Tersesat di alam Gaib.( Misteri hilangnya para gadis).
" Satu persatu warga kita yang masuk ke pabrik gula itu, hilang entah kemana, setiap hari pasti ada saja yang hilang, dan hilangnya pasti di tempat yang sama, kebun tebuh milik Mustofa Suherman."
" Sudahlah bu jangan mudah berprasangkah buruk sama orang, siapa tau aja itu cuma kebetulan."
" Ngga pak, emang seperti itu, coba bapak bayangkan, setiap bulan pasti ada saja yang hilang, entah kemana mereka hilangnya."
Ya hari ini aku tak sengaja mendengar percakapan bapak juga ibu, perihal orang-orang pabrik Haji Mustofa hilang setiap bulannya, Ibu enggang menyebutnya Haji, karna katanya ngga pantes karna dia melakukan pesugihan, dengan tumbal nyawa manusia, aku sih tidak begitu yakin, mana ada pesugihan di jaman modern seperti sekarang ini.
Aku berjalan keluar membawa nampan di tanganku, berisikan kopi hitam kesukaan ibu juga bapak, kuletakkan di meja di depan mereka.
" Kita ngga tau bu, warga kita itu kemana, yang mungkin saja mereka masih hidup, karna kalau sudah ma ti pasti jazadnya sudah di temukan." Timpal bapak lagi.
" Bapak ini memang tidak mudah percaya pada ibu, malah ini Habiba mau masuk kerja di sana juga, kamu ini punya ilmu apa sih, sampai berani masuk kepabrik Mustofa itu?" Cetus ibu padaku.
" Ya Biba kan mau meringankan beban ibu juga bapak, bu, ini sudah di jaman modern, mana ada tumbal-tumbal begitu, hati-hati ibu bisa timbul fitnah." Ujarku memperingati.
" Anak bapak sama saja, ibu ngga mau tau, pokoknya kamu ngga boleh masuk kerja di pabrik mustofa titik."
" Tapi bu,"
" Sudah ngga ada tapi-tapiaan." tutur ibu.
" Aku berangkat ya Bu, pak." Kakaku Farid, setauku dia juga kerja di pabrik Haji Mustofa tapi kok ibu malah ngebiarin kakak sih.
" Kak Farid! kaka kan kerja di pabrik juga ya, apa kaka ngga takut, hilang kayak yang lain juga?" Tanyaku.
" Kaka di bagian produksi, dan kaka jarang keluar kekebun tebuh, lagian yang hilang itu bukan di kebun tebuh juga, kita juga ngga tau kemana mereka." Jawab kak Farid.
" Nah bu, lihat itu, kak Farid saja bisa kerja di sana, kok aku ngga bisa sih." Rutukku.
" Farid itu cowok, dan yang hilang itu kebanyakan cewek, kamu mau hilang juga?" Timpal Ibu.
" Iya Biba, kamu di rumah aja, cari kerja di tempat lain saja ya, ngga usah di pabrik Haji Mustofa,Ya sudah bu pak, Farid berangkat, Assalamualaikuum."
" Waalaikumussalam!" Jawab bapak juga ibu.
Aku memilih mengekori kak Farid.
" Kak, beneran kak, ada yang hilang di pabrik setiap bulannya?" Tanyaku penasaran.
" Kamu jangan terlalu ikut campur, jauhi hal-hal yang dapat membuatmu celaka." Ujar kak Farid sambil memakai sepatunya.
" Tapi kak aku juga mau kerja di sana, lagian aku ngga percaya kak, kalau mereka semua hilang karna kerja di pabrik,bisa saja kan dia kabur dari rumah atau segala macam." Jelasku.
Kak Farid berdiri menghadapku lalu menarik nafas." Kaka lagi mencari tahu semuanya, jadi sebelum semuanya jelas, kamu jangan masuk kesana dulu ya, kaka ngga mau nantinya terjadi apa-apa padamu, dan ingat satu hal, usahakan kamu terlihat ngga tau apa-apa." Ucap Kak Farid.
" Emang ada apa kak?"
" Habiba, bisa ngga kamu dengerin kata kaka sekali ini saja, sana masuk, kaka mau pergi dulu, Assalamuaalaikuum!"
" Waalaikumussalam!" Jawabku sambil melihat kak Farid pergi dengan motor antiknya( Motor pespa) peninggalan kakek.
" Assalamualaikuum, Habiba!"
" Waalaikumussalam! ada apa pak Anwar." jawabku sambil menoleh.
" Pak lurah ada nak?"
" Ada pak di dalam, ayo silahkan masuk." Jawabku mempersilahkan.
Pria tengah baya itu masuk kedalam rumah dan aku mengekor dari belakang, hatiku tidak baik-baik saja, karna permintaanku tidak di turuti oleh kaka juga ibuku.
" Bu, pak ada tamu." Ujarku sambil melenggang masuk kedalam kamar.
" Siapa?" tanya Ibu.
" Pak Anwar!" jawabku sedikit berteriak.
" Ada apa pak, pak Anwar pagi-pagi kesini?" Tanya Ibu.
" Entahlah bu, ayo kita temui." Ucap Bapak.
Iya juga sih ada apa ya pak Anwar, sepagi ini datang kerumah, ngga biasanya,aku yang punya jiwa kepo sampai keubun ubun pun mengintip dari pintu pembatas ruang tamu juga ruang tengah, memilih mendengarkan percakapan mereka.
" Pak Anwar, ada apa pak sepagi ini, tumben?" Tanya bapak.
" Ini pak Lurah, apakah nak Farid sudah berangkat kerja?" Tanya pak Anwar.
" Sudah pak, baru saja berangkatnya, ada apa pak?"
" Anu...ini....aku mau menanyakan, tentang Sumira putriku, sudah 4 hari ngga pulang pak, aku mau bertanya apakah nak Farid melihatnya di pabrik atau tidak?"
What! Sumira hilang, atau memang ngga masuk kerja, kok sampai 4 hari, apa benar ini.
" Kok bisa pak, apakah bapak sudah mendatangi pabrik?" Tanya Ibu.
" Sudah pak, namun ngga sembarang orang yang boleh masuk, harus punya Id tamu atau Id pekerja buk." Jawab pak Anwar.
" Aduh pak! perasaan ibu jadi ngga enak!" Lirih ibu.
" Tunggu pak ya, aku panggil Habiba Dulu." Ucap Bapak.
" Biba!" panggilnya.
" Iya pak." Jawabku.
" Tolong telfon kakamu, bilang padanya kalau pak Anwar bapak dari Sumira ingin bicara."
" Baik pak, Biba ambil ponsel dulu." Jawabku lalu melenggang masuk kedalam kamar.
' Assalamualaikuum.' Salam kak Farid dari sebrang telefon.
' Waalaikumussalam kak,kaka sudah sampai di pabrik?' Tanyaku.
' Belum, ini lagi ngisi bensin, ada apa Biba?' Kak Farid kembali bertanya.
' Mmmm, pak Anwar bapaknya Sumira mau bicara dengan kaka.'
' Ow iya, kaka juga mau menanyakan tentang Sumira, kebetulan sekali?' Ucap kak Farid.
Aku memberikan ponselku pada Pak Anwar.
' Hallo nak Farid, iya nak, ini bapak mau menanyakan soal Sumira, sudah 4 hari nak dia ngga pulang! engga nak Farid, 5 hari lalu dia ijin pada orang rumah mau kerja, namun tak pulang sampai saat ini.'
Kulihat wajah pak Anwar terlihat sangat cemas, ada apa dengannya dan apa yang di katakan kak Farid? aku juga bapak dan ibu saling tatap, kurasa mereka juga sama sepertiku.
' Nak Farid, bagaimana ini nak, dimana anak bapak.'
Kali ini pak Anwar terisak, sambil memberikan ponsel itu padaku.
" Ada apa pak?" tanya bapak.
Sementara aku masih berdiri mematung menunggu jawaban dari pak Anwar.
" Kata nak Farid, Sumira juga sudah tidak masuk selama 4 hari pak, jadi selama 4 hari itu putriku kemana pak, apakah dia hilang juga? padahal 5 hari yang lalu dia bilang mau berangkat kerja." Isak pak Anwar.
" Pak! mungkinkah Sumira hilang juga?" Ucap Ibu.
" Us! ibu ini ngga mandang kondisi kalau lagi ngomong!" Timpal bapak.
" Sudah pak, bapak tenang aja dulu, kita akan mencari putri bapak, sama-sama ya, kita lapor polisi dulu, biar polisi bisa membantu." Ucap bapak lagi.
" Buk, tolong ambilin kopya bapak."
Sesaat kemudian merekapun pergi, aku semakin penasaran dengan kabar selanjutnya dari bapak, memang belakangan ini banyak sekali gadis-gadis seumuranku yang hilang, dan hilangnya juga hanya gadis yang kerja di pabrik Haji Mustofa, ada apa dengan pabrik itu.
Kenapa juga kak Farid memilih mengundurkan diri dari kepolisian hanya untuk kerja di sana, walau memang tak kupungkiri gajinya lumayang besar tapi tetap saja ngeri kalau harus hilang.
Bukannya takut, malah rasa penasaranku sangat besar, aku benci jiwa kepo yang ada pada diriku, aku memilih menepisnya, karna kalau ibu sampai tau, bisa-bisa aku kena omel lagi.
Quoted by : Akbar prtama73
Sosok kuat yang mampu memaafkan seburuk apapun perlakuan dunia padanya,
Serendah apapun dia dihina,
Dia akan tetap menerima,
Dan membantu selagi bisa.
Aku sangat kagum padanya,
Dia sangat bersinar dengan teramat terangnya,
Lemah namun sangatlah tangguh,
Koyak namun tetaplah utuh.
Aku mengamati bagaimana cara dia melalui lika-liku hidup ini,
Diterpa badai,
Berusaha tetap berdiri,
Sekalipun dirinya tengah terantai.
Iya, dia ibuku,
Aku sangat bangga dilahirkan oleh sosok wanita sehebat dia,
Sesabar perbuatannya,
Setulus cintanya,
Dan sebaik perlakuannya pada dunia.
Dia selalu mendekapku dengan penuh kasih,
Meski seluruh dunia tengah menjauhiku,
Dia tetap menerimaku dengan gigih,
Tanpa sedikitpun menganggap ku pengganggu.
Aku melihat dengan mataku sendiri,
Bagaimana teganya orang yang telah dia tolong dengan tulus,
Menghancurkannya tanpa henti,
Hingga perlahan impiannya pupus.
Dia sepasang mata yang tetap menatapku lembut,
Sekalipun seluruh dunia memandangku dengan sinis,
Hadirku yang selalu dia sambut,
Walau kerap kali aku membuatnya menangis.
Sosok yang tetap mau aku repotkan,
Yang tak pernah lelah aku susahkan,
Tak pernah mengeluh sekalipun aku tak pernah memberinya kebahagiaan.
Sosok yang selalu menganggap dirinya beban,
Padahal aku yang kerap membuatnya kelimpungan,
Yang tetap menganggap dirinya tak berguna,
Padahal dia sangatlah istimewa,
Saking dari hebatnya.
Ibu . .
Terimakasih, tetap memilih hidup untukku,
Sekecil apapun kemungkinannya,
Ibu tetap memilih percaya,
Bahwa aku bisa melaluinya.
Ibu . .
Serumit apapun jalanku,
Sekalipun terus terhantui oleh keinginan untuk mati,
Aku akan terus berusaha hidup untukmu, iya hanya untukmu.
Ibu . .
Aku akan membeli semua perkataan mereka yang menghinamu,
Aku akan membayar semua rasa sakit yang diterima olehmu,
Aku akan membunuh semua ketakutan ku,
Demi dirimu.
Akan aku buktikan pada dunia Bu,
Bahwa keyakinan ibu tidaklah salah,
Aku akan terbang setinggi-tingginya,
Seperti yang ibu harapkan selama ini.
Sikapku mungkin gagal membuktikannya,
Namun ketahuilah Bu,
Lebih dari yang ibu tau,
Aku sangat mencintaimu.
#akbarprtma
Bab1
Cengkeraman kuat yang membuat gagang cangkir tehku tak terlepas agak berlebihan. Sebagai akibatnya, ujung-ujung jariku terasa nyeri hanya karena perbuatan b*doh itu. Tak hanya sampai sana, kepulan asap akibat sisa teh yang masih panas kini memenuhi wajahku, membuatku memejamkan mata beberapa saat hanya untuk menikmati aliran air yang merasuk melalui kerongkonganku. Sisi baiknya, aku bisa menikmati tetesan terakhir rasa teh celup yang sebenarnya biasa itu, dengan lebih baik.
Kuletakan cangkir kosong pada tempat biasa dimana aku menumpuk gelas kotor. Tanganku tak henti bergetar padahal cangkir itu hanyalah cangkir kosong yang beratnya hanya beberapa ons. Tremor? Bukan. Aku gugup sampai ingin muntah.
Rasa cemas dan gugup berlebihan ini tidaklah tanpa alasan. Semua ini terjadi karena hari ini, hari pertama aku akan menjalani praktek bedah mayat. Ini akan menjadi pertamakalinya dalam hidup, menyentuh bahkan membedah mayat manusia.
Aku bukanlah orang yang berani dengan hal semacam operasi, atau yang ada kaitannya dengan bedah membedah. Kalau bukan karena orang tuaku yang ingin aku menjadi dokter ahli bedah, aku akan memilih jurusan teknik mesin. Tapi, aku tak mau dicap anak durhaka karena membangkang.
Huh! Aku membuang napas kasar setidaknya untuk menghilangkan sedikit rasa gugup ini.
Setelah persiapan selesai, aku berangkat ke sebuah Rumah Sakit dimana praktek itu akan dilakukan. Motor matic-ku melesat melintasi ramainya jalanan ibukota. Sesekali aku harus berhenti karena lampu merah, tapi hal itu tidak akan membuatku terlambat, karena aku sudah memperhitungkan jarak tempuh dari waktu keberangkatanku.
Sampai di rumah sakit, aku di sambut teman-temanku yang sudah lebih dulu sampai di sini. Kami berkumpul di ruang tunggu rumah sakit sambil menunggu dosen kami Dokter Ray tiba.
"Hai, Dikson."
"Pagi, Del." Aku sapa balik temanku Delia.
Selain Delia, ada Fauzi, dan sembilan teman lainnya. Dari kesebelas teman di sini, yang kukenal akrab hanya Delia dan Fauzi. Sisanya hanya teman kampus yang ketemu saat di kampus saja, di luar pelajaran aku tidak terlalu akrab dengan mereka.
"Gimana persiapannya?" tanya Fauzi.
"Hmm, cukup menguras mental," jelasku diakhiri sedikit tawa. "Dan kamu, Del?"
"Jujur aku gak bisa tidur semalaman," katanya.
Kami bertiga tertawa.
Dua belas mahasiswa yang kumpul di sini, terdiri dari empat wanita, delapan laki-laki. Mereka tampak antusias mengikuti praktek ini, tapi tak ada wajah santai yang aku lihat di raut mereka. Sungguh sensasi luar biasa pengalaman yang akan kami hadapi ini. Praktek ini langkah pertama yang akan membuktikan siapa saja yang sanggup bertahan, dan siapa yang akan menyerah.
Menunggu dua puluh menit, akhirnya Dokter Ray tiba. Pria paruh baya yang biasa kami panggil Dokter Ray itu menyapa kami. Tanpa banyak obrolan terjadi, kami langsung di arahkan menuju ruang diamana kami akan melakukan praktek bedah mayat, atau biasa kami menyebutnya kadaver.
Sampai di depan ruang yang dituju, kami masuk berjajar. Aku berada di bagian paling belakang, perasaan gugup mulai kurasakan lagi.
"Bismillah," gumamku.
Aku buka pintu ruangan ini dengan tangan kanan dan kulangkahkan kaki masuk kedalam. Seketika aku langsung merasakan perbedaan suhu, di ruangan ini terasa lebih dingin, berbeda sewaktu aku masih di luar barusan.
Ruangan berukuran kurang lebih 10×10 ini, terdapat sebuah lemari pendingin raksasa, berwarna silver, yang aku yakin di dalamnya berisi mayat. Bau tak sedap memenuhi indera penciumanku. Semacam bau mayat, juga bau amis, dan wangi-wangian yang mungkin dimaksudkan untuk menetralisir bebauan itu. Tapi itu justru malah tercium tak karuan di hidung. Di tengah ruangan terdapat ranjang pasien yang sepenuhnya terbuat dari logam, ranjang itu tempat berbaring mayat nantinya. Sementara pojok kanan dekat pintu terdapat wastafel, untuk mencuci alat atau cuci tangan, dengan cermin menempel di dinding atas wastafel.
Menurut salah satu temanku, di lemari pendingin itu terdapat sepuluh mayat. Yang nanti salah satunya menjadi bahan praktek kami.
Dari apa yang kudengar, mayat-mayat ini adalah mayat mister x. Mister x adalah mayat yang tidak teridentifikasi, tanpa identitas yang selama berbulan-bulan tidak ada yang mengambil dan mengakui. Tidak tahu namanya siapa, keluarganya kemana, alamatnya dimana. Oleh karena itu dinamai mister x.
Mayat mister x ini diperjual belikan untuk kebutuhan praktek medis, sesuai undang-undang yang berlaku. Harganya bisa mencapai belasan atau bahkan puluhan juta, lebih pastinya aku gak tau, karena yang mengurus bagian ini adalah petinggi universitas.
Itulah alasan kenapa sekolah kedokteran biayanya mahal, dibandingkan jurusan lain. Untuk sekali praktek saja harus mengeluarkan belasan sampai puluhan juta. Karena mahalnya biaya, untuk satu mayat ini saja di gunakan untuk dua belas orang, tidak bisa satu orang satu mayat.
Setelah briefing sebentar, kami dipersilahkan untuk memakai pakaian khusus, selayaknya akan melakukan operasi. Dua orang petugas rumah sakit sudah bersiap untuk mengeluarkan mayat dari lemari pendingin. Cantelan lemari pendingin itu ditarik persis seperti laci, semakin ditarik tampak sesosok mayat terbaring di sana.
Entah perasaanku atau apa, tengkuk-ku terasa seperti ditiup seseorang. Mendadak bulu kudukku merinding, padahal mayat belum di keluarkan dari lemari pendingin. Aku mencoba menguasai diri, meski beberapa hal tak bisa aku kendalikan. Seperti; kakiku yang gemetaran.
Huh! Aku membuang napas kasar untuk membuang ketegangan.
Mayat itu di turunkan dari laci lemari pendingin, ke atas ranjang pasien. Lalu di tempatkan di tengah ruangan.
"Beri salam, dahulu. Agar kalian bisa saling kenal dan bersahabat dengannya," ucap Dokter Ray.
Dari kami berdua belas ini ada satu mahasiswa keturunan Chinese bernama Jonatan. Dia terlihat mencolok karena melakukan salam yang berbeda dengan apa yang kami lakukan. Dia membakar dua buah dupa yang sejak tadi sudah dipersiapkannya. Dupa itu di pegang di hadapan wajahnya lalu dia membungkuk dua kali. Entah apa yang dia lakukan, mungkin itu cara orang Chinese menghormati mayat? Entahlah. Dokter Ray pun tidak melarangnya. Lalu dupa itu dia simpan di bawah dengan keadaan masih menyala.
Sementara aku, hanya menyatukan telapak tangan di depan wajah, dengan mata tertutup aku mengucap: "Assalamualaikum ya ahlul ghaib." Dalam hati, seperti kepercayaan yang aku anut.
Usai memberi salam, Dokter Ray menyuruh kami untuk mendekati mayat. Saat inilah perasaan takut, gugup, cemas, kembali muncul. Aku hanya terus mencoba menguasai diri agar perasaan-persaan itu tak terlihat di wajahku dan terlihat oleh Dokter Ray.
Salah satu dari kami membuka kain penutup mayat, saat itulah penampakan yang cukup mengerikan tersaji. Mayat seorang laki-laki kisaran usia 50 sampai 55 tahun, keadaannya sudah mulai membusuk. Meskipun biasanya mayat untuk praktek di suntik formalin terlebih dahulu, tapi entah kenapa kondisinya sudah seperti ini. Atau mungkin bapak ini ditemukan memang sudah seperti ini.
Kulitnya sudah agak mengkerut, matanya tertutup sempurna tapi tidak dengan mulutnya yang sedikit menganga. Cukup membuatku bergidik ngeri.
Entah apa yang sudah terjadi kepada bapak ini.
Bersambung .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!