"Apa?" teriak Naya. Ia terlonjak kaget saat mendengar kabar neneknya yang masuk ke rumah sakit. Naya menutup teleponnya dan bergegas untuk menemui neneknya.
Asti Kanaya 19 tahun, seorang gadis berdarah sunda yang hidup bersama neneknya. Namun, demi untuk menyambung hidup nenek Naya bekerja sebagai ART di sebuah kota J. Saat ini Naya tinggal di kampung B, ia hidup terpisah dengan neneknya. Mereka hanya bertemu satu tahun sekali.
Naya berlari menuju pangkalan ojek dengan membawa ranselnya. "Mang, anterin Naya atuh ke terminal. Naya lagi buru-buru," pinta Naya pada tukang ojek pangkalan.
"Neng Naya teh mau ke mana bawa ransel segala?" tanya tukang Ojek.
"Naya teh mau nyusulin Nenek, katanya Nenek masuk rumah sakit. Naya teh khawatir takut Nenek kenapa-kenapa," jawab Naya sembari menunjukkan kecemasannya.
"Ya udah atuh, hayu naik. Kalah cicing wae (Malah diem mulu) si Neng mah," ajak tukang ojek sembari menaiki motornya.
"Terima kasih ya, Mang. Mang teh meuni baik pisan, tos mah kasep baik lagi," puji Naya seraya menaiki kuda besi mang ojeknya.
"Meuni pinter ngarayunya si Neng teh (pinter banget ngerayunya Neng)," kekeh tukang ojek. Lalu tukang ojek itu melajukan motornya.
Setelah sekitar 15 menit, Naya sampai di terminal. Naya turun dari motor dan membayarnya. "Mang, hatur nuhun pisan (terima kasih banyak) udah nganterin Naya ke terminal. Naya pergi sekarang ya," ucap Naya disertai senyuman.
"Sami-sami (sama-sama), Neng. Hati-hati di jalannya, semoga Nenek Aminah baik-baik aja,"
"Aamiin. Ya udah Naya pergi ya, Mang." Naya segera pergi meninggalkan Mang ojek dan menaiki bus yang akan mengantarkannya menuju kota J, tempat Nenek Aminah bekerja.
Jarak dari kota B ke kota J membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 4 jam lamanya.
***
Di kota J yang luas dan indah. Kini Naya telah sampai di tujuan, ia turun dan membayar ongkosnya. "Euleuh, euleuh ini teh meuni indah kieu ieu kota (ya ampun, kota ini sangat indah). Pertama kalinya Naya teh liat kota seindah ini, eta gedung naonnya meuni jangkung-jangkung teuing? (ini gedung apa ya, tinggi tinggi sekali?) Kata orang mah ini teh gedung pencakar langit, sararieun (takut) Naya mah. Sieun roboh. Ihhh." Naya menggidikkan bahunya membayangkan sesuatu yang konyol seraya menatap ke arah gedung yang ada di seberang jalan.
Tanpa berlama-lama lagi, Naya pun melangkahkan kakinya untuk menyebrang, Naya tampak ragu-ragu untuk menyebrang. Bagaimana tidak, kendaraannya melaju dengan kecepatan tinggi. Perlahan ia berjalan sembari memberi kode lewat tangannya kepada kendaraan yang melaju namun naas, ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan normal hendak menabrak Naya.
"Aaargghh!" teriak Naya sembari menutup matanya dengan tas yang ia pegang.
CKIIITTTT!
Mobil berhenti tepat di depan Naya, sangat dekat. Naya hampir tertabrak. "Haaahh." Naya menghembuskan napasnya merasa lega karena ia terhindar dari kecelakaan.
Lalu pemilik mobil itu keluar, pria berjas dengan perawakan yang tinggi dan bertubuh atletis ini menghampiri Naya. Pemilik mobil itu membuka kaca matanya dan menatap Naya. "Heh, lo nggak punya mata apa? Kalau nyebrang itu pake mata! Kalau tadi gue nabrak lo gimana? Repot!" ketus pemilik mobil.
Naya mengangkat wajahnya menatap pemilik mobil. "Euleuh, euleuh. Ari Aa teh gelo? (Ya ampun, Aa gila ya?) Maeunya jalan pake mata, (masa jalan pakai mata), jalan itu pake kaki. Siga nu lieur ari Aa (kek yang enggak waras aja, Aa)," timpal Naya.
"Lo ngomong apa? Gue nggak paham bahasa lo! Minggir, gue udah telat." Pria itu menyenggol tubuh Naya.
"Ihh, amit-amit kalau nanti ketemu si Aa gelo (gila) itu lagi. Bukannya minta maaf malah marah-marah," gerutu Naya sembari melanjutkan menyeberangnya.
Setelah berada di seberang jalan, Naya kembali melihat ke arah pria yang tadi. "Kasep-kasep gede ambek (ganteng-ganteng pemarah)," gumam Naya.
Tiba-tiba mobil berwarna putih berhenti di depan Naya, pemilik mobil itu membuka kaca mobilnya. "Heh, kamu!" panggil pemilik mobil itu.
Naya melihat ke arah pria yang ada di dalam mobilnya. "Aa teh manggil Naya?" Naya menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kemari!" titah pria itu.
Naya pun mendekati mobil itu. "Ada apa? Kenapa manggil Naya? Aa teh kenal sama Naya?" tanya Naya dengan wajah yang kebingungan.
"Masuk!" titah pria itu, ketus.
"Hah?" Naya mengerutkan keningnya.
"Astaga, saya bilang masuk! Kau cucunya Nenek Aminah 'kan?" pria itu menatap tajam Naya.
"Eh, Aa kenal sama Naya? Aa teh peramal ya? Nyahoan (bisa tau gitu)." timpal Naya.
"Saya nggak kenal, saya ke sini untuk menjemputmu. Jadi, jangan ngomel mulu! Masuk!" perintah pria itu.
"Ihh, meni galak kitu. Ya udah, Naya naik." Naya mengerucutkan bibirnya sembari memasuki mobilnya.
"Heh, ngapain duduk di belakang? Saya bukan supirmu. Cepat pindah duduknya, duduk di depan!" protes pria itu.
"Ih, meni repot pisan naik mobil teh. Yang penting mah duduk." Naya terpaksa keluar dari mobil dan masuk kembali lewat pintu sebelah kiri. Kali ini Naya duduk di kursi penumpang sebelah kursi kemudi.
"Pakai seat belt!" titah pria itu.
"Seat belt itu apa, Aa?" tanya Naya dengan wajah lugunya.
"Oh astaga, kau tidak tahu seat belt?" pria itu membelalakkan matanya menatap Naya.
Naya menggelengkan kepalanya. "Gadis macam apa tidak tahu seat belt, dia hidup di jaman apa?" umpat pria itu dalam hatinya.
Lalu pria itu mendekatkan dirinya pada Naya. Pada saat tangannya hendak mengambil seat belt, Naya menepis tangan pria itu dengan kasar.
"Heh, Aa teh mau ngapain? Jangan macem-macem sama Naya!" bentak Naya.
"Dasar gadis gila! Siapa yang mau macem-macem sama gadis sepertimu? Saya mau memakaikan seat belt untuk keselamatanmu!" timpal pria itu dengan wajah yang gemas melihat Naya.
"Ini bukan seat belt! Ini sabuk pengaman!"
"Terserah kau saja, gadis aneh," ketus pria itu sembari melajukan mobilnya.
***
CKIITT!
Mobil yang ditumpangi Naya telah sampai di salah satu rumah mewah.
"Aa kenapa Naya teh dibawa ke rumah ini? Bukannya Nenek Naya teh ada di rumah sakit?" Naya menatap pria itu.
"Kau akan menemui Nenekmu setelah menemui Tuan Liam, sekarang cepat turun dan masuk ke rumah itu. Tuan Liam sudah menunggu," titah pria itu sembari membuka seat belt dan keluar dari mobil.
Naya mencoba membuka seat belt namun, ia kesulitan saat membukanya. "Alah, kumaha ieu? (aduh gimana ini?) Sabuk pengamannya nggak bisa di buka? Si Aa udah keluar lagi?" gumam Naya.
TOK TOK TOK
Naya mengetuk kaca mobil. "Aa, sini!" panggil Naya pada pria itu.
Pria itu menghampiri Naya. "Ada apa?" tanya pria itu pada Naya sembari membuka pintu mobilnya.
"Aa ganteng, bantuin Naya atuh. Ini sabuk pengamannya nggak bisa dibuka," keluh Naya dengan sedikit memujinya.
"Astaga, gadis ini benar-benar merepotkan," umpat pria itu dalam hati sembari membantu Naya membukakan seat belt.
Kini seat belt telah terbuka. "Eh, ternyata bisa di buka. Hehe maafin Naya ya, Aa kasep. Naya teh nggak tau, ini pertama kalinya Naya naik mobil bagus seperti ini," Naya cengengesan.
"Tidak apa-apa, cepat keluar!" tegas pria itu.
Naya keluar dari mobil. "Aa, antosan (tungguin) Naya atuh!" panggil Naya sembari berlari kecil mengejar pria itu seraya menggendong ranselnya.
Pria itu menghentikan langkahnya secara mendadak sehingga Naya menabrak tubuh pria itu. "Aduh!" ucap Naya saat kepalanya menabrak tubuh pria itu.
"Ada apa lagi? Kalau jalan hati-hati. Oh iya satu lagi! Jangan bicara pake bahasa itu, saya tidak mengerti. Apa yang mau kau tanyakan?" pria itu telah membalikkan badannya dan menatap Naya.
Gleuk!
***
Gleuk!
Naya menelan salivanya saat pria bertubuh tinggi dan berlambut lebat hitam ini menatapnya. Naya seakan terhipnotis melihat ketampanan pria itu. "Aa teh meuni kasep-kasep teuing (Aa tampannya kebangetan)," puji Naya, kelepasan.
"Apa? Kau bilang apa? Bicaralah bahasa Indonesia! saya tidak mengerti!"
"Euh, nggak. Boleh Naya tau, siapa nama Aa teh?"
"Panggil saja saya Farel, sudah jangan banyak bertanya! Ayo masuk," ajak Farel. Farel Darka Listu pria berusia 30 tahun yang merupakan tangan kanan Tuan Liam.
"Baik, Aa." Naya mengikuti langkah Farel yang berjalan masuk menuju rumah itu.
Begitu Mereka berada dalam rumah, Naya kembali dibuat terkagum melihat desain rumah mewah itu yang sangat indah dan elegant.
"MasyaAllah, ini teh rumah apa istana? Meuni luas kieu (sangat luas sekali)." Naya melihat sekeliling rumah.
"Nak Naya!" panggil seseorang dari ruangan yang cukup besar.
Naya terkesiap saat namanya dipanggil. "Tuan Liam memanggilmu, ayo." Farel berjalan menuju ruang tengah.
"Iya, Aa." Naya berjalan mengikuti Farel.
"Duduklah," titah pria paruh baya yang tengah duduk di sofa mewahnya.
"Terima kasih," ucap Naya seraya duduk di sofa itu berhadapan dengan pria paruh baya itu yang tidak lain adalah Tuan Liam.
"Kalau begitu, saya permisi, Tuan." Farel menundukkan kepalanya lalu pergi.
"Maaf, Tuan Liam. Naya mau bertanya tentang Nenek Naya--"
"Tenanglah, saya akan memberi tahu keadaan Nenekmu. Sekarang kau istirahat dulu, nanti farel yang akan mengantarkanmu ke rumah sakit," sela Tuan Liam.
"Maafkan Naya, Tuan Liam. Naya tidak akan bisa istirahat sebelum Naya melihat keadaan Nenek Aminah, Naya sangat khawatir." Naya menundukkan kepalanya.
"Saya mengerti. Jangan khawatir, Nenek Aminah baik-baik aja. Sekarang saya akan menjelaskan kenapa saya menyuruhmu datang jauh-jauh dari kampungmu ke rumah saya," ujar Tuan Liam.
"Saya sudah tahu, Tuan. Saya dipanggil kemari untuk menggantikan pekerjaan Nenek Aminah. Saya bersedia, Tuan. Saya akan bekerja di rumah ini selama yang Tuan Liam inginkan," ucap Naya.
"Apa kau yakin alasan kami memanggilmu kemari untuk itu?" timpal seorang wanita yang baru saja datang. Lalu wanita itu duduk di dekat Tuan Liam.
Naya menatap ke arah wanita itu. "Perkenalkan ini putri saya, Thalia," ucap Tuan Liam. Ia memperkenalkan putrinya pada Naya. Thalia Valeska Norabel wanita 52 tahun.
"Nama saya Asti Kanaya, Nyonya." Naya tersenyum ramah.
"Nama yang cantik. Boleh kami tahu berapa umurmu?" tanya Thalia.
"19 tahun, Nyonya," jawab Naya.
"Masih sangat muda. Oh iya, saya dengar dari Nenek Aminah kalau Naya di kampung punya usaha juga ya. Usaha apa?" tanya Thalia. Dia penasaran dengan apa yang pernah Nek Aminah katakan tentang usaha Naya.
"Naya hanya berjualan kecil-kecilan, Nyonya."
"Jualan apa, kalau boleh tahu?" tanya Thalia dengan ramah.
"Jualan jajanan sunda, Nyonya. Seperti spatula, basreng cobek, cimol bojot dan banyak lagi. Maaf Naya tidak bisa sebutkan satu persatu," jawab Naya dengan sedikit tersenyum.
"Spatula? Apa itu?" Thalia mengerutkan keningnya.
"Spatula itu spaghetti tulang, Nyonya," jawab Naya.
"Wah, sepertinya enak makanan itu. Nanti saya minta buatkan ya." Thalia tergiur dengan jajanan sederhana itu. Thalia memang wanita yang ramah, tidak banyak neko-neko dan menyukai semua jenis makanan mau itu mahal ataupun makanan yang dijual di pinggir jalan.
"Nyonya, serius mau makan jajanan kaki lima?" Naya membelalakkan matanya menatap Thalia.
"Kenapa tidak? Saya menyukai semua makanan, apakah orang kaya sepertiku tidak boleh memakan jajanan kaki lima?" tanya Thalia disertai senyuman.
"Tentu saja boleh, Nyonya. Naya akan membuatkan spesial untuk Nyonya," tutur Naya, tertawa kecil.
"Jangan memanggil saya Nyonya, panggil saja Ibu. Saya merasa asing dengan sebutan itu,"
"Baik Nyonya, eh Ibu." Naya tersenyum.
TAK TAK TAK
Suara langkah kaki terdengar memasuki ruang tengah.
"Mami, Kivan pulang," teriak seorang pria yang baru saja masuk dan berjalan melewati ruang tengah.
"Kivandra!" panggil Tuan Liam.
Kivandra yang hendak menaiki anak tangga langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah kakeknya. "Iya, Grandpa."
"Kemarilah!" perintah Tuan Liam.
Kivandra menghampiri kakeknya. "Ada apa, Grandpa?"
"Duduk! Grandpa mau bicara hal penting denganmu!" perintah Grandpa.
"Bicara apa, Grandpa? Semua baik-baik saja, Bukan?" tanya Kivandra sembari duduk tanpa memperhatikan sebelahnya ada Naya.
"Perkenalkan ini calon suamimu, Kivan," jelas Tuan Liam pada Naya.
Naya menoleh ke samping. "Aa gila!" Naya terkesiap dengan matanya yang membola dengan sempurna.
"Kau!" Kivandra pun terlonjak kaget saat mereka saling menatap satu sama lain.
"Rupanya kalian sudah saling mengenal, baguslah kalau begitu. Grandpa tidak perlu memperkenalkan kalian lagi," ujar Tuan Liam.
"Apa semua ini, Grandpa?" tanya Kivandra.
"Grandpa sudah menemukan gadis yang akan menjadi istrimu, dan gadis itu adalah Naya. Gadis yang ada di sebelahmu," jelas Tuan Liam.
"Grandpa ayolah, ini tidak lucu jangan bercanda seperti ini. Kivan tidak menyukai lelucon seperti ini." Kivandra menatap Grandpa dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Siapa bilang ini lelucon? Daddy serius, Sayang. Pernikahanmu akan segera dilangsungkan," timpal Thalia yang merupakan Mami dari Kivandra.
"Mami, Kivan ini sudah dewasa. Kivan bisa mencari wanita untuk Kivan jadikan sebagai istri yang jelas type wanita idaman Kivan tidak seperti gadis kampung ini." Kivandra memicingkan matanya ke arah Naya.
"Maaf, Tuan gila. Naya teh memang gadis kampung tapi Naya masih punya harga diri. Naya tidak suka jika ada orang yang menghina Naya seperti itu," celetuk Naya membuat Tuan Liam dan Nyonya Thalia terbelalak.
"Daddy, baru kali ini ada seorang gadis yang berani melawan putraku Kivan. Sepertinya rencana Daddy akan berhasil, Naya akan membuat putra kita berubah," bisik Thalia pada Tuan Liam.
"Kenapa? Lo tidak terima jika gue manggil lo gadis kampung? Dasar gadis kampung, kucel, muka bakpau!" cibir Kivandra terang-terangan.
"Ih, si Aa teh ngeselin banget! Mau Naya uwek-uwek itu bibirnya pake sambal geprek, hah? Mulut si Aa teh kayak cabai, pedas pisan," ketus Naya, kesal.
"Lo bicara apa? Kalau bicara sama gue jangan bicara pake bahasa alien karena gue nggak ngerti!" timpal Kivandra.
BUGGHH!
Naya menginjak kaki Kivandra di hadapan Tuan Liam dan Nyonya Thalia. "Jangan berani-berani menghina bahasa sunda Naya!" Naya memelototi Kivandra tanpa rasa takut.
"Dasar gadis gila! Berani sekali kau menginjak kakiku seperti ini! Lihatlah karena ulah lo yang norak itu sepatu branded gue jadi kotor. Ayo bersihkan!" Kivandra menyodorkan kakinya pada Naya.
Naya menatap Kivandra seraya menyeringai. "Baik, Naya akan bersihkan. Lepaskan sepatunya," ucap Naya. Rupanya Naya terpikirkan untuk memberi pelajaran pada Kivandra yang bersikap arrogant seperti itu.
***
"Zoya, tidak perlu melakukan itu. Sudah biarkan saja," ujar Thalia.
"Tidak apa-apa Nyonya eh Ibu. Ini semua salah Zoya karena sudah mengotori sepatunya Tuan muda, Naya minta maaf." Naya tersenyum manis pada Nyonya Thalia.
"Sudahlah, Mami. Biarkan saja gadis kampung ini bertanggungjawab atas apa yang dia perbuat, Kivan harus menunjukkan di mana tempat yang sebenarnya agar tidak bersikap sombong seperti itu," ucap Kivan pada maminya.
"Tapi, Sayang. Perbuatanmu ini tidak baik! Mami tidak pernah mengajarkanmu seperti ini, jangan ulangi lagi ya," nasihat Thalia.
"Iya, Mami."
Lalu Naya berjongkok dan membuka sepatu Kivandra. Naya menatap Kivandra seraya menyeringai. "Maafkan saya, Tuan muda." Naya memegang sepatunya. Lalu ia duduk di sebelah Kivandra dan tanpa Kivandra duga, Naya mengelap sepatunya itu menggunakan jas yang sedang dipakai oleh Kivandra.
"Hei! Apa yang kau lakukan?" pekik Kivandra sembari menyorotkan matanya yang menunjukkan kemarahan.
"Tuan Kivan ini bagaimana sih? Naya teh lagi membersihkan sepatu Tuan, kenapa Tuan teh teriak-teriak seperti itu? Naya teh tidak tuli," jawab Naya tanpa dosa.
"Selain gila, kau ini benar-benar bodoh! Maksud saya bersihkan pake yang lain jangan pake pakaian saya, kau tahu berapa harga jas yang saya pakai?" Kivandra berdiri seraya membersihkan jasnya yang kotor.
"Naya teh tidak peduli berapapun harga jasnya, yang Naya tahu, harga yang paling mahal itu harga diri! Tuan tidak berhak memaki-maki orang miskin seperti Naya, Tuan tidak berhak menyuruh-nyuruh Naya seperti itu. Tuan juga tidak boleh memperlakukan Naya seperti itu! Tuan Kivan lahir dari rahim seorang wanita dan Tuan Kivan pasti tahu bahwa surga ada di telapak kaki Ibu. Naya melakukan ini hanya untuk memberi Tuan Kivan sedikit pelajaran pentingnya menghargai orang. Tuan Kivan mungkin kaya tapi Tuan Kivan tidak boleh menindas orang miskin seperti itu! Naya teh minta maaf, Naya akan mencuci jasnya. Berikan pada Naya jasnya," jelas Zoya.
GLEUK!
Kivandra hanya tertegun mendengar semua ucapan Naya. Baru kali ini dia terdiam saat seseorang menasehatinya, baru kali ini juga ada seorang gadis yang berani memberinya pelajaran seperti itu. "Hah? Apa ini? Tuan Kivandra Galaxy Dharmendra diberi pelajaran oleh seorang gadis kampung seperti Naya? Apa kata dunia?" umpat Kivandra dalam hati.
"Tuan, berikan jasnya," pinta Naya.
"Tidak perlu, biar pelayan yang lain yang mencucinya!" kivandra berjalan menuju tangga.
"Kivandra! Grandpa belum selesai bicara," panggil Grandpa Liam.
"Maaf, Grandpa. Kivan lelah, Kivan mau istirahat. Nanti kita bicarakan lagi," timpal Kivan seraya menaiki anak tangga menuju kamarnya.
"Ya sudah kalau begitu, istirahat saja."
"Nak Naya, maaf atas sikap lancangnya Kivan. Dia memang seperti itu, Ibu sangat pusing melihat sikapnya yang seperti itu. Ibu sudah menasehatinya beberapa kali tapi dia selalu melakukannya lagi, mungkin selama ini dia sudah terbiasa dimanja makanya setelah dia dewasa dia tetap melakukan semua sesuka hatinya tanpa memikirkan akibatnya," jelas Ibu Thalia.
"Tidak apa-apa, Bu Thalia. Justru Naya yang harus meminta maaf ... karena Naya telah lancang mengotori dan menginjak kaki Tuan muda, maafkan Naya, Bu. Tolong jangan pecat Naya," Naya memelas.
"Aku tidak akan melakukan itu, Naya. Justru kedatanganmu kemari itu untuk dijadikan istri Kivandra, apa Naya mau menikah dengan anak Ibu?" tanya Thalia.
"Bagaimana, Nak? Apa kau bersedia menikah dengan Kivandra?" tanya Tuan Liam.
"Eumm, Naya ...."
Tiba-tiba datanglah seorang wanita paruh baya yang berjalan menghampiri Naya.
"Nenek? Bukankah Nenek ada di rumah sakit? Kenapa Nenek ada di sini? Nenek baik-baik aja? Apa semua ini?" batin Naya bertanya-tanya seraya matanya membulat saat melihat Neneknya.
"Nenek?" Naya berdiri dan menatap Nenek Aminah dengan penuh tanda tanya.
"Nak Naya, duduklah. Kami akan menjelaskan semuanya," ujar Taun Liam.
Naya pun duduk, begitu juga dengan Nenek Aminah. Naya terus saja menatap Neneknya, ia benar-benar bingung. "Tuan, apa semua ini? Bukankah Nenek ada di rumah sakit? Apa semua ini?" tanya Naya sembari menatap ke arah Tuan Liam.
"Maafkan kami, Nak Naya. Sebenarnya tujuan kami menyuruhmu kemari untuk menjadi istri Kivandra, menurut kami ... kau gadis yang tepat yang bisa merubah sikap Kivandra. Kami yakin jika Kivandra menikah denganmu maka semua akan baik-baik saja, bukan begitu Nek Aminah?" Tuan Liam menatap ke arah Nenek Aminah.
"Iya, Naya. Nenek sudah sepakat untuk menikahkanmu dengan Tuan muda, Nenek rasa Naya tidak akan merasa keberatan dengan keputusan Nenek ini. Semua yang Nenek lakukan ini demi kebaikanmu sendiri dan usiamu sekarang sudah cocok untuk menikah," timpal Nenek Aminah sembari mengelus lembut wajah Naya.
"Nenek! Kenapa Nenek membuat keputusan seperti ini? Kenapa atuh Nenek teh tidak bilang dulu sama Naya? Naya pikir Nenek teh beneran sakit, Naya khawatir, Naya takut Nenek kenapa-kenapa. Tapi, apa ini? Naya dipermainkan seperti ini?" Naya menatap Nenek Aminah dengan mata yang berkaca-kaca.
"Naya Sayang, Nenek melakukan ini demi kebaikanmu sendiri. Percayalah, semua akan baik-baik aja seperti yang Tuan Liam katakan," ujar Nenek Aminah.
"Baik-baik aja apanya atuh, Nek? Naya teh tidak bisa menikah dengan cara seperti ini? Bagaimana bisa Naya menikah dengan Tuan muda yang songong seperti itu? Naya tidak mau hidup bersama pria yang tidak Naya cintai, Tuan muda juga pasti punya pemikiran yang sama. Naya mohon sama Nenek dan Tuan Liam, jangan menjodohkan Naya sama Tuan muda," tolak halus Naya di hadapan Tuan Liam, Nyonya Thalia dan Nenek Aminah.
Tiba-tiba Tuan Liam memegang dadanya seraya meringis kesakitan. "Daddy, kenapa? Daddy!" teriak Nyonya Thalia saat melihat Tuan Liam jatuh pingsan setelah meringis kesakitan.
"Nyonya, Tuan Liam kenapa?" Nenek Aminah berdiri dan menghampiri Tuan Liam.
"Sepertinya penyakit Daddy kambuh, Nek. Ayo bawa Daddy ke kamarnya!" perintah Nyonya Thalia.
"Naya, sini atuh bantuin!" ujar Nenek Aminah.
"Iya, Nenek." Naya pun turut membantu Tuan Liam dan membawa Tuan Liam ke kamar.
"Kivandra! Kemari! Grandpa pingsan!" teriak Nyonya Thalia dengan suara yang keras.
Tentu saja Kivandra yang mendengar itu panik dan berlari menghampiri Maminya. "Mami bilang apa? Grandpa pingsan?" tanya Kivandra setelah ia berada di hadapan Maminya.
"Iya, sepertinya penyakitnya kambuh. Panggilkan Dokter Richad sekarang! Suruh dia datang ke rumah!" perintah Nyonya Thalia.
"Baik, Mami." Kivandra langsung merogoh sakunya dan mengambil ponsel.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Kivandra langsung menghubungi Dokter Richad. Setelah menghubungi Dokter Richad, Kivandra berlari ke kamar Grandpa.
Ceklek!
Kivandra membuka pintu kamar Grandpa. "Kau!" panggil Kivandra setelah melihat Naya berada di kamar Grandpa.
Naya yang tengah duduk di tepi ranjang Tuan Liam langsung berdiri. "Tuan muda." Naya menoleh ke arah Kivandra.
"Sedang apa kau di kamar Grandpa?" selidik Kivandra dengan tatapan yang tajam.
"Naya teh lagi jagain Tuan Liam, Naya disuruh Ibu Thalia untuk menjaga Tuan Liam di sini. Baiklah, karena sekarang Tuan muda sudah ada di sini ... saya pamit." Naya berjalan keluar kamar.
"Tunggu!" Kivandra menghalangi jalan Naya.
"Iya, Tuan. Ada apa? Apa Tuan ingin menghinaku lagi?" tuduh Naya terang-terangan.
"Sebelum kau keluar dari kamar Grandpa, saya harus menggeledah tasmu itu. Jangan sampai kau mencuri sesuatu di kamar Grandpa! Berikan tasmu!" pinta Kivandra.
"Apa? Mencuri?" Naya membulatkan matanya. "Tuan pikir Naya itu gadis apaan? Naya teh mana berani mencuri, kenapa Tuan menuduh Naya seperti itu? Salah Naya apa, sampai Tuan menuduh Naya seperti itu?" Naya menatap Kivandra dengan mata yang berkaca-kaca.
"Jangan kebanyakan drama kau! Jika kau tidak mencuri maka berikan tasmu! Biarkan saya menggeledah tasmu." Kivandra memicingkan matanya.
"Ini tasnya! Geledah sampai kepalamu bucat, Tuan!" timpal Naya dengan kesal.
Kivandra langsung menyambar kasar tasnya dari tangan Naya. "Kita lihat, apa yang ada di dalam tasmu ini!" Kivandra tersenyum kecut.
Begitu ia menggeledah tas Naya, ia tidak menemukan apa-apa melainkan ada sebuah Al-Qur'an dan tasbih. "Bagaimana? Apa Tuan menemukan sesuatu di dalam tasku? Bukankah Naya sudah bilang kalau Naya itu tidak mencuri apa-apa di sini." Naya merebut paksa tasnya lagi. Kemudian Naya keluar dari kamar Tuan Liam.
Kivandra terdiam tanpa kata, rasanya ia malu sekali karena tuduhannya itu salah besar. Ternyata Naya bukanlah gadis yang ia pikirkan.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!