Suasana rumah yang berantakan dan juga dua orang manusia berbeda jenis kelamin, saling menatap dengan pandangan berbeda. Satu menatap dengan wajah tak percaya, yang satu menatap dengan raut wajah terluka.
"Kita bercerai saja, Kak," ucap Yasmin dengan pelan.
Dennis yang tengah terduduk setelah pertengkarannya dengan Yasmin tadi lantas berdiri. Menatap tak percaya sang istri yang tengah berdiri dengan air mata mengalir deras.
"Nggak! A-aku–" ucap Dennis tergagap.
Dennis langsung berjalan dan menggenggam lengan Yasmin erat. Terlalu syok mendengar kalimat yang terlarang diucapkan oleh sepasang suami-istri.
"Kenapa? Bukannya ini mau kamu? Aku istri yang nggak berguna, 'kan? Kamu selingkuh karena muak sama aku, bukan? Baik, aku kabulkan. Ceraikan aku, Kak," ucap Yasmin bersamaan dengan air mata yang berlinang.
Yasmin secara perlahan melepaskan genggaman tangan Dennis di lengannya, kemudian berbalik memasuki kamar mereka dan menangis. Dennis hanya diam di tempatnya sambil menjambak rambutnya frustrasi.
Dia memang ingin berpisah dari Yasmin, tapi bukan seperti ini caranya. Bukan dengan Yasmin mengetahui perihal perselingkuhan yang dia jalani bersama wanita pujaannya. Dennis ingin menceraikan istrinya dengan benar tanpa adanya luka dan juga sakit hati.
Dennis sudah tidak mencintai Yasmin, itu benar. Di hatinya saat ini sudah ada wanita lain yang menempatinya. Seseorang yang baginya sangat sempurna, seseorang yang mampu menghilangkan bayangan Yasmin di hatinya.
Yasmin sendiri menangis di dalam kamar. Suara tangisannya terdengar pilu. Dengan pelan dia membuka laci meja rias dan mengambil diary miliknya, menarik sebuah foto USG yang terselip dan memeluknya erat.
"Maafin aku yang nggak bisa jaga kamu hiks," ucapnya lirih.
***
Dennis terbangun dari posisi tidurnya yang menelungkup di dinding meja bar dapur. Dia bangun dan menuju kamarnya dan Yasmin. Dia hanya berdiri di depan pintu tanpa berniat membukanya. Dia takut jika Yasmin akan menggila seperti semalam dan Dennis tak ingin menyakiti hati wanita itu lagi.
Ceklek
Pintu kamar terbuka. Dennis terkejut melihat istrinya yang telah rapi dengan pakaiannya dan menatap Dennis datar.
"Yas, aku–" ucap Dennis terhenti saat suara Yasmin terdengar.
"Ayo kita beritahu orang tua kamu tentang perceraian kita. Aku ... menyerah, Kak," ucap Yasmin lirih dan singkat.
Yasmin menunduk, menyembunyikan ekspresi wajahnya agar Dennis tak melihat jika dirinya menahan tangis. Dia tak mau terlihat lemah di depan Dennis. Yasmin adalah wanita kuat dan dia pantang untuk menunjukkan sisi lemahnya.
"Ini lebih baik, 'kan? Kamu nggak perlu sembunyikan apa pun dan aku ..." "... akan bebas."
Yasmin mendongak dan menunjukkan senyum terbaik yang bisa dia berikan pada calon mantan suaminya. Dennis hanya terpaku melihat bagaimana Yasmin tetap tenang dan mengumbar senyum di saat harusnya wanita itu hancur.
"Ayo kita temui orang tua Kakak." Yasmin langsung pergi begitu saja tanpa berniat menunggu jawaban Dennis sama sekali.
Setelah Yasmin menunggu selama tiga puluh menit, mereka pergi menuju rumah orang tua Dennis. Orang tua Yasmin tinggal di Kalimantan karena ayahnya yang bekerja sebagai pejabat kepolisian dan sering pindah tugas. Jadi, mereka hanya akan memberitahu melalui telepon. Begitu pula kakaknya yang tengah bertugas sebagai TNI yang ditugaskan di ujung timur Papua. Hanya Haikal, adiknya yang akan diberitahu perihal perceraian mereka.
Sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam, tak ada percakapan. Dennis benci kesunyian, tapi untuk melakukan percakapan adalah hal mustahil. Jadi, mereka hanya diam ditemani oleh suara deru mesin mobil dan juga lantunan musik dari radio.
Setelah sampai, mereka disambut oleh ibu Dennis yang terlihat masih bugar diusianya yang sudah 60 tahunan. Yasmin sebisa mungkin untuk tersenyum di hadapan kedua orang tua suaminya, untuk saat ini.
"Yasmin, Dennis! Kok berkunjung nggak kasih kabar dulu? Ayo masuk, Nak. Mama kangen banget sama kalian. Pa, ada anakmu dan istrinya."
Mereka duduk di ruang tamu yang terlihat artistik. Yasmin tak pernah bosan melihat ruang tamu milik mertuanya. Ibu Dennis adalah seorang design interior. Yasmin suka pada semua tata letak perabotan rumah ini yang terlihat sederhana. Ini adalah terakhir kali Yasmin melihatnya dan dia akan menikmatinya sebisa mungkin.
"Kalian kok nggak ngabarin dulu sebelum datang? Untung kami berdua masih ada di rumah. Ada apa? Kok muka kalian tegang begitu?" tanya ayah Dennis.
Yasmin hanya tersenyum tipis dan Dennis yang terlihat gugup. Dennis takut karena ayahnya adalah orang yang membenci perceraian. Ayahnya adalah seorang Pastor, seseorang yang dihormati. Tentu saja ayahnya membenci perceraian. Sulit bagi Dennis untuk memberitahu ayahnya soal rencana perceraian mereka.
"Nggak kok, Pa. Kami ke sini mau–" ucap Yasmin terhenti karena Dennis menyentuh tangannya.
"Kami memutuskan untuk bercerai, Pa!" Dennis memotong ucapan Yasmin dengan nada tegas.
Hal itu membuat kedua orang tua Dennis yang tadinya memancarkan aura bahagia tiba-tiba menghilang. Gurat bingung terlihat jelas dari wajah ibu Dennis dan gurat marah ayahnya yang kentara sekali.
Dennis takut—tentu saja, tapi ini tak bisa dihindari. Bisa saja Yasmin membongkar penyebab perceraian mereka, walau Dennis tak yakin ia akan melakukannya. Yasmin benci saat masalahnya diketahui orang lain.
"Dennis, ada apa, Nak? Kenapa kalian mau bercerai? Yasmin ini nggak benar 'kan, Nak?" tanya ibu Dennis cepat. Yasmin hanya diam dan menundukkan kepala.
"Kami sudah berusaha, Ma. Maaf jika akhirnya kami memilih jalan ini. Aku dan Kak Jae berusaha mempertahankan rumah tangga kami, tapi akhirnya gagal. Maafin aku, Ma. Ini salahku sampai kami memutuskan bercerai."
Yasmin meneteskan air mata. Hal yang berusaha dia tahan akhirnya runtuh. Ia menangis seketika melihat kedua orang tua suaminya.
"Jika hanya masalah kecil kalian bisa selesaikan baik-baik. Papa nggak mengizinkan!" tegas pria berusia 68 tahun itu membuat Dennis terdiam.
"Pa, aku dan Yasmin sudah nggak bisa untuk bersama. Ada beberapa hal yang membuat kami nggak bisa meneruskan pernikahan ini." Dennis menatap ayahnya penuh keyakinan.
"Lalu kalian memilih untuk berpisah?" tanya ayah Dennis. Yasmin mengangguk disela tangisnya.
"Kalian tahu bukan perceraian adalah yang paling dibenci dalam Islam? Namun, kenapa kalian melakukannya?"
Ibu Dennis bertanya dengan wajah sedih. Tentu wanita itu sedih. Pernikahan putra bungsunya berakhir begitu saja, terlalu tiba-tiba. Ibu Dennis sangat menyayangi Yasmin sejak pertama kali mereka bertemu. Yasmin wanita yang lembut dan punya etika yang baik. Oleh karena itu, ibu Dennis merestui pernikahan putranya dan Yasmin yang seorang muslim dan memperbolehkannya memeluk agama Islam.
"Kami tahu, Ma. Lebih baik mengakhirinya sekarang sebelum kami saling menyakiti lebih jauh." Dennis dengan tegas menatap kedua orang tuanya. Tak menghiraukan Yasmin yang hanya menangis dalam diam sembari memegang bagian dadanya.
"Kami sudah memberitahu Mama dan Papa tentang perceraian kami. Kami pamit, Ma, Pa." Dennis berdiri setelah cukup berbicara dengan menahan emosi. Melirik Yasmin sekilas yang hanya diam sambil menyeka air matanya. Lalu Dennis berjalan mendahului Yasmin.
"Maafkan kekuranganku Ma, Pa," ucap Yasmin lirih.
Dennis mendengar ucapan Yasmin yang terdengar sayup dengan suara serak, berjalan mengikuti Dennis meninggalkan rumah kedua orang tuanya.
***
Di dalam mobil hanya terdengar suara radio yang melantunkan lagu luar negeri favorit mereka berdua. Dennis melirik Yasmin yang hanya diam menatap keluar jendela yang menampilkan deretan mobil dan juga pejalan kaki karena kebetulan hari ini akhir pekan.
"Apa wanita itu sangat cantik sampai kamu begitu tergila-gila padanya?" tanya Yasmin.
Yasmin menoleh dengan tatapan datar dan mata yang masih sembab bekas menangis semalaman dan tadi. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tubuhnya yang Dennis baru menyadari jika wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu terlihat lebih kurus. Pipinya yang gembil terlihat lebih tirus dari sebelumnya. Apakah Dennis tak menyadari atau dia terlalu abai akan perubahan fisik istrinya tersebut?
"Ternyata dia sangat cantik, ya," tutur Yasmin karena Dennis tak menjawab.
Yasmin mengulas senyum getir bersamaan dengan air mata yang sedikit mengalir. Hal itu tentu membuat Dennis kaget hingga mengerem mendadak. Sepanjang pernikahan mereka, tak pernah Yasmin meneteskan air mata sebanyak ini dan tak pernah tersenyum sedih selama tiga tahun pernikahan mereka.
Dennis takkan pernah menyangka jika perselingkuhannya akan berdampak sebesar ini. Namun, Dennis tak ingin menyakiti Yasmin lebih dalam lagi dengan membohongi wanita ini. Cukup sampai di sini saja ia menyakiti hati istrinya.
"Ya, dia memang sangat cantik. Dia wanita yang lembut dan pengertian."
Dennis menjawab pertanyaan Yasmin tanpa melihat ekspresi Yasmin sama sekali. Tanpa mengetahui jika ucapannya hanya menambah luka yang lebih dalam bagi Yasmin.
"Aaa, begitu, ya? Kuharap kalian bisa bersama setelah perceraian kita," ucap Yasmin lirih.
Yasmin menutup pembicaraan mereka dan membuka kaca mobil, sedangkan Dennis melajukan mobil kembali.
Yasmin memejamkan matanya dan mengeluarkan tangannya untuk merasakan angin yang berhembus. Helaian rambutnya beterbangan oleh angin. Tak dihiraukannya suara teriakan pengemudi sepeda motor atau mobil yang memarahinya. Dennis hanya bisa diam dan tak berkomentar sama sekali.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk mereka sampai di rumah. Jalanan yang cukup sepi membuat perjalanan jauh lebih singkat. Yasmin langsung masuk ke dalam kamar, meninggalkan Dennis yang terdiam di ruang tamu yang masih berantakan setelah pertengkaran mereka semalam. Bahkan guci hiasan yang mereka beli dua tahun lalu telah hancur lebur akibat Yasmin membanting semuanya.
Dennis mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Tangannya menutup wajah tampannya gelisah.
'Ini yang terbaik bagi kami,' batinnya.
'Aku cuma ingin seorang anak, Yas. Sesuatu yang selama tiga tahun ini aku nantikan, tapi tak pernah hadir dalam rumah tangga kita. Lalu kamu terlalu abai akan pernikahan kita selama ini dan aku menemukan orang lain yang menggantikan posisi kamu,' batin Dennis lirih.
Dennis menatap hampa pintu kamar mereka yang tertutup rapat. Tak ingin mengganggu Yasmin dan membuat wanita itu lebih sakit hati.
Bersambung
Surat cerai telah dilayangkan Yasmin dua hari setelah pertengkaran mereka. Tentu banyak tanda tanya besar dari teman maupun keluarga mereka. Pun orang-orang yang tahu seperti apa kehidupan rumah tangga mereka yang jauh dari kata tidak harmonis.
Sebaliknya, mereka tampak seperti pasangan yang serasi dan harmonis. Jauh dari terpaan gosip, walau Dennis sebelum menikah adalah sosok pria keren yang dikelilingi oleh kaum hawa. Predikat anak band dan juga karisma yang dia pancarkan, membuat wanita bertekuk lutut di hadapannya.
Apalagi Yasmin bukanlah wanita yang rewel atau pencemburu. Dia tak kesal saat Dennis dikelilingi oleh banyak wanita. Pun dengan pekerjaan Dennis sekarang yang hanya seorang YouTubers game yang penghasilannya jauh dibandingkan saat sebelum menikah. Di mata semua orang, Dennis dan Yasmin adalah pasangan sempurna. Jauh dari isu keretakan rumah tangga dan tak menyangka jika dua orang tersebut berpisah.
Haikal menatap sang kakak yang hanya menampakkan senyum yang bisa Haikal tahu itu sebuah kepalsuan. Ada sesuatu yang disembunyikan Yasmin darinya, dan Haikal akan mencari tahu apa itu.
Haikal mendekatkan diri pada kakaknya dan menatap Yasmin yang duduk di depannya dengan tatapan selidik.
"Apa yang Kakak sembunyikan dariku?" tanya Haikal pelan.
Haikal menyatukan kedua tangannya di meja yang menjadi pembatas duduk mereka berdua. Menatap sang kakak yang hanya diam sambil terus menimang Ian—anak Haikal.
Yasmin melirik sekilas sang adik dan melanjutkan kegiatannya bermain dengan sang keponakan.
"Tidak ada yang aku sembunyikan." Yasmin menjawab singkat dan sangat ringan. Hal itu membuat Haikal merasa ada yang ditutupi oleh Yasmin.
"Lalu kenapa Kakak tiba-tiba mau berpisah dari Jaelani? Apa dia melakukan KDRT?" tanya Haikal, sebisa mungkin ia menahan emosinya. Dia tak ingin membuat kakaknya tidak nyaman atau tersinggung. Haikal hanya ingin tahu alasan sebenarnya dibalik perceraian sang kakak.
Haikal menghela napas kasar saat tak mendapat respons dari sang kakak.
"Atau dia berselingkuh?" tanya Haikal asal.
Ucapan asal yang Haikal katakan membuat Yasmin secepat kilat menatap sang adik. Terlihat ekspresi wajahnya yang tampak tegang dan matanya yang membulat sempurna. Bulir keringat sebesar biji jagung mengalir di dahinya, membuat Haikal makin yakin akan tebakannya benar.
Suara gemeletuk gigi Haikal yang merasa kesal terdengar cukup kuat. "Dasar pria bajingan!" teriaknya kuat. Haikal berdiri hendak mendatangi kakak iparnya itu.
"Bukan karena itu!"
Haikal terkejut melihat Yasmin yang berteriak dan menghalangi jalannya. Untuk sesaat Haikal terpana melihat kakaknya yang menampakkan wajah dingin dan sorot mata tajam padanya. Suara tangis bayi berusia empat bulan itu menggema di seluruh rumah.
"Jangan campuri urusan rumah tanggaku, Kal. Ini kehidupanku dan jangan melewati batasan kamu dalam urusanku," jawab Yasmin tegas.
Yasmin meninggalkan Haikal yang menatap kakaknya dengan wajah khawatir.
"Gue tahu lo akan menutupi masalah lo, Kak. Gue diam karena gue nggak mau mengganggu privasi lo. Namun, jika lo disakiti, gue bakal bunuh orang itu," Haikal mengepalkan tangannya dengan wajah penuh amarah.
***
Palu yang diketuk tiga kali, menandakan kalau Jaelani Dennis Akbar dan Yasmin Alya Rahma bukan lagi sepasang suami-istri. Ikrar talak satu juga sudah Dennis jatuhkan kepada Yasmin, menandakan jika mereka telah sah bercerai.
"Selamat, bro! Lo udah resmi jadi duda keren nih. Welcome to our world, man!" Dennis menoleh pada Sadewa yang memberikan ucapan selamat padanya.
"Sialan lo," Dennis menjawab seadanya sambil melihat Yasmin yang tengah membicarakan sesuatu dengan pengacaranya. Entah apa yang mereka bicarakan.
Dennis mendekat dan berusaha untuk bicara dengan Yasmin.
"Yas–"
Sebelum menyelesaikan panggilannya, Dennis bingung karena wanita itu melengos pergi begitu saja. Wanita yang tiga tahun dinikahinya itu tak pernah bersikap tak acuh padanya.
"Maaf Pak Jaelani, Bu Yasmin sudah tidak ingin berbicara dengan anda. Jadi, mengenai pembagian harta gono-gini bisa langsung dibicarakan dengan saya."
Pengacara wanita itu berbicara sambil membetulkan posisi kacamatanya.
Dennis hanya mengangguk dan mendengar penuturan pengacara Yasmin yang menjelaskan semuanya secara rinci mengenai pembagian harta gono-gini.
***
"Wih duda keren datang nih!"
Teriakan heboh Dean membuat Willy yang tengah bermain game kesal setengah mati karena kalah. Apalagi Dean memukul bahu Willy cukup kuat hingga benda persegi panjang itu terpental cukup jauh hingga game yang dimainkannya kalah.
"Ah kampret! Bentar lagi gue chicken dinner! Lo kenapa heboh banget sih? Bang Dennis yang jadi duda, kenapa lo yang girang kayak pelakor nungguin dia cerai?" tanya Willy sambil meneguk jus jeruk yang ada di meja ruang tamu.
"Lagian lo kenapa harus cerai sih, Bang? Ada masalah apaan sih sampe harus begini? Si Yasmin juga bukan tipe cewek yang ngeluh sama kerjaan atau pergaulan lo."
Brian dari dapur tiba-tiba datang dan bertanya. Sepiring bakwan goreng yang tadi dibelinya tersaji di atas meja ruang tamu.
Sadewa mengambil satu bakwan dan memakannya.
"Gila sih, tadi Bang Dennis dikacangin sama dia. Matanya kayak mau nerkam orang aja, tahu nggak?" Sadewa berbicara sambil mempraktekkan bagaimana seramnya Yasmin tadi.
Dennis menghela napas lelah, bingung untuk menjawab apa. "Yah, intinya gue sama dia udah nggak sejalan. Daripada nyakitin dia, mending gue lepasin dia," ucapnya pelan. Tidak mungkin Dennis mengatakan masalah sebenarnya pada teman-temannya.
"Iya, sih, Bang. Umur dia juga baru 28 tahun. Masih banyaklah cowok yang antre untuk melamar dia." jawab Dean sambil meletakkan jarinya pada dagu, seolah sedang berpikir. Senyuman penuh harap dia lemparkan, sesekali tersipu malu karena khayalannya.
"Lo juga mau antre?" tanya Sadewa sambil melihat Willy dan Brian yang tersenyum jahil. Mereka tahu, jauh sebelum Dennis dekat dengan Yasmin, Dean sudah menaruh rasa pada wanita itu. Namun, wanita itu tak pernah merespons semua tindakan Dean.
"Ya, kenapa nggak sih. Dia 'kan udah single tuh. Nggak masalah, 'kan?"
Dean berbicara tanpa sadar dan tak melihat Dennis yang terhenyak melihat Dean yang tersenyum bahagia. Apakah Dean masih menyimpan perasaan pada Yasmin?
"Wah gila Bang, si Dean. Sengaja banget dia nungguin jandanya si Yasmin!" Willy berteriak heboh sambil memiting leher Dean.
"Inget woi, Yasmin mantannya Bang Dennis! Kayak kagak ada cewek lain aja lo." Willy makin kuat memiting leher Dean yang kelihatan susah napas.
"A-am-ppun woi ...! Gue cuma bercanda, woi!" teriak Dean frustrasi.
"Udah ya, gue mau istirahat dulu di kamar lo, Wa." Dennis berdiri, lalu masuk ke kamar Sadewa untuk mengistirahatkan diri. Lalu tak lama ponselnya berbunyi, ada pesan masuk dari wanitanya.
[Gimana sidangnya?
Lancar 'kan?]
Dengan cekatan Dennis membalas pesan tersebut.
[Lancar kok.
Masalah harta gono-gini juga.]
Pesan WhatsApp itu langsung centang biru. Lalu pesan balasan langsung Dennis terima.
[Syukur deh.
Kamu di mana sekarang?]
Dengan cepat dibalas oleh Dennis.
[Di rumah Sadewa.
Aku baru aja pulang.]
Dennis tersenyum melihat pesannya cepat dibaca.
[Istirahat by ....
Aku juga lagi mau urus berkas ceraiku.]
Dennis mengangkat sebelah alisnya. Akankah Windy secepat itu menceraikan suaminya? Namun, dengan cepat Dennis tersenyum karena sebentar lagi mereka tak perlu menyembunyikan hubungan mereka.
[Hati-hati^^
Love you,]
Dennis tersenyum sendiri melihat ketikannya barusan.
[Love you too,]
Dennis melihat jam yang menunjukkan pukul 3 sore. Biasanya jam segini dia melakukan live streaming game di YouTube atau Twitch. Namun, semuanya terpaksa tertunda karena proses perceraiannya dan Yasmin. Dennis juga malas menanggapi komentar netizen yang nyinyir soal perceraiannya dan Yasmin.
***
Yasmin duduk di ruang tamu rumah adiknya. Sekarang rasanya dia sudah terbebas dari beban. Bercerai dari Dennis membuat Yasmin jauh lebih baik dan tidak berprasangka buruk lagi.
"Kak, gue udah beresin kamar buat lo. Entar lo makan dulu sebelum istirahat. Sandra udah masakin soto ayam buat lo," ucap Haikal sambil menimang anaknya yang baru berusia empat bulan.
"Makasih, Kal, tapi mending kakak pulang aja deh. Nggak enak ngerepotin kamu dan Sandra. Lagian kalian juga pasti ribet ngurusin baby Ian." Yasmin berdiri setelah melihat jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Kak, lo kok keras kepala banget sih? Gue tahu kepala lo ruwet banget. Makanya lo duduk, istirahatin pikiran dan cerita kalau udah siap. Lagian gue juga tahu kalau rumah itu mau dijual karena itu harta bersama," Haikal menarik kakaknya untuk duduk menggunakan satu tangan. Satu tangannya yang lain menggendong anaknya.
Haikal terkejut saat mendengar kakaknya ingin bercerai. Berulang kali dia menanyakan alasan mereka bercerai, tapi Yasmin hanya diam. Haikal tahu kakaknya adalah orang yang tidak begitu terbuka tentang masalah pribadinya. Jadi, Haikal hanya akan mendengarkan jika Yasmin sudah siap untuk bercerita. Namun, tetap saja Haikal masih curiga jika ada orang ketiga di dalam rumah tangga kakaknya.
Terlihat dari pertengkarannya dan Yasmin dua minggu lalu, kakaknya terlihat menutupi sesuatu. Apalagi hanya Yasmin yang datang dan menyampaikan berita perceraiannya tanpa Dennis di sampingnya, membuat kecurigaan Haikal semakin kuat jika ada pihak ketiga dalam rumah tangga kakaknya.
"Gue sama Sandra nggak merasa direpotin. Gue sama lo itu kakak-adik kandung, kita harus saling bantu saat susah begini."
"Kal–" ucap Yasmin terhenti. Yasmin ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi karena ada hal yang membuat Yasmin menghentikan kalimatnya.
"Apaan sih, Kak? Lo mau kasih gue duit? Mending lo kasih duit buat keponakan lo aja. Gue nggak butuh sih, soalnya gue kerja."
Haikal berbicara dengan narsis. Padahal pekerjaan itu dia dapatkan karena Yasmin yang mengenalkan Haikal pada Mas Bulan, temannya yang membuka restoran khas Korea. Seketika Yasmin tak jadi mengutarakan niatnya untuk bercerita pada Haikal. Ia sudah kesal duluan mendengar ucapan narsis adiknya.
"Sombong banget, ya, kamu? Kalo aku nggak kenalin kamu ke Mas Bulan, kamu nggak akan kerja dan nggak akan bisa nikahin Sandra." Yasmin menoyor kepala Haikal pelan, gemas pada adiknya ini.
"Iya, ih, jangan noyor. Sakit tahu! Pantes lo dicerai sama Jaelani!" Haikal mendengkus sambil mengusap kepalanya yang ditoyor Yasmin. Pria 24 tahun itu merasa kesal karena sang kakak tak pernah menganggapnya telah dewasa, dan terus memperlakukannya seperti anak kecil. Terbukti dari setiap perlakuannya pada Haikal.
Yasmin makin kesal mendengar nama lelaki itu. Rasanya mau dibuang saja ke Pluto. Haikal maksudnya yang mau dibuang ke Pluto.
***
Plakk!
Windy menutupi wajahnya kala tamparan bertubi-tubi menyasar wajahnya serta beberapa tubuhnya. Tak dihiraukan jeritan anaknya yang menangis pilu melihat ibunya yang disiksa oleh sang ayah. Rasa sakit di tubuhnya lebih menyakitkan.
"Aku mau cerai!" Windy berteriak keras hingga membuat Gaga—suaminya—berhenti melayangkan pukulan bertubi-tubi padanya. Tak menghiraukan suara tangis Ariella yang menggema di seluruh rumah mereka.
"Apa kamu bilang? Cerai?" Gaga berjongkok menyamakan posisinya dengan Windy dan bertanya remeh. Jari telunjuknya mengarah ke kepala Windy dan mendorong cukup kuat, nyaris menyentuh dinding.
"Iya!" Windy menatap tajam Gaga yang hanya tersenyum sinis dan memalingkan wajahnya.
"Kamu gila?! Kamu mau Ariella jadi anak korban perceraian!?" Gaga berteriak kesal. Kali ini dia mengangkat mainan kuda-kudaan milik Ariella yang terbuat dari kayu rotan dan akan melemparnya ke arah Windy.
"Kenapa nggak lempar? Ayo lempar! Itu kebiasaan kamu, 'kan!?" Windy balas berteriak keras. Tak menghiraukan anak berusia 6 tahun yang terdiam di pojok rumah dan bersembunyi di balik kursi. Takut melihat pertengkaran orang tuanya yang jauh lebih parah dari sebelumnya.
"Papa ... Mama ... aku takut. Jangan belantem hiks," ucap Ariella sedih.
Ariella yang bersembunyi di bawah kursi hanya bergumam lirih meminta kedua orang tuanya berhenti bertengkar dan saling berteriak.
"Akh! Dasar sialan! Mau lo apaan, Win!?"
Gaga melempar kuda-kudaan itu ke arah televisi hingga benda persegi itu hancur. Suara teriakan Windy dan tangis Ariella juga tak kalah menggema. Deru napas Gaga yang tak beraturan menandakan jika pria 30 tahun itu sangat emosi.
"Aku mau cerai! Aku udah capek sama kamu, Ga," ucap Windy menggumam lirih dengan air mata berderai.
"Jadi, kamu mau itu?" Gaga membalas ucapan Windy pelan dan mendapat anggukan dari Windy.
"Iya, cepat talak aku, Ga," ucap Windy.
Gaga berteriak lebih kencang sambil memukul pipi Windy.
"Sialan lo! Gue nggak mau cerai!" teriak Gaga emosi.
Windy berusaha terus berteriak dan menghalau semua pukulan Gaga, tapi gagal karena tenaga Gaga jauh lebih kuat dibandingkan Windy.
Bersambung
Dodo membuka pintu dengan paksa saat mendengar jeritan kakak ipar dan suara tangis keponakannya yang menggema. Terlihat jika Gaga dan Windy yang tengah berhadapan dengan posisi Windy yang babak belur dan Gaga yang menjambak rambutnya kesal.
Netra Dodo beralih pada pojok rumah, di mana keponakannya ketakutan sambil menutup kedua telinganya. Dengan cepat Dodo berlari dan memeluk anak berusia 6 tahun itu lalu membawanya ke kamar.
"Ariella ... ini Om Dodo. Tenang ya, jangan nangis. Ariella anak pinter, 'kan?"
Dodo memeluk anak kecil yang terlihat ketakutan itu. Pasti anak ini trauma melihat kedua orang tuanya bertengkar. Mungkin sudah, karena ini bukan pertama kalinya mereka bertengkar. Namun, ini adalah yang terparah dibanding sebelumnya. Melihat jika rumah itu sudah hancur bak terkena tsunami. Semua barang hancur lebur.
Ariella yang telah di dalam pelukan Dodo berkata dengan air mata mengalir.
"Om, Papa sama Mama mau celai? Celai itu apa?"
Dodo terkejut mendengar ucapan lirih keponakannya. Perkataan anak kecil yang terdengar sangat polos dan juga air mata yang mengalir membuat Dodo terenyuh sekaligus geram. Dalam hati Dodo mengutuk kakak dan kakak iparnya yang telah membuat sang keponakan trauma.
"Ariella dengar dari siapa?" tanya Dodo lembut.
Dodo sedikit menghapus air mata Ariella dan merapikan anak rambut gadis cilik itu. Sedikit tersenyum walau ekspresi wajahnya masih cukup tegang. Namun, ia berusaha menutupinya agar Ariella tak sedih.
"Mama hiks ... bilang itu kuat banget. Telus Papa banting mainan aku. TV-nya jadi pecah hiks ... hiks," ucap Ariella dengan tangis menggema.
Dodo menoleh sekilas saat mendengar suara pintu kamar keponakannya terbuka. Gaga berdiri dengan wajah yang terlihat lesu dan langsung menutup pintu kembali. Dodo beralih pada Ariella dan tersenyum menenangkan.
"Ariella dengar Om Dodo, ya. Jangan pernah nangis dan percaya ucapan Papa sama Mama. Mereka cuma lagi berantem kayak Ariella sama Yusuf yang rebutan boneka ini." Dodo mengambil asal mainan milik Ariella dan menunjukkannya. Ariella tampak sedikit percaya ucapan Dodo dan mengucek matanya.
"Benelan Om? Om nggak bohong sama aku, 'kan?" tanya Ariella polos.
Dodo sedikit menggigit bibirnya dan tersenyum canggung.
"Bener kok, om nggak bohong. Sekarang Ariella tidur karena besok om mau ajak Ariella pergi jalan-jalan, ya? Mau, 'kan?"
Dodo mengangkat tangannya dan keponakannya yang terlihat ceria kembali. Terbukti dengan anak itu yang meloncat kegirangan karena diajak jalan-jalan.
"Tidur, yuk? Mau om bacakan dongeng?"
Anak itu mengangguk kuat lalu dengan cepat menarik selimut miliknya dan memposisikan diri untuk tidur. Dodo dengan cepat mengambil sebuah buku dongeng milik Ariella dan membacakan dongeng untuknya.
"Pada suatu hari hiduplah seorang putri duyung cantik bernama Ariel. Sang putri sangat pandai bernyanyi. Dia juga anak sang raja laut, Triton."
Dodo melirik keponakannya yang mulai menutup matanya karena rasa kantuk yang tak terkalahkan. Dodo melanjutkan dongengnya.
"Suatu hari sang putri bertemu pangeran tampan yang terdampar karena badai laut dalam keadaan pingsan. Ternyata Ariel jatuh cinta pada pangeran dan menyelamatkan nyawa sang pangeran."
Dodo terus melanjutkan dongengnya.
"Putri Ariel lalu bertemu dengan seorang penyihir yang bisa mengubah sirip putri menjadi sepasang kaki yang indah. Namun, sang penyihir mengambil suara Ariel yang sangat merdu. Si penyihir berkata jika pangeran menyatakan cinta pada Ariel dalam waktu tiga hari, Ariel akan mendapatkan sepasang kaki itu untuk selamanya. Namun, jika tidak sang putri akan berubah menjadi buih."
Dodo mengelus rambut Ariella agar anak itu tak terganggu. Sesekali anak berusia 6 tahun itu menguap karena rasa kantuk.
"Sang penyihir ternyata sangat licik. Dia berubah menjadi wanita cantik dan memakai suara Ariel untuk menipu pangeran. Lalu dia berbohong dan berkata bahwa dialah yang menyalamatkan pangeran. Namun, dengan bantuan teman-teman Ariel, dia bisa mendapatkan kembali suaranya, juga mengalahkan penyihir jahat. Suaranya pun juga kembali seperti sedia kala. Setelah itu, sang raja memberikan sepasang kaki asli untuk Ariel.
"Setelah itu Ariel dan pangeran menikah dan hidup bahagia selamanya." Dodo melirik Ariella yang sudah tertidur. Dengan pelan dia berdiri dan membenarkan selimut Ariella.
Dodo menutup pintu kamar dan melihat Gaga yang duduk di sofa ruang tamu sambil menjambak rambutnya. Ia beralih ke kamar sebelah, kamar Gaga dan Windy, mengetuk pintunya pelan dan bersuara.
"Kak, bisa keluar sebentar?" tanya Dodo. Ia langsung menuju ruang tamu yang hanya beberapa meter dari kamar.
Dodo menghela napas kesal melihat kakak dan juga kakak iparnya yang lagi-lagi bertengkar. Dodo lelah melihat keadaan rumah tangga kakaknya yang dipenuhi oleh pertengkaran selama empat tahun ini.
Setelah Windy duduk di kursi ruang tamu, Dodo memulai pembicaraan.
"Kalian mau cerai?" tanya Dodo menahan kesal.
Dodo sedikit melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher. Demi Tuhan, Dodo baru pulang bekerja dan saat ingin berkunjung ke rumah kakaknya, dia disuguhkan dengan pertengkaran mereka.
Windy hanya mengangguk sebagai jawaban, sedangkan Gaga hanya mengusap wajahnya frustrasi. Dodo yang melihat keduanya hanya diam dalam kesunyian menghela napas kasar.
"Kalian sinting, tahu nggak!? Kalian nggak tahu apa efeknya di masa depan bagi Ariella? Tiap hari dia lihat papa sama mamanya bertengkar. Apa kalian nggak kasihan?!"
Dodo melepas kacamata miliknya dan memijat pangkal hidungnya lelah. Rasa lelah yang bercampur dengan kesal melihat sikap Gaga dan Windy membuat Dodo frustrasi. Tak pernah ada ketenangan dalam rumah tangga mereka bahkan sekedar untuk membuat Ariella tak sedih. Hanya mementingkan ego masing-masing.
"A-aku lelah, Do. Kakakmu makin semena-mena dan menyiksaku layaknya aku samsak tinjunya. Aku pengen pisah dari dia dan mengambil hak asuh Ariella," ucap Windy dengan bahu bergetar.
Suara isakan tangis terdengar, membuat Dodo merasa bersalah. Windy memang sudah menahan diri sejak empat tahun lalu. Berusaha untuk tegar demi Ariella pasti tidaklah mudah. Di tambah wanita itu bekerja sebagai freelance untuk membantu ekonomi keluarga mereka. Bahkan penghasilan mereka harus dibagi untuk orang tua Gaga dan juga Windy.
"Win, maafin aku. Kamu tahu kalo aku nggak bisa mengatur emosiku. Sejak awal kenal, kamu tahu kondisiku dan kamu terima aku apa adanya. Aku sayang sama kamu, Win. Aku mohon kita jangan cerai, ya?" bujuk Gaga lembut.
Gaga berbalik dan memegang bahu Windy erat. Namun, Windy hanya diam dengan bahu bergetar, takut pada Gaga.
"Aku nggak mengira kamu akan sekasar ini. K-kamu bikin aku takut, Ga. Aku nggak bisa bertahan sama kamu terus seumur hidup. Aku mau pisah," ucap Windy bergetar.
Windy menghempaskan tangan Gaga dan menjauh darinya. Cukup sudah, Windy muak dengan semua perkataan Gaga yang hanya di mulut saja. Dia pasti akan mengulanginya lagi dan lagi. Terus hingga Windy merasa kesabarannya telah habis. Sekarang Windy sudah diambang batas, dia ingin berpisah dengan Gaga dan tak ada yang bisa menghalanginya sekalipun itu Ariella.
"Kak, pikirkan sekali lagi. Kalian sudah punya Ariella. Dia butuh sosok orang tua yang lengkap. Aku tahu Bang Gaga memang salah. Namun,–" ucap Dodo terhenti. Dia menggigit bibir bawahnya kuat, seolah dia sulit mengatakannya.
"..., aku nggak mau Ariella berakhir menjadi anak korban perceraian. Dia ... pasti menjadi olokan temannya jika papa dan mamanya bercerai," lanjut Dodo.
Dodo sadar jika ucapannya hanya untuk membuat Windy tak menceraikan Gaga. Dodo tahu jika Windy lelah pada pernikahannya yang hanya diisi dengan tangis dan juga Gaga yang meremehkannya. Gaga yang selalu memukul dan juga menyalahkan Windy atas semua masalah yang diterimanya di kantor.
"Kamu nggak memikirkan aku, Do! Kamu nggak tahu seberapa sakitnya aku menahan siksaan Gaga dan juga mengurus Ariella agar dia tumbuh dengan baik."
Windy sedikit berteriak dengan segenap keberanian yang menurut Dodo hanya secuil. Dodo dapat merasakan nada ketakutan darinya. Air mata mengalir deras dari pipi Windy yang memerah bekas tamparan Gaga.
"Aku harap kamu mengerti, Do. Aku sudah sampai pada batasku. Sudah cukup aku bertahan dengan kakakmu yang egois dan temperamental," ucap Windy pelan.
Windy berdiri dan masuk kamar tanpa menoleh. Membiarkan Gaga yang terlihat frustrasi dan Dodo yang hanya bisa pasrah pada keputusan Windy.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!