Ciiittt...
Suara decitan ban yang beradu dengan panasnya aspal jalan raya. Bahkan terlihat ada asap sedikit mengepul dari beradunya ban mobil yang lumayan mewah itu dengan aspal.
Di dalam mobil tersebut seorang wanita juga nyaris saja kepalanya terbentur dashboard mobil jika saja tangannya tidak dengan cepat melindungi kepalanya tersebut.
“Kamu ngomong apa barusan?” tanya seorang pria di sebelahnya.
Sepertinya pria itu sampai menginjak pedal rem secara mendadak akibat mendengar perkataan yang membuatnya terkejut dari wanita yang ada di sebelahnya.
“Apa lagi? Kalau memang sudah tidak bisa di bicarakan lagi ya sudah di akhiri saja!” kata wanita yang ada di sebelahnya.
Wanita itu adalah Nadia Jasmine, usianya 25 tahun, salah satu karyawan di sebuah perusahaan jasa terkenal di kota ini.
Dan yang pria, adalah Adrian Gumilang, 30 tahun. Pemilik perusahaan dimana Nadia bekerja selama hampir empat tahun.
Keduanya merupakan pasangan kekasih yang bahkan sudah merencanakan pernikahan mereka beberapa bulan terakhir ini. Dan hubungan mereka juga sudah sangat lama. Mereka sudah pacaran tiga tahun lebih, waktu yang sebenarnya bisa di bilang cukup untuk mengerti satu sama lain, mengenal satu sama lain seperti apa.
Namun akhir-akhir ini, Nadia semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Adrian.
“Enteng banget kamu ngomong begitu, kita sudah pesan baju pengantin?” tanya Adrian protes pada keputusan Adrian.
“Mas, kamu yang asal ngomong. Kamu yang anggap semuanya enteng. Terus kamu pikir kalau aku berhenti kerja setelah menikah dan kamu gak mau membiayai sekolah dua adik aku, terus nasib mereka gimana?” tanya Nadia yang membuat Adrian mengajak rambutnya sebagai wujud dari ekspresi jengah nya.
“Kalau kita sudah berumah tangga, tentu kamu harus berhenti bekerja. Kamu harus mengurus semua keperluan ku di rumah, membereskan rumah, dan mengurus anak-anak kita nanti!” kata Adrian yang tak mau keputusannya di salahkan dan di permasalahkan.
“Tapi mas, aku ini tulang punggung keluarga aku. Ayah sama ibu sudah tua mas, sudah lebih dari 50 tahun. Gak mungkin mereka kembali kerja lagi untuk sekolah Dila dan Dika!” ucap Nadia yang berusaha menjelaskan pada Adrian kalau keluarganya memang sangat membutuhkan Nadia untuk bekerja, untuk mencukupi semua kebutuhan keluarganya.
Nadia melihat Adrian yang sangat emosi. Nadia sebenarnya sudah berkali-kali mengalah dan selalu meminta maaf tiap mereka selisih pendapat. Dan itu sangat sering terjadi selama tiga tahun mereka menjalin hubungan. Tapi kali ini, Nadia benar-benar tidak bisa mengalah. Karena ini menyangkut keluarganya. Ayah dan ibunya sudah tidak bekerja, karena gaji Nadia memang sudah cukup untuk biaya kehidupan mereka dan sekolah adik-adiknya.
Tapi kalau sampai Nadia nanti berhenti bekerja sedangkan Adrian tidak mau menanggung tanggung jawab Nadia. Maka Nadia lebih baik tidak jadi menikah saja dengan Adrian.
“Mas, aku bisa kok mengurus kamu. Mengurus rumah nanti meskipun aku bekerja. Aku juga setiap pagi masih sempat mencuci pakaian dan malamnya masih sempat menyetrika kok di rumah. Kalau hanya...!”
“Lalu bagaimana dengan memasak, apa kamu bisa? Lalu beres-beres rumah? Lalu mengurusku. Mana bisa kamu lakukan semua itu!” ucap Adrian yang membuat Nadia merasa selama empat tahun ini sepertinya dia belum mengenal sepenuhnya Adrian itu seperti apa.
“Mas, selama ini juga kamu tahu kan seperti apa aku dan keluargaku. Kamu bilang tidak masalah dengan ...!”
“Tapi aku hanya ingin setelah kita menikah kamu fokus pada keluarga kita. Hanya itu!”
“Mas, kalau mas tidak mau aku bekerja setelah menikah. Bagaimana kalau kita berikan saja modal untuk orang tuaku. Aku punya sedikit tabungan, kita bisa buka rumah makan atau toko...!”
“Memang berapa sih tabungan kamu? Paling nanti modal uang besar juga dari aku kan?” tanya Adrian sombong.
Nadia mendengus kesal. Sepertinya memang sudah sangat percuma bicara dengan manusia di sebelahnya itu. Kekuasaan, jabatan, dan kekayaan telah membuatnya menjadi manusia yang sombong. Sebelum di angkat menjadi direktur utama Adrian tidak seperti itu. Tapi semenjak enam bulan lalu, setelah menjadi direktur utama perusahaan tempat mereka bekerja. Adrian mendadak berubah menjadi sosok yang menyebalkan.
Nadia langsung melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil.
“Mau kemana kamu?” tanya Adrian.
Nadia tidak memperdulikan Adrian dan meraih tas yang ada di sampingnya lalu segera keluar dari dalam mobil.
Adrian yang kesal pun ikut keluar.
“Masuk Nadia, mau kemana kamu?” tanya Adrian dengan nada marah.
Kalau biasanya Nadia akan menurut. Tapi kali ini Nadia sudah kehabisan kesabaran.
“Aku mau pergi, bahkan pergi jauh dari manusia egois seperti kamu. Kalau kamu memang tetap pada keputusan mu yang sangat jelas memberatkan aku dan keluargaku itu. Lebih baik kita putus!” kata Nadia yang sudah tidak bisa mengontrol emosi nya lagi.
Mendengar kata putus yang kedua kalinya hari ini dari Nadia. Adrian pun merasa sangat terluka harga dirinya.
“Memangnya kamu pikir kamu bisa hidup tanpa aku hah... kamu bukan apa-apa tanpa statusmu sebagai kekasihku Nadia!”
Mendengar cibiran Adrian, Nadia semakin sakit hati dan kecewa.
“Kamu itu di anggap sama orang karena kamu itu pacarnya Adrian Gumilang. CEO perusahaan Jaya Abadi. Kalau kamu bukan pacarku mana di anggap kamu sama orang!” lanjut Adrian merendahkan diri Nadia.
“Heh, pak Adrian Gumilang yang terhormat. Aku di kenal karena aku memang Nadia Jasmine, karena pekerjaanku yang baik dan rajin. Bukan karena mu!” kesal Nadia yang tak terima di rendahkan oleh Adrian.
“Kalau begitu buktikan, resign dari perusahaan ku. Dan dapatkan gaji yang lebih besar dariku. Mau putus dariku, oke kita putus. Tapi ingat, aku yang memutuskan mu. Bukan kamu yang memutuskan aku. Aku tunggu surat pengunduran diri mu besok di atas meja kerjaku. Dan buktikan, semua omong besar mu barusan!”
Setelah mengucapkan kata-kata yang begitu dingin dan kejam itu. Adrian langsung masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Nadia begitu saja di pinggir jalan.
Nadia menghela nafasnya berat. Dia terlihat sangat sedih. Tapi bukan karena putus dari Adrian. Dia sedih karena sudah menghabiskan tiga tahun percuma dengan pria yang begitu egois seperti Adrian.
Nadia pun pulang ke rumah, dia tidak mengatakan apapun perihal kandasnya hubungannya dengan Adrian pada keluarganya karena tak ingin keluarganya khawatir. Setelah selesai membuat surat pengunduran diri dan memasukkannya ke dalam amplop. Nadia pun membuka beberapa situs lowongan pekerjaan.
Bagaimana pun, dia harus dapatkan pekerjaan agar kedua orang tuanya tidak mengkhawatirkan Nadia dan kehidupan mereka selanjutnya.
Mata Nadia membelalak lebar melihat sebuah iklan lowongan pekerjaan sebagai seorang sekertaris dengan gaji yang lebih besar dari gajinya di perusahaan Adrian.
“Wah, ini serius. Wah... besok harus kesana pagi-pagi sekali. Sebelum keduluan sama yang lain. Daftar sekarang ah...!”
Nadia langsung mendaftar secara online saat itu juga. Dan besok pagi-pagi sekali dia akan berangkat ke perusahaan dengan gaji fantastis itu.
Bersambung...
Keesokan harinya...
“Eh lihat deh, enak banget ya kak Susi tuh, tiap hari di antar jemput sama pacarnya yang orang kaya!” kata Dika sambil memakai sepatu di depan teras rumahnya.
Dila, saudara kembar Dika. Adik Nadia langsung menanggapi acuh apa yang dikatakan oleh Dika.
“Halah, namanya juga baru jadian. Inget gak kakak kita dulu, baru-baru pacaran sama kak Adrian juga di antar jemput, hujan di payungin pakai jaket, pintu mobil aja di bukain. Kak Nadia jatuh, kak Adrian bilang gini ‘Sayang, kamu gak papa kan, hati-hati dong sayang!’ nah sekarang, kamu pernah gak lihat kak Adrian antar jemput kak Nadia, ingat gak waktu kondangan di kecamatan. Kak Nadia jatuh, malah di marahin sama kak Adrian. Katanya gini ‘aku kan sudah bilang jangan pakai sepatu hak tinggi, gak mau denger sih!’ gitu kan?” cerita Dila panjang lebar sambil sesekali mempraktekkan ekspresi wajah Adrian saat berkata seperti itu pada Nadia.
Dika pun tak bisa menahan tawanya melihat saudara kembarnya itu berkata seperti itu.
“Ha ha ha, Dila kamu berbakat sekali. Aktingmu bagus, kenapa gak jadi kenek angkot?” tanya Dika yang langsung berdiri menghampiri Dila.
Sontak saja tangan cantik Dila langsung terangkat dan mendaratkan satu pukulan tanda sayang di lengan Dika.
Plakk
“Aduh!” pekik Dika.
“Rasain, lagian jago akting kok jadi kenek angkot?”
“Terus jadi apa?” tanya Dika.
“Kang tambal ban!”
Pekik Dila membuat Dika terkekeh dengan keras.
Nadia yang sudah rapi dan sudah selesai sarapan pun keluar dari rumah. Begitu melihat kedua adiknya sangat heboh, Nadia pun penasaran dan bertanya.
“Hayo, pasti kalian berdua habis ghibahin Bu RT lagi ya. Yang abis beli kulkas tiga pintu tapi gak bisa masuk rumah karena pintunya ukurannya lebih kecil daripada kulkasnya?” tanya Nadia menduga-duga.
Mendengar perkataan Nadia, sontak saja Dila dan Dika kembali terkekeh.
“Ha ha ha, terus kulkasnya di apain kak. Gak bisa masuk rumah?” tanya Dika.
Nadia mengangkat bahunya sekilas.
“Entah, katanya sih di taruh garasi!”
“Gagal keren tuh!” sahut Dila.
“Sudah... sudah... ayo berangkat, jam segini biasanya bis nya sudah ngetem di halte. Yuk!” ajak Nadia pada kedua adiknya.
Setelah memastikan kedua adiknya sampai di sekolah. Nadia pun segera mencari ojek untuk mengantarkan dirinya ke alamat perusahaan yang tadi malam dia sudah daftar secara online.
Begitu tukang ojek itu berhenti di sebuah perusahaan yang begitu besar. Nadia sampai melongo.
“Wah, main ku benar-benar kurang jauh ya? Sampai perusahaan sebesar ini aku gak tahu?” gumam Nadia.
Namun apa yang dikatakan Nadia itu terdengar oleh tukang ojek.
“Mbak, wajarlah belum tahu. Orang perusahaan ini juga baru, banyak yang ngelamar, kemarin aja saya nganterin dua wanita cantik kayak mbak ini kesini!” kata tukang ojek itu.
Nadia langsung menoleh ke arah tukang ojek, dia bukan fokus pada apa yang dikatakan tukang ojek itu. Tapi fokus mencari dompetnya karena belum bayar ongkos ojek.
Setelah membayar ongkos ojek, Nadia lantas langsung meninggalkan tukang ojek tersebut dan masuk ke dalam lobby perusahaan itu.
Tidak di sangka, begitu Nadia masuk ke dalam. Ternyata memang sangat ramai. Banyak wanita dan pria yang membawa surat lamaran di tangan mereka seperti yang di bawa Nadia.
Nadia pun menghampiri resepsionis yang masih bicara dengan salah seorang pelamar kerja sepertinya.
Nadia langsung menghitung orang-orang yang khususnya wanita yang sedang berdiri menunggu di depan sebuah ruangan.
“Satu... dua... tiga...!”
“Astaga, banyak sekali. Bisa lolos gak ya?” gumam Nadia yang sudah insecure duluan.
“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis wanita itu sangat sopan pada Nadia. Karena orang yang sebelumnya sudah pergi.
“Selamat pagi mbak. Ini saya mau kasih surat lamaran. Semalam saya sudah daftar online dan kata yang membalasnya, saya di suruh datang ke sini pagi ini!” jawab Nadia dengan penuh percaya diri.
Nadia memang sudah punya pengalaman kerja yang cukup lama sebagai staf pemasaran. Jadi kalau soal percaya diri saat bertutur sapa dengan orang lain. Dia jagonya.
“Oh, baiklah. Karena mbak sudah mendaftar via online. Mbak bisa langsung ke lantai tiga. Ke ruangan yang paling ujung sebelah kanan!” terang resepsionis tersebut.
Nadia langsung tersenyum senang dan mengangguk. Nadia kemudian menuju lantai tiga dan mengetuk pintu ruangan yang di maksud mbak resepsionis yang ada di lantai satu tadi.
Tok tok tok
“Masuk!”
Sebuah suara bariton terdengar dari dalam ruangan itu. Nadia pun membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Selamat pagi!” kata Nadia sopan.
“Selamat pagi, silahkan duduk!”
Seorang pria dengan kulit putih dan manik mata berwarna biru berbalik dengan kursinya lalu meminta Nadia duduk. Nadia sempat terpana beberapa detik, tapi kemudian dia langsung duduk.
“Ini surat lamaran kerja saya!” kata Nadia menyerahkan surat lamaran kerjanya pada pria tampan nan rupawan dan menawan itu.
Pria itu hanya membuka, dan membolak-balik kertas di surat lamaran kerja Nadia beberapa kali.
“Golongan darah kamu apa?” tanya pria itu.
Nadia sempat melongo, tapi kemudian dia menjawab.
“O, pak”
“Kamu punya alergi? Pernah sakit kulit tidak?” tanya pria itu lagi.
Nadia langsung menggelengkan kepalanya.
“Tidak pak, saya tidak punya alergi. Dan saya belum pernah sakit kulit...!”
“Baiklah kamu di terima. Mulai besok kamu bisa bekerja. Jabatan kamu sebagai sekretaris tuan David Hughes. CEO perusahaan ini. Ruangan kamu di lantai 5, di depan ruangan tuan David. Silahkan keluar dan kembali bekerja besok!”
Nadia sampai tercengang. Tapi dia senang dia di terima bekerja. Setelah itu Nadia pulang ke rumah dengan hati senang. Dia juga sudah mengirimkan surat pengunduran diri ke perusahaan Adrian. Rasanya Nadia sudah tidak sabar menunggu hari esok untuk bekerja.
Keesokan harinya...
Nadia bersemangat sekali, dia datang ke perusahaan pagi-pagi sekali. Bahkan saat dia datang, resepsionis yang biasanya ada di meja resepsionis belum ada.
Nadia juga langsung bergegas ke lantai lima, dia sudah tidak sabar bertemu dengan bosnya. Namun saat pintu lift terbuka, suasana lantai lima begitu sepi.
Bahkan tidak ada satupun OB disana. Tidak seperti di lantai satu tadi. Ada beberapa OB yang bersih-bersih.
Nadia pun menyingkirkan semua perasaan tidak enaknya dan berjalan menuju sebuah meja di depan sebuah ruangan. Yang dia yakini itu adalah meja kerjanya.
Nadia terlihat senang, karena bahkan namanya sudah ada di papan nama yang ada di atas meja.
“Aghkkkk!”
Nadia tersentak mendengar suara teriakan dari dalam ruangan. Karena merasa ada yang aneh, Nadia pun penasaran dan mengintip dari selah jendela kaca.
Mata Nadia terbelalak begitu melihat seorang wanita yang lehernya berlumuran darah tengah di pegang kedua tangannya oleh dua orang pria, dan salah satunya adalah yang menerima lamaran pekerjaan nya kemarin. Satu orang lagi tengah menggigit leher wanita itu.
Nadia ketakutan, dia gemetaran. Yang Nadia pikirkan hanya lari dari tempat itu.
Brak
Sayangnya ketika berbalik, Nadia malah menabrak salah satu guci yang ada di dekat meja kerjanya.
‘Ya Tuhan, tolong aku!’ batin Nadia yang mendengar suara pintu terbuka.
Bersambung...
Nadia baru akan berbalik untuk lari, namun dia merasa tangannya sudah di genggam oleh sesuatu yang terasa begitu dingin seperti es.
Begitu Nadia melihat ke arah sosok yang menggenggam tangannya. Ternyata adalah seseorang yang berbadan tegap tinggi, dengan mata merah yang tadi mencekal tangan wanita yang menjerit di dalam itu.
“Tolong, lepaskan aku!” Nadia memohon untuk di lepaskan.
Nadia sudah sering menonton film vampir dan Nadia tahu kalau makhluk yang di dalam itu adalah vampir.
Dia menggigit dan menghisap darah wanita yang ada di dalam tadi. Nadia sangat takut kalau nasibnya akan sama seperti wanita malang yang ada di dalam ruangan tadi.
Namun apa yang Nadia katakan percuma saja, saat ini dia bahkan sudah berada di dalam ruangan CEO. Nadia sendiri tidak sadar kapan dia berjalan kemari. Atau mungkin memang dia tidak berjalan, atau mereka memang terbang masuk kemari.
Wanita yang tadi menjerit itu saat ini sudah terkulai lemas di lantai dengan leher yang masih bersimbah darah. Nadia tak bisa melakukan apapun selain menatap ngeri pada wanita tersebut.
Di dekat wanita itu pria tampan yang kemarin menerima lamaran pekerjaan Nadia juga tengah mengelap tangan seorang pria yang jauh lebih tampan bahkan tubuhnya terlihat berkilau terkena sinar matahari yang menembus dinding kaca ruangan itu.
“Darahnya juga O, dan dia tidak punya penyakit kulit!” kata pria tampan itu.
Nadia sudah gemetaran. Dia bisa mengerti dengan sangat jelas kalau pria tampan itu sedang menjelaskan tentang Nadia pada pria yang kemungkinan bernama David Hughes itu.
Nadia berusaha memberontak, dia berusaha menarik tangannya dari cekalan pria berbadan besar di sebelahnya itu tapi tidak bisa.
“Aku sudah kenyang!” kata pria itu tanpa menoleh ke arah Nadia.
Nadia makin panik, dia merasakan firasat yang begitu buruk terhadap apa yang di katakan tuan David Hughes itu.
“Simpan saja darahnya di dalam botol...!”
“Tidak!”
Nadia langsung berteriak, membuat pria tampan bernama David Hughes itu menoleh ke arah Nadia.
“Tuan aku mohon jangan bunuh aku, aku janji tuan... aku akan tutup rapat mulutku. Aku tidak akan mengatakan apapun pada siapapun! Aku masih punya keluarga yang sangat membutuhkan aku. Tolong jangan bunuh aku tuan!” Nadia menangis.
Memangnya apalagi yang bisa Nadia lakukan selain menangis. Dia tidak bisa melawan, itu sudah pasti. Jadi pasti dia tidak akan bisa melarikan diri. Yang bisa dia lakukan hanya memohon pada orang-orang, atau makhluk-makhluk di dalam ruangan ini untuk bisa mengampuni dirinya.
Namun tuan David Hughes langsung melirik tajam dengan senyuman yang mengerikan.
“Andai kamu bisa mendengar, wanita itu mengatakan hal yang sama seperti yang kamu katakan tadi. Tapi kalian hanyalah makanan ku. Makanan tidak berhak memohon apapun!” kata David Hughes dingin, benar-benar seperti tak punya hati. Mungkin memang tidak punya, dia kan vampir.
Nadia terus menggelengkan kepalanya ketika pria tampan yang sebelumnya meraih pisau dan botol yah bentuknya terlihat aneh.
“Tolong tuan, jangan bunuh aku...!”
“Tolong...akhh!”
Saat Nadia akan berteriak meminta pertolongan, lehernya di cekik kuat oleh pria yang berbadan tegap yang mencekal lengannya.
“Diam lah, sakitnya hanya sebentar!” kata pria di depan Nadia yang membawa pisau yang terlihat sangat tajam.
Nadia dengan mata merah dan penuh dengan air mata, merasakan nafasnya semakin sesak. Dia bahkan hampir tidak bisa bernafas karena cekikan pria yang mencekal lengannya.
“Lakukan dengan cepat Louis, sebentar lagi sudah jam masuk kantor!” kata David Hughes mendekati pria tampan yang ternyata namanya Louis itu.
Satu tangan Nadia yang bebas di tarik oleh pria tampan yang membawa pisau itu. Dan pria itu menyayat pergelangan tangan Nadia.
Srett.... cress...
“Aghkkkk!”
Pekikan itu bukan berasal dari Nadia. Karena dia sudah nyaris pingsan. Tapi pekikan itu berasal dari David Hughes yang terkena cipratan darah Nadia yang muncrat karena tergores pisau oleh Louis.
“Tuan!”
Pria yang mencekal Nadia lantas melepaskan Nadia dan menghampiri David Hughes yang terlihat merasa sangat kesakitan.
Louis bahkan menjatuhkan pisaunya ketika melihat cipratan darah Nadia yang mengenai kulit leher David Hughes malah membuat kulit leher tersebut seperti terbakar. Ada bara api di leher David. Louis panik dan langsung mengambil segelas air yang ada di atas meja dan menyiramkan nya langsung ke leher David.
Tapi bara itu tidak padam. David yang kesakitan sampai mengeluarkan kedua taringnya dan berteriak kesakitan. Louis kemudian ingat saat tetua mereka pernah mengatakan tentang suku darah yang memang musuh utama bangsa mereka. Obatnya hanya satu, yaitu si pemilik darah meminum air suci dan menyemburkan air suci itu pada kulit vampir yang terkena darah nya.
“Hugo! Cepat ambil air suci!” kata Louis yang ingat kalau mereka masih memiliki air suci yang berasal dari sumur keramat daerah asal mereka.
Pria kekar bernama Hugo itu langsung menghilang secepat angin. Sementara Louis membangunkan Nadia yang pingsan. Louis langsung membalut tangan Nadia yang terluka setelah dia menggunakan sarung tangan. Lalu menyiramkan air ke wajah Nadia.
“Hei bangun!” teriak Louis.
Sementara matanya juga terus mengawasi David yang sudah meringkuk di lantai menahan sakitnya bara yang membakar lehernya.
“To.. long ampuni aku!” Nadia membuka matanya perlahan dan langsung mengucapkan kalimat itu.
“Dengar, kami akan mengampuni mu. Sekarang bangun!” kata Louis.
Nadia yang berusaha mengumpulkan nyawanya yang hampir terbang langsung mengikuti perintah Louis.
“Tuan, aku janji tidak akan memberitahu orang lain!”
Dan Hugo pun datang memberikan air suci pada Louis.
“Dengar Nadia, kami akan mengampuni mu. Asal kamu pegang janjimu itu!”
“Benarkah tuan?” Nadia tampak lega.
“Iya, minum ini dan jangan di telan. Baca kalimat ini Aqua sancta ad sanitatem. Cepat!”
“Aqua sancta ad sanitatem!” ucap Nadia yang langsung meminum air yang di berikan Louis.
“Siramkan di leher tuan David!”
Bhuuuhh..
Nadia pun langsung menyemburkan air yang ada di dalam mulutnya, semuanya ke arah leher David Hughes.
Setelah itu Nadia lantas menjauh, begitu melihat David Hughes dengan rupa aslinya. Meski masih terlihat tampan tapi dua taring tajam di kedua sudut bibirnya membuatnya terlihat mengerikan.
“Tuan, kau baik-baik saja!” tanya Hugo.
Perlahan bara di leher David Hughes menghilang. Tapi mata David langsung menatap tajam padanya.
Louis langsung mendekati David.
“Dia tidak sadar saat melukaimu tadi, dia justru bisa menjadi pelindungmu. Abigail dan yang lain tidak akan berani mengusik klan kita lagi!” bisik Louis.
“Kau urus saja!” ucap David yang langsung meninggalkan ruangan itu di susul Hugo.
Louis lalu datang membawa sebuah dokumen untuk Nadia.
“Tanda tangani ini!” kata Louis.
“A..apa ini?” tanya Nadia.
“Kontrak seumur hidup mu dengan tuan David Hughes!”
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!