NovelToon NovelToon

LEGENDA SANG PUTRI MAHKOTA

ARC 1 - PUTRI MAHKOTA : Episode 1 - Terlahir kembali ke masa lalu

Woosh woosh

Di sebuah Benua bernama Daehan deruan napas seorang wanita yang berlarian tanpa alas kaki terdengar dengan jelas, ia terus menghindar dari kejaran para bandit bersenjata tajam. Alas kaki yang tertinggal jauh di belakang tidak lagi ia pedulikan. Putri Mahkota Wen Yijin yang di kenal sebagai Ryu untuk saat ini tertuduh sebagai pembunuh raja Wen Lei yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Mau tidak mau, dia harus segera menyelamatkan diri walaupun dia tidak bersalah, tuduhan keji yang dilemparkan oleh ibu tirinya Selir Fan Hai membuat semua orang di Istana memburu keberadaan Ryu.

"Keterlaluan! Wanita iblis itu sengaja menjebakku!" pungkasnya sembari terus menjauh dari Istana.

"Tangkap wanita itu! Jangan sampai dia lolos! Dia meracuni raja!" seruan seorang wanita bangsawan dengan alis yang menukik tajam terdengar menggema ke telinga para anak buahnya.

Seorang gadis muda disebelahnya terlihat sedang mengibaskan kipas tangan dengan mimik wajah yang begitu menyebalkan mata. "Ibu, bunuh dia kali ini!" kata gadis muda itu.

"Tenang saja sayang, ibu tidak akan membiarkan dia hidup lagi!" Seringaian khas yang selalu dia layangkan untuk setiap orang yang menghalangi terlihat jelas di guratan wajahnya.

Ryu, sudah terpojok. Kini, tidak ada jalan lain selain melawan dan membunuh para bandit atau terbunuh oleh mereka. Tidak ada yang berpihak padanya, segala hal yang berarti baginya sudah lenyap dihabisi oleh ibu tirinya. Ayahnya Raja Wen Lei, sahabatnya Huo Sijue, kakek angkatnya Asahi semuanya sudah terbunuh secara tragis. Menahan sedih dan sesak di dadanya hanya membuat dia melemah. Pohon yang berada di ujung jurang terus melambai seolah menyambut kehadirannya. Tapi Ryu, tidak akan menyerah dia tidak akan semudah itu terbunuh oleh para keparat yang haus akan kekuasaan.

Setelah ingatannya kembali dan datang ke Istana, Ryu malah harus dihadapkan dengan serangkaian kejadian yang membuat dirinya diposisi seperti ini. Dia bertekad kuat, hidup atau mati, bisa atau tidak dia tetap akan menghabiskan sisa waktunya untuk membasmi semua keparat itu.

Selang beberapa waktu, Ryu sudah dikerubungi iblis berwujud manusia. Mereka semua siap menyayat habis tubuh Ryu yang mulai sedikit bergemetar. Dia mengeratkan pedang pada genggamannya. "Aku tidak akan mengampuni kalian!"

Para bandit itu hanya tertawa kecil melihat Ryu penuh amarah dan kebencian. Dengan sisa tenaganya, Ryu melawan sepuluh orang yang bergantian menusuk dan menyayat tubuhnya. Darah sudah bercucuran, perih yang seharusnya dia rasakan bahkan tidak terasa sama sekali disaat kemarahan dan kebenciannya meluap.

Pedang para bandit mencabik-cabik tubuh Ryu, wanita itu mulai melihat beberapa orang di depannya dengan samar. Dia mulai kehilangan keseimbangan dan lemas. Disana berdiri, pejabat persenjataan kerajaan, ibu tirinya dan Wen Jia si adik tirinya. Mata Ryu mulai berat dan dia rasa sudah tidak bisa menahan bobot tubuhnya lagi, rasanya setengah jiwanya hampir keluar dari tubuh itu.

"Wen Yijin! Kamu pikir dengan kembali ke Istana dan berusaha merebut kekuasaanku adalah jalan terbaik? Kamu seharusnya tetap tinggal bersama kakek tua itu alih-alih menerima tawaran untuk merawat Raja. Kali ini akan aku pastikan, kamu menyusul ayhamu ke Neraka!" pungkas Selir Fan Hai sembari menyilangkan tangan di dada.

"Aku tidak akan mati!" seru Ryu.

"Kamu akan mati, lepaskan anjing-anjing kelaparan itu sekarang! Biarkan dia mencabik-cabik tubuh penghianat dan wanita angkuh ini!"

Kawanan anjing yang dilepaskan mengoyak habis tubuh Ryu hingga menyisakan tulang-tulangnya saja. Ibu tiri dan adik tiri Ryu tertawa terbahak dengan kesuksesan mereka membunuh raja dan menjadikan sang putri mahkota kambing hitam. Bahkan, tidak ada lagi penghalang bagi mereka untuk menguasai Kerajaan Wen sekarang.

"Andai aku bisa mengulangnya kembali."

"Andai aku bisa mengulangnya kembali."

"Andai aku bisa mengulangnya kembali," batin Ryu.

**

"Aaaaaah!"

Ryu mengerjap, tubuhnya terbaring di atas ranjang yang dia yakini kamarnya di kedai Kakek Asahi. Dia memeriksa seluruh tubuhnya yang tadi hancur lebur dimakan anjing kelaparan. Napasnya berderu jika itu mimpi, bagaimana bisa semengerikan dan senyata itu? Dia ingat jelas, bahwa dirinya sudah melewati kematian, untuk memastikannya Ryu beranjak dari sana.

"Apa ini alam baka? Tapi kenapa di alam baka dekorasinya sama seperti kedai Kakek?" Ryu mengerutkan dahi dia memeriksa semua bagian tubuhnya, syukurlah semuanya utuh.

"Kakek!"

"Akira!"

Lagipula, dia tidak mungkin lolos dari kematian. Ryu nampak bingung dan terus menunggu jawaban kakeknya dan Akira. Dia harap semua ini bukanlah mimpi, dia harap dia memang terbangun kembali.

"Ada apa Ryu?" Kakek Asahi terlihat sedang membersihkan beberapa gelas dari tanah liat.

Ryu mengangkat alisnya. "Ini tahun ke berapa kek?"

"Ada apa Ryu? Kamu terlihat sangat aneh. Baru saja bangun, tapi langsung menanyakan tahun."

Ryu menatap gelang yang terikat di pergelangannya. "Gelang ini," gumamnya. Gelang itu adalah aksesoris yang dia beli di festival kerajaan untuk merayakan ulang tahun kerajaan 3 tahun lalu.

"Itu gelang baru yang kamu beli di festival kerajaan kemarin."

Ryu tertegun, wanita itu tidak mampu mencerna apa yang terjadi. Jika festival itu baru dilaksanakan kemarin berarti Ryu hidup kembali dan terbangun dimana dia belum datang ke Istana.

"Daripada melamun lebih baik kamu bantu kakek membersihkan gelas-gelas ini!"

"Baik kek!" senyum tipis terlukis di wajah Ryu. Dia masih tidak bisa mencerna apa yang terjadi sebenarnya namun, jika dia memang terlahir kembali dia akan segera membalaskan dendamnya atas kematian yang dia alami dan dia akan mencegah setiap hal buruk yang akan dilakukan oleh Selir Fan Hai.

"Aku tidak akan memberikan mereka ampunan bahkan sebiji kurma pun!" Ryu membatin. "Nyawa dibalas nyawa," lanjutnya.

Keesokan paginya, Ryu membantu kakek Asahi membuka kedai dan meramal seperti biasanya. Kedai itu, bukan hanya dijadikan tempat minum namun dijadikan tempat mencari nasib. Semua orang kenal kakek Asahi adalah peramal handal. Tapi Ryu, hanyalah tukang tipu yang berlagak seperti cenayang.

"Rupanya kalian ditakdirkan berjodoh!" seringaian gadis itu membuat semua orang yang menyaksikannya membelalak.

"Heh dukun gila! Kami ini bersaudara!"

"Duh... Sial!" Batin Ryu. Dia hanya bisa menyeringai tipis dan menggaruk kepalanya.

"He-he begini, coba kalian tanyakan pada orang tua kalian. Apakah kalian benar-benar bersaudara?"

"Ayo kak, kita pergi saja dari sini. Dasar dukun penipu!" Wanita itu menarik lengan kakaknya dan membawa dia pergi. Sedangkan Ryu langsung tertunduk lesu, semua orang menyorakinya karena ketidakpandaiannya dalam meramal.

"Jangan patah semangat!" kata pria berambut putih dengan janggut panjang yang menghampirinya ke kursi depan kedai.

"Kenapa kakek tidak bilang jika mereka bersaudara?"

"Mereka memang bukan saudara," jawab kakeknya.

"Dari mana kakek tahu? Tadi, aku hanya membaca garis tangannya dengan asal!" celoteh gadis berambut cokelat nan tebal itu yang membuat kakeknya tertawa kecil.

"Ryu, kamu memang penipu yang handal."

Ryu menggebrak meja, "kalau begitu aku harus lebih bisa meyakinkan mereka!" Setelah hampir satu minggu terlahir kembali ke tiga tahun sebelum datang ke kerajaan. Ryu menjadi pribadi yang lebih gigih. Dia bahkan menjadi seeing melatih teknik pedang yang sudah diajarkan kakek Asahi.

"Ryu, lebih baik kamu bantu adikmu membereskan gelas-gelas bekas pembeli!"

"Baiklah kek." Ryu sebenarnya tidak punya bakat dalam bidang ramal meramal. Dia hanya pintar berdalih dan memainkan kata, namun perkataannya yang jarang meleset membuat semua orang percaya bahwa dia juga punya bakat seperti kakeknya.

Setelah membantu Akira, Ryu melamun menatap pohon di pinggir kedai.

"Hmm," suara deham terdengar dari belakang tubuh Ryu.

Gadis itupun menoleh ke belakang. "Bukankah ini tahun ke delapan setelah kejadian waktu itu?" tanya pria di belakangnya.

Ryu hanya mengangguk.

"Kamu masih belum mengingatnya?"

Ryu menggeleng. "Mungkin... Dewa memang tidak mengizinkanku untuk mengingatnya."

Dia menatap kembali pohon yang tidak terlalu tinggi itu. Ryu berbohong. Dia tahu jelas siapa dirinya sekarang, dia hanya sedang merencanakan balas dendamnya tanpa mengorbankan siapapun.

Episode 2 - Syarat khusus

SUASANA DI KERAJAAN WEN

Tak tuk tak tuk ... sepatu kuda beradu dengan tanah. Seorang pria berbaju zirah datang dengan pedang di pinggangnya menunggan kuda menuju ruangan istirahat Raja.

Sudah delapan tahun, Raja Wen Lei kehilangan Putri Mahkota kerajaan. Wen Yijin. Gadis kecil cantik itu menghilang saat pemberontak menyerang kerajaan delapan tahun silam. Setelah kehilangan jejak putri Yijin, Raja Wen Lei tiada henti mencarinya sampai saat ia menemukan kerangka tengkorak dengan pakaian Putri Yijin di dasar jurang gunung Nir 6 tahun silam. Setelahnya Raja Wen Lei secara tiba-tiba jatuh sakit.

Selama Raja Wen sakit kerajaan diatur dibawah kekuasaan Selir Fan Hai dan putri keduanya Wen Jia. Sejak saat itulah penderitaan rakyat dimulai.

"Ibu benar-benar tidak bisa menunggu lama lagi!" pungkas Selir Fan Hai yang berada di kamarnya di Istana para Selir.

"Ibu, aku juga. Sampai kapan ayah akan menunggu si Yijin yang sudah mati itu kembali? Bukankah ayah sudah melihat bahwa mayatnya sudah tinggal kerangka saja?" Wen Jia menyilangkan tangannya di dada.

"Wen Jia, Ibu pasti akan segera mendapatkan gelar Putri Mahkota itu untukmu, yang harus kamu lakukan adalah mempersiapkan diri sampai saat itu terjadi."

"Baiklah ibu," Jia menyeringai puas mendengar ucapan ibunya.

Di ruangan khusus, seorang pria berbalutkan jubah berwarna merah dengan aksen emas serta mahkota yang terhias di kepalanya sedang duduk termenung. Sembari menunggu laporan dari Panglima Perang mengenai keberadaan Putri Mahkotanya. "Bagaimana?" tanyanya tanpa jeda saat Panglima masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Maafkan kami Yang Mulia, kami belum menemukan apapun lagi."

Raut wajah kecewa langsung terukir di wajah Raja Wen Lei. "Cari lagi! Cari setiap hari sampai dia di temukan!"

"Baik, Yang Mulia. Ada satu hal lagi yang ingin hamba sampaikan." Panglima mendekat ke arah Sang Raja.

"Apa itu?"

"Di Desa Gama, Hamba dengar ada seorang cenayang terkenal yang bisa meramalkan masa depan bahk-" ucapan panglima perang terpotong.

"Hu Yazhu! Kamu berbicara sembarangan mengenai cenayang. Bukankah kamu tahu bahwa praktik dukun sangat dilarang di dalam kerajaan? Apapun alasannya!" Raja membulatkan pandangannya pada Yazhu.

"Maaf Yang Mulia, silahkan hukum Hamba Yang Mulia." Yazhu tertunduk dan bersimpuh.

"Lupakan! Sekarang kamu pergi dan cari petunjuk lain tentang sahabatmu, Putri Yijin!" seru Raja Wen Lei.

"Hamba akan melakukan yang terbaik, Yang Mulia!" Hu Yazhu pergi meninggalkan ruangan Raja Wen Lei. Dia sebenarnya tidak tahu kemana lagi harus mencari Putri Yijin. Kejadian itu sudah delapan tahun berlalu, kemungkinan dia menemukannya sangatlah mustahil. Apalagi, jika wajahnya sudah mengalami perubahan. Hu Yazhu bahkan sempat percaya bahwa kerangka yang ditemukan di dasar jurang adalah milik Wen Yijin.

Di sisi lain, Ryu sedang duduk di luar kursi kedai menatap cahaya bulan yang menyorot langsung pada pepohonan rindang di samping kedau. Sekelebat angin sejuk melewati pipinya dengan lembut. Dia tahu, sekarang adalah waktunya dia membalaskan segala dendamnya. Ryu tidak terima mati secara mengenaskan di kehidupan sebelumnya, dia berjanji dikehidupannya kali ini dia akan membalas kekejian siapapun yang menyakitinya dengan sepuluh kali lipat.

Dia ingat kejadian terakhir dihidupnya, dia membatin agar dihidupkan kembali dan kini dia kembali ke tiga tahun sebelum kematian itu terjadi, Kali ini Ryu berjanji dia tidak akan tinggal diam dan bodoh seperti sebelumnya. Walau dia harus bangkit menjadi hantu, dia tidak akan berhenti menggentayangi ibu tiri dan adiknya. Dia benar-benar tidak terima dan akan melindungi orang-orang yang menjadi korban pada waktu itu dengan sekuat tenaga sekarang.

"Permisi!" Seorang pria dengan balutan baju bangsawan melenggang masuk ke dalam kedai yang sudah hampir tutup.

Ryu tahu siapa yang datang dan apa yang akan terjadi. Malam ini, adalah malam pertama Hu Yazhu datang untuk menawarkannya pekerjaan merawat Raja Wen Lei. "Berhenti disana!" Ryu menunjuk pria itu lalu menghampirinya, dia menatap agak lama wajah teman masa kecilnya.

"Apa kamu tidak lihat bahwa aku sudah bersantai? Itu menandakan kedainya akan segera tutup!" Ryu bertolak pinggang menolak kedatangan Hu Yazhu. Dia harus melakukannya supaya Hu Yazhu tidak curiga.

Kemudian, Kakek Asahi muncul dari pintu kedai. "Ryu! Biarkan tamu ini masuk. Kakek akan menyiapkan pesanannya." Kakek Asahi mempersilahkan Hu Yazhu masuk.

"Terimakasih," ucap pria itu pada kakek Asahi.

Tidak lama, Hu Yazhu keluar bersama kakek Asahi dan langsung menemui Ryu. Dengan sorotan matanya yang tajam Ryu menatap wajah kakeknya. "Dia, adalah Panglima Kerajaan yang sedang mencari seorang cenayang wanita hebat yang katanya bisa melihat masa depan."

Ryu tahu semuanya, dia tahu apa yang akan terjadi. Tapi dia tetap terkejut karena semua ini terjadi sama persis dengan sebelumnya. Dia sejenak berpikir, jika dia merubah suatu keputusan akankah akhirnya akan berubah. Matanya membulat. "Ah, jangan bilang kalau Panglima kesini untuk mencariku? Apa yang kamu maksud cenayang wanita itu adalah aku?" Ryu mengerutkan alisnya menatap tajam panglima perang kerajaan Wen.

"Memang dia orangnya, Panglima!"  Mendengar ucapan kakeknya, Ryu semakin membelalak.

"Kakek benar, aku memang si cenayang hebat itu!" Ryu menyeringai, sudah waktunya dia kembali ke istana dan membalaskan dendamnya pada para penjahat busuk itu. Setelah menyetujui Hu Yazhu, Ryu dan kakek Asahi menutup kedai dan masuk kembali ke dalam.

"Ryu," kata kakek Asahi. "Kakek tidak akan memaksamu, jika memang kamu belum yakin, lebih baik kamu tidak kesana." Kakek Asahi menatap datar Ryu.

"Aku sangat yakin, aku harus pergi kesana kek!" jawab Ryu bertekad.

Kakek Asahi mengangguk Kemudian pria tua itu berjalan lurus ke arah sebuah lemari kayu yang telah usang dimakan waktu mengeluarkan sebuah kotak kecil dan menyerahkannya pada Ryu. "Lihatlah ini milikmu!"

Ryu membukanya dan dia melihat sebuah lambang kerajaan Wen Lei, yaitu sebuah jepitan rambut emas dengan bentuk burung pheonix. "Kakek menemukannya saat kamu terluka parah waktu itu. Jika benar ini benda milik kerajaan artinya kamu bisa mencari jawaban mengenai dirimu di sana."

Ryu mendengus pelan, dia tahu betul bahwa dirinya adalah Putri Yijin. Dia sudah ingat semuanya, tentang kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan dan di temukan kakek Asahi. Bahkan tentang kembalinya ia ke Istana yang membawanya pada kematian. Dia sedikit ragu bukan karena tidak ingin kembali, melainkan dia hanya takut untuk melukai orang yang dia kasihi.

Jika seandainya waktu itu dia tidak kembali, mungkin saja Kakek Asahi, Huo Sijue dan Ayahnya Raja Wen Lei akan selamat. Dia hanya takut melukai orang-orang yang tidak bersalah lagi karena ambisinya untuk kembali ke Istana. Tapi, dia juga tidak bisa hanya berdiam diri dan menganggap tidak ada yang terjadi.

"Ryu, kesempatan tidak selalu datang dua kali. Jika kamu ingin kembali, maka lakukanlah dengan perencanaan yang matang!" Nasehat kakek Asahi seolah ditujukan pada dirinya untuk membulatkan keputusannya.

Ryu mendengus pelan, dia terlihat tenang dan memikirkan sebuah ide yang bagus. "Kakek, jika si panglima datang mencariku. Katakan bahwa aku punya syarat untuk datang ke Istana."

"Syarat?" Kakek Asahi mengerutkan alisnya.

Ryu mengangguk dengan senyuman. "Benar, aku ingin datang ke kerajaan bukan sebagai dukun wanita. Melainkan sebagai calon istri Panglima Perang!"

Kakek Asahi membelalak. "Ryu, apa kamu sakit?"

"Kakek! Aku serius!" Ryu mengerucutkan bibirnya kesal.

Kakek Asahi menggeleng pelan. "Kamu kira dia akan menerima syaratmu? Alih-alih menerimanya, dia bisa saja memenggal kepalamu!"

"Kakek, sampaikan saja keinginanku. Aku akan mengurus sisanya!" Ryu menyeringai, kali ini dia punya rencana yang bagus untuk masuk ke Istana Wen.

Episode 3 - Calon istrimu

Sejauh mata memandang, terlihat kedai bertuliskan aksara jepang itu masih terkihat sepi. Matahari pagi yang mulai menyinari sebagian kedai kakek Asahi semakin membuat tempat itu tersorot oleh pria yang berlalu lalang di wilayah itu.

Seperti biasa, Akira sedang membantu kakeknya membersihkan meja-meja serta kursi di kedai. Sedangkan Ryu, masih berada di kamarnya menatap jendela sembari memegang jepitan rambut pheonix lambang kerajaan Wen. Dia menghela napas panjang, bertanya pada dirinya sendiri akankah dia sanggup membalaskan dendam itu? Menghancurkan ibu tiri dan adiknya. Tidak lama terdengar suara ketukan pintu, Ryu menoleh ke arah sumber suara.

Kepala Akira menyembul sedikit dari arah luar. "Kak, Cepat bantu aku! Aku kesulitan menggeser meja-meja. Terlebih, di luar sudah ada Huo Sijue!" Akira memelankan suaranya dibagian kalimat terakhir.

Mata Ryu membulat, Huo Sijue adalah sahabatnya selama tinggal dengan kakek Asahi. Pria itu memang selalu berada di sampingnya dan yang paling sering membawakan buah tangan dari keluarganya yang seorang saudagar di Timur Tengah. Kenangan terakhir yang Ryu ingat adalah Sijue merelakan nyawa demi menyelamatkannya. Ryu tidak sanggup mengingat kejadian pahit itu, dia menggeleng berusaha untuk tidak menemui pria yang begitu baik padanya.

"Katakan saja aku sedang tidak enak badan!" pungkas wanita itu.

"Kak! Cepat keluar!" Ucap ulang Akira, kemudian pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba. Ternyata Huo Sijue lah yang mendorong pintu kamar Ryu. Pria itu menggeleng pelan menatap Ryu yang duduk di samping jendela. Ryu hanya bisa menyeringai tipis.

"Kamu menghindariku karena kejadian dua hari yang lalu?" Sijue mengernyitkan dahinya.

"Kejadian apa? Tidak! Ini aku sedang bersiap keluar." Ryu menaruh jepit ranbutnya kembali ke bawah bantal.

"Kakek Asahi bilang kamu gagal meramal orang lagi kan?" sudut bibir Sijue terangkat mengejek Ryu.

"Hei Huo Sijue! Aku tidak pernah gagal dalam meramalkan siapapun! Jadi jangan sembarangan bicara ya!" Ryu berdiri sembari menunjuk ke Huo Sijue.

"Kalau begitu ramalkan aku, aku sedang mengalami perasaan yang gelisah. Ada yang harus aku tanyakan pada cenayang hebat cucu kesayangan kakek Asahi ini."

"Cih! Kamu memujiku karena hanya ingin mendapatkan ramalan gratis kan? Dasar tidak tahu malu!" Ryu berjalan melewati Sijue dan juga Akari. Dia langsung mengambil lap dan membersihkan sisa meja yang belum di lap Akari.

Sijue langsung duduk di tempat yang sedang Ryu bersihkan. "Kamu ada waktu senggang ’kan? Tolong ramal aku!"

"Aku sedang gelisah." Sijue mengerucutkan bibirnya, Ryu yang melihat pria itu mendengus pelan sembari meletakan lap dengan kasar.

"Ada apa?" Ryu mengangkat alis-alisnya.

"Aku menyukai seseorang, aku ingin sekali mengungkapkan perasaan ini padanya. Menurutmu, jika aku mengungkapkan perasaanku.. Apa dia mau menerima?"

"Sini biar kulihat garis tanganmu!" Ryu menarik tangan Sijue lalu memeriksa garis tangan pria itu.

"Garis tangan yang ini menghalangi jalan yang satu dan yang lain. Jadi kemungkinan besar hal itu mustahil, sepertinya akan gagal. Yang kulihat, dia pasti sudah punya pujaan lain di dalam hatinya." Ryu berdiri dan mengabaikan respon Sijue pada ramalannya.

"Hei Ryu! Kamu kejam sekali! Untuk apa aku percaya ramalan penipu sepertimu, ah membuang waktuku saja!"

"Huo Sijue brengsek!" Mata Ryu membulat, dia menggeram dan mengepal tangannya. Sijue yang melihat itu langsung lari terbirit menghindari sahabatnya, namun Ryu lebih sigap dari pria itu, mereka berakhir memutari kedai Asahi.

Sang kakek dan Akari hanya melihat keduanya dengan datar, "kenapa mereka selalu ribut bagaikan kucing dan anjing?"

"Entahlah kek, Akari juga tidak mengerti."

Tak tuk tak tuk

Suara kuda terdengar mendekat ke arah kedai, hal itu membuat Ryu dan Sijue berhenti bermain. Mereka kini berdiri menatap para pria yang baru saja datang ke kedai, pria itu adalah Hu Yazhu si panglima perang kerajaan Wen. Ryu langsung memalingkan wajahnya dari Yazhu yang menatapnya, sedangkan Huo Sijue melihat pria itu dengan datar.

"Selamat datang panglima!" kakek Asahi nampak menyambut Hu Yazhu dengan hangat.

Dia mempersilahkan Hu Yazhu masuk. Setelah beberapa saat mengobrol di dalam dengan kakek Asahi, Ryu diminta masuk dan bergabung dalam obrolan. Wanita itu melangkahkan kakinya dengan ragu, dia memberi salam pada Hu Yazhu yang bertubuh kekar dan tegap dengan balutan kain di keningnya. Dia bagaikan pendekar sejati.

"Ryu, sampaikan sendiri syaratmu!" ucap Kakek Asahi.

"Um, aku ingin datang ke Istana bukan sebagai dayang biasa. Aku ingin datang kesana dan di perkenalkan sebagai calon istrimu!"

Mendengar syarat gila Ryu, Hu Yazhu langsung berdiri dengan menggenggam pedang yang tadinya ia taruh di meja.

"Hei! Jangan bunuh aku!" refleks Ryu menutupi diri dari pandangan Hu Yazhu.

"Aku tidak akan membunuhmu! Tapi persyaratanmu cukup gila!"

"Kamu tahu istilah luar, win-win? Yang sering di gunakan dalam perjudian? Anggap saja seperti itu, aku akan datang ke Istana untuk membantumu dan merawat Raja Wen, kamu memfasilitasi hidupku di dalam sana. Aku tidak mau di anggap rendah, setidaknya aku harus di hormati di Istana." Ryu menyeringai dengan percaya diri.

"Aku akan mengatakan bahwa kamu sepupuku," kata Hu Yazhu yang punya solusi lain.

"Tidak! Kita tidak mirip, akan sangat sulit orang memercayainya. Sudah cukup, perkenalkan aku sebagai calon istrimu saja!"

"Tidak, bagaimana jika pelayan pribadiku? Aku akan menjamin kamu hidup bahagia disana!" kata Hu Yazhu memberi pilihan lain.

Ryu menggeleng. "Calon istrimu saja!"

"Aku.. Sudah memiliki calon istri!"

Seketika suasana menjadi hening, Ryu tertegun dan menatap langsung mata Hu Yazhu. Dia penasaran dengan calon istri yang pria itu maksud. "Siapa?"

"Kamu tidak perlu tahu! Dia tidak ada di wilayah ini!"

"Apa dia sudah resmi menjadi calon istrimu? Jika belum aku masih bisa menjadi calon istrimu!" Ryu mendelik ke arah panglima perang.

"Ryu, sudah-sudah! Kamu tidak bisa memaksa panglima perang kerajaan berbohong seperti itu. Sekalipun kamu cenayang yang hebat, kamu tidak boleh melakukannya!"

Hu Yazhu menatap kakek Asahi yang sedang menasehati Ryu. Pria itu berpikir sejenak, tidak ada salahnya membawa Ryu dan memperkenalkan dia sebagai calon istrinya. Toh calon istri yang dia maksud tadi memang tidak benar-benar ada. "Kakek, aku akan menerima syarat dari Ryu."

Ryu dan kakek Asahi membelalak, mereka saling melempar tatapan tidak percaya. "Kau serius Panglima?"

"Bukankah seperti yang kamu katakan bahwa ini adalah win-win. Kita saling menguntungkan, aku ingin kamu merawat raja sampai dia sembuh. Tapi aku juga tidak bisa memperkenalkanmu sebagai dayang maupun cenayang, karena hal itu dilarang di Istana. Jika aku memeperkenalkanmu sebagai calon istriku, kamu akan sangat di sambut hangat di Istana. Satu hal yang harus kamu jaga, kamu tidak boleh ketahuan, tidak boleh ada yang mengetahui bahwa kamu seorang dukun!"

"Tentu aku siap, tapi aku tidak ingin tinggal disana. Maksudku, aku tetap ingin pulang ke rumah kakek." Ryu menatap kakek Asahi.

"Ryu, kenapa banyak sekali syaratnya? Kamu merepotkan panglima nak!" sahut kakek Asahi.

"Setuju, aku akan mengantarmu pulang satu minggu sekali ke rumah kakek Asahi. Selain itu, kamu akan tinggal di istana bersamaku."

Deg

Sikap jantan Hu Yazhu dimata Ryu begitu mengesankan, pria itu benar-benar berkarisma dan bersinar di mata Ryu. Setelah kesepakatan berakhir, dan Hu Yazhu pun pulang bersama anak buahnya. Besok, dia akan kembali dan menjemput Ryu untuk pergi ke Istana. Kemudian Huo Sijue yang masih ada disana pun langsung menghampiri Ryu yang sedang menatap kepergian Hu Yazhu.

"Siapa pria itu?"

"Hu Yazhu, panglima perang kerajaan Wen." jawab Ryu.

"Huo Sijue, lebih baik kamu pulang. Jagalah dirimu baik-baik, jika suatu saat aku dalam bahaya, jangan berpikir untuk menyelamatkanku. Aku tidak ingin kamu terluka." lanjut Ryu.

"Hei peramal bodong! Apa kamu kerasukan? Kenapa tiba-tiba bersikap seperti ini?"

"Aish, kamu benar-benar ingin aku pukul ya?"

Huo Sijue langsung berlari menjauh dan melambaikan tangannya pada Ryu. "Dah, aku pulang dulu penipu!" dia tertawa terbahak melihat Ryu kesal. Ryu mendengus pelan kemudian masuk kembali ke kedai, dia menatap kakek Asahi yang kini menyeringai.

"Satu pesan kakek, hati-hati! Jika kamu berasal dari sana, kamu akan sedikit demi seikit mengingat kenanganmu lagi."

Ryu mengangguk, sejujurnya dia sudah ingat semuanya. Bahkan semua kejadian yang berulang ini dia ingat dengan jelas. Hanya saja kali ini semuanya sesuai dengan rencana Ryu. Dengan menjadi calon istri Hu Yazhu, artinya pria itu tidak dinikahkan dengan adik tirinya, Wen Jia. Dengan itu, satu rencana ibu tirinya telah ia gagalkan. Ryu menyeringai tipis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!