NovelToon NovelToon

Nikah Dadakan

Pengkhianatan kekasih!!!

Suara ******* dan erangan memenuhi salah satu kamar di sebuah apartemen, aroma percintaan begitu pekat menguar dari dalam sana, tubuh polos seorang perempuan tengah bergerak bebas di atas tubuh si pria.

"Ramonn..." panggil Lisa manja dengan tubuhnya condong ke bawah menghadap wajah Ramon.

"Kenapa sayang?" tanya Ramon sesaat setelah dia melepaskan ******* nya.

Lisa mendudukkan kembali tubuhnya sambil terus menggerakkan pinggulnya.

"Bagaimana kalau Mba Karina mengetahui hubungan kita... ahh...?" desah nya di akhir kalimat saat Ramon menaikkan tempo pacuan nya.

"Aku tidak peduli" serunya.

Ramon membelai wajah Lisa kemudian mengusap bibir Lisa dengan lembut sambil melanjutkan kalimatnya.

"Aku dekat dengan dia semata-mata untuk mendapatkan kamu, dari dulu pun yang aku cinta itu kamu" lanjut Ramon sambil mengecup jari tangan Lisa.

"Siapa yang mau dengan perempuan yang sudah..." Ramon tidak melanjutkan perkataan nya, Ramon sibuk mengerang saat di atas sana Lisa semakin cepat menggoyangkan pinggulnya seakan puas dengan jawaban yang Ramon lontarkan.

Ramon membalik posisi Lisa saat ini Ramon lah yang memegang kendali atas Lisa, setiap gerakan liar yang dilakukan Ramon berhasil membawa mereka untuk sampai menuju puncak nirwana.

Di sisi lain ruangan itu seorang wanita tengah berdiri menyaksikan pergulatan panas mereka dengan berurai air mata, nafas yang tersendat dan dada naik turun menahan amarah dia mundur dengan langkah terbata. Tangannya meraih apapun sebagai pegangan agar dia tidak ambruk di depan pintu kamar kekasihnya.

"Apa katanya tadi? terpaksa? terpaksa dia bilang?" ucapnya dengan lirih.

Bagai tersambar petir di siang bolong dia menyaksikan serta mendengar secara langsung pengkhianatan yang kekasihnya lakukan.

Ramon merupakan teman Karina dari SMP yang baru di pacari nya selama satu tahun terakhir, padahal dulu Ramon sangat berusaha untuk menaklukkan hati Karina, tapi kenyataannya sekarang dia dengan sangat kurang ajarnya bercinta dengan Lisa sahabat di tempat kerjanya yang dulu.

Badan Karina teruyung ke belakang kala kakinya sudah tidak kuat menopang berat tubuhnya yang sudah terkulai lemas mengetahui segala kenyataan tersebut.

PRANG!!!

Karina memecahkan vas bunga yang ada di belakang tubuhnya, pecahan vas bunga tersebut melukai kakinya namun dia tidak merasakannya sama sekali, saat ini hatinya jauh lebih sakit dibanding luka yang ada di bawah kakinya.

Di dalam kamar, dua orang yang saat ini dalam keadaan polos dan tengah terkulai lemas akibat pergulatan panas mereka terperanjat kaget saat mendengar suara benda pecah tersebut.

Lisa menarik selimut kemudian dia gulungkan pada tubuh polosnya, sementara Ramon mengitari kamar mencari boxer yang entah kemana dia lemparkan tadi.

Ramon memakai boxer nya kembali saat dia menemukannya di ujung tempat tidur.

"Pakai pakaian kamu, aku akan melihat siapa yang ada di luar sana" ucapnya pada Lisa.

"Siapa di sana?" tanya Ramon pada wanita yang tengah duduk di atas lantai dengan rambut yang menutupi seluruh wajahnya dan terlihat sangat menyedihkan.

Karina mendongak melihat ke arah sumber suara wajahnya penuh air mata dengan rambut yang berantakan.

Ramon berjalan pelan menghampiri Karina.

"Karina" pekik Ramon dengan nada yang cukup tinggi hingga membuat Lisa yang ada di dalam kamar mengetahui siapa yang datang saat ini.

Lisa keluar dari dalam kamar dengan lingerie seksi nya yang dibalut kimono berukat berwarna merah, tangannya dia lipat di atas dada dengan tubuh yang menyandar pada ujung meja, di seluruh leher sampai dada tersebut tersebar tanda-tanda percintaan yang di buat oleh Ramon, yang sengaja Lisa pamerkan pada Karina.

Dada Karina kembali sesak saat Ramon hanya diam dan Lisa hanya menertawakannya tanpa seorang pun mencoba menjelaskan.

"Apa kalian tidak ingin menjelaskan segalanya?" teriak Karina pada Ramon dan Lisa dengan posisi Karina yang masih bersimpuh di atas lantai.

Lisa tersenyum sinis lebih ke arah mengejek, dia berjalan ke arah Ramon kemudian mengaitkan kedua tangannya pada perut Ramon.

"Dia minta penjelasan" bisik manja Lisa pada Ramon.

Ramon mengelus kepala Lisa dengan sayang kemudian mengarahkan tatapan tajamnya pada Karina.

"Apa yang ingin kamu tahu heh?" tanya Ramon singkat.

"Semuanya Ramon, semuanya" teriak Karina di tengah isak tangisnya.

"Seperti yang kamu lihat Karina, sebenarnya aku sudah muak! syukurlah kamu mengetahuinya sekarang" ucap Ramon masih dengan posisi berdirinya.

"Aku sudah tidak membutuhkan kamu lagi, ada yang jauh lebih sempurna daripada kamu yang hanya seor..."

"Cukup kurang ajar! tidak perlu kamu merendahkan status ku," bentak Karina memotong kalimat Ramon.

Ramon mendudukkan tubuhnya pada ujung meja, dia membawa Lisa masuk ke dalam pelukannya.

"Bukankah kamu ingin tahu segalanya?" tanya Ramon.

"Aku hanya memanfaat kan kamu! sampai sini kamu paham?" lanjut Ramon menekankan setiap kalimatnya dengan tidak berperasaan.

Karina bangkit dari duduknya, dia meremas jari jemarinya, dadanya bergejolak, telinganya panas saat mendengar kata demi kata yang Ramon lontarkan, semua itu bak anak panah yang menghujam seluruh tubuhnya.

Karina menatap tajam Lisa dan Ramon, pria yang pernah dia cintai sebelum berkata.

"Aku akan membalas setiap sakit hati yang aku dapatkan dari kalian hari ini," telunjuk Karina terangkat menunjuk Ramon dan Lisa.

Ramon mengedikkan bahunya acuh.

"Terserah! aku tidak peduli" ujarnya tak gentar menerima ancaman dari Karina.

"Kamu bisa apa memangnya?" Ramon mengangkat tubuhnya kemudian berdiri persis di hadapan Karina.

"Kamu hanya gadis menyedihkan yang hidup sebatang kara bahkan Ayah kandungmu sendiri lebih memilih..."

PLAKK!

Belum sempat Ramon menyelesaikan kalimatnya sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipinya, Ramon memegang pipi sebelah kanan yang terkena tamparan Karina, seumur hidup ini pertama kali dia diperlakukan kasar oleh perempuan wajahnya memerah dengan nafas yang saling memburu, siap meledakkan amarahnya tangan Ramon terangkat ke udara untuk membalas perlakuan Karina, Karina memejamkan matanya seolah bersiap menerima tamparan dari Ramon yang diyakininya akan sangat menyakitkan namun sesaat setelahnya bukan tamparan yang Karina rasakan melainkan tarikan yang cukup kencang di bagian kepalanya.

Lisa menarik rambut panjang Karina sambil menyeretnya menuju pintu keluar. Karina berteriak kesakitan dan kedua tangannya mencoba melepaskan tangan Lisa dari kepalanya.

Lisa berteriak.

"Wanita kurang ajar! berani-beraninya kamu menampar kekasih ku!" hardiknya sambil menyeret tubuh Karina keluar pintu.

Karina terjatuh tepat di depan pintu apartemen Ramon, dia meringis merasakan sakit saat lututnya terbentur dengan lantai.

Karina bangkit sambil mengeluarkan sumpah serapahnya.

"Kamu sekarang boleh melakukan apapun yang kamu inginkan untuk menyakiti ku tapi nanti kau apa yang akan berlutut dan menangis di bawah kakiku, ingat sumpah ini Ramon, Lisa" teriak Karina sambil bersumpah di depan pintu apartemen milik Ramon sang mantan kekasih yang telah berselingkuh dengan sahabatnya sendiri yaitu Lisa.

Karina merapikan penampilannya kemudian dengan tertatih dia masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju lantai dasar, dia menekan tombol L agar lift langsung mengantarnya menuju lobi.

Saat pintu lift akan tertutup, seorang pria tampan menghentikannya sehingga lift terbuka kembali, pria tampan dengan mata zamrud tersebut langsung masuk dan bergabung bersama Karina.

Karina sempat tertegun melihat mata indahnya tersebut, mata itu mengingatkannya pada seseorang yang sangat berarti dalam hidup Karina.

Setelah meraih kembali kesadarannya, Karina menormalkan kembali ekspresinya dengan segala beban pikiran di otaknya, saat ini dia harus kembali ke rumah sakit dan memikirkan cara lain untuk mendapatkan biaya operasi untuk bibinya. Sungguh menyedihkan di saat dia akan meminta bantuan sang pacar, Tuhan malah memperlihatkan kebusukan sang pacar dan sahabatnya pada Karina, tanpa terasa lamunannya telah membawa Karina menuju lantai dasar.

"Nona, apa Anda tidak ingin keluar?" tanya si pemilik mata zamrud yang mempunyai suara berat dan sedikit serak tersebut.

Karina mengerjapkan matanya kemudian keluar dari dalam lift.

"Terima kasih sudah mengingatkan" ucap Karina tulus dan sedikit membungkuk.

Karina keluar dari dalam lift kemudian berjalan lurus untuk keluar dari apartemen tersebut dan menghentikan taksi yang akan membawanya menuju rumah sakit.

"Nona sebentar!" ucap pria yang berada di dalam lift tadi sambil tangannya meraih lengan Karina.

Anda di tunggu!

Karina mengerutkan keningnya bingung sambil mencoba melepaskan tangan si pria tersebut.

"Oh sorry" ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya ke udara.

Pria tersebut mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya kemudian dia berjongkok dililitkan sapu tangan tersebut pada pergelangan kaki Karina yang terluka.

"Sebaiknya Nona memeriksakan luka Nona ke rumah sakit" lanjutnya.

Setelah berucap demikian, dia langsung pergi menaiki mobil mewah berharga fantastis yang sedang menunggunya di depan lobi sebelum Karina sempat mengucapkan terima kasih pada pria tersebut.

Karina hanya mematung sambil melihat ke arah pria yang sudah menjauh tersebut.

"Terima kasih setidaknya masih ada orang asing yang mau peduli dengan wanita ini" lirih nya pelan.

#########

Saat ini Karina tengah berada di dalam sebuah taksi yang akan membawanya menuju rumah sakit, dia menyandarkan kepalanya pada jok mobil dengan mata yang terpejam, jangan tanya bagaimana keadaan hatinya saat ini.

Karina meraih hand bag yang dia letakkan di sebelahnya saat suara nyaring telepon genggam berbunyi dari dalam sana.

"Iya Dokter, apa terjadi sesuatu dengan Bibi saya?" tanya Karina saat nama Dokter Adi terpampang di telepon genggam miliknya.

"Sebelumnya saya ingin memberitahu Nona kalau batas waktu untuk operasi pemasangan ring pada jantung Bibi anda adalah minggu ini, Dokter yang akan melakukan operasi pada minggu depan akan kembali ke Jerman untuk lebih lanjutnya lagi saya tunggu Nona di ruangan saya besok pagi" jelas Dokter Adi yang merupakan Dokter jantung yang menangani Vina Bibi dari Karina.

"Baik Dokter, sebelum pergi bekerja saya usahakan untuk menemui Dokter terlebih dahulu" ucap Karina.

Karina menarik nafasnya dalam, saat ini dia harus memutar otaknya untuk mendapatkan biaya operasi Bibinya yang tidak sedikit tersebut, sang kekasih yang menjadi harapan Karina satu-satunya malah berkhianat, Karina meringis saat kakinya terasa perih, terlalu banyak yang Karina pikirkan sehingga dia melupakan luka yang ada di pergelangan kakinya, Karina melihat sapu tangan biru dongker yang membalut lukanya diusapnya sapu tangan tersebut dengan lembut ujung dari sapu tangan itu terdapat bordiran bertuliskan F, D, K.

Karina menepuk bahu sang sopir pelan.

"Pak tolong berhenti di klinik terdekat" pinta nya lembut pada pria paruh baya yang tengah mengemudikan taksi tersebut.

"Baik Neng kebetulan tidak jauh dari sini ada klinik yang buka 24 jam" ucap sang sopir taksi.

Taksi yang Karina tumpangi berjalan membelah jalanan ibukota yang sepi petang ini, belum sampai setengah jalan telepon genggam milik Karina kembali berdering, kali ini nomor yang tidak dikenal yang memanggilnya Karina mengerutkan keningnya bingung dia merasa tidak pernah menghubungi nomor tersebut.

"Siapa?" tanyanya sambil melihat kembali nomor yang berjajar di layar.

"Apa mungkin, Bik Rita?" tanyanya pada diri sendiri.

"Devin..." gumamnya pelan menyebutkan nama seseorang, saat ingatannya tertuju pada Bik Rita tetangganya.

Karina segera mengangkat panggilan tersebut dengan tergesa.

"Halo" jawabnya.

"Karina Grizelle Putri?" tanya seorang pria bersuara serak dan berat menyebutkan nama lengkap Karina.

Karina mengerutkan keningnya semakin bingung dengan si penelepon. Siapa dia sampai hafal nama lengkap Karina, pikirnya.

"Iya" jawabnya singkat.

"Anda ditunggu di rumah sakit Medistra sekarang, jangan sampai telat jika anda masih ingin bekerja di perusahaan Grahatama" ancamnya.

"Ta... tapi" jawab Karina terbata, namun panggilan tersebut sudah terputus, Karina menghembuskan nafasnya kasar.

Kamu?

"Menyebalkan dia seenaknya saja memerintah" gerutu Karina dalam taksi membuat sang sopir tersenyum geli melihat wajah Karina yang berubah-ubah.

"Pak putar balik kita pergi menuju rumah sakit Medistra, cepat ya Pak" pinta Karina pada sang sopir, Karina menggagalkan rencananya untuk ke klinik dan lebih memilih pergi ke rumah sakit jangan sampai Karina dipecat dia masih membutuhkan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan orang-orang tersayangnya.

"Baik Neng," jawab yang sopir.

Pak sopir menancap gas agar cepat sampai di tempat tujuan kebetulan petang ini jalanan sepi.

Karina sampai di rumah sakit Medistra dia menghabiskan dua puluh menit di jalan dari seharusnya tiga puluh menit.

Di pintu masuk sudah ada Renal yang sedang menunggu kedatangan Karina, dia melambai ke arah Karina, Karina menengok kiri dan kanan untuk melihat siapa Renal sapa, saat kiri dan kanan Karina tidak ada orang Karina menunjuk dirinya sendiri sambil bergumam tanpa suara.

"Saya?" tanyanya.

Renal mengangguk sambil berjalan ke arah Karina.

"Yuk masuk" Renal mempersilahkan Karina berjalan di depannya.

"Bapak yang menghubungi saya?" tanya Karina bingung, Renal merupakan atasan Karina di kantor dia cukup populer di antara para pekerja wanita, bahkan gosip yang berkembang di lingkungan kerjanya Renal adalah CEO di perusahaan tempat Karina bekerja.

"Nanti saya jelaskan sekarang kamu ikut saya" jawab Renal sambil masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju ruang VVIP.

Lift yang mereka naiki sampai di lantai teratas Rumah Sakit, ruangan tersebut begitu mewah dengan segala fasilitas yang eksklusif.

Karina berjalan di depan Renal saat Renal menyebutkan kalau mereka akan pergi menuju ruang VVIP II tempat tujuan mereka.

Bagaimana karyawan biasa bisa tahu tentang ruangan yang hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang rela menghabiskan dua puluh lima juta semalam hanya untuk sewa kamarnya saja dan itu belum termasuk biaya perawatan.

Namun, keingintahuan Renal dia pendam karena saat ini ada yang lebih penting dari itu semua, Renal bisa kehilangan segalanya jika telat semenit saja.

Karina sudah berdiri di depan pintu ruang VVIP II, dia ragu untuk masuk ke dalam Karina berbalik, posisi Renal saat ini kurang lebih enam meter di belakang Karina, Renal menyuruh Karina masuk terlebih dahulu dengan menggerakkan tangannya ke depan seperti gerakan mengusir.

Karina membalikkan kembali tubuhnya untuk mengetuk pintu namun sayang yang Karina ketuk bukan pintu melainkan dada bidang seorang pria.

Karina meringis, dia arahkan pandangannya ke atas, matanya bertemu kembali dengan mata hijau pria yang menolongnya tadi sore namun matanya yang sekarang terlihat jauh lebih dingin dan misterius, refleks Karina memundurkan tubuhnya beberapa langkah.

"Kamu?" pekik Karina sambil menunjuk wajah si pria. Si pria tersebut hanya mengerutkan kening nya tanpa menjawab keterkejutan Karina.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Renal, Karina menggeleng pelan.

"Dia Fin Grahatama, CEO di perusahaan tempat kita bekerja" bisik Renal pada Karina.

"Jadi bukan Anda CEO nya?" tanya Karina polos yang sukses membuat Renal tertawa.

Mata Fin menatap tajam Renal, Karina sendiri menggigit bibirnya sambil memainkan jari jemarinya gugup, dia sudah berbuat lancang dengan menunjuk langsung wajah CEO nya.

Fin yang dia temui sore tadi sungguh berbeda dengan Fin yang ada di hadapan yang saat ini, jiwa kepemimpinan nya sungguh mendominasi saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!