...Blurb...
...Cinta itu datang seperti jalan ke Roma, tidak hanya satu caranya. Seperti kisah Alladin, 1001 malam. Tapi yang jelas, ia akan datang karena ke ikhlasan, kasih sayang dan kebersamaan....
Really? Woww!😯
...~...
"Hello world, this is DJ Amber...let's start the party!!" serunya memutar panel di alat disc jockey'nya lalu kemudian ia pasangkan earphone di telinga demi menajamkan sentuhan musikalitas.
Riuh dengan intensitas tinggi sudah biasa memenuhi gendang telinga para penikmat musik, biar pecah-pecah sekalian deh tuh gendang telinga ganti pake gendang kulit lembu. Dunia seolah tak memiliki jam malam karena akan selalu on fire oleh manusia-manusia yang tak kenal rasa lelah.
Inilah kehidupan Shanneta Amber, seorang gadis berusia 23,5 tahun yang menjadikan malam sebagai siang dan siang menjadi malam, terus sore jadi apa? Prokkk prokk prokk! Berulang kali ibunya selalu meminta Amber untuk berhenti dari dunianya, tapi gadis lulusan fakultas bisnis management itu menolak mateng-mateng usulan ibu, katanya sih sudah berada di zona nyaman.
Trek!
Ibu menyalakan lampu diantara gelapnya kamar, belum juga terbangun ia kemudian membuka tirai kamar sampai mentok ke ujung.
Srekkk!
Masih belum bangun ia membuka jendela kamar biar udara pagi menyerang kulit.
NJEBLAG!
Suara jendela kamar yang dibuka lebar, kalo bisa ia runtuhkan saja dinding kamar agar mentari dan udara benar-benar masuk tanpa permisi dan salam sebelumnya.
Anak gadis keduanya itu, benar-benar kaya minyak sawit, misah sendiri kehidupannya sama orang. Padahal kakak perempuan satu-satunya adalah wanita baik-baik, berjilbab dan seorang staf bank syariah negara, pokoknya wanita idaman lah, yang sorenya sepulang bekerja dasteran sambil momong anak, kecantikannya tak diragukan lagi luar dalam, atas bawah, depan belakang, biar dikata cuma pan tatnya doang yang keliatan, tapi tetap good looking!
Alisnya mengernyit meski kelopak mata masih enggan terbuka, seakan ia terselotip dengan rapat oleh si belek dan eyeliner, belum lagi mascara dan bulu mata palsu, widihhh kebayang kan udah kaya apa tuh mata, kira-kira kaya ciliwung yang banyak sampahnya kalo lagi musim ujan, nyangkut-nyangkut ngga karuan.
"Raziaaaaa!!!" teriak ibu, seketika mata itu membeliak hebat bak penari Bali, memaksa para kotoran terhempas menyingkir.
Amber langsung terduduk dan mengangkat kedua tangannya, membuat ibu terkekeh dan menodongkan gagang sapu ke arah pinggang anaknya itu, "angkat tangan!"
Sadar akan kelakuan usil sang ibu, Amber mencebik menurunkan tangannya, "ibu ih!" rasa pusing yang mendera membuatnya tak bisa kembali tidur, padahal ia baru tertidur pukul 2 dini hari tadi.
Amber memutuskan untuk melengos ke kamar mandi saja melakukan ritual paginya seperti orang kebanyakan, ngecengin bibir toilet buat setor.
"Gadis itu bangunnya pagi-pagi! Solat subuh biar bercahaya! Jemput jodoh dan rejeki," bagaimanapun kesalnya ia, Amber tetaplah putri kesayangannya, selepas sang suami tiada, ia tinggal dengan kedua putri, satu menantu dan seorang cucu. Yap! Kak Syifa tinggal disini bersama suaminya mas Syarif.
"Nanti Neta pasang lampu bekas malam takbiran di idung, mata, pipi, dagu sama kepala biar bercahaya! Jodoh ngga usah dijemput, pesenin aja ojol nanti juga datang!" jawabnya tak begitu jelas, karena mulutnya begitu sibuk bicara dan gosok gigi. Ia melebarkan seringaian, kali aja masih ada ji gong nyempil atau bau aroma neraka yang tertinggal.
"Done! Cocok jadi brand ambassador iklan permen karet," ujarnya.
"Bu, kalo Neta jadi artis iklan cocok kan bu? Tuh! Gigi Neta rapi, bersih udah kaya pager rumah sakit,"
Ibu terkekeh pelan, "kata siapa pager rumah sakit itu putih? Bisa jadi item, atau coklat!"
Neta mengerutkan dahinya, memang kebiasaan gadis ini berbicara dengan berteriak seperti rumahnya ini adalah hutan tempat si tarzan bernaung, dan para penghuninya adalah mon yet juga gajah.
"Ah ibu so tua!" jawabnya.
Neta meraih sabun pencuci muka dengan merk Barjah, meski tak semuslim para artis iklannya tapi ia cocok memakai produk dalam negri itu. Ngga mandi? Masih wangi, ngga bau kambing atau setan. Neta turun setelah melirik jika ranjang sudah begitu rapi oleh...ibunya.
"Bu, aku udah kirim uang buat jajan sama beras, awet-awet ya udah aku pakein formalin kok..." Neta turun menapaki anak tangga satu persatu dengan sendal jepit rumahannya. Rambut yang ia warnai warna-warni persis lampu lalu lintas diikatnya satu begitu saja, Sexy? Tentu tidak terlalu, ia tau jika penghuni disini ada mas Syarif, bagaimana pun beliau adalah kakak iparnya. Piyama panjang si mobil ambulan di serial Robocar Poly bernama Amber, sama seperti namanya menjadi baju kebangsaan di pagi hari.
"Assalamu'alaikum ya akhi, ya ukhti!" ia membungkuk di depan meja makan pada kakak dan kakak iparnya.
Byurrr!
Mas Syarif sampai menyemburkan air minumnya, adik ipar sableng. Perlu diketahui mas Syarif adalah dosen lulusan Kairo dan begitu taat akan agama, memiliki adik ipar macam Shanneta adalah ujian mutlak dari Allah untuknya biar level keimanannya naik.
Tawa Balqis Habibah Khairiyah si bocah 5 tahun itu menggema di ruang makan, untung ayahnya ngga kelewat syaraff punya adik ipar begitu.
TUK!
Syifa mengetuk kepala adiknya itu dengan sendok pelan.
"Kamu tuh!"
"Pulang jam berapa semalem? Kata mas kamu pulang jam 2? Waktu mas Syarif solat tahajud?" merupakan kewajibannya menggiring bocah ngapa yak ini ke jalan yang lurus setelah kepergian sang ayah.
"Betul sekali mbak yu!" angguknya seperti abdi dalem, dalem sumur.
Syarif menghela nafasnya, "yang usul mas tempo hari itu...perusahaan temen lagi buka lowongan, belum kamu coba? Keluarlah Neta dari tempat maksiat begitu," pinta sang kakak ipar pelan penuh kehati-hatian, kalo ngomong sama orang minus akhlak ya begini takutnya kesenggol dikit mode barongsai, jadi mesti pake lampu sen dan lampu kuning, pake gigi 1 atau 2 lah biar aga ngeden-ngeden dikit di jalan lurus alias kebajikan ngga los dol.
"Belum dikasih ilham, mas. Si ilham lagi maen game online tuh di pos ronda sambil nyolong wifi," jawabnya menarik kursi dan hendak duduk.
"Aunty itu kursinya...."
Brakkk!
"Astagfirullahaladzim!"
"Apa sih?!" teriak ibu terkejut karena suara ribut di ruang makan.
"Anjayyyyy! Kenapa kakinya patah sih? Kursi bobrok gini masih disimpen disini?!" teriaknya pagi-pagi.
"Nah! Kan, kualat!" sewot Syifa.
.
.
.
Welcome pembaca! Di ceritaku yang ke...entahlah, dengan genre yang entahlah 🤨
Teruntuk pembaca, syarat membaca karya ini :
Don't nyinyir-nyinyir karena kata bang Oma itu haram. Jangan diteruskan membaca jika merasa karakter dalam karya ini tak selembut hati bidadari dan tak sesuai ekspektasi para alim ulama.
Tidak menyamakan apapun yang ada disini dengan kenyataan, karena kata Igun dan Bensu itu, jangan gila dong!
Tidak banyak menuntut ini dan itu, karena kalau kata Dilan itu berat! Biarkan mimin berkarya tanpa beban dan tuntutan serta jadi diri sendiri.
Berusia tidak kurang dari 13+ karena kata mimin, kalian ngga akan bisa nyerna kalimat absurd yang terkandung di dalam karya ini.
5.Karya ini hanya FIKTIF BELAKA hasil otak sepotong mimin, dan tak boleh ada plagiat, tambal sulam juga menyama-nyamakan dengan karya lain.
Pihak mimin tidak bertanggung jawab jikalau pembaca, disebut gila, kurang se ons, atau ngga waras oleh orang sekitar. Resiko ditanggung sendiri!
Maka dengan memberi like, komentar, dan men-subsucribe kalian sudah menandatangani persyaratan diatas 😉
🍃🍃🍃🍃
Keluarga kecil kak Syifa dan mas Syarif layaknya keluarga cemara, harmonis, manis, romantis, puitis, bikin meni ngitis, hati yang liat kembang kempis, lanjut kepengen pi pis. Mas Syarif berangkat bareng kak Syifa, sambil anter Aqis sekolah tk, meski mobil yang dimiliki bukanlah mobil berlambang kuda sumbawa yang liar namun menggoda ataupun banteng matador nyeruduk-nyeruduk bikin susah lupa, namun kehidupan mereka insya Allah barokah, samawah mawadah warahmah till jannah. Tapi sayangnya hal itu belum membuat Neta ngiler buat nyusul, di usia yang hampir menginjak 24 tahun ini, ia belum mau memiliki hubungan serius dengan lawan jenis, masih senang bermain-main dan gombal-gombal tipis saja, liat cowok idungnya kembang kempis bahkan melambung ke awan tuh rasanya geli-geli nyenengin, meski nantinya ia hempas lagi ke lautan.
Seperti biasa Neta akan menyambangi teras depan, tempat favoritnya yang cukup tersorot matahari pagi, bukan duduk melainkan berjongkok mirip orang lagi bo ker sambil jemur kutu air. Semata-mata ia lakukan untuk menatap pagi hari cerah yang masih Allah beri untuknya dan mensyukuri nikmat yang Maha Kuasa berikutnya.
Ia tersenyum lebar dan mulai menghitung, "3...2...1.." ia beranjak dan berdiri di antara pagar se-dhada.
Seorang polisi muda nan gagah melintas seraya berlari pagi, keringetnya itu loh netes-netes kaya pingin di sruput, sungguh Allah adalah arsitek dan Pencipta paling sempurna.
"Pagi mas Hansel!" sapanya semanis mungkin, tak peduli dengan bulu mata yang hampir copot atau badan yang belum mandi, matanya mendadak segerrr!
Dia tersenyum menampilkan senyuman sejuta watt dan wajah tampan, ahhhhh! Neta mencair kaya es potong yang lagi diji lat. Cewek kecentilan wajar dong yah? Lah wong cah bagus yang lewat bikin dunia kleyengan kaya lagi mabok tembakau gorilla, sungguh sesathhhh!
"Pagi mbak Neta, berjemur mbak?" basa-basinya. Suaranya waduhhh, gahar-gahar bikin merinding disko, mas polisi tangkap akuuu! Biar saja Hansel menganggapnya punya penyakit covid yang berjemur saban pagi, sing penting bisa liat wajah tampan sang polisi muda.
"Mari mbak Neta !!"
"Mari kemana mas? Ke pelaminan? Hayuk---hayukk!" Hansel tertawa dengan tetangga rumahnya itu, Neta adalah tetangga yang cukup menyenangkan nan bersahaja, meskipun semua tau pekerjaan Neta adalah seorang disc jockey tapi ia lebih mirip komedian.
"Mbak Neta bisa aja," kadang terbersit di pikirannya untuk meminang Neta jika ia belum memiliki kekasih, namun sayangnya ia adalah lelaki yang telah memiliki komitmen.
"Kalo gitu saya permisi mbak,"
"Dadahh, jodoh orang !" teriak Neta ditertawai Hansel yang menggelengkan kepalanya, jika semua penghuni bumi jiplakan Neta maka dunia akan menjadi panggung stand up comedy.
Dirasa sudah cukup panas, Neta masuk ke dalam rumah, tapi kenapa saat menatap ke dalam rumah pandangannya langsung gelap dan kabur. Apakah efek kelamaan berjemur atau....
*Brukkk*!
Sayup terdengar suara gaduh ibu yang mencoba menyadarkannya bak lagi neriakin copet. Belum lagi aroma kayu putih yang tidak ia sukai begitu memenuhi penciuman bikin perih.
"Huweekkk! Bau!" ucapnya menepis tangan ibu dari depan hidungnya.
"Alhamdulillah,"
"Diminum dulu," ia menyerahkan segelas besar teh manis hangat di depan mulut Neta, cahaya ruangan masih terlihat remang-remang, sejak kapan rumahnya mendadak berubah jadi warung es ek- es ek.
Hanya satu sampai dua sruput saja Neta meminum teh manis hangat itu, sisanya mulut Neta terasa bak jomblo yang ditinggal kawin mantan, pahit!
"Masa minumnya cuma segitu aja, ngga akan kerasa efek angetnya Net," ujar ibu.
"Udah bu, lidah Neta pait," cicitnya. Kini terlihat wajah pucat Neta semakin jelas terlihat.
"Huwekkk!" perut Neta kembali bergejolak, ingin memuntahkan isian perutnya. Ia segera berlari ke arah toilet dan kemudian mengeluarkan semua isi perut.
"Netaaa! Ya Allah!" Ibu memijit tengkuk putrinya itu.
"Kok bisa gini, tadi pagi ngga apa-apa kan?" tanya nya.
"Ngga tau, bu."
"Ke dokter?" tanya ibu, Neta menggeleng, "engga ah! Dokter suka lebay, ngga kenapa-napa dibilang inilah itulah, nakut-nakutin!" ia menolak keras usulan ibunya. Baginya dokter itu malaikat maut, omongannya itu bikin was-was jantung, ngga kenapa-napa mesti disuntik. Ngga apa-apa dibilang parah.
Ia mengetik pesan pada Sandi, manager club malam tempatnya bekerja.
***Amber***
*Bang Ndi, malem ini gue ngga bisa datang. Sakit gue*,
***Bang Sandi***
*Wah, sayang banget! Mau gue tengokin ngga Ber*?
***Amber***
*Ngga usah, orang cuma masuk angin biasa. Tapi gue muntah parah eung*!
***Bang Sandi***
*Ya udah deh gws, kalo keburu ntar gue ke rumah*!
***Amber***
*Kalo ke rumah bawa buah tangan bang Ndi, gue pengen mie ayam*.
***Bang Sandi***
*Sip*!
Neta melanjutkan tidurnya yang tadi sempat terganggu, lumayan kan bisa tidur selama itu. Percayalah jika ia tidur macam polisi tidur, ngga bangun-bangun dan ngga sampe pindah posisi persis bank kee, mau itu kegiles tronton, keinjek po cong yang mau kondangan atau kelindes tank baja juga dia anteng saja di tempat.
Dari mulai masak sampe beres-beres selesai, bahkan Aqis saja sudah pulang dari sekolahnya, Neta masih belum keluar juga dari kamar.
"Assalamu'alaikum!"
"Nenek!"
Dengan memakai ojek online Syifa pulang bersama Aqis tanpa sang ayah, bocah berjilbab itu bersekolah di taman kanak-kanak plus, dimana jam belajarnya sedikit lebih lama ketimbang tk pada umumnya.
"Aqis, buka dulu seragamnya terus makan dulu!" suruhnya.
"Iya bun," bocah perempuan itu duduk di sofa tanpa membuka kerudung ataupun sekedar menanggalkan kaos kaki dan tas, yang ia lakukan justru memainkan rubik miliknya yang selalu dibawa kemanapun.
Syifa melewati sofa, "eh...eh..katanya iya tapi kok ngga dilakuin?" tegur ibunya.
"Iya sebentar, ini tanggung!" ia lantas menaruh rubik di meja dan lekas membuka tas dan jilbab juga pakaiannya, sementara Syifa membawakan baju ganti.
"Udah pulang Qis, makan yok! Nenek masak sayur bayem loh, pake jagung?!"
"Ahhh, Aqis kan maunya perkedel nek..." keluh si bocah.
Syifa melongokkan kepalanya ke arah nampan yang dibawa ibu.
"Itu bawa nasi tim buat siapa?" tanya Syifa.
"Buat adek kamu, dari tadi pagi dia muntah-muntah sempet pingsan juga," Syifa menoleh horor, ia seolah tak percaya ya..
Meskipun badan adiknya itu tidak segagah gatot kaca apalagi hulk, tapi Neta bisa dikatakan otot besi tulang baja, sebesar apa hujan badai yang menerpa ia tak mudah tumbang.
"Ah masa?"
Syifa yang penasaran ikut mengekor, "Aqis tunggu dulu, bunda mau liat aunty Neta dulu,"
Keduanya berjalan ke lantai dua dimana sarang Neta berada, iya sarang...segala macem sampe sampah disempilin di kamar saking pemalasannya gadis itu.
*Ceklek*
"Huwekkk!"
Syifa dan ibu saling bertukar tatapan, ibu segera menaruh nampan berisi nasi tim sementara Syifa langsung menyusul Neta ke dalam toilet kamar.
"Ya Allah Neta, tumben amat kapten Avenger mabok gini?!" tawa Syifa, gadis itu mendesis diantara rasa mualnya mendengar cibiran kakak semata dalangnya.
"Biasanya kan ini bocah super ngga pernah sampe kaya gini mau begadang nge-DJ seminggu keluar kota pun dijabanin, kaya orang lagi hamil muda aja, howekk-howekk!" ia memijit tengkuk adiknya.
Ibu langsung terdiam mendengar ucapan Syifa barusan, ia langsung melotot mengingat pergaulan Neta bukan tidak mungkin sesuatu yang ditakutkan dan tidak diinginkan itu terjadi.
"Nettttaaa!! Ikut ibu ke dokter!"
.
.
.
.
.
Akhirnya Neta berakhir disini, ruangan serba putih dengan orang berjas putih, gigi putih, uban putih, persis orang mau berhaji...
Ibu yang parnoan dengan pergaulan anak maza kinihhh, nekat membawa Neta ke rumah sakit, ngga tanggung-tanggung ibu langsung daftar ke poli kandungan, kenapa ngga langsung pesen brangkar di ruang mayat aja sekalian, bu?!
Neta mencebik, beberapa kali ia meloloskan nafas lelah dan decakan sebagai bentuk kekesalan, "udah dibilangin Neta ngga mungkin hamil! Mau hamil gimana, orang Neta belum pernah ngelakuin kok! Ibu nih, ngga percayaan kalo sama Neta!" kesalnya geram binti sewot, ibunya ini korban drama sinetron remaja anak layangan.
"Percaya sama kamu itu musyrik, ibu lebih percaya sama bukti!" sarkas ibu menggetok kepala Neta, mana lagi sakit digetok pula sekalian aja belah siapa tau nemu daging duren!
Seorang dokter menyerahkan sebuah alat tes kehamilan dan sebuah wadah untuk hasil air urinenya, dengan senyuman ramah khas dokter kandungan Neta melengos ke kamar mandi, bersamanya ada seorang perempuan muda lain yang sepertinya sama-sama sedang memeriksakan apakah ia sudah berisi atau tidak, beda halnya dengan ia yang diantar ibu, wanita itu diantar oleh suaminya.
"Buru!" bukan Neta yang merasa gugup nan panik, tapi ibu.
"Iya ih, sabar!"
Neta masuk ke dalam kamar mandi, dan langsung berjongkok...ia cukup gugup bukan karena takut diliatin atau hasilnya akan positif tapi gugup karena harus memasukkan cairan kotoran itu ke dalam sebuah wadah kecil, mana belepotan ahhh fix, jijik!
"Ini cairan punya gue kok aga-aga bening gini ya? Kan gue suka minum bir kenapa ngga merah atau ungu?" ia berseloroh dan tertawa sendiri.
"Harusnya sih item, kebanyakan dosa!" ia menaruh miliknya di pinggiran toilet, tanpa melihat terlebih dahulu dan menyiram bekasan buang hajat lalu cebok.
Tapi saat ia kembali memakai celana dan mendongak, "loh! Kok ada dua?"
"Punya siapa nih?" ia mengangkat kedua wadah yang tertutup itu, "punya gue yang mana nih?" tanya nya bermonolog.
"Cap---cip--cup, kembang kuncup siapa yang kena yang mau dicelup?!!" ia menunjuk bergantian kedua wadah itu.
Jemari tangan dengan kuku yang dipolesi nail art itu menunjuk salah satunya, untung aja ngga langsung di emoet tuh jari! Dengan senyuman lebar ia menaruh yang satunya dan membuka salah satu lainnya, "ahhh yang ini yang gue nih!"
Disobeknya plastik pembungkus alat tespek lalu ia celupkan, tanpa mau berlama-lama di dalam kamar mandi sumpek, ia keluar.
"Nih! Udah ya, Neta balik ahhh! Yuk balik bu, ngapain sih disini, daripada kesini, kenapa ngga obatin Neta ke tukang martabak aja bu, pengen martabak nih! Ngiler tau liat tadi di jalan!" ucapnya, Ibu semakin mengerutkan alisnya, ya Allah gusti...kalau benar anak hamba begitu....Gue lelepin ke bak kamar mandiii !!!!! Do'anya.
Bak petir di siang terik, jantungnya berasa copot dan pergi naik bus ke akhirat, ibu Neta menitikkan air matanya demi melihat hasil tespek anaknya.
"Positif, Nettaaaaa!!!! Siapa laki-lakinya??!!!!!"
*Ngga tau malu, kamu ngelakuin zina sampe hamil*!
*Mau ditaro dimana muka ibu, kakak sama mas Syarif, Neta*!
*Udah kakak bilang, keluar dari tempat laknut itu*!
*Sekarang gimana, di perut kamu tuh ada janinnya*!
Ibu sampe sesenggukan, menangis tak henti-henti di sofa tengah, barang-barang saja sudah hanyut kebawa banjir air mata ibu ke rumah tetangga.
"Aqis, Aqis masuk kamar dulu sebentar ya...nenek, bunda sama ayah mau ngomong dulu sama aunty Neta," pinta Syifa, bocah itu menurut dan masuk ke dalam kamarnya dan membawa rubik miliknya.
Syifa melempar hasil tespek itu ke meja di depan sang terdakwa, sementara Neta sendiri? Ia seperti orang linglung kena gendam terus kecolongan emas 50 gram, tak mengerti dengan apa yang terjadi, mirip si cecep orang oon, cuma bisa ngences liatin orang-orang ngamuk.
Apa yang mau ia jawab, karena memang ia tak pernah merasa melakukan hal dilarang Tuhan itu dengan jantan manapun?
"Jujur ya bu, kak...." ia mulai angkat bicara membuat mereka diam diantara suasana tegang nan sedih.
"Jujur nih, kalo mimpiin cowok ganteng kaya Angga Yunanda, terus Fero Walando mah sering bu, tapi Neta belum sampe tahap minta dijadiin pacar bu sama mereka, kenal aja engga!"
*Gubrak*!
"Siapa lelakinya Neta, biar mas sama kakak kamu datangi?" bujuk mas Syarif si kalem gede nyuap.
"Ihhh, dibilangin juga ngga ada mas! Neta ngga pernah ngelakuin itu sama siapapun, kenapa sih kalian ngga percaya?! Neta emang DJ, kerjaan Neta keluyuran saban malem kaya tuyul diantara orang-orang berlumur dosa, Neta juga akui ngga jarang ngerokok sama minum yang hiyak--hiyak dulu, tapi kalo untuk yang satu itu Neta tau diri!" sentaknya sudah muak dituduh yang tidak-tidak, ia jadi menyesal sering boong sama ibu, see...giliran jujur tak ada yang percaya!
Syifa berdecak memijit kepalanya pusing, ia sampai ingin menangis tak bisa menjaga amanat sang ayah di akhir hayat untuk menjaga sang adik. Ibu masih menangis, Syifa hendak melayangkan tangannya ke arah Neta, namun Syarif menahannya, "kekerasan dan amarah hanya akan memperburuk suasana, biar mas yang ngomong. Kamu tenangin ibu," pintanya, Syifa meloloskan nafas lelah, menyerot ingus dan mengusap air mata lalu duduk di samping ibu dan mengusapi punggungnya lembut.
Syarif duduk di samping adik iparnya yang bersidekap dada, "Neta, kamu tau apa artinya garis dua dan hasil yang dokter cantumlan berdasarkan bukti?"
"Tau mas, Neta ngga be go-be go amat! Ya mana Neta tau kenapa bisa kaya gitu," cebiknya kesal, sudah 2 jam ia disidang dan masih setia duduk di kursi panas, sayangnya jika menang pun Neta ngga dapet hadiah dari Tantowi Yahya.
"Kalo perlu mas jelaskan lagi ini artinya kamu positif mengandung, artinya sel telur kamu bertemu dengan benih seorang pria...mas mau tanya pria mana Neta?"
Neta benar-benar sudah geram, keluarganya tak ada yang percaya dengan ucapan Neta. Ia beranjak dari sofa dan memilih pergi ke lantai atas menuju kamarnya, dirasa pusing di kepalanya pun belum mereda, "apes banget sih gue!"
Bahkan Neta memutar otak, mengingat-ingat jika satu sampai dua bulan sebelumnya siapa saja yang ia temui, tapi nihil...tak ada yang aneh, atau jangan-jangan ia dibius orang terus di per k0z4? Ah lebay! Kaya sinetron, memangnya dia siapa? Anak konglomerat bukan, cewek cantik sedunia bukan!
"Neta!!!"
Panggilan orang rumah tak ia dengar. Ia melengos saja pergi, membuat telinganya tuli sejenak.
"Gimana ini mas?"
Ibu memijit kepalanya, ia beristighfar beberapa kali, "astagfirullahaladzim, dosa apa ibu selama ini, Fa?" tangisnya tak henti-henti.
Syarif duduk di samping lain ibu mertuanya, "bu, ibu sabar dulu. Kalau memang lelaki itu tidak mau bertanggung jawab, kita jodohkan saja Neta dengan seorang lelaki lain yang insya Allah soleh,"
Syifa melirik suaminya, Syarif memang sering datang ke acara kajian beberapa ustadz ternama, ia juga punya banyak kenalan teman yang masih single bahkan sudah duda.
"Hiks---hiks, ibu serahkan semuanya sama kalian berdua," jawab ibu.
"Ibu cuma titip, jangan sampai perut Neta membesar tanpa seorang suami, apa kata tetangga? Jangan sampai anak itu lahir tanpa ayah...siapapun itu yang penting mau menerima Neta dan anaknya juga bisa membawa Neta kembali ke jalan yang benar, ibu setuju."
Syarif dan Syifa mengangguk.
.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!