan Della yang sedang hamil" jawab Yoga.

"Mas Yoga lebih memilih dan nggak bisa meninggalkan dia yang lagi hamil. Oh aku tahu sekarang! mungkin aku sampai sekarang belum menunjukan tanda-tanda kehamilan, jadi Mas Yoga memilih dia. Kamu tahu Mas, aku sekarang sudah mulai program hamil, aku ke dokter dan mengeluarkan uang banyak buat cepat hamil. Kita dulu kan periksa, kalau diantara kita nggak ada masalah. Mungkin hanya aku nya saja yang belum dikasih." jawab Retta.

"Bukan itu, Ta. Aku tahu akan hal itu, aku juga nggak mempermasalahkan hal itu. Ini murni memang kekhilafan kami berdua." sahut Yoga.

Disamping Retta masih berdiri Sesil yang dengan setia mengelus pundak Retta guna memberi kekuatan. Kedua orang tua Yoga melirik kearah perempuan itu. Terlihat dia masih menunduk dan nggak berani mengangkat wajahnya.

Kemudian Retta mendekatinya dan perempuan itu mundur perlahan. Dia memandangi perempuan itu dari atas sampai bawah.

"Maaf, mbak sebelumnya masih gadis atau sudah pernah menikah?" tanya Retta.

"Kenapa, mbak bertanya seperti itu?" jawab Della.

"Saya hanya ingin tahu saja. Jawab pertanyaan saya!" seru Retta.

"Saya belum pernah menikah, Mbak." jawab Della.

"Sayang ya, padahal kamu cantik, masih bisa mencari laki-laki yang masih bujang, tampan serta yang tajir. Bukan mengambil suami orang begini!" ucap Retta dengan mata berkaca-kaca.

"Maafkan saya, Mbak." jawabnya sambil menunduk.

"Kamu juga, Mas. Kenapa juga kamu selingkuh dengan perempuan ini. Apa yang kurang dari aku dibandingkan dia.!" ucap Retta.

"Iya, Ta. Aku minta maaf." ucap Yoga.

"Ya sudah, sekarang percuma saja jika aku marah, nangis bahkan aku melakukan sesuatu hal yang akan melukai kalian beruda. Toh, semuanya sudah terjadi dan nggak bisa dihilangkan jejaknya. Perempuan ini juga sudah hamil anak kamu, ada darah dagingmu yang tumbuh dalam perut perempuan ini, Mas. Jadi sekarang aku putuskan kalau aku saja yang mundur!" jelasku dengan suara yang bergetar karena menahan tangis.

"Mbak Retta! apa Mbak sudah memikirkannya matang-matang!" seru Sesil.

Sejenak semua yang ada diruangan itu terkejut dengan keputusan Retta. Terlebih si Yoga. Dia nggak nyangka kalau istrinya bakal mengalah untuk dirinya.

"Ta, mungkin kita akan cari jalan keluarnya. Aku juga nggak mau kalau kita pisah." ucap Yoga.

"Kamu itu egois, Mas! Sekarang kamu bilang kalau nggak mau pisah. Pas kamu melakukan perselingkuhan itu apa nggak memikirkan bagaimana perasaanku. Sekarang bilang nggak mau pisah. Mau kamu itu apa sih!" teriak Retta sambil menangis sesenggukan.

"Kakak ini gimana sih. Bilangnya nggak mau pisah, tapi hamilin anak orang!" kini ucapan Sesil adiknya Yoga.

"Iya, Retta. Mungkin kalian perlu bicara dari hati ke hati lagi." Sahut Ayahnya Yoga.

"Tidak, Pa. Keputusan Retta sudah bulat. Karena Retta juga memikirkan bayi yang ada dikandungannya. Retta masih punya hati meskipun mereka berdua tidak punya hati saat melakukan hubungan terlarang dibelakang Retta.!" jawab Retta.

"Ta, maafkan aku, ya. Aku malu sama kamu, karena aku sudah menyia-nyiakan istri sebaik kamu." ucap Yoga.

"Oke, semuanya kan sudah jelas. Jadi Mas Yoga segera urus surat-surat supaya kedepannya lebih mudah. Dan yang terpenting, setelah urusan kita selesai segeralah legalkan pernikahanmu supaya saat bayi itu lahir, kalian bisa menguruskan aktenya." jawab Retta.

"Makasih Ta..," jawab Yoga.

"Sekali lagi Retta minta maaf kepada kalian semuanya, jika selama ini Retta nggak bisa menjadi istri dan menantu yang baik. Jadi sekarang kehadiranku sudah nggak dibutuhkan lagi. Tapi, tenang saja, besok kalau Mas Yoga sudah diperbolehkan pulang, Retta yang akan urus dan menjemputnya." ucapnya.

Kedua mertua Retta tidak bisa berkata apa-apa. Karena memang ini semua kesalahan anaknya. Perlahan Retta keluar meninggalkan ruangan itu.

Tapi, belum sampai keluar ayah mertuanya memanggil Retta.

"Retta.!" seru Ayah Yoga.

"Iya, Pa. Ada apa?" jawab Retta.

"Kamu memang perempuan hebat. Papa bangga punya menantu kamu." ucapnya sambil menepuk pundak Retta.

"Makasih Pa.., Retta juga bangga jadi menantu Papa. Maafkan Retta karena harus pisah sama Mas Yoga." jawab Retta sambil mencium tangan mertuanya.

Tak lama kemudian Retta keluar kamar dan menuju pelataran parkiran. Dia nggak tahu harus kemana, yang jelas saat ini dia pingin sendiri dan nggak mau diganggu.

Akhirnya dia memutuskan untuk pulang kerumah. Dia lajukan mobilnya kerumah. Dalam perjalanan dia masih teringat bagaimana pengakuan suaminya dirumah sakit tadi. Dia nggak menyangka kalau sebentar lagi dia akan menyandang status janda.

Dihempaskan tubuhnya ditempat tidur saat dia sampai rumah. Matanya sampai sembab karena dari tadi dia banyak mengeluarkan air mata. Dia pingin marah tapi percuma, toh semua itu tidak bisa mengembalikan keadaan.

Drrtt...drrttt...drrtt..

Ponselnya berbunyi, tertera jelas nama Dr. Didi

---------------------------------

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!