Suara adzan berkumandang, beralun alun terbawa hembusan angin malam. Sebagian bapak bapak komplek mulai berdatangan ke masjid untuk menyambut seruan Ilahi.
Tak banyak, hanya beberapa orang yang sudah Abi hafal mukanya.
Magrib ini, ada sesuatu yang berbeda, yang tidak biasanya, barisan shaf paling belakang yang biasa di tempati anak anak mengaji, kini terlihat seorang wanita yang ikut sholat berjamaah, sampai menghalangi satu satunya pintu masjid yang kecil ini.
"Allahuakbar!" Imam sudah mengangkat tangan,Takbiratul ihrom, tanda sholat sudah dimulai, sementara wanita dekat pintu masjid itu masih sibuk memakai mukenanya.
Ia tergesa gesa, sampai mukenanya masih tersekat diantara tali yang mengikat bagian belakangnya.
Dengan ragu Abi berjalan mendekat, menarik mukenanya hingga menjuntai ke bawah sebagaimana mestinya.
"Eh!" dia menoleh terkejut, kemudian tertunduk saat matanya tak sengaja menatap Abi. Segera ia geser tubuhnya untuk memberi Abi jalan masuk.
Sambil membungkuk Abi permisi dan memulai sholatnya.
Bacaan ayat ayat suci Alqur'an dilantunkan dengan sangat merdu oleh Imam, membuat suasana sholat berlangsung dengan khidmat dan penuh kekhusuan hingga usai.
Seperti biasa, Orang orang yang i'tikaf dimasjid hanya 3 sampai 4 orang. Tak terkecuali Abi, yang masih melilit tasbihnya diantara tangan putihnya yang mulus.
Lagi lagi dia merasa terganggu, Sebab sepasang Netra diam diam melihat ke arahnya, Abi sedikit menoleh, dan mendapati gadis tersebut yang secepat kilat langsung berpaling dari pandangannya.
"A abi, hayu atuh, udah belum dzikirnya?" tanya anak anak saling besahutan.
Mendengar mereka sudah mengoceh, Abi segera mengusap wajahnya tanda do'a sudah selesai, lalu menghampiri anak anak yang biasa ia ajari tersebut.
"Udah, maaf ya lama, sok berdo'a dulu!" titahnya lembut.
Anak anak pun duduk rapi, lalu memulai doanya dengan bacaan ta'udz terlebih dahulu.
Usai Do'a, Abi memulai tausiah nya, dia menceritakan beberapa riwayat nabi dengan begitu lancar dan jelas. Suaranya seakan menghipnotis mereka semuua untuk tetap mendengarnya. Walau sesekali Abi merasa tak nyaman pada gadis itu, yang hanya diam memperhatikannya dekat rak Alqur'an.
Sesekali ia tersenyum tipis, terlihat sangat segan pada sosok Abi ini, namun tak berlama lama memandanginya, takut jatuh cinta! Maka dia membuka mushaf yang ada dipelukannya dan mulai membaca Alqur'an dengan terbata bata.
"Assalamualaikum!" Seorang pria paruh baya datang mengucap salam, dan dijawab serentak oleh semua yang ada dimasjid. Dia meruapakan marbot masjid yang tak sempat ikut berjamaah tadi.
"Si Aa mah dari tadi ada tamu dianggurin aja?" tanya pria paruh baya tersebut saat mendapati Utami yang hanya sendirian di pojok sana.
Abi melirik sekilas ke arah Utami dan tersenyum canggung.
"Oh Abi gak tau pak, maaf!" ucapnya tak bisa menyembunyikan malu sekaligus kikuknya.
"Sini atuh teh, ikut gabung!" anak anak kembali berseru.
Barulah Gadis itu beranjak, dan duduk diantara anak anak.
"sok neng kenalan dulu biar sayang!" senyum pria paruh baya itu jelas bercanda.
"Kenalin, Aku Utami, dan mulai besok, mau belajar bareng sama adik adik semua" senyumnya ramah, sambil mengusap kepala anak anak yang ada disampingnya.
"Yees, dapet guru cantik euy!" ucap anak laki laki kegirangan.
"Heh!" tegur Abi merasa kalau mereka tak sopan.
Anak anak SD seperti mereka terkadang sulit untuk di atur , apalagi beberapa anak SMP lainnya, Abi sering memergoki mereka pacaran.
"Da emang cantik, A abi juga pasti suka nanti, bener Teu Bah?" kini para gadis yang mulai berani.
"Atuh nya bener!" Seru si Abah marbot mendukung.
"Udah udah, sana ambil wudhu buat persiapan sholat isya nanti!" titahnya tegas.
Anak anak pun menurut dan segera berbaris ke tempat wudhu.
"Abah tinggal dulu ya neng, belum sholat!" Si Abah pun beranjak dan mulai mendirikan sholat.
Tinggalah Abi dan Utami yang kembali dihadapkan rasa canggung.
"Baru liat teh, pindahan ya?" tanya Abi sopan.
"Panggil Umi aja A!"
"Oh iya, Umi pindahan dari mana?"
"Nggak pindahan A, asli orang sini"
Abi tertohok, hampir tak percaya.
"Naha baru liat, suka kemana aja sehari hari?"
"Sekolah, kita kan sering satu angkot!" jawabnya polos.
"Masa sih?" Abi semakin bertanya tanya. "Aku gak terlalu merhatiin orang orang"
Utami hanya tersenyum simpul, sudah jelas, Abi begitu menjaga pandangannya, ia semakin mengagumi sosoknya yang insyallah soleh ini.
Hening!
Sesaat mereka saling diam, tengah berfikir apa yang akan dibicarakan selanjutnya, nyaris saja Utami lupa kalau kehadirannya disini ingin membahas sesuatu. Ah semua ini gara gara dia yang grogi.
"Oh iya, Aku di sini pengen belajar baca Alqur'an, Aa gak keberatan kalo misalkan aku ikut gabung sama anak anak?"
"Alhamdulillah, boleh aja, semoga aja makin banyak orang yang datang buat meramaikan mesjid ini" senyumnya senang tak terkira.
...00000000000000000000000...
Hari ini terasa hidup, Bukan karna Abi, tapi karna ketenangan hati Utami untuk pertama kalinya menginjakan kaki di mesjid yang ada di daerahnya ini.
Semua terjadi karna adanya hidayah dari Allah, Utami percaya itu, dari semua kesusahan yang menimpa dirinya, adalah cara Allah untuk mengingatkannya kembali ke jalan yang benar.
Bertemu Abi mungkin suatu bonus, urusan hati simpan saja dulu, Utami hanya ingin merubah dirinya menjadi lebih baik lagi.
"A pulang duluan yah!" pamitnya setelah pengajian di tutup do'a, anak anak mulai beranjak, tersisa Abi dan si Abah disana.
"Iya hati hati!"
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsallam"
Utami sudah berada dalam jarak sepuluh meter dari arah mesjid, mendadak ia mendengar suara teriakan Abi yang kembali memanggilnya.
"Hey!"
Utami pun berhenti dan memutar tubuhnya, menunggu apa yang akan Abi katakan.
"Namaku Muhammad Zainal Abidin, jadi jangan panggil Aa, panggil Abi aja!" teriaknya.
Utami mengangguk lugu, lalu kembali melanjutkan langkahnya, andai saja Abi melihat, senyum Utami tampak manis saat itu.
"Moal di istikhoroh-in Jang?"tanya Si Abah.
"Nanti dulu ah!" senyum Abi malu malu.
...0000000000000000000...
Tiba dirumah, Bahkan Utami tak sempat mengucap salam, saat mendengar suara rintihan ibu di bilik kamarnya, Terdengar dia memuja tuhan, menyebut asma asma-Nya dengan perasaan mendalam.
"Ya robb, Jika anak anakku adalah cara Engkau mengujiku, maka tolong beri aku kesabaran menghadapi anak anakku, berilah Mereka hidayah dan petunjuk agar kembali ke jalan-Mu!"
Utami merasa teriris, rasanya panas, perih, dan pilu. Bagaimana tidak, Ada Hal besar yang selama ini dia sembunyikan tentang masa lalunya, yang pasti akan membuat ibu kecewa dan menangis. Hingga saat ini, kejadian itu masih belum tercium baunya.
"Andai aku bisa katakan, Aku menyesal telah melakukan dosa itu, maafkan aku bu" batinnya perih.
Utami masuk ke kamarnya, melepas krudung dan mengganti gamisnya dengan piyama, kemudian duduk di bibir ranjang dengan kepala menunduk.
Utami masih belum bisa istiqomah dalam memakai hijab, bahkan dia gunakan itu untuk pergi mengaji dan ke sekolah saja. Kesehariannya di rumah, ia selalu menggerai rambut panjangnya yang anti diikat.
TOK TOK TOK!
Pintu kamarnya diketuk dengan pelan.
"Teh, udah pulang?" tanya Ibu.
Utami bergegas membuka pintu. "Udah bu, kenapa?"
"Besok si Aa mau pindah dulu ke sini sementara, jadi teteh tidur sama ibu dulu yah?"
Utami menghela nafas berat, bukannya keberatan, tapi yang di maksud ibu adalah anak pertamanya yang sudah berumah tangga akan tinggal di rumah kecil ini, mungkin karna sudah tak sanggup membayar kontrakan. Di tambah bersama ke dua anaknya yang masih kecil. Salah satu diantaranya hobinya adalah menangis. Pasti akan sangat berisik.
Bukan hanya itu, Keluarga ini begitu ramai, Utami anak ke 6 dari 7 bersaudara, semua laki laki, dua diantaranya sudah menikah dan memiliki anak, sementara yang sudah bekerja baru Fa'iz, sedangkan Ilham dan Rahman masih duduk dibangku kelas 2 SMA, kemudian adik bungsu, yang baru duduk di kelas 7 SMP. bukankah cukup sesak jika di sebuah rumah terdapat lebih dari 7 kepala? dengan ekonomi yang pas pasan karna ayah hanyalah seorang buruh bangunan dan ibu seorang pedagang makanan tradisonal di pasar minggu.
"Yaudah bu, Umi beres beres sekarang!" ujarnya.
"Besok aja beres beresnya, udah malem sekarang mah!"
"Yaudah atuh!" Usai bicara Utami pun kembali menutup pintu dan duduk di bibir ranjang.
Meraih buku diarynya dan menuliskan beberapa kalimat curahan hatinya di sana, Saat ini dia tidak punya ponsel untuk sekedar menulis catatan, dan hanya satu satunya dia yang tidak punya ponsel di sekolah, tapi itu tak membuatnya tertinggal dalam pelajaran, Utami tetap anak yang cukup pintar dan dibutuhkan teman temannya.
...000000000000000000000...
Sayup sayup terdengar suara Adzan shubuh berkumandang, Di rumah ini, hanya Ibu dan Utami yang terbiasa bangun untuk sholat. Urusan bangun pagi, Anak lelaki itu suka malas.
Utami sudah melaksanakan sholat shubuh, sudah siap dengan seragam putih Abunya yang kusut karna tak pernah di setrika, bukan karna malas, tapi dia punya hal aneh yang tidak orang lain punya di dunia ini, Yaitu, ketika mendengar gesekan kain, bulu romanya akan berdiri, dan perutnya akan sakit. Mungkin butuh psikiater untuk membantunya.
Di balik itu, Utami sebenarnya anak yang rajin, tapi kalau tidak ada ibu di rumah, kalau ada ibu, jelas saja di mendapat cap anak paling malas dan tidak berguna.
"Nggak sarapan dulu teh?"
"Di sekolah aja Bu!" jawabnya jujur.
"Ah kamu mah males ngegoreng nasinya!" tuduh ibu selalu seperti itu.
Utami tersenyum tipis, Sehebat apapun ibu, tetap dia tidak bisa mendengar bisikan hatinya, begitupun sebaliknya.
"Umi pergi dulu ya bu, Assalamualaikum!" pamitnya.
"Waalaikumsallam, hati hati di jalannya!"
"Iya!" Utami bergegas, baru saja beberapa langkah, teriakan ibu kembali melengking, dan itu di tujukan pada Zidan, si bungsu.
"Dan, Ibu masakin nasi goreng buat sarapan yah!"
Hati Utami langsung mencelos, bukan merasa dibeda bedakan, seharusnya wajar Ibu bersikap berbeda pada setiap anak laki lakinya, hanya saja, dirinya selalu dituntut untuk rajin dan mandiri. Katanya, anak perempuan harus bisa memasak dan cekatan, Tapi melihat lingkungan keluarga yang anak laki lakinya pemalas, Utami jadi iri.merasa dirinya selalu berbeda.
Nyaris saja Mood Utami buruk pagi ini, jika tidak ada Abi yang berjalan 5 meter dihadapannya.
"Nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" batinnya berbunga bunga.
Utami mempercepat langkahnya agar bisa menyapa Abi, namun langkahnya kembali melambat saat ingat pesan ibu.
Nak, Mahkota wanita itu ada pada harga dirinya, Kamu akan di segani semua orang saat akhlakmu baik, tidak genit, dan bersikaplah lugu
Utami kembali mengurungkan niatnya, patuh pada nasihat ibu, dan karna itulah tuhan mempermudah dirinya.
"Hey, baru berangkat?" sapa Abi memulai pembicaraan. Jarak mereka sekarang hanya satu meter.
"Iya"
"Seangkot lagi atuh!"
"Iya"
Utami masih mencoba mempertahankan keluguannya.
"Teteh, Aa, cepet cepet!" teriak Supir angkot yang sudah menunggu mereka dari kejauhan. Si supir meminta mereka cepat karna laju kendaraan dibelakangnya jadi terhambat.
"Lari lari!" Abi mencubit ujung kerudung Utami dengan refleks. Membuat gadis iti mau tak mau menyamakan langkah besarnya.
Sampai di Angkot nafas mereka pendek pendek. "Aduh lari segini juga capek ya!" keluh Abi menyusut keringatnya. Sambil menghirup Alat bantu Oksigen yang dikeluarkan di sakunya.
"Dia punya asma?" batin utami, namun tak berani bertanya langsung. Dia hanya pura pura tak melihat Abi dan fokus ke jalanan.
...000000000000000000000000...
Tiba di sekolah, Utami langsung di sambut teman teman terdekatnya, Diantaranya Trixi, Asri, dan Nissa, tiga sekawan yang sudah sangat akrab dengan Utami.
"Tumben gak telat kamu!" tunjuk Utami pada Trixi yang biasa datang paling akhir.
"Lagi ga ada setannya!" jawabnya simpel.
"Heh, Sarapan hela yuk, supaya belajarnya enggak keleyengan!" usul Asri.
"Nissa mah lagi puasa!" sahut Nissa si anak Soleha.
Tentu saja, Sekolah Utami berbasis pesantren, setiap murid berhak memutuskan mau mondok atau tidak, bagi yang jauh, mereka memilih untuk mondok.
Sedangkan siswa yang rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, memilih pulang pergi. Karna Jika ikut mondok, harus menta'ati peraturan di asrama, diantaranya puasa sunah senin dan kamis.
"Yaah, hayu atu kita bertiga aja!" ajak Asri kukuh, jelas mereka bertiga bukan anak pondok.
Mereka bergegas ke kantin, dimana biasanya pagi pagi begini kantin di kerubungi para siswa yang walau sekedar nongkrong saja.
"Ah banyak cowoknya!" keluh Utami tak suka.
"Gak papa, kita bukan mau caper, tapi mau jajan"
"heh! heh! heh!" Anak anak cowok langsung riuh saat melihat kedatangan Utami.
"Bu, mau lontong sama bakwan!" ucap Asri tanpa mempedulikan cowok cowok.
"Trixi, boleh titip salam nggak?" seru Seorang cowok berbadan tinggi tak berdaging, seperti tengkorak hidup yang tulang tulangnya akan patah.
"Buat siapa?"
"Buat si dia!" dia tersenyum memberi kode keras pada Utami. Sementara gadis itu sudah merasa risih dan mencoba untuk tidak baper.
"Tumben euy Umi, biasanya pagi pagi suka langsung diem di kelas!" sahut Rendy, teman sekelasnya.
"Di ajak Si Asri!" jawabnya.
"Bagus atuh, ajakin tiap hari Sri!"
Yang diajak bicara malah sibuk ngobrol sama Ibu kantin.
"Kenapa? Biar kamu bisa baperin Umi?" Trixi sewot.
"Buat apa ngebaperin, Dia mah udah suka sama aku, bener teu?"
Utami menghela nafas berat, kemudian menarik tangan Trixi dan Asri agar lekas pergi dari kantin.
"Hayu ah!"
"Tuh kan, dia jadi ngambek, maneh sih Ren!" Kepala Rendy langsung di getok oleh Ade, sahabatnya.
"Tau tuh, udah punya pacar juga masih ngebaperin cewe lain" tambah Reza.
"ssst berisik, nanti di denger guru bisa kena Skors!" bisiknya was was.
Akhirnya tiga cewek itu kembali ke kelas, sambil merayu Utami yang masih kesal.
"Cie yang di sukai banyak cowok!" rayu Asri.
"Apaan sih, gak baper!"
"Menurut aku mah kamu terlalu pendiem" ucap Trixi berpendapat.
"Pendiem?"
"Iya, kalo kamu gak suka sama mereka, tegasin, jangan di Sopanin, kalo ga gitu mereka makin suka sama kamu nanti!"
Utami terdiam, Memikirkan ucapan Trixi ada benarnya, padahal dia ingat betul kalau Rendy pernah mengghostingnya dulu.
...0000000000000000000000...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!