NovelToon NovelToon

Akhir Sebuah Pernikahan

1. Hubungan Gelap

~**HAPPY READING**~

💚

💚

💚

Namaku adalah Sania Fortunata, biasa dipanggil Sania. Aku adalah wanita berusia dua puluh delapan tahun sedangkan suamiku yang bernama Dirga berusia tiga puluh dua tahun. Pernikahan kami sudah berjalan selama delapan tahun lamanya. Menikah dengan Mas Dirga sungguh membuatku sangat bahagia apalagi kebahagian itu bertambah saat dua minggu setelah menikah aku dinyatakan positif hamil.

Aku hamil anak perempuan dan sekarang usianya sudah tujuh tahun.

Menjalani biduk rumah tangga bersama mas Dirga selama delapan tahun sungguh menyenangkan, apalagi mas Dirga adalah sosok suami yang memiliki sikap baik, perhatian serta penyayang kepada aku maupun buah hati kami.

Tapi semua itu berubah sejak kedatangan Mawar, adik tiriku yang datang dari desa. Aku dan Mawar memang sering bertemu, bahkan bisa dibilang seminggu hampir tiga kali. Setiap bertemu dengannya, Mawar selalu saja menceritakan atau mengeluh tentang masalah rumah tangganya. Menurut Mawar, dirinya sering kali bertengkar dengan sang suami karena masalah kondisi ekonomi yang sedang morat marit kian hari. Suami Mawar yang bernama Arif itu memang beberapa bulan yang lalu terkena musibah sehingga mengakibatkan kakinya patah dan dinyatakan lumpuh sementara.

Sebagai seorang Kakak meskipun kakak tiri, aku berusaha membantu sebisa mungkin. Aku menyarankan Mawar untuk bekerja saja diperusahan suamiku yang kebetulan memang sedang mencari karyawan.

Mawar awalanya menolak, karena pikirnya jika ia bekerja di perusahaan suamiku jarak perusahaan dari rumahnya sangatlah jauh.

Tanpa pikir buruk, aku pun langsung saja meminta Mawar untuk tinggal sementara di rumahku. Dan saat aku menceritakan semuanya kepada mas Dirga, mas Dirga pun sama sekali tak keberatan jika Mawar tinggal dirumah kami. Bahkan mas Dirga meminta agar Mawar segera bekerja di perusahaannya. Menggantikan karyawan yang baru saja resign.

Enam bulan berlalu setelah Mawar bekerja diperusahan suamiku dan tinggal dirumah kami. Aku sama sekali tak pernah menaruh curiga sedikitpun pada Mawar. Adik tiriku itu sangat ramah dan sangat menyayangi anakku yang bernama Lalita. Bahkan saat dirumah, Mawar sangat begitu rajin. Hampir semua pekerjaan rumah dia yang melakukannya, meskipun aku kerap melarangnya. Yah, delapan tahun menikah dengan mas Dirga, kami tidak sekalipun mengunakan tenaga Art.

Seperti pagi ini, seperti biasa kami akan sarapan bersama. Terlihat tenang saja, tak ada keanehan pada suamiku baik adik tiriku itu. Di depanku mereka bersikap biasa saja layaknya adik ipar dan kakak ipar.

Selesai sarapan, mas Dirga pun langsung berpamitan kepadaku dan Lalita juga. Seperti biasa juga mas Dirga akan mencium keningku sebelum pergi.

"Mas, berangkat dulu sayang!" ucap mas Dirga padaku.

"Mawar juga berangkat dulu, kak!" sambung Mawar.

Yah, mas Dirga dan Mawar itu setiap bekerja akan berangkat bersama dalam satu mobil.

Setelah mereka berlalu pergi, aku pun langsung saja bersiap mengantar putriku ke sekolahnya. Memang kadang akulah yang mengantar putriku karena jarak sekolah putriku berbeda arah dengan jalan menuju kekantor suamiku. Sekalian juga aku ingin belanja mingguan karena kulihat stok di dapur sudah mulai habis.

POV Dirga.

Sambil tangan ini menyetir, sesekali juga mata ini melirik ke arah Mawar yang duduk di sampingku. Entah apa pasalnya, Mawar kali ini hanya diam saja tanpa sepatah katapun. Aku yang begitu penasaran pun langsung saja menanyainya.

"Mawar, kamu kenapa?" tanyaku padanya.

Mawar lalu menoleh ke arahku dengan tatapan kesal. Aku pun heran ada apa sebenarnya?

"Gak tahu kenapa saat aku lihat kamu cium kening mba Mawar, aku merasa cemburu." Ucapnya dengan datar.

Aku hanya tersenyum menanggapinya. Lalu aku pun memberi pengertian kepadanya kalau hal itu sudah menjadi kebiasaanku sejak aku dan Sania berpacaran.

Tapi tetap saja, Mawar seolah tak terima dengan apa yang aku katakan. Bahkan wanita dengan jarak umur beda sepuluh tahun itu mengancam diriku jika aku terus melakukan itu maka dia akan mengakhiri hubungan gelap kami.

Yah, tanpa sepengetahuan orang bahkan istriku sendiri, aku memang memiliki hubungan gelap dengan Mawar. Semenjak Mawar tinggal dikediaman ku, entah kenapa aku langsung jatuh hati pada adik iparku sendiri. Body nya yang seksi serta ukuran tubuhnya yang mungil sungguh membuat hasrat birahi ku berontak seakan ingin menodainya.

Ibarat bunga yang baru mekar, tapi sudah dipetik orang, itulah yang pantas untuk sebutan adik iparku itu. Meski sudah mempunyai suami dan tak perawan lagi, tapi tubuhnya masih sangat bagus. Tak seperti istriku, Sania. Memang dulu body Sania sangat bagus bagai gitar spanyol, akan tetapi semenjak ia melahirkan anak kami Lalita, body nya malah berubah drastis. Bagaikan gajah hendak beranak. Pikirku mungkin karena efek pil KB yang dipakai.

Tapi meskipun begitu aku sangatlah mencintai istriku sendiri. Biar bagaimanapun dialah yang menemani ku dari Nol hingga aku menjadi sukses sampai sekarang.

Setelah memintanya untuk memahami ku, akhirnya Mawar pun menurut. Aku elus-elus kepala Mawar lalu ku sandarkan kepalanya tepat di bahuku. Aku memberikan cara lembut ini agar suasana hati Mawar sedikit tenang.

Tak lama mobil yang dikendarai bersama Mawar pun sampai diperusahan. Bergegas aku turun dan membukakan pintu mobil untuk Mawar. Setelah itu kami pun berjalan berdampingan menuju ke arah lift. Saat menunggu pintu lift terbuka, tiba-tiba ada Aldi berdiri tepat di sampingku. Aldi adalah sahabatku sekaligus tangan kananku.

"Mesra banget," Ucap Aldi menggoda dengan senyuman ketika tak sengaja melihat tanganku menggenggam erat tangan Mawar. Aku pun yang kaget langsung saja melepaskannya.

"Kamu mengagetkan saja!" ujarku mengalihkan pembicaraan.

Pintu lift pun terbuka dan kami bertiga pun segera masuk kedalam. Didalam lift aku pun langsung membahas masalah pekerjaan dengan Aldi. Karena aku tak ingin dia menanggapi hal yang barusan ia lihat.

Keluar dari lift, aku dan Mawar pun berpisah. Aku dan Aldi pergi ke ruanganku, sementara Mawar pergi ke ruangannya.

POV Sania.

Kini aku telah sampai didepan sekolah anakku. Bergegas aku turun dan membukakan pintu mobil untuk Lalita. Sebelum masuk ke dalam sekolah, tak lupa Lalita berpamitan kepadaku. Sampai punggung anakku tak terlihat, barulah aku kembali masuk kedalam mobil dan bergegas pergi ke Mall terdekat.

Sudah menjadi kebiasaanku untuk pergi belanja ke mall sendiri karena akhir-akhir ini mas Dirga selalu sibuk jika diajak. Aku sendiri pun tak masalah, selagi dia memang benar-benar sibuk bekerja.

Sampai di Mall, aku pun turun dari mobil dan langsung masuk kedalam. Tak lupa aku mengambil troli lebih dulu untuk tempat belanjaanku nanti. Aku terus berjalan sambil mendorong troli dan sampailah aku di produk sayuran, dan buah-buahan.

Saat aku hendak memilih-milih sayuran, tiba-tiba ada suara perempuan yang memanggil diriku.

Ku toleh arah sumber suara tersebut yang tak lain adalah suara sahabatku sendiri yang bernama Rani. Entah mimpi apa kebetulan sekali aku bertemu dengannya, sahabat yang sudah lama tidak saling bertemu.

2. Makan Malam

💚

Kini aku dan Rani pun sedang berada dicafe dalam Mall. Duduk berhadapan dengan terhalang meja bundar yang memamerkan dua cangkir coklat panas.

"Kamu kemana saja, San. Sudah dua tahun ini kamu hilang kabar begitu saja?" tanya sahabatku.

"Tidak kemana-mana, Ran. Aku dirumah saja mengurus anak dan suamiku. Kadang-kadang juga aku pergi ke butik kalau lagi gak males." Jawabku dengan jelas.

Yah, selain mengurus anak dan suami, aku juga mengurus butik ku yang sudah lama berdiri.

"Gimana, rumah tanggamu baik-baik saja kan?" tanya Rani membuatku seolah tak mengerti kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal itu.

"Yah, baik-baik saja. Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanyaku Balik karena rasa penasaran.

Terlihat Rani diam sesaat.

"Tempo hari yang lalu aku tidak sengaja melihat suami kamu dengan wanita lain, sedang masuk kedalam hotel. Tapi aku kurang jelas melihat wanita itu. Yah, aku sih berpikir kalau itu------" Rani menggantung ucapannya.

"Apa ciri-ciri wanita yang kamu lihat itu rambutnya ikal panjang dan berkulit putih?" tanyaku lebih lanjut untuk memastikan dugaanku salah atau benarnya.

Rani mengangguk seolah memang membenarkan ciri-ciri yang ku gambarkan. Aku pun hanya tersenyum karena tahu yang dimaksud Rani itu adalah Mawar adik tiriku sendiri. Rani yang melihat ku hanya tersenyum pun langsung saja menanyaiku.

"Kok kamu malah tersenyum, apa kamu jangan-jangan kamu kenal dengan wanita yang ku maksud itu?" tanya Rani.

"Ran, jelas aku kenal. Orang yang kamu maksud itu adalah Mawar adik tiriku sendiri. Masa kamu lupa?" Ucapku sembari mengingatkan Rani yang memang dulu kenal juga dengan Mawar.

"Hah, Mawar? Tapi kok dia bisa ke hotel sama suami kamu?" Rani semakin tak mengerti. Aku pun lalu menjelaskan tentang Mawar sudah beberapa bulan ini bekerja ikut diperusahan suamiku.

"Kalau memang begitu, tapi mengapa mereka ke hotel?"

Deg.....

Senyumku yang tadi kini berubah menjadi kecut. Aku terdiam saat mendengar pertanyaan Rani yang seperti itu. Hendak ada pikiran negatif yang terlintas di pikiranku tapi aku langsung menepisnya karena aku punya prinsip tidak akan meneduh bila belum menjumpai dengan mata kepala sendiri.

"Yah, siapa tahu saja mereka ada acara di hotel tersebut. Kan Mawar anak buahnya mas Dirga." Ucapku dengan pikiran positif.

"Yasudah, San. Tapi pesanku kamu hati-hati saja. Mana tahu ada setan lewat diantara mereka." Pesan temanku seraya menggoda.

Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya. Tiba-tiba rasa takut menjalar dihati. Tapi lagi-lagi aku menepisnya karena aku tahu mas Dirga orangnya seperti apa. Tak mungkin dia akan melakukan hal gila yang diluar nalar.

Selanjutnya kami mengobrol ringan, saling menceritakan kejadian yang kami alami satu sama lain hingga satu jam berlalu barulah kami mengakhiri pertemuan.

_

Sore menjelang malam, aku tengah sibuk dengan kegiatan memasak ku. Menyiapkan makan malam, Karena sebentar lagi mas Dirga dan Mawar akan pulang.

Aku berkutat dengan bahan-bahan masakan yang ku beli tadi siang. Malam ini aku akan memasak makanan istimewa. Setelah satu jam berlalu dan masakan yang ku masak telah rampung, aku pun langsung bergegas menata makanan yang ku masak diatas meja makan.

Kulihat jam sudah menunjukan pukul lima lewat, masih ada waktu dan aku pun langsung saja menaiki anak tangga menuju kamar. Pergi membersihkan diri yang lengket dan bau akibat keringat.

Benar saja, selesai aku membersihkan diri dan turun kembali ke lantai bawah, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Yang sudah pasti itu adalah suami dan adik iparku. Aku melangkah menuju ke arah pintu dengan memasang senyum manis menyambut kepulangan mas Dirga.

Saat kubuka pintu, mas Dirga dan Mawar pun langsung saja melangkah masuk.

"Mas, tumben agak telat?" tanyaku pada mas Dirga karena memang jam pulang biasanya pukul empat lewat lima belas menit.

"Biasalah, pekerjaan dikantor tadi menumpuk." Bohong mas Dirga yang sebenarnya tadi ia menyempatkan waktu untuk jalan-jalan terlebih dahulu bersama Mawar.

Tak banyak bertanya, aku pun langsung melepaskan dasi yang melingkar di kerah kemeja suamiku.

"Habis ini mandi ya, aku sudah siapkan air hangat dan pakaian mu diatas ranjang." Titahku pada mas Dirga sambil tersenyum.

Sementara Mawar yang melihat aku melepaskan dasi mas Dirga hanya memutar bola mata malas kemudian berlalu begitu saja pergi ke kamarnya.

Saat makan malam tiba, aku, mas Dirga serta putri kami sudah duduk diruang makan. Tapi kali ini batang hidung Mawar tak terlihat.

"Mawar kemana ya, apa dia gak makan malam?" tanyaku pada diri sendiri.

"Ya coba saja samperin ke kamarnya." Usul mas Dirga pada diriku. Kemudian aku pun bangkit dari dudukku lalu melangkah menuju ke kamar Mawar.

"Mawar.....Mawar......" Ku ketuk pintu sampai tiga ketukan barulah Mawar membuka pintu kamarnya.

"Ada apa mbak?" tanya Mawar padaku.

"Kamu gak makan malam?" tanyaku balik pada Mawar yang masih mengunakan handuk di kepala.

"Oh iya mbak, sebentar dulu. Mawar mau mengeringkan rambut dulu." Ucapnya dan aku pun mengangguk mengiyakan. Kemudian aku pun kembali lagi ke ruang makan.

Tak berselang lama, Mawar terlihat juga. Dia menarik kursi lalu duduk tepat disamping Lalita.

Sejenak pandanganku membeku saat melihat pakaian tidur yang dikenakan Mawar itu terlalu pendek hingga menampakkan pahanya.

Saat ku lirik ke arah mas Dirga, terlihat mas Dirga tengah memandangi Mawar tanpa berkedip.

"Ehem......" Dehem ku langsung membuat mas Dirga mengalihkan pandangannya.

"Dimakan, Mas. Soalnya aku udah masakin makanan kesukaan kamu." Ucapku.

"Iya sayang, terimakasih!" Ujar Mas Dirga, tapi kenapa wajah Mawar seketika berubah menjadi datar.

Aku pun tak ambil pusing dengan semua itu. Langsung saja aku melahap makanan yang ku masak tadi karena perut sudah begitu lapar.

Setelah selesai makan malam, Mas Dirga langsung saja mengantar Lalita ke kamarnya. Sementara aku dan Mawar sedang membereskan meja makan.

Tiba-tiba Mawar membuka suara mengatakan jika papa dan mama besok akan berkunjung kemari.

Aku pun hanya manggut-manggut dan setelah selesai membereskan meja makan, aku menyuruh Mawar untuk pergi beristirahat saja. Biarlah aku yang mencuci piring kotor ini.

Tanpa sepengetahuanku ternyata Mawar bukan pergi ke kamarnya melainkan pergi ke kamar Lalita untuk menyusul mas Dirga.

POV Dirga

Aku begitu terkejut saat keluar dari kamar putriku. Ternyata didepan kamar sudah ada Mawar yang menunggu dengan kedua tangan terlipat di dada.

"Mawar, kamu mau apa kesini?" tanyaku panik sambil melihat suasana sekitar. Takut jika Sania datang tiba-tiba.

"Aku mau mas Dirga menemani aku tidur malam ini."

Permintaan yang keluar dari mulut Mawar sungguh tak masuk akal. Meski aku juga menginginkan hal itu, tapi aku rasa itu tidak akan mungkin. Pikirku sama saja seperti mencari mati jika ketahuan oleh Sania.

3.Ranjang Panas 21±

💚

Tanpa pikir panjang aku langsung saja menolak permintaan dari Mawar. Tapi Mawar malah kekeh dengan permintaannya dan memaksaku harus bisa untuk menemaninya tidur malam ini.

"Aku gak mau tahu, pokonya mas harus nemenin aku tidur malam ini." Kata Mawar sambil memasang wajah melas.

"Gak bisa, Mawar. Kalau Sania lihat bagaimana? Bisa kacau semua." Ungkap Ku mencoba memberi pengertian.

"Tapi aku juga pengen kamu kelonin, Mas. Masa tiap malam cuma mbak Sania aja yang kamu kelonin." Ucapnya sungguh membuatku merasa gila dengan apa yang ia ucapkan.

"Yah kan wajar, Sania itu istri aku Mawar."

"Ya sudahlah kalau kamu gak mau," Dengan kesal Mawar langsung berlalu begitu saja dari hadapanku.

Aku pun hanya menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. Kemudian aku menuruni anak tangga, menghampiri istriku yang masih sibuk beberes di dapur.

"Sayang, buatkan aku kopi yaa..." Pintaku seperti biasa.

Sembari menunggu kopi yang dibuatkan oleh istriku, aku pun bergegas menuju ke sofa ruang keluarga demi mengistirahatkan tubuh yang terasa pegal sejak dikantor tadi. Lima menit kemudian, istriku datang dengan membawa secangkir kopi hitam.

"Ini kopinya, Mas!" ucapnya meletakan di atas meja lalu setelah itu ia duduk di sampingku.

"Kamu capek?" tanyanya dan aku jelas saja mengiyakan.

Dan tanpa diperintah saja ia pun langsung memijat-mijat kedua bahuku.

Rutinitas ini sudah menjadi kebiasaannya saat aku duduk disofa ruang keluarga. Dan setelah itu aku merasa nyaman yang menjalar ke seluruh tubuh. Sentuhan dari tangannya sungguh membuat badanku yang awalnya pegal menjadi segar.

"Kamu memang istri yang terbaik." Ucapku memujinya agar ia merasa senang.

"Kamu juga suami yang terbaik bagiku." Pujianku malah dibalas oleh Sania. Meski dalam hati aku merasa sangat bersalah karena telah mengkhianati cinta tulusnya.

"Kamu ngapain aja seharian?" tanyaku padanya.

"Yah pas nganter Lalita ke sekolahnya aku pergi ke Mall dulu buat belanja mingguan. Eh pas di Mall malah gak sengaja ketemu sama Rani, teman lamaku." Jelas istriku dan aku pun hanya manggut-manggut.

"Uang jatah bulanan kamu masih ada apa sudah habis? Kalau habis biar aku kasih lagi."

Aku memang pria baik hati sekaligus royal, tak pernah ingin melihat istriku kekurangan uang. Selama menikah dengannya, aku selalu mencukupi kebutuhannya dan apapun yang ia mau akan selalu aku turuti. Karena aku menyayanginya.

"Masih ada kok, nanti aja kalau kamu mau kasih." ujar istriku.

Setengah jam kami bercengkrama di ruang keluarga, hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Wajah istriku terlihat begitu sayup dan mengantuk, aku yang memang mengkhawatirkan kesehatannya pun langsung saja memintanya ke kamar untuk segera tidur. Sedangkan aku yang memang habis meminum kopi sama sekali tak merasa mengantuk, bahkan mata ini membawaku untuk tetap melek saja. Dan untuk mengisi kegabutan, aku pun memilih untuk main game di laptop.

Main game yang begitu seru sungguh membuatku tak merasa jika waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Aku yang mulai mengantuk dan menguap sejak tadi pun akhirnya mengakhiri game ku. Ku tutup laptop tersebut lalu ku taruh di bawah meja.

Ku paksakan tubuhku bangkit dari dudukku meski pantat ini terasa keram akibat terlalu lama duduk.

"Argh.....kreg....." Sungguh enak saat diri ini merenggangkan semua otot sampai berbunyi.

Aku langkahkan kakiku menaiki anak tangga, dan saat sampai dikamar, aku mendapati istriku sudah tertidur pulas tanpa berselimut. Aku yang iba jika dia digigit nyamuk pun langsung saja menyelimutinya.

Ku tatap wajahnya sebentar lalu ku elus dengan lembut kepalanya. Dan tanpa sadar senyumku pun muncul begitu saja saat aku memandangi wajah imut istriku terutama pipinya yang seperti bakpao.

Kurasa puas sudah memandangi wajahnya, aku pun bergegas ingin segera membaringkan tubuhku ditempat tidur yang empuk ini.

Tapi gerakanku terhenti saat pikiranku tiba-tiba tertuju pada Mawar. Sedang apa Mawar jam segini? Apakah sudah tidur atau masih marah denganku?

Aku memang seorang yang mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Dan tanpa pikir panjang, aku pun melangkah pelan menuju ke arah pintu. Berniat ingin pergi ke kamar Mawar dengan diam-diam. Kebetulan kamar Mawar berada dilantai bawah.

Tiba didepan kamar Mawar, aku merasa bingung dan ragu ingin mengetuk pintunya atau tidak. Akhirnya ku beranikan diri untuk mengetuk pintunya dengan pelan-pelan.

Satu ketukan, dua ketukan tak juga ada jawaban maupun tanda-tanda dari dalam. Pikirku mungkin Mawar sudah tidur, tapi saat ku coba lagi untuk mengetuk ketiga kalinya, barulah pintu terbuka dengan pelan. Aku langsung menghela nafas lega karena ternyata Mawar belum tidur.

"Mas kamu----"

"Shut......!" Aku mengacungkan satu jariku lalu menempelkannya ke bibir Mawar dengan maksud menyuruhnya untuk diam.

Kini aku pun sudah berada didalam kamar Mawar.

"Kamu kok belum tidur, Mawar?" tanyaku.

"Aku nungguin kamu, Mas. Karena aku yakin kalau kamu akan menemui aku. Eh ternyata dugaanku benar." Jawab Mawar tersenyum lebar.

"Mas akan nemenin kamu tidur, tapi gak bisa lama." Ucapku dengan nada pelan.

"Baiklah, mas. Yang penting malam ini kita bisa tidur bersama."

"Tapi mbak Sania udah tidur kan?" tanya Mawar padaku.

"Iya, Sania udah tidur sekarang." Tanpa banyak cingcong aku pun langsung saja menggendong dan membawa tubuh Mawar ke atas ranjang.

Saat Mawar sudah berbaring diatas ranjang dengan kedua tangan terlentang dengan kedua kaki mengangkang, aku langsung saja bergegas melucuti pakaiannya. Sejenak ku elus-elus dulu paha putih yang kulihat sejak makan malam tadi. Paha putih yang memang secara sengaja membangkitkan hasrat birahiku.

Mawar hanya diam tanpa perlawanan sedikitpun saat aku melucuti pakaiannya. Yang ada wajahnya malah terlihat seperti orang yang tidak sabaran.

Setelah melepaskan pakaian Mawar, aku pun turut melepaskan pakaian ku juga. Kini aku dan Mawar hanya bertelanjang bulat tanpa sehelai benang pun.

Aku terkesima saat melihat gundukan kenyal serta lembahnya yang sesekali tercium bau apek. Tapi entah kenapa aku malah dibuat terhipnotis oleh apa yang aku lihat sekarang. Bahkan mata ini tak berkedip sejak tadi. Lalu dengan sigap aku langsung memainkan gundukan tersebut dengan lidah nakal ku, satu tangan meremas gundukan itu dan satu tangan lagi berusaha mencoblos ke dinding pertahannya.

Tubuh Mawar meliuk-liuk bagaikan ular minta kawin, wajahnya pun terlihat begitu menikmati setiap sentuhan yang aku berikan.

Aku sudah tak tahan lagi, karena benda pusakaku ini sudah mengeras dan tegang sejak tadi. Perlahan aku pun memasukan paksa benda pusakaku ke dalam lubang berbulu itu, dan di telingaku terdengar jelas suara lenguhan yang begitu pelan tapi begitu syahdu nan manja.

"Akh........akh.......eum....uuh......" Lagi mas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!