Mentari pagi mencoba menerobos celah jendela, akan tetapi tak pernah berhasil. Berbeda dengan teriakan bunda, bahkan seratus pintu pun tetap terdengar dan memaksaku beranjak dari ranjang hangat ku.
" Lana.... bangun, sudah jam berapa ini!" teriak bunda.
Aku lana, bagiku setiap minggu adalah hari Senin kecuali hari Sabtu dan hari Minggu. Tentu saja hari Senin sampai hari Jum'at sudah menjadi kebiasaan bangun pagi, mandi kemudian pergi. iya, kesekolah. Lana pacu sepeda motor tua peninggalan bapak. Lana tau sepeda motor ini tak sanggup mengejar tepat waktu jam masuk sekolah tetapi Lana tetep memacu sepeda motor ini. Hingga tibalah Lana pada sebuah gerbang yang telah tertutup rapat, itu bertanda aku telat.
" ahh...telat lagi " ucapku batinku.
Kutitipkan sepeda motor di penitipan terdekat, dan lagi-lagi meloncat tembok adalah aktifitas yang sering ia lakukan. Langkah kakinya berjalan menuju kelas, ada rasa syukur sebab Lana tiba di kelas lebih dahulu dari pada guru matematika yang mengajar hari ini.
" loncat tembok lagi na?" ucap salah seoeorang kawan.
" biasa olah raga dulu biar sehat" jawabku sembari tertawa.
Tak lama guru matematika masuk ke dalam kelas, Kami memanggilnya Bu Mila. Kami juga mendapat kejutan akan ujian dadakan yang membuat jantung semua siswa serasa berhenti, tapi berbeda dengan Lana yang tidak pernah tertarik akan matematika.
"Apakah hidup harus tentang menghintung?" ucap batinku
Di saat jam ujian berlangsung, sudah menjadi hal yang wajar ketika murid menoleh kanan dan kiri, melihat rumus di buku yang di sembunyikan di loker, berpura-pura mengerjakan padahal hanya mencoret-coret meja dan juga ada yang tidur menunggu informasi dari teman sebangkunya. Tentu saja aku lebih memilih untuk melakukan aktivitas terakhir karna kurasa lebih menghemat tenaga.
" na buruan bangun nih jawabannya tulis " ucap Bara sembari menepuk pahaku.
Tepukan jemari Bara seketika membangunkannya , bergegas Lana menyalin jawaban dari Bara. Bagi Lana, Bara adalah teman yang dekat sekali dengan ku. Bara selalu ada saat Lana dimana-mana, bahkan saat di kamar mandi. Setelah di rasa ujian selesai. Seperti biasa kita menuju kamar mandi , tapi kali ini kebetulan kita masuk di kamar mandi bersebelahan . Merokok adalah salah satu aktivitas kita berdua, Bau tidak sedap kamar mandi dan juga berdiri selama 15 menit bukan menjadi soal bagi kita.
" tok...tok...tok..." ketukan pintu dari luar.
Lana bergegas menyiram toilet seakan-akan sedang buang air besar.
Tak lama terdengar dengan jelas bel pergantian jam berbunyi, menandakan sudah waktunya keluar dari tempat sembunyi. Kemudian berjalan ke kelas dan duduk di belakang pojok kelas merupakan singgasana ternyaman, di tambah lagi di depanku terdapat Lia dan Dinda yang hampir setiap ujian selalu memberikan Lana dan Bara contekan. Mungkin karna Lana tak pernah usil kepadanya di tambah lagi Lana juga sering mengantarkan Dinda pulang jika ia tidak di jemput orangtuanya, Sehingga mereka mau jika berbagi jawaban kepada Lana dan Bara.
Detik berganti menit, menit berganti jam. Tak terasa jam sekolah akhirnya selesai. Saat sedang mengobrol dengan Bara di teras sekolah tiba-tiba Dinda menghampiriku.
" Na gua seperti biasanya, bareng ya " ucap Dinda sembari tersenyum.
" Boleh aja asal lu mau jalan dulu nih, kan lu tau tadi gua loncat tembok berarti sepeda gua di parkiran sebelah haha" jawab ku sembari tertawa kecil.
Kedatangan Dinda membuat obrolan Lana dengan Bara berakhir. Kemudian Lana dan Dinda berjalan menuju parkiran sepeda di pinggir sekolah .
Di atas sepeda motor tua dengan mendung menghiasi langit dan sedikit candaan menjadikan hubungan Lana dan Dinda begitu erat. Seringkali Lana dan Dinda berboncengan bareng seperti orang yang sedang berpacaran. Lana sedikit menaruh rasa kepadanya, walaupun Lana tak mengerti apakah hanya sekedar rasa suka atau rasa sayang kepadanya.
Akhirnya kita melanjutkan perjalanan pulang dan tibalah Dinda di rumah nya.
" Terima kasih buat ojeknya na " ucapnya.
" Iya, terima kasih juga buat contekannya " ucapku sembari tersenyum.
" lo kan di contek i sama bara, kenapa bilang terima kasihnya ke aku hahah? " ucapnya.
" Eh iyaa iyaa , tapi gapapa udah kadung haha" jawabku tertawa kecil.
Tak lama Lana berpamitan pulang dan memutar balikan sepedab motornya untuk pulang ke rumah. Kebetulan jarak rumah Lana dengan Dinda tidak begitu jauh jadi Lana sering mengantar jemputnya.
Saat sampai di rumah, Langkah Lana berjalan masuk ke kamar .Lana merasa sepi dan sunyi. Setelah sepeninggal bapak, kini bunda menjadi tulang punggung keluarga, sedangkan kepergian kakak yang sedang melanjutkan kuliah di luar kota membuat Lana merasa sendiri. Seketika Lana duduk menghadap ke arah jendela bebarengan dengan turunnya hujan, Kini lagu novo amor menjadi musik di kala sepi. Kemudian Lana menuliskan pada secarik kertas.
Sepi dan Sunyi.
Seperti jiwa yang tak berbunyi.
Seperti raga yang mati
Dan seperti hati yang tak berfungsi.
Aku mengerti tentang rasa ini.
Rasa dimana kita hidup sendiri.
Entahlah aku ingin menikmati.
walau aku tau akan hilang dan pergi.
Tak terasa Lana telah menghabiskan beberapa batang rokok di kesendiriannya. Menunggu hujan sangat membosankan akan tetapi sangat menenangkan. Kemudian Lana membuka laptopnya sembari memandangi karya novelnya yang hanya tersimpan satu bab tentang pengelanan tokoh utama. Rasanya otak tidak ada kata untuk Lana menulis menjadi sebuah kalimat. Lana kembali membakar sebatang Rokok berharap akan lebih tenang dari 15 menit lalu.
tittttttt.....titttttt. Dering handphone ku berbunyi.
Jangan lupa besok bangun lagi. Dinda
Sebuah pesan singkat dari Dinda. Lana mengiyakan pesan tersebut dan kembali terdiam dalam lamunannya.
Tak terasa hari telah memasuki temaram, seketika ketukan pintu serta salam terdengar dari luar kamarnya. Langkah bunda memasuki rumah dan membuka kamar Lana. Untung saja sisa bakaran rokok telah Lana telah di sembunyikan di bawah meja belajarnya.
" Lana gimana sekolah nya hari ini " ucap bunda.
" Alhamdulillah tadi dapet jawaban waktu ujian dari Dinda hahaha" jawabku tertawa kecil.
" Alhamdulillah yang penting Dinda gak dapet jawaban dari kamu haha " ucapnya tertawa.
Bunda pun pergi membersihkan diri dari debu jalanan dan keringat yang menempel . Meninggalkan Lana sendiri dalam lamunan.
Kini hari telah beranjak petang, sebuah sajian sederhana menghiasi meja makan. Lana menyempatkan waktu untuk bunda walaupun hanya makan bersama di meja makan. Karna Lana menyadari tidak ada yang abadi di dunia ini termasuk Bunda, Bara, Dan Dinda. Lana hanya mengukir cerita mereka agar menjadi suatu kenangan yang mungkin saja akan di ingat suatu hari nanti.
Setelah kami bersama, bunda memutuskan untuk tidur istirahat di kamar. Begitu juga dengan Lana yang kembali ke kamar dan tidur berharap mimpi lebih indah dari kenyataan.
Hujan yang deras kini hanya sebatas rintik. Pandangan mata Lana sesekali melihat jam yang menempel di dinding kamar, tetapi kali pandangan matanya tertuju pada pesan baru yang tiba-tiba muncul pada layar ponsel nya. Ternyata sebuah pesan singkat berupa ajakan untuk duduk bersantai di kedai kopi milik paman Bara yang tak jauh dari rumah Lana . Lana mengiyakan ajakan Bara yang sangat mendadak, tak apa-apa lagi pula bosan juga di rumah. Kemudian Lana memacu sepeda motornya menembus rintik hujan menuju kedai kopi. Tak lama Lana tiba terlebih dahulu di bandingkan dengan Bara, wajar saja jarak kedai kopi ini cukup jauh dari rumahnya Bara.
" kopi robusta, gulanya sedikit pak " ucapku memesan.
sembari menunggu pesanan, secara tiba-tiba Lana di kagetkan dengan seseorang yang menepuk bahuku dari belakang.
" Eh Dinda, bikin kaget aja" ucapku.
" Jangan bengong ntar kesurupan hahaha" ucap nya sembari tertawa kecil.
"Tumben kamu kesini din?" tanya ku.
"Lagi bosen aja di rumah, btw boleh ikut gabung? "ucapnya.
Lana mengiyakan keinginannya, seketika terdengar suara knalpot dari sepeda motor Bara bebarangan dengan sajian kopi yang telah di hidangkan.
"Alo na, eh ada Dinda tumben banget din ke sini?" tanya Bara.
" iya bar lagi bosen gua di rumah" jawab dinda.
" Maaf ya gua datengnya kecepetan, jadi ganggu deh ahahha " ucapnya dengan tawa kecil.
Lana dan Dinda hanya tersenyum tak berkata apa-apa. Kemudian Lana membuka obrolan seputar filosofi kopi. kopi itu candu walau terasa pahit , bagi Lana sebagai penikmatnya sudah tidak melihat dari rasa kopi nya tetapi dari seni kopi nya. Jika melihat dari rasa kopi, rasanya tentu akan begitu-begitu saja. Tetapi jika kita melihat dari seni maka Lana mendapatkan sesuatu inspirasi untuk menulis. Dinda hanya diam dan memandangi Lana dengan senyum kecil, berbeda dengan Bara yang sedang duduk memejamkan mata dengan rokok di tangan kirinya dan mendengarkan lagu Novo Amor yang bersumber dari speaker kecil di pojok ruangan.
" lu gak merokok " ucap dinda memecah keheningan.
" merokok, tapi nanti aja din " jawab ku.
Kemudian Dinda menanyakan tentang karya novel Lana. Lana hanya menarik nafas panjang dan menggeleng kepala, rasanya akhir-akhir ini aku sulit mendapatkan inspirasi.
" santai dulu aja na, gua yakin lu pasti bisa kok" ucapnya sembari tersenyum ke arahku.
Lana hanya tersenyum sembari menatap wajah manisnya.Kemudian Lana bercerita kepada Dinda tentang keinginannya untuk pergi mengunjungi setiap tempat di Indonesia, kemudian mempublikasi kan menjadi suatu berita. Lana yakin selalu ada sisi tersembunyi dari setiap tempat yang ia kunjungi. Dinda hanya tersenyum mendengar Lana bercerita, seketika Bara yang telah sadar dari lamunannya ikut bergabung menjadikan suasana menjadi lebih hangat walaupun di luar sana rintik hujan masih turun.
" Na ini ada sesuatu buat lo, tapi jangan lo di buka sekarang " ucapnya sembari memberikan paperbag coklat kepadaku.
Lana tak menyangka Dinda memberikan sesuatu kepada Lana. Hanya sebuah ucapan terima kasih serta senyum yang bisa lana berikan malam itu. Setelahnya Dinda berpamitan untuk pulang terlebih dahulu meninggalkan Lana dan Bara yang masih ingin menikmati kopi.
" Lo yang ngajak Dinda ke sini ya bar?" ucapku menatap Bara.
" Ngapain juga gua ajak Dinda na." jawabnya cuek.
Lana tidak mengerti kenapa Lana dan Dinda bisa di pertemukan di Kedai kopi, padahal hari mulai gelap di tambah lagi rintik hujan yanng turun dari tadi.
"apakah ada manusia yang rela meninggalkan kehangatan rumah untuk mendapatkan kehangatan dari luar rumah?" bisik batin ku.
Akhirnya Lana dan Bara memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Tak sabar ingin segera membuka paperbag pemberian Dinda, Lana memacu sepeda motor menyusuri jalanan sepi hingga tibalah Lana di depan pintu gerbang rumah. Bergagas Lana masuk ke dalam kamar, langkah kakinya berjalan perlahan sebab tak ingin membangunkan bunda yang tertidur pulas.
Telah sampai di kamar Lana membuka isi paparebag, betapa terkejutnya Lana ketika sebuah jaket jeans levis pemberian Dinda.
Lana mengecek kembali isi paperbag ternyata ada sebuah pesan yang di tinggalkan.
Apa lo lupa tentang hari spesial mu?.
Atau lo hanya pura-pura lupa akan hari spesial lo?.
Lo tau hari ini, hari apa?
Ini hari ulang tahun lo.
Hari dimana tangisan pertama terdengar.
Selamat Ulang Tahun Lana.
Terima kasih selalu siap mengantar jemput gua.
Besok gua tunggu di depan pintu gerbang rumah, jangan telat!
Maaf kedatangan gua, tadi mendadak .
Bara juga menitipkan ucapan lewat surat ini.
Salam gua Dinda dan Bara.
Lana terkejut dengan isi surat ini. Lana juga lupa bahwa hari ini, hari ulang tahunnya . Baru kali ini juga Dinda memberikan Kado Ulang Tahun. Sekarang Lana tau ternyata kedatangan Dinda ke kedai kopi dan ajakan Bara yang tiba-tiba , hanya untuk merayakan ulang tahunnya.
"Terima kasih Dinda, Terima kasih Bara." ucap batin ku.
Lana terbaring dalam kasur yang hangat, memejamkan mata dan terlelap ke alam bawah sadar.
Esok paginya sebelum teriakan dari bunda, Lana sudah beranjak dari tempat tidur dan sudah membersihkan diri. Tak lupa Lana mengenakan jaket pemberian Dinda, kemudian menuju meja di ruang makan.
" Jaket nya bagus na, sejak kapan kamu punya jaket itu." tanya bunda.
" Sejak kemarin malam bun, di kasih Dinda. " jawab ku dengan senyum kecil.
Bunda tak mengerti jika kemarin hari ulang tahunnya , Lana tak mempermasalahkan nya. Baginya sama saja dengan hari-hari biasanya, akan tetapi setelah kejadian semalam rasanya berbeda. Setelah makan nasi goreng buatan bunda, Lana berpamitan untuk menjemput Dinda di rumahnya, Lana mencium tangan Bunda, kemudian Lana melangkah pergi menuju sepeda motornya.
Di atas sepeda motornya Lana penasaran dengan ekspresi Dinda, Ketika Dinda melihat Lana menggunakan jaket yang Dinda berikan.
" Abang gojek ?." ucapnya dengan tertawa kecil.
" Bisa aja lo din, eh makasih banyak ya buat kado nya" ucap ku.
" Iya, sama-sama na " jawab nya.
Di atas sepeda, sejenak Lana berdialog pada dirinya.
"Apakah Dinda menyimpan rasa padanya? pakah Lana sedang jatuh cinta?" bisik batinku.
Entahlah mungkin ini hanya ucapan terima kasih dari Dinda karna Lana sering mengantar jemput.
Lana dan Dinda berjalan menyusuri jalanan yang mulai ramai. Tak lama Lana dan Dinda pun sampai di sekolah. Lana dan Dinda berjalan babarengan menuju tempat duduk yang bersebelahan.
Tidak disangka Bara lebih dahulu datang, padahal ini masih pagi sekali.
" Cie jaket baru nih " ucap Bara meledek.
" Jangan sok lo, lo sekongkol kan sama Dinda ? " jawab ku.
Pada akhirnya Bara mengaku dan menjelaskan kepada Lana tentang rencananya kemarin. Seketika pandangan mata Lana mengarah ke arah Dinda, dan lagi-lagi Lana berdialog pada diriku.
"Apakah Dinda menyimpan Rasa kepadaku?" bisik batinku.
Hari demi hari telah terlewati. Membaca novel hasil karya orang lain di pojok kelas, saat tidak ada jam pelajaran menjadi bagian hal yang Lana senangi, berharap mendapatkan inspirasi untuk novel yang sedang Lana kerjakan.
" Yaelah baca novel orang mulu lo na, kapan novel lo terbit?." ucap bara meledek.
" Gua gatau bar, kayanya akhir" ini lagi sulit dapet inspirasi nih " jawab ku sembari melanjutkan membaca novel.
" lah masih sumpek aja lo, kan udah di kasih kado sama Dinda hahaha " ucap nya dengan nada meledek.
Lana tak menghiraukan ledekan dari Bara. Pandangan matanya tetap berfokus pada buku novelnya. Cerita novel yang Lana baca menceritakan bersatunya insan yang sedang jatuh cinta.
" gua harap akhir kisah cinta gua sama Dinda seperti novel ini. " ucapku dalam batin.
Bel tanda jam sekolah selesai telah berbunyi. Seperti biasa, Lana mengantar Dinda pulang. Di atas sepeda Lana bercerita kepada Dinda tentang ajakan Bara untuk pergi ke suatu tempat dengan harapan menemukan hal baru yang dapat Lana tulis. Dinda hanya tersenyum tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, Lana harap Dinda menyukai rencananya.
Esok nya pagi-pagi sekali Lana berpamitan kepada bunda untuk pergi bersama Bara, sebab hari ini hari Sabtu.
Di jalanan kota yang belum ramai penghuni jalan, Lana memacu sepeda motornya menuju rumah Bara sebagai titik kumpul pertemuan. Ternyata di sana juga ada Nusa, sepupu Bara yang Lana kenal. Rambut gondrong bergelombang dengan sedikit brewok sudah menjadi ciri khas dari Nusa. Lana mengetahui sedikit latar belakang nya, ia adalah salah satu ketua organisasi pegiat alam yang cukup terkenal di Indonesia.
" eh na, apa kabar lo " ucap Nusa menyapa.
" Baik bang heheh" jawab ku.
Kami ngobrol sejenak mencairkan suasa agar tidak ada rasa canggung, sebab Lana jarang bertemu Nusa walaupun hanya sesekali.
Akhirnya Lana, Nusa dan Bara memulai perjalanan mengendarai sepeda motor menuju tempat yang sangat terpencil di kaki gunung, yang letaknya cukup jauh dari rumah Bara. Kali ini Lana berboncengan dengan Bara, Lana yakin sepeda motor tuanya tak sanggup melitasi jalanan yang menanjak khas pegununungan. Di sisi jalan , gedung bertingkat menjelma menjadi pepohonan dan hawa panas perkotaan menjelma menjadi hawa sejuk pegununungan. Lana menikmati suasana khas pegunungan ini, hingga akhirnya Lana, Nusa dan Bara tiba pada sebuah rumah bambu yang jauh dari tetangga di dekat aliran sungai yang jernih ini. Di depan rumah tersebut hanya ada seorang laki-laki paruh baya sedang duduk sembari menikmati rokok kreteknya. Karna medan yang tidak memungkinkan untuk di lewati, Lana, Nusa dan Bara menitipkan sepeda motornya pada laki-laki paruh baya tersebut. Dari sini Lana,Nusa dan Bara harus berjalan kaki menyusuri aliran sungai. Langkah demi langkah telah terlewati. Lana merasa hati dan fikirannya merasa lebih tenang jika berada di sini.
Tibalah mereka pada sebuah air terjun yang indah, dengan biasan air yang menimbulkan pelangi di tengah nya. Mata Lana tak berkedip sama sekali begitu pun mulutnya yang tak berucap karna berada di surga yang tersembunyi. Sontak saja mereka melepas baju dan berenang di bawahnya ,mereka juga menyelam ke dasar sungai yang terlihat sangat jernih. Kali ini Lana merasa bebas, sebebas burung yang terbang di langit.
Setelah di rasa cukup puas berenang di air terjun, kini mereka menyeduh kopi agar menjadi penghangat badan. Mereka juga menyempatkan memancing ikan, karna perut yang mulai lapar. Tak menunggu begitu lama mata pancing dengan umpan cacing di makan ikan yang cukup besar, bergegas mereka membakar ikan hasil tangkapan tersebut.
" Bang, tau tempat kaya gini dari mana?" tanya ku.
" Dulu waktu KKN itu pun gak di sengaja karna gua penasaran sama air sungai yang jernih ini , jadi gua ikutin deh sampe ketemu air terjun ini. " jawab Nusa sembari membalik ikan.
Tak lama ikan yang di bakar, telah matang. Aroma ikan yang menusuk hidung membuat Lana ingin segera memakannya.
" Ternyata daging ikan ini lebih manis dari yang pernah gua coba sebelumnya. " bisik batinku.
Tak terasa hari telah menjelang malam. Mereka berjalan pulang ke rumah bambu untuk mengambil sepeda motornya.
" Hari sudah gelap, kabut pun sudah mulai turun lagi pula di sepanjang jalan tidak ada lampu penerangan lebih baik bermalam saja dulu disini esok baru pulang ." ucap bapak paruh baya.
Nusa tidak keberatan dengan tawaran laki-laki paruh baya tersebut, begitu juga dengan Lana dan Bara. Mereka pun memutuskan untuk bermalam semalam di rumah tersebut.
Dalam gelap malam hanya cahaya lampu neon kecil yang menerangi. Lana duduk di sebuah kursi anyaman bambu, sembaru merokok dan terdiam. Lana sedang tidak melamun tetapi sedang memanfaatkan waktu untuk menenangkan pikiran.
" Kok belum tidur nak? " ucap bapak paruh baya mengagetkan ku.
" iya pak gabisa tidur, eh pak sepertinya bapak sama bang Nusa sudah keliatan akrab ya pak?" tanyak ku.
Bapak itu menjelaskan bahwa dulu Nusa dan beberapa kawannya sudah pernah menginap di sini beberapa hari, untuk praktek kuliah nya. Lampu yang di aliri listrik ini adalah hasil dari kerja keras Nusa dan kawannya selama ini. Mereka berhasil membuat kincir air yang di letakan di belakang rumah ini. Ia juga menjelaskan jika istrinya telah meninggal cukup lama dan anak nya sedang merantau di luar kota,hari-hari nya hanya makan seadanya tak jarang bahkan tidak makan sama sekali. Malam pun bertambah larut Lana dan laki-laki paruh baya tersebut akhirnya memutuskan masuk kedalam dan tidur .
Malam berganti pagi, Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Ucapan terimakasih kepada laki-laki paruh baya tersebut menjadi kalimat terakhir pada sebelum mereka pergi. Di perjalanan pulang, hati Lana seketika di fikirannya muncul sebuah ide.
" gimana kalau gua tulis sebuah artikel tentang surga tersembunyi itu ya , agar banyak wisatawan yang dateng. Lumayan kan bisa sebagai ladang uang untuk bapak itu?" ucapku dalam batin.
Lana mencoba untuk memikirkannya nanti saat pulang.
Akhirnya mereka tiba di rumah Bara, karna besok harus sekolah Lana langsung berpamitan kepada Nusa dan Bara untuk pulang ke rumah.
Selamat Siang kota.
Selamat Siang Bunda.
Selamat Siang Dinda.
Aku rindu akan macet mu.
Aku rindu akan teriakan mu di pagi hari.
Aku rindu akan contekan mu saat ujian, Aku juga rindu akan senyum mu Dinda.
Di atas sepeda motor dengan balutan jaket pemberian Dinda, Lana mendapat sesuatu yang baru, entahlah setelah perjalanan kemarin Lana lebih bersyukur atas keluh kesah nya di hari-hari sebelumnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!