Rafael segera menyambar kimono mandinya untuk membalut tubuh telanjangnya yang sudah lima belas menit terus diguyur air dingin dari shower. Rasa ini begitu menyiksanya hingga dia harus mengerang frustasi berulang kali. Sungguh, pria itu sangat memaksa dirinya bermain solo agar birahinya menghilang, tapi tetap tak bisa. Dia butuh wanita..ya, wanita. Ada rasa dongkol yang mendalam ketika memaksakan dirinya yang setengah sadar berjalan membuka pintu dan mencoba menyadarkan dirinya yang sudah kehilangan separuh akal sehatnya dengan wajah merah padam juga nafas menderu.
''Saya mencari pak Richard, apa beliau ada di dalam?" sapa gadis muda awal dua puluhan yang berdiri tepat di depan pintu dengan kepala celingukan mencoba menembus tubuh tinggi tegap di depannya agar bisa melihat ke dalam sana. Ditatapnya pria gagah didepannya yang memang sangat mirip Richard, dosen pembimbingnya yang hari ini gagal dia temui karena macet dijalanan. Padahal dosen itu terkenal killer dan tak mentolerir keterlambatan hingga mengancam akan membatalkan skripsinya jika dia terus bertingkah. Berbekal data dari kampusnya, gadis itu nekat mencari alamat sang dosen. Tak apa mencari, toh dia juga perlu tau dimana dosen tampan yang sudah mencuri hatinya itu bernaung.
Richard memang dosen pembimbingnya. Siapa yang tak senang mendapatkannya? bahkan si gadis begitu bersemangat kala memdengarnya. Dia yang awalnya ogah-ogahan menyelesaikan skripsinya jadi anak alim dan giat agar sekedar bertemu atau jika bernasib baik dilirik oleh Richard sang dosen idola kampus.
"Ini apartemenku. Richard tak ada disini. Pergilah." usir Rafael kasar begitu menyadari gadis cantik di depannya itu bisa saja membuatnya bertindak nekat karena pengaruh obat perangsang yang diberikan Herlina padanya. Sialll!!! mengingat namanya saja sudah membuatnya ingin mengumpat atau menghajar wanita tak tau malu itu jika perlu.
"Tapi ini benar apartemen pak Richard sesuai dengan biodatanya di kampus. Bapak jangan bohongi saya." Rahang Rafael mengeras saat mendengar gadis di depannya malah ngeyel ingin masuk ke ruangannya hingga mendorong-dorong tubuhnya. Mungkin bagi si gadis itu hal biasa karena kulit mereka tak serta merta saling bersentuhan. Tapi bagi Rafael yang berada dalam pengaruh obat dosis tinggi, sentuhan pada dadanya sudah membangkitkan sinyal liar dalam tubuh lelakinya. Apalagi disaat-saat krusial seperti sekarang. Dia butuh hangatnya tubuh wanita.
"Pergi!!" sentaknya sambil mendorong tubuh si gadis menjauh hingga mundur beberapa langkah. Rafa berusaha menjaga sang gadis agar tak berakhir menjadi korban pelampiasan hasratnya. Alam bawah sadarnya masih bisa mengingat terkutuknya perbuatan zina. Tapi anehnya gadis itu malah kembali maju lalu melakukan aksinya.
"Kamu yang harus minggir. Kamu tau tidak...nasib skripsiku tergantung pada pak Richard. Aku harus bertemu dia!" bukannya takut, dia malah membentak Rafa keras lalu mendorong pria itu sekuat tenaga dan menerobos masuk. Rafael yang tak menyangka akan di dorong seperti tadi berakhir membentur tembok samping hingga punggungnya berdenyut sakit. Gadis ini kuat juga, batinnya.
"Pak Richard...anda dimana? tolong temui saya pak. Saya mohon..." teriak si gadis nyaring hingga Rafa dibuat menutup telinganya sebelum memutuskan mengunci pintu apartemennya. Untung saja apartemennya kedap suara. Jika tidak, pasti anak tarzan ini akan memicu keributan dan berakhir dengan dia yang dituduh memperkosa meski itulah yang ingin dilakukannya.
"Jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu padamu, desisnya dengan pandangan nanar pada si gadis. Tangannya bergerak cepat meraih tubuh semampai si gadis lalu menyeretnya.
"Hey...apa yang kau lakukan?? lepaskan aku!! Kau...kau kurang ajar sekali kau! papaku akan menghajarmu jika kau kurang ajar padaku!!" teriak gadis itu sambil memukul-mukul bahu Rafa yang menggendongnya bak karung beras lalu melemparkannya ke ranjang besarnya. Si gadis beringsut menjauh, namun Rafa yang sudah kalap langsung memegang kakinya lalu menyeretnya mendekat. Tubuh tegapnya juga sudah mengungkung si gadis hingga tak bisa berkutik sama sekali dan hanya mampu berteriak dengan nafas tersengal saat bibir penuh Rafa meraup kasar bibir mungilnya, mengeksplore tiap inchi dalam mulutnya dengan ciuman panasnya hingga dirinya bungkam. Berlahan Rafa mencium keningnya lama, mencoba menguasai dirinya walau tak bisa.
Si gadis yang merasa diperlakukan amat lembut menjadi terhanyut dalam gelora. Tak ada lagi teriakan histeris, cakaran, makian atau hantaman. Sepakan kakinya juga tak lagi seperti awalnya, dia lemah dalam deru nafas si pria yang walau liar namun tak menyakitinya. Dia takhluk dalam sentuhan si pria yang sudah menelanjangi tubuhnya hingga tak bersisa. Jika mau jujur, gadis itu malah ikut menikmati tiap sentuhan itu dengan terpaku pada wajah yang ada dia atas tubuhnya sekarang. Dalam imajinasinya, Richardlah yang sedang menggaulinya.
"Ouuhh..." teriaknya saat sebuah benda tumpul yang terasa asing memasuki inti tubuhnya. Kesakitan itu meraja karena ini pengalaman pertamanya. Kukunya bahkan sudah menancap di punggung sang pria hingga meninggalkan bekas kemarahan disana. Namun lagi-lagi si pria mengecup keningnya singkat sebelum gerakan liar dan penuh nafsu menggantikannya. Mereka bagai saling berkolaborasi menuntaskan hasrat.
"Aahhhh...Richard..." pekik kecil si wanita saat mencapai pelepasannya.
Hampir tengah malam saat Rafael terjaga. Tangannya terasa kebas karena gadis itu menggunakannya sebagai bantalan tidurnya. Ada rasa tak tega dalam diri Rafa karena melihat wajah lelahnya. Entah berapa kali mereka melakukan kegiatan panas tanpa henti semalam. Rafa bagai kesetanan dan tak memberi waktu istirahat bagi gadis itu walau beberapa kali dia sudah berteriak lelah. Benar-benar tak berprikemanusiaan. Berlahan disibaknya rambut yang menutupi wajahnya.
"Cantik." gumamnya meneliti tiap inci wajahnya yang kebulean sepertinya. Hanya rambut coklatnya saja yang menunjukkan dia beraksen Indonesia, juga manik mata sehitam jelaga yang kamarin di tatap dalam olehnya saat adegan panas mereka berlangsung. Rafa terlalu asyik memandanginya dengan batin yang terus berkecamuk saat sang gadis menggeliat dan membuka matanya. Secara refles tangannya mendorong tubuh Rafa hingga hampir terjatuh dari ranjang.
"Apa yang kau lakukan laki-laki mesum!! Pergi kau dari sini!!" bentaknya dengan wajah marah. Tampaknya gadis itu masih setengah sadar. Bukannya beralih, Rafa malah mendekat padanya. Tentu saja si gadis berteriak histeris saat Rafa berusaha memeluknya.
"Lepaskan aku om-om mesum!!" Tentu saja Rafael tidak terima dikatakan om-om mesum. Dia yang masih terlihat muda dan gagah di usia dua puluh delapan tahun malah dipanggil om oleh wanita muda ini.
"Diam kataku!! lihat, gerakanmu membuat tubuhmu telanjang. Apa kau ingin malam panas kita terulang sampai besok pagi?" Si gadis langsung berteriak kecil saat melihat tubuh telanjangnya. Rafa segera menutupi tubuh polos itu dengan mengambil selimut tebal yang sempat terjatuh saat gadis itu mengamuk.
.....glek .....
Wanita muda itu menelan ludahnya kasar saat melihat pergerakan Rafael yang meraih boxer dan memakainya. Masih tertangkap oleh penglihatannya benda yang semalam mengobrak-abrik pertahanannya hingga kehilangan keperawanannya. Benda yang juga membuatnya mendesah keras hingga meraih kenikmatan berulang kali. Masih tidur saja sudah membuatnya ngeri, bagaimana jika dia tegak berdiri??
"Apa yang kau lihat? kau mengataiku om-om mesum, tapi ternyata kau juga gadis mesum." kata Rafael menohok. Seolah tak peduli, sang gadis tetap asyik menikmati seluruh tubuhnya hingga dia merasa jengah dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Aroma percintaan mereka sudah amat mengotori tubuhnya.
"Siapa namamu?" tanya Rafa saat keluar dari kamar mandi dengan set kimono barunya. Rambutnya terlihat basah ketika tangab kekar itu bergerak mengeringkannya dengan handuk kecil ditangan.
"Tak ada gunanya kau tau. Kau sudah merusak hidupku."
"Aku akan bertanggung jawab." lirih Rafa sambil duduk di tepi ranjang menatapnya. Gadis itu menatap sinis padanya.
"Aku tidak butuh pertanggung jawabanmu bedebah. Esok andai kita bertemu anggap saja kita tak pernah bertemu." ketusnya pada Rafa yang juga menatapnya kesal. Sudah baik-baik mau tanggung jawab malah ditolak mentah-mentah. Yang benar saja...dia termasuk jajaran pria tampan dan kaya yang digandrungi para wanita. Siapapun akan bertekuk lutut dalam pesonanya. Tapi gadis aneh ini malah menolaknya. Egonya tersentil.
"Aku bukan lelaki brengsek yang akan meniduri anak gadis orang lalu membuangnya begitu saja. Bagaimana jika kau hamil?" Pada dasarnya Rafael adalah pria baik dan bertanggung jawab. Didikan keras Fernando dan kelembutan serta kasih sayang Sofia sudah membuatnya seperti sekarang. Dia berada dalam keluarga penuh cinta hingga berhati amat lembut namun disiplin.
"Hamil? aku akan mengugurkannya." Rahang Rafael dibuat mengetat karena perkataan gadis yang sudah bukan lagi gadis dihadapannya saat ini. Jemari Rafael mengepal keras.
"Jangan pernah berani melakukannya karena aku bukan hanya akan menghabisimu, tapi juga seluruh keluargamu." ancam Rafael dengan wajah galaknya. Tapi lagi dan lagi si gadis mendongak berani.
"Memangnya kau ini siapa berani mengatur hidupku. Kalau kau ketahuan orang tuaku, kau juga tak akan selamat. Lagi pula walau wajahmu mirip dengan pak Richard aku tetap tak suka padamu. Yang kuinginkan pak Richard, bukan dirimu!" tegas si gadis yang juga mematik api kemarahan pada diri Rafa. Dalam sekali sentak tubuh itu sudah berada di pelukannya.
Si gadis yang awalnya meronta kembali dibuat diam seribu bahasa saat kulit mereka kembali bertemu. Ada perasaan tenang dan hangat dalam pelukan pria itu hingga dia dibuat terlena oleh rasa nyamannya. Ahh...apa dia sudah gila?
"Jangan berkata apapun, apalagi ingin membuang nyawa tak berdosa yang mungkin akan ada disana. Kau sungguh menyakiti perasaanku." lirih Rafael sambil mengelus perut gadis itu dari luar selimut. Lamat, gadis itu mengangguk, entah sadar atau tidak. Rafa hendak berkata lagi saat suara ponsel terdengar nyaring dari bawah ranjang. Rafa segera turun dan menjangkaunya.
"Apa ini ponselmu?" tanyanya seraya mengulurkan ponsel itu. Si gadis mengangguk lalu meraihnya. Gerakannnya terlihat gugup saat tau siapa yang menghubunginya. Rafa sempat melihatnya, jika papa si gadis yang meneleponnya.
"Kau dimana? kenapa belum pulang juga Milea?" walau tak berada dalam mode laoudspeaker, Rafa masih bisa mendengarnya lamat.
"Aku ..aku..akan segera pulang, pa." balas gadis yang ternyata bernama Milea itu lirih. Dia terlihat takut menjawab. Tak menunggu lama gadis itu segera menutup sambungan telepon karena menghindari pertanyaan papanya dan segera berlari ke kamar mandi, mengabaikan Rafa yang masih menatapnya intens.
"Ini bajumu. Maaf berantakan." Rafa mengulurkan pakaian Milea yang barusan dia pungut karena membuangnya asal siang tadi. Gadis itu meraupnya kasar lalu kembali menutup pintu kamar mandi.
"Aku akan mengantarmu." kata Rafa namun diabaikan Milea yang sibuk meraih tasnya juga memakaia sepatunya.
"Rumahmu dimana?"
"Kau tak perlu tau. Aku bisa pulang sendiri." sergah Milea cepat. Rafa segera menarik tangannya agar berhenti melangkah.
"Ini sudah malam...kau anak gadis dan ini berbahaya bagimu." tapi Milea menepisnya kasar.
"Apa kau lupa sudah mengambil kegadisanku? lagi pula aku sudah memesan taksi online di bawah."
"Taksi? no!! aku akan mengantarmu." Kata Rafa bersikeras. Milea menatapnya nyalang.
"Tak perlu merasa peduli padaku. Aku bukan siapa-siapa bagimu dan tak ingin jadi siapa-siapa untukmu." dan gadis itu sudah berlari keluar sebelum Rafael menyadari semuanya.
"Kita akan menikah Milea." bisiknya lirih.
"Baiklah, nanti malam kami akan berkunjung untuk makan malam sekaligus membicarakan pernikahan untuk anak-anak kita." Rafael yang barusan masuk ke dalam kediaman besar keluarganya terhenti di dekat jendela besar dimana sang dady sedang menelepon seseorang dengan wajah serius. Di dekatnya, Sofia momynya mengaduk kopi hitam untuk suami tercintanya sambil menunggunya selesai menelepon seseorang tadi. Yang membuat Rafa tertarik adalah kalimat membicarakan pernikahan. Siapa yang akan menikah? Richardkah? tapi setahunya adiknya itu belum pernah terlihat dekat ataupun serius dengan wanita walau banyak mahasiswi atau wanita lain yang mengejarnya.
Mahasiswi? ahh...mendengar kata itu membuat Rafael ingat tujuan utamanya pulang tergesa pagi itu. Ini semua gara-gara mahasiswa Richard kemarin. Milea ..ya, namanya Milea. Entah bagaiamana dia akan bicara pada orang tuanya nanti soal kejadian semalam. Bayangan kekecewaan sang momy lebih mendominasi dari pada kemurkaan dadynya yang tak mentolerir kesalahan sekecil apapun kecuali Richard. Ya, adik semata wayangnya itu kerap kali mengabaikan Fernando. Dia bahkan berani memilih jalan hidupnya sendiri untuk menjadi dosen. Pilihan yang sama sekali tak tertera untuknya. Momy dan dadynya hanya memberi mereka dua alternatif saja. Jadi pengusaha atau dokter seperti momy Sofia dulu. Rafa yang anak sulung harus ikut jejak ayahnya karena dia pewaris utama Hutama grup yang merajai dunia bisnia Asia saat ini. Tanpa menolak, Rafael yang lulusan terbaik fakultas ekonomi di universitas tertua di Inggris menerimanya. Jiwa bisnis Fernando tampaknya menurun padanya. Tapi Richard?? benar-benar tipe pria merdeka yang tak bisa diatur. Fernando yang awalnya bersikeras melarang dengan memutuskan semua akses bantuan pada sang putra mirip saat dulu oma Fransisca marah padanya terpaksa luluh oleh permohonan sang istri, Sofia.
"Kau sudah pulang Raff?" sapa Sofia dengan senyum terkembang saat melihat putranya mengucapkan salam lalu mencium tangannya dan Fernando bergantian.
"Duduklah, kita minum kopi bersama." ujar sang dady kemudian. Rafael mengrenyit heran. Tak biasanya momy Sofia tak bertanya kenapa dia tak pulang, juga sama sekali tak menghubunginya semalaman. Pun dadynya juga tak melihatnya dengan tatapan menyelidik. Mereka malah terlihat mesra sendiri dengan aksi saling berbagi kopi.
Puluhan tahun hidup berdua nyatanya tak membuat pasangan itu berubah. Rafael adalah saksi perjalanan cinta mereka yang tetap utuh walau sesekali pertengakaran kecil melanda. Tapi dadynyalah yang paling sering mengalah lalu dengan tatapan memujanya selalu meminta maaf pada ratu keluarga Hutama itu entah dia benar atau salah. Dengan kata lain Fernando menjadi lelaki yang bucin akut hingga setua sekarang. Apalagi saat Sofia benar-benar resign dari dunia kedokteran....dadynya benar-benar memanjakannya bak berlian mahal yang tak bisa disentuh sembarangan. Dimana ada dirinya pasti ada Sofia.
Kadang Rafael bingung...akankah kelak dia bisa seperti mereka? saling menyayangi dan menjaga satu sama lain jika menemukan pasangan hidupnya? ngomong-ngomong soal pasangan hidup, Rafael mulai bimbang. Diusianya yang ke duapuluh delapan dia sama sekali tak pernah pacaran. Tertarik pada wanitapun tidak. Mungkin Richard juga tak pernah pacaran secara serius, tapi adiknya itu punya banyak teman dengan lingkup pergaulan yang luas karena hanya kuliah disini saja. Dia juga punya banyak teman wanita yang bisa diajak berkencan atau minimal jalan berdua saja. Tak seperti dirinya yang introvert.
"Mom...dad..aku ingin bicara." kata Rafael ragu. Mendengar perkataan sang putra, pasangan romantis itu serempak menoleh.
"Ada apa Raff...bicaralah. Dady mendengarkanmu." Seorang ayah memang lebih sigap jika melihat anaknya ragu. Rafa menarik nafas panjang mengumpulkan keberanian. Ajaran dadynya untuk terbuka membuatnya sedikit bisa bernafas lega. Setidaknya dia mau jujur.
"Aku sudah melakukan kesalahan." tak ada sahutan. Baik Nando maupun Sofia masih terdiam dan fokus pada anak sulungnya tersebut. Hal itu membuat Rafa sedikit tertekan.
"Kemarin Herlina menjebakku dengan meminumkan obat hingga aku...berakhir tidur dengan mahasiswi Richard." Lagi..tak ada reaksi hingga Rafa terpaksa menegakkan kepalanya yang tertunduk untuk melihat reaksi orang tuanya yang tetap pada mode awal.
"Dad akan membuat perhitungan dengannya." lirih Fernando dengan mata tajam. Herlina adalah rekan bisnis Rafael yang sejak awal perkenalan mereka selalu menempel pada putranya hingga terobsesi padanya.
"Bukan itu masalahnya dad..."
"Lalu?" Fernando mengrenyitkan keningnya? Menatal lurus Rafa yang mulai membuka dirinya.
"Gadis itu...dia...."
"Kau tinggal menikahinya." potong Nando melihat keraguan yang kembali muncul diraut wajah putranya. Sofia sendiri hanya menyimak percakapan dua pria beda generasi itu dalam diam.
"Dia tak mau kunikahi." kali ini Sofia benci melihat rona putus asa diwajah Rafa yang mengingatkannya pada sang ayah yabg sedang terpuruk diawal kelahiran Richard.
"Kalau begitu berikan dia uang, rumah, atau apapun yang dia inginkan sebagai kompensasi." Sofia yang lama terdiam jadi angkat bicara.
"Apa yang kau katakan mas? kau ini tidak pernah berubah. Mentang-mentang keluarga kaya. Jangan ajarkan putraku untuk jadi arogan dan sombong sepertimu saat muda dulu." kecamnya keras dengan wajah berang. Bertahun-tahun berlalu, tapi dia tetap ingat soal uang atau materi yang selalu membuat jiwanya tertekan. Nando berganti menatap istri tercintanya.
"Sayang maafkan aku." ujarnya penuh sesal. Dia sangat ingat jika istrinya tak suka membawa-bawa kekayaan mereka untuk sekedar menyelesaikan masalah remeh. Tapi bukannya itu menyangkut penerus keluarga Hutama?
"Kau tetap harus bertanggung jawab Rafa. Bagaimapun caranya. Malam nanti kami akan menemui orang yang kami jodohkan denganmu. Bersiaplah sebelum jam tujuh." Rafa menegakkan tubuhnya. Perjodohan? dirinya? apa momy nya lupa jika dia barusan membicarakan sudah meniduri anak orang? katanya harus bertanggung jawab apapun caranya. Tapi ini...ibunya malah menjodohkannya dengan orang lain tanpa mempertimbangkan perasaannya. Bukan watak momynya sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi? Sekilas dia melirik dadynya yang masih terlihat santai saja. Tak seperti biasanya jika anak-anaknya dalam masalah.
"Dad sudah menyetujuinya barusan. Jadi persiapkan dirimu Rafael. Jangan mempermalukan orang tuamu." tegas Nando yang seketika membuat Rafael lemas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!