NovelToon NovelToon

Jangan Panggil Aku Pelakor!

Epilog

"Dan bagiku Bandung bukan cuma masalah Geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi" - Pidi Baiq"

Nayla tersenyum menatap tulisan hasil Pidi Baiq yang dipajang di Jalan Asia Afrika itu. Gadis berusia 21 tahun itu pun melangkahkan kakinya kembali dan bergegas untuk sampai di tempat tujuannya. Hari ini ia akan bertemu dengan kekasih hatinya yang sudah Nayla pacari selama 5 tahun. Kekasinya bernama Reyhan. Ia dan Reyhan sudah menjalin hubungan dari usia 16 tahun, bisa dibilang Reyhan adalah cinta pertama untuk Nayla.

"Reyhan ke mana ya?" Nayla melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Ia kini sedang terduduk di dalam sebuah cafe yang ada di alun-alun Bandung.

"Nay, sudah lama?" Seorang pria berprawakan tinggi dan putih duduk di kursi yang ada di depan Nayla.

"Aku baru sampai," Nayla tersenyum memamerkan giginya yang putih dan rapi.

"Mengapa kamu selalu ingin bertemu di tempat? Aku kan bisa menjemputmu," Reyhan menangkup tangan Nayla.

Gadis berambut sepinggang itu pun buru-buru menarik tangannya yang sedang digenggam oleh Reyhan. Bisa dibilang Nayla adalah gadis yang sangat bisa menjaga dirinya. Ibunya selalu mewanti-wanti agar Nayla bisa menjaga kehormatan diri dan keluarganya.

"Aku tidak ingin merepotkanmu, Rey!" Nayla berkata dengan kikuk.

"Bagaimana kuliahmu?" Tanya Reyhan dengan penuh keingintahuan.

"Baik-baik saja," jawab Nayla. Ia pun mengaduk-gaduk es krim yang tersaji di mejanya.

"Kamu sepertinya sangat lelah?" Reyhan memperhatikan raut wajah gadis yang selalu menemani hari-harinya selama lima tahun ini.

"Ya tentu saja lelah, aku kan bekerja sambil kuliah," Nayla tertawa.

Nayla memang terdaftar sebagai mahasiswa semester lima di salah satu universitas swasta yang ada di kota Bandung. Tetapi, Nayla mengambil kelas karyawan karena ia pun harus bekerja untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarga. Ayah Nayla sudah lama meninggal dunia. Ibunya pun sakit-sakitan dan Nayla pun harus membiayai adik-adiknya yang masih duduk di kelas 1 SMA dan kelas 2 SMP.

Sedangkan Reyhan terdaftar sebagai mahasiswa semester akhir di salah satu universitas negeri terkemuka yang ada di kota Bandung. Kedua orang tuanya pun sangat berada, karena ayah Reyhan adalah seorang pengusaha tambang di pulau Kalimantan.

"Ambilah!" Reyhan mengambil sesuatu dari tasnya. Kemudian ia menyodorkan amplop berisi uang yang sudah ia siapkan sebelumnya.

"Tidak, Rey. Kali ini aku tidak akan membiarkanmu membayar uang semester kuliahku," Nayla menggelengkan kepalanya. Pasalnya dari semester satu Reyhan selalu membantu keperluan kuliah Nayla di mulai dari biaya buku, ospek dan biaya-biaya lainnya.

"Jika kamu tidak mengambil uang itu, aku akan sangat kecewa."

"Tapi Rey-"

"Aku tidak ingin mendengar penolakan darimu, Nay. Aku mohon, kamu terima ya?" Reyhan memberikan wajah yang memelas.

"Baiklah. Aku berjanji akan menggantinya jika nanti sudah lulus kuliah Rey," Nayla mengalah.

Pasalnya gaji Nayla sekarang hanya cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya. Nayla bekerja di sebuah Wedding Organizer kekinian yang ada di kota Bandung. Nayla bertugas sebagai orang yang membantu fitting busana para pengantin yang akan menikah.

"Jangan pikirkan itu, Nay!" Tegur Reyhan sekali lagi.

"Ayo kita membeli es krim!" Reyhan berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan Nayla.

"Terima kasih Rey," ucap Nayla dengan tidak enak hati. Kekasihnya ini memang sangat loyal terhadap dirinya.

"Sama-sama," Reyhan mengusap rambut Nayla. Mereka pun berjalan-jalan menyusuri jalanan Asia Afrika dengan satu cone es krim di tangan masing-masing.

"Kamu ingin baju itu?" Reyhan menunjuk baju yang dipajang di etalase toko.

"Tidak, Rey."

"Sepatu itu?"

"Tidak juga."

"Jadi kamu ingin apa?" Tanya Reyhan penasaran.

"Aku ingin kedua orang tuamu merestui hubungan kita," ucap Nayla dengan sendu.

"Nay, aku akan berusaha membuat kedua orang tuaku menerimamu," Reyhan maju ke hadapan Nayla.

Nayla diam terpaku dan menatap mata Reyhan yang penuh dengan kesungguhan.

"Aku berjanji, Nay."

*****

"Dari mana kamu, Rey? Baru bertemu dengan gadis mata duitan itu lagi?" Tanya Rika, ibu dari Reyhan. Rika kini tengah terduduk di sofa ruang tamu.

"Ma, bisa tidak mama berhenti memanggil Nayla gadis mata duitan?" Reyhan tampak kesal mendengar ucapan ibunya.

"Mama bener kok kak. Kak Nayla kan emang cewe matre," timpal Winie. Winie adalah adik perempuan Reyhan.

"Jaga omongan kamu ya, Win! Kakak ga pernah ajarin kamu ngata-ngatain orang kaya gitu!" Reyhan melirik tajam adiknya dengan suara yang setengah membentak.

"Apa-apaan kamu, Rey! Jangan bentak adikmu seperti itu!" Dengus Rika dengan kesal saat anak bungsunya dibentak.

"Tuh, Ma liat! Gara gara cewe yang namanya Nayla, kak Reyhan jadi kaya gini dan bentak aku," Winie merengek.

"Sampai kapan kamu ngejalin hubungan dengan gadis itu? Sampai uang kamu habis? Hah?" Rika berdiri dari posisi duduknya.

"Ma, Nayla engga mata duitan!" Sanggah Reyhan.

"Engga mata duitan, tapi kamu yang bayarin semua hidup dia kan?" Ketus Rika.

"Engga. Aku cuma bantu bayar uang semesternya aja. Dia bilang mau ganti kalau udah kerja," Reyhan berkilah.

"Kakak ini naif ya? Mana mungkin dia ganti. Lagian kak Nayla itu engga tau diri banget ya, kak? Dia hidup di keluarga yang pas-pasan, tapi dia kuliah di salah satu universitas swasta mahal yang ada di kota ini," sinis Winie sambil melipat kedua tangannya.

"Iya bener kamu, Win. Dia bisa kan ambil universitas swasta yang uang semesternya murah. Emang gadis itu sengaja manfaatin kakak kamu. Dia tahu kakak kamu tuh banyak uang," Rika menyimpulkan.

"Sudahlah, Ma. Rey cape. Rey mau istirahat," Reyhan pergi meninggalkan ibu dan adik perempuannya itu.

"Ma, aku gak mau ya dapat kakak ipar miskin kaya gitu!" Ucap Winie dengan wajah jijiknya saat membayangkan rumah Nayla. Ia memang pernah diajak Reyhan mengunjungi rumah Nayla saat setahun yang lalu.

"Mama juga tidak sudi punya mantu kaya dia. Mama sudah punya pilihan sendiri yang bibit, bebet dan bobotnya jelas," Rika tersenyum membayangkan wajah seorang gadis yang akan ia jodohkan dengan putranya.

Seblak

Reyhan mengantarkan Nayla sampai ke depan pintu rumahnya. Reyhan sengaja untuk tidak mampir dulu karena hari sudah Larut malam. Ya, Nayla mengambil kuliah kelas karyawan, sehingga jadwalnya adalah sore sehabis pulang ia bekerja. Nayla merasa lelah dengan aktivitas nya yang padat, namun ia harus selalu bersyukur karena dirinya masih bisa meneruskan pendidikannya walaupun dengan jalan yang tidak mudah. Jalannya untuk mengenyam pendidikan di kampus yang berada di pusat kota Bandung itu dilaluinya dengan tidak mudah. Untuk masuk universitas swasta yang terkenal mahal dan bergengsi di Bandung itu, Nayla harus jeda selama setahun untuk melanjutkan kuliahnya.

"Rey, terima kasih kamu sudah mengantarkanku pulang," Nayla tersenyum tulus. Kini ia dan Reyhan sedang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Sama-sama, Nay. Kalau begitu aku pamit ya? Salam buat ibu dan adik-adikmu," pamit Rey dengan setengah berbisik, ia tidak mau mengganggu keluarga Nayla yang sedang beristirahat.

"Iya Rey, hati-hati! Jika sampai, kabari aku!" Pesan Nayla. Rey mengangguk, kemudian jemarinya mengelus rambut panjang Nayla dan segera berlalu dari sana.

Reyhan membuka kaca mobil dan melambaikan tangan saat mobilnya mulai meninggalkan kawasan tempat tinggal Nayla yang padat. Hatinya selalu merasa hangat saat melihat wajah teduh Nayla, gadis yang sangat ia cintai. Impian terbesarnya adalah menikahi Nayla dan menua bersamanya.

Sepeninggal Reyhan, Nayla membuka pintu dari kunci cadangan yang ia bawa. Memang Nayla selalu membawa kunci cadangan, ia tidak mau jika harus mengetuk pintu dan membangunkan ibu dan adik-adiknya.

"Assalamualaikum?" Seru Nayla dengan suara yang lembut, tangan kanannya menutup pintu yang terbuka.

"Waalaikum salam, Nak. Kamu sudah pulang?" Ibu Nayla yang bernama Bu Asih menyambut kedatangan putri sulungnya dengan tergopoh-gopoh. Ia memegangi dadanya dan sesekali batuk.

"Bu, mengapa ibu belum tidur ?" Tanya Nayla, ia lalu menggandeng lengan Bu Asih menuju kamarnya.

"Ibu tidak akan bisa tidur jika kamu belum pulang, Nay. Uhuk. Uhuk.." Bu Asih memegang dadanya lagi, kali ini batuknya tidak berhenti. Bergegas Nayla mengambil air putih hangat ke dapur, lalu ia segera membantu ibunya untuk minum.

Bu Asih sudah lama sekali mengidap penyakit Asma, suaminya yang bernama Pak Agus sudah meninggal ketika Nayla kelas 2 SMA, ia meninggalkan 3 orang anak. Untuk menghidupi kebutuhan keluarganya, Bu Asih keliling kampung berjualan nasi kuning setiap pagi. Bu Asih Menjajakan dagangannya dari rumah ke rumah untuk menjual menu sarapan pagi itu. Tak jarang banyak sekali warga yang menghutang dan tak sedikit ada yang tidak membayar.

Melihat kondisi ibunya yang sudah sering sakit-sakitan, Nayla mencoba membantu perekonomian keluarganya dengan cara menjual gorengan di sekolah SMA nya. Ia selalu menitipkan gorengan yang ia buat di kantin atau membawanya ke dalam kelas. Syukurlah semua teman sekelasnya baik dan tidak pernah ada yang membully keadaannya.

Ketika Nayla lulus pun, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya, rencananya ia akan melamar menjadi karyawan pabrik. Namun saat itu Bu Asih menolak, bagaimana pun Nayla harus meneruskan pendidikannya. Tak hanya itu, Reyhan juga membujuk Nayla agar melanjutkan pendidikannya. Reyhan berdalih Nayla bisa mengambil beasiswa atau opsi kedua Nayla bisa kuliah sambil bekerja. Akhirnya Nayla menuruti nasihat ibunya dan Reyhan. Meski rehat selama setahun untuk mencari dana, akhirnya Nayla melanjutkan pendidikannya sambil bekerja.

Waktu itu Nayla melamar ke pabrik namun tidak ada satupun panggilan yang menghubungi no ponselnya. Mereka beralasan bahwa umur Nayla belum menginjak usia 18 tahun. Tak putus asa, Nayla melamar ke sebuah WO dekat tempat tinggalnya dan ia diterima ketika melakukan sesi interview.

"Apa dada ibu sakit ? Apa yang terasa, Bu?" Raut wajah Nayla menyiratkan kekhawatiran yang amat dalam.

"Tidak apa-apa, Nak. Ibu baik-baik saja," kilah Bu Asih, ia harus terlihat baik-baik saja di depan putri sulungnya. Ia tidak mau terus merepotkan Nayla.

"Jangan berbohong, Bu! Nayla mohon!" Nayla berkata dengan sendu.

"Hanya dada ibu saja yang sakit, Nak. Nanti juga baikan kok."

Nayla membuka tas miliknya, di dalam sana terlihat amplop berwarna cokelat yang tebal. Itu adalah uang yang diberikan Reyhan untuk biaya semester nya.

"Besok kita berobat ya, Bu?" Nayla mengusap lengan ibunya dengan lembut.

Bu Asih menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, Nak. Gajianmu masih lama. Sudahlah ibu tidak apa-apa."

"Kebetulan Nayla punya uang, besok kita berobat ya? Nayla mohon jangan menolak!"

"Baiklah, Nak," Bu Asih mengalah pada akhirnya.

"Ya sudah ibu beristirahatlah! Ini sudah malam," Nayla membantu membaringkan tubuh Bu Asih, kemudian ia menyelimuti tubuh wanita paru baya itu. Nayla benar-benar sangat menyayangi ibunya.

"Uang semester ku nanti saja aku pikirkan yang penting ibu harus berobat dulu," batin Nayla sendu.

Setelah melihat ibunya tertidur, Nayla meninggalkan kamar Bu Asih. Ia segera masuk ke dalam kamarnya. Terlihat adiknya yang bernama Dwi sedang tertidur lelap. Nayla mempunyai 2 orang adik, satunya perempuan kelas 1 SMA yang bernama Dwi. Satu lagi adik laki-laki yang bernama Bayu yang masih duduk di bangku SMP.

Nayla mengganti bajunya, lalu menjatuhkan tubuhnya disamping Dwi yang sedang tertidur dengan damai. Hari ini sangat lelah sekali.

"Tidurlah wahai diri! Kamu sudah bekerja sangat baik hari ini," batin Nayla menghibur diri, tak lama ia pun memejamkan matanya dan memasuki alam mimpi.

*******

Nayla merapikan gaun-gaun pengantin dan memasukannya dengan sangat cekatan ke dalam lemari kaca. Ia begitu senang bekerja di tempat ini, Nayla selalu ikut bahagia melihat sepasang kekasih memutuskan menikah dan ia bisa ikut membantu dalam memilih-milih gaun.

Tatapan Nayla beralih pada gaun pengantin berwarna nude yang terpajang di patung dengan sangat epik. Ia begitu jatuh cinta dengan gaun itu, Nayla berharap ia bisa memakai gaun itu saat pernikahannya nanti bersama Reyhan.

Nayla menggelengkan kepalanya, mencoba menepis angan-angan semu yang baru saja melintas di benaknya. Nayla merasa sedih jika mengingat perlakuan keluarga Reyhan kepadanya. Ibu dan adik Reyhan selalu saja memojokannya dan menghinanya. Nayla mecoba tidak ambil hati dengan perkataan pedas mereka. Namun Nayla juga manusia biasa, hatinya merasa seolah teriris ketika mendengar hinaan dan cacian dari keluarga Reyhan.

"Nay?" Panggil seseorang dengan suara khasnya membuat Nayla terlonjak. Ia terlalu asyik berkutat dengan lamunannya, hingga tidak menyadari kehadiran seseorang di sampingnya.

"Luna?" Seru Nayla dengan ramah, ia melihat sahabatnya mengunjungi galeri hanya untuk bertemu dengannya.

Luna adalah sahabat kecil Nayla, mereka bersahabat sejak SD. Mereka selalu bersama sama ketika melakukan berbagai kegiatan di sekolah. Hingga orang-orang menyebut Nayla dan Luna adalah adik kakak. Namun kenyataannya strata ekonomi mereka sangatlah berbeda. Keluarga Luna adalah orang terpandang. Ibunya berprofesi sebagai seorang notaris, dan ayahnya bekerja sebagai Chef senior dan memiliki restoran yang cukup mewah di kota Bandung. Jelas berbeda sekali dengan kehidupan keluarga Nayla yang harus berjuang sangat keras hari demi hari untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Ayo kita jajan seblak!" Ajak Luna seraya menarik-narik tangan Nayla.

Nayla mengiyakan, kemudian mereka segera mendatangi tempat favorit mereka. Kedai seblak yang kekinian.

"Kamu mau pesan seblak apa, Nay?" Tanya Luna saat mereka sudah berada di kedai seblak itu.

"Seperti biasa, Lun."

"Seblak kerupuk, kangkung sama siomay ya, terus levelnya yang paling pedas?" Luna sudah sangat hafal dengan jenis seblak kesukaan sahabatnya.

"Iya. Kamu pasti pesan seblak kwetiau plus mie glosor?" Nayla tertawa.

"Pasti dong," Luna tertawa. Mereka memang sudah sangat hafal mengenai makanan kesukaan masing-masing.

"Nay, aku mau cerita!" Luna memulai obrolan di antara mereka, terlihat dua porsi seblak yang sangat pedas dan masih mengeluarkan asap telah terhidang di meja mereka.

"Ada apa, Lun?" Nayla merasa khawatir dengan perubahan raut wajah sahabatnya.

Luna tidak kunjung menjawab, air matanya menitik membasahi pipinya yang merona. Ia berusaha merangkai kata dan mengeluarkan isi hatinya. "Aku dijodohkan, Nay."

Mata Nayla membulat karena terkejut. "Apa? Dijodohkan dengan siapa Lun? Kok bisa?" Nayla seolah tak percaya.

Luna tidak melanjutkan kata-katanya, ia menatap netra cokelat milik Nayla. Mata yang selalu teduh menatapnya. Luna ingin berbicara bahwa Reyhan lah yang akan dijodohkan dengannya. Namun, Luna tak tega untuk mengatakan langsung pada sahabatnya. Luna bertekad untuk menggagalkan perjodohannya dengan Reyhan tanpa harus memberitahu Luna.

"Lun?" Nayla melambaikan tangannya di depan wajah sahabatnya. Hal itu membuat Luna gugup.

"Em. Aku belum tahu dengan siapa aku dijodohkan, Nay. Tapi aku tidak mau Nay. Kamu tahu kan aku sudah punya pacar. Aku ga mungkin ninggalin Reza," Luna menumpahkan isi hatinya.

Reza adalah pacar Luna, mereka sudah berpacaran 3 tahun. Luna sangat menyayangi Reza dan begitupun sebaliknya.

"Cobalah berbicara baik-baik pada ibu dan ayahmu, Lun! Aku yakin mereka ngerti dengan posisi kamu," Nayla mencoba memberikan nasehat yang bijak.

"Tidak semudah yang kamu bayangkan, Nay. Mereka sangat berambisi untuk menjodohkanku dengan anak sahabatnya. Aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak aku cintai, Nay," Luna mulai terisak.

"Aku hanya tidak habis pikir, Lun. Kamu kan masih jadi mahasiswi semester akhir. Lalu, sudah dijodohkan," Nayla menggaruk kepalanya.

"Mereka ingin aku menikah sesudah wisuda, Nay."

"Aku yakin semuanya masih bisa dibicarakan baik-baik, Lun!" Nayla mengelus punggung sahabatnya, Nayla lalu menyenderkan kepala Luna di pundaknya.

"Apa yang terjadi jika kamu tahu jika Reyhan lah yang akan dijodohkan denganku? Sanggupkah aku melihatmu bersedih Nay? Aku sungguh tidak tega. Beritahu aku, aku harus bagaimana Nay? Aku sungguh tidak ingin melukai hatimu," Luna berbicara didalam hatinya.

"Udah nangisnya? Ayo kita makan seblak! Biar kepalamu gak jangar," Nayla mendorong mangkok yang berisi seblak itu ke arah Luna. Luna mulai bisa tertawa lagi. Setelah bercerita panjang lebar, mereka mulai menyantap seblak yang mulai dingin itu disertai dengan cerita dan bersenda gurau.

Rencana Perjodohan

Reyhan diajak oleh keluarganya untuk makan malam di rumah sahabat kedua orang tuanya yang tak lain adalah orang tua dari Luna.

"Bukannya ini rumah Luna? " Batin Reyhan saat ia dan keluarganya turun dari mobil.

"Ma, ini kan rumah temannya Reyhan," Reyhan berkata kepada ibunya yang sedang merapikan rambutnya.

"Benarkah?" Mata Rika membulat karena terkejut sekaligus bahagia. Ternyata Reyhan sudah mengenal sosok yang akan dijodohkan dengannya.

"Iya, Luna teman SMAku Ma," jawab Reyhan.

"Kebetulan sekali ya, Ma?" Sela Winie, adik Reyhan saat mendengar percakapan kakak dan ibunya.

"Kebetulan apa?" Reyhan berkata dengan bingung.

"Sebaiknya kita masuk dulu," ucap Handi, ayah dari Reyhan yang mengakhiri percakapan mereka di halaman rumah Luna.

Mereka pun berjalan dan mendekat ke arah pintu. Handi memencet bell kediaman rumah Luna.

"Kalian sudah datang?" Seru seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu dari Luna. Wanita itu bernama Anita.

"Iya, maaf sedikit terlambat. Tadi macet. Biasalah akhir pekan," Rika menjawab.

"Ayo masuk kalau begitu!" Anita membuka lebar-lebar pintu rumahnya.

Mereka pun duduk bersama dan mulai mengobrol dengan hangat. Tak berapa lama, Luna terlihat turun dari tangga dengan tampilannya yang begitu anggun.

"Luna, sudah lama ya tante ga ketemu kamu!" Rika berdiri dan memeluk Luna.

Luna hanya tersenyum kikuk karena ia merasa kurang mengenal ibu dari Reyhan.

"Lun, dulu tante Rika ini sering main ke rumah mama," Anita mengerti akan sifat kaku putrinya.

"Oh begitu," Luna tersenyum simpul, kemudian ia mendudukan dirinya tepat di samping Reyhan, karena hanya itu kursi yang kosong.

Luna sudah diberitahu mengenai dirinya yang akan dijodohkan oleh Reyhan. Luna menolak kepada kedua orang tuanya, tetapi kedua orang tuanya sama kerasnya dengan orang tua Reyhan. Mereka memaksa Luna dan membujuknya untuk melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan Reyhan.

"Pak Farhan ke mana, Nit?" Tanya Rika kepada Anita saat ia tidak melihat Farhan atau ayah dari Luna.

"Sedang memantau restoran," timpal Anita. Mereka pun mulai memakan hidangannya masing-masing.

"Kapan selesainya ini?" Batin Reyhan yang sedari tadi hanya diam. Reyhan merasa tidak nyaman berada di rumah Luna.

"Rey, sekarang kamu sudah semester akhir ya?" Anita menatap Reyhan sembari tersenyum.

"Iya, tante."

"Sama dong kaya Luna, ya?" Anita melirik anak perempuannya yang sedang melahap makanannya.

"Iya," Reyhan menjawab dengan singkat.

"Kamu bakal nerusin bisnis papamu kan?"

"Masih belum tahu, tante."

"Rik, pokoknya setelah mereka wisuda, jangan lama-lama ya?" Kata Anita kepada Rika.

"Iya, Ma. Jangan lama-lama!" Winie memberikan dukungannya.

"Biarkan mereka bekerja dulu," timpal Handi, ayah dari Reyhan.

"Pak Handi gimana sih? Lebih cepat lebih bagus. Tidak baik kelamaan, nanti malah timbul hal yang engga engga."

"Jangan lama-lama apa ya?" Reyhan merasa heran dengan topik yang sama sekali ia tidak mengerti.

"Rik, kamu belum ngasih tahu Reyhan?" Anita melirik kepada Rika.

"Belum, Nit. Rencananya aku kasih tahu di sini," sahut Rika dengan begitu kalemnya.

"Kasih tahu apa, Ma?" Reyhan bertanya dengan tergesa. Hati kecilnya sudah mulai tidak nyaman dengan pembicaraan sekarang ini.

"Jadi gini Rey. Setelah kuliah, mama ingin kamu segera membina rumah tangga. Mama dan tante Anita sepakat untuk menjodohkan kamu dengan Luna," Rika memberikan penjelasan.

"Aku dan Luna? Dijodohkan? Mama lagi bercanda kan?" Reyhan menyimpan sendok yang tengah ia genggam. Raut wajahnya berubah menjadi sangat serius.

"Iya, kamu senang kan? Secara anak tante cantik, anggun, berprestasi," Anita bertanya dengan bersemangat. Ia menyangka Reyhan akan senang dijodohkan dengan Luna.

"Tante, sebelumnya maaf tapi Rey udah punya kekasih. Luna pun tahu itu. Iya kan Lun?" Reyhan menoleh ke arah Luna yang duduk dengan tenang di kursinya. Pemuda itu seakan meminta dukungan dari Luna untuk menolak perjodohan ini.

"Reyhan benar Ma. Dia kekasih Nayla," Luna membenarkan.

"Nayla? Sahabat kamu itu? Rik? Kamu yakin anakmu berhubungan sama Nayla?" Anita bertanya seolah tak percaya.

"Iya, Ma. Nayla sahabat aku tuh kekasihnya Rey. Mama, bayangin gimana perasaan Nayla kalau tahu ini!" Luna memelas kepada ibunya.

"Jangan dengarkan mereka, Nit! Hubungan Reyhan dan Nayla sudah berakhir. Hubungan mereka hanya sekedar iseng alias cinta monyet," sanggah Rika.

"Ma, hubungan Rey belum berakhir sama dia!" Reyhan menajamkan matanya.

"Rik, kasian banget kalau Reyhan masih menjalin hubungan sama Nayla. Aku tahu persis kok kehidupannya. Almarhum bapaknya Nayla sempat jadi tukang kebun di sini, ibunya juga pernah jadi asisten rumah tangga di rumahku saat dulu. Kebayang ya kamu harus besanan sama mereka," Anita tersenyum seakan merendahkan.

"Ma, kok mama ngomongnya gitu. Nayla sahabat aku, Ma," Luna seakan tidak suka mendengar perkataan ibunya.

"Ya ampun, Nit! Kamu terlalu serius deh. Mana mungkin Rey berjodoh dengan gadis seperti itu. Rey cocok dengan Luna," Rika berkata dengan gusar. Ia seolah sangat malu mendengar ucapan Anita. Harga dirinya seolah tercabik.

"Tapi kayanya Rey gak mau sama Luna lho, Rik!" Anita mengangkat kedua alisnya.

"Iya, tan. Aku enggak mau sama Lun-"

Ucapan Reyhan terhenti karena ibunya dengan cepat menginjak kakinya.

"Gini aja deh Nit. Kami pulang dulu, kami ingin berbicara dulu dengan Rey. Setelah itu mari kita bicarakan persoalan anak-anak kita lebih lanjut," sela Handi, ayah dari Reyhan yang sedari tadi hanya menjadi penonton.

"Tapi, Pa-"

"Kami sudah selesai makannya, tante. Terima kasih untuk jamuannya malam ini," Winie berkata dengan sopan.

"Winie benar. Kami pulang dulu ya Nit? Nanti kita berdiskusi lebih lanjut," Rika ikut berpamitan.

Keluarga Reyhan pun pergi dari kediaman Luna.

"Ma? Luna mohon batalkan saja ya? Luna masih muda, Luna juga punya Reza, Ma!" Luna mengiba kepada ibunya.

"Laki-laki itu lagi. Apa yang bisa kamu harapkan dari si Reza laki-laki gak jelas itu, Lun?" Anita menatap geram pada putrinya.

"Luna cinta sama dia, Ma," bisik Luna tapi masih terdengar oleh Anita.

"Tahu apa kamu tentang cinta? Reza cuma karyawan biasa, Lun. Kamu gak akan bahagia sama dia. Mama lebih berpengalaman dari kamu."

"Kenapa sih mama hanya mentingin uang, uang dan uang?" Cairan bening mulai menggenangi mata Luna.

"Karena memang dengan uang hidup akan lebih mudah. Mama hanya berpikir realistis saja. Pokoknya mama gak mau tahu. Kamu harus jadi sama Rey," Anita meninggalkan meja makan dan pergi ke kamarnya.

"Mengapa mama selalu saja memutuskan segalanya sendirian?" Luna mulai terisak.

Sementara itu di kediaman Reyhan....

"Ma, mama apa-apaan mau jodohin Rey sama Luna? Ma, Luna itu sahabatnya Nay," Reyhan setengah berteriak kepada ibunya.

"Rey, jangan tinggikan suaramu sama mama!" Handi memberikan peringatan.

"Maaf, Pa tapi mama keterlaluan kali ini. Rey masih muda, memang di zaman modern kaya gini masih ada ya perjodohan?" Rey berkata dengan nada yang kesal.

"Memang kenapa kaka gak mau sama kak Luna? Dia cantik, baik dan sangat sopan, yang terpenting dia kaya kita. Berasal dari keluarga berada," Winie memberikan tanggapannya.

"Di kepala kalian cuma uang, uang dan uang. Rey gak cinta sama Luna. Rey cuma cinta sama Nayla."

"Tapi Nayla kamu itu gak sebanding sama kita. Kehidupannya jauh dari kita. Kebayang kalau kamu jadi sama Nayla, tadi aja tante Anita ngejek mama. Kamu gak mikirin gimana kalau kamu benar-benar jadi sama Nayla? Mama bakal jadi bulan-bulanan relasi kita," Rika mendengus kesal.

"Rey ga peduli, Ma. Uang bisa Rey cari. Ma, Rey mohon restui hubungan Rey dengan Nayla!" Mata Reyhan berkaca-kaca.

"Kamu mau nangis atau sujud sujud di kaki mama sekalipun, gak akan ngerubah keputusan mama. Pokoknya kamu harus nikah sama Luna bukan sama Nayla si gadis miskin itu," Rika berlalu dari hadapan Rey dan yang lainnya.

"Pa, tolong bantu Rey!" Reyhan mengalihkan tatapannya kepada ayahnya.

"Papa ga bisa bantu Rey," Handi ikut-ikutan pergi dari hadapan Reyhan.

"Kakak terima aja sih, entar kalau udah nikah pasti lupa sama kak Nayla," kata Winie lalu ia ikut berlalu dari hadapan Reyhan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!