NovelToon NovelToon

YOU'RE MINE ADIK NAKAL

Kulkas 4 pintu

Pengenalan tokoh dulu ya readers....

Rafkha Jhon Putra Baratajaya

Si kembar, anak pertama dari Rayhan Putra Baratajaya dan Andini. Kalem, cool, penyayang dan nggak banyak tingkah. Plek ketiplek sama Daddy nya.

Aara Jhen Putri Baratajaya

Anak kedua, lahir 5 menit setelah Rafkha. Yang ini bar-bar seperti Mommynya, bahkan Rafkha merasa tak aman jika ada Aara. Bocor dan selalu curhat pada mommy Andini.

Tiara

Anak kedua dari pasangan Andika dan Erna. Tingkahnya membuat pusing kedua orangtuanya, tapi ada satu orang yang menjadi pawang baginya. Pria tampan yang masih memiliki hubungan saudara, sepupu sekaligus Kakak yang paling menyayanginya. Siapa lagi kalo bukan Rafkha.

.

.

.

...🍀🍀🍀...

Pemuda tampan yang aktif di sekolah, memiliki banyak fans yang tergila-gila dengan ketampanan yang di warisi oleh Daddy dan Opa nya. Kini tengah terdiam di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang sudah rapi dengan seragam sekolah dan jaket kulit yang menjadi ciri khasnya.

Rafkha menghela nafas panjang melihat foto gadis yang mengusik hati. Tangannya meraih jam tangan pemberian dari Daddy nya dan memasang di tangan kiri.

Tiada yang mengira di balik diamnya dia memiliki kasih sayang yang tulus pada adik-adiknya. Sikap dinginnya terkesan cuek tapi jika sudah bersuara semua di buat diam dan tak ada yang berani melawan kecuali Aara.

Sebagai kakak pertama di keluarga Baratajaya dia memiliki banyak tanggung jawab. Selain menjaga mommy dan kedua adiknya, Opa Vino sudah mewariskan SMA Baratajaya padanya.

Rayhan selalu mengajarkan Rafkha tentang tanggung jawab, ketangguhan dan kesabaran. Sebagai anak laki-laki satu-satunya dia yang paling sibuk, sibuk di sekolah maupun di rumah. Diam-diam Rafkha membantu Daddy nya bekerja tanpa sepengetahuan mommy. Karena Andini hanya ingin anaknya menyelesaikan sekolah tanpa campur tangan bisnis, karena bagi Andini masa sekolah itu mahal dan tak akan terulang lagi. Maka dari itu harus di manfaatkan sebaik mungkin.

"Aara mana Raf?" tanya mommy yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya.

"Mom...kenapa harus nanya sama kak Rafkha. Memangnya mereka satu kamar?" bukan Rafkha yang menjawab melainkan Lily anak ketiga dari Andini dan Rayhan.

Rafkha hanya menghela nafas kemudian beranjak dari kursinya dan kembali keatas. Dia melangkah menaiki anak tangga dengan langkah tegas dan tatapan datar. Andini dan Rayhan hanya mampu menggelengkan kepala melihat sikap dingin Rafkha.

"Kalah kulkas dua pintu!" celetuk Lily.

"Huussshhh kamu nggak liat mommy di rumah punya kulkas empat pintu, sama ini nich!" Andini melirik suaminya yang hanya menatap gemas sang istri.

"Bener banget, adil sich mom. Kak Rafkha seperti Daddy dan Aara seperti mommy, sama-sama bar-bar."

"Lily!" Andini menarik nafas dalam kemudian memberikan roti pada Lily, "dari pada kamu ngoceh terus mending makan! capek itu gigi nganggur dari tadi!" celetuk Andini membuat Lily reflek menyentuh giginya yang rapi dengan pagar penjagaan.

"Mommy kalo ngomong suka bener! tapi aku nggak butuh makan roti, aku mau jus aja mom, pagarnya baru di pasang takut roboh."

"Nanti mommy pasangin rantai anjing biar nggak roboh," celetuk Andini.

"Mommy!" Lily merengut dan segera memasukkan roti kedalam mulutnya hingga sulit mengunyah.

"Kelakuan anak Rayhan..."

"Sayang..."

Andini meringis dengan dua jari yang ia pamerkan. "Piss!"

.

.

.

"Ck, cepet turun!" titah Rafkha saat masuk ke dalam kamar Aara dan melihat sang adik sedang sibuk dengan alat pelurus rambut yang sudah berasap.

"Kalo masuk tuh ketuk pintu dulu kek! panas tau...sampe belok rambut gue!" kesal Aara saat melihat bagian rambutnya yang bergelombang akibat Rafkha.

"Biar kebakar sekalian!"

Aara tercengang mendengar ucapan sang kakak yang membuatnya kesal. Bahkan mulutnya menganga dengan tangan yang hanya bisa meninju udara.

"Kalo bukan Abang sendiri udah gue catok tuh bibir! kenapa sich mom harus melahirkan ku satu kantong dengan manusia kutub seperti dia. Beruntung aku nggak kaku dulu di dalam perut gara-gara nahan dingin."

Aara segera menyelesaikan dan berlari menuju meja makan dengan menghentakkan kakinya membuat mommy dan Daddynya menatap heran.

"Drama pagi-pagi..." gumam Lily yang masih sibuk dengan rotinya.

"Diem loe! makan-makan aja, awas nyelip itu roti!" sewot Aara yang masih bisa mendengar gumaman adiknya.

Aara duduk di samping Lily dan segera menengguk susu yang telah Andini siapkan hingga tandas. "Aku berangkat mom, mau jemput Tiara sekalian!"

"Gue aja!" Rafkha menghabiskan sarapannya dan meminum susu lalu segera beranjak. Sedangkan semua yang ada di sana hanya mampu menatap dalam diam.

"Rafkha berangkat mom... Dad."

Cup

Rafkha segera pergi setelah pamit dan meninggalkan kecupan di pipi mommynya.

"Besok lagi nggak ada cium-cium mommy Raf!" seru Rayhan yang tak terima.

"Nggak janji Dad!"

Rayhan mendengus kesal "anak itu!"

"Anak kamu..."

"Iya anak aku!"

Aara dan Lily tertawa melihat Daddy nya seketika diam. Sudah menjadi kebiasaan Rayhan selalu di buat geram pada putranya karena mencuri cium pada Andini.

Rafkha menghentikan motornya di depan mobil sport yang ia ketahui milik pacar Tiara. Pemuda itu turun dari motor berbarengan dengan Vero, adik kelasnya yang mencalonkan diri menjadi ketos untuk menggantikan dirinya. Saling menatap dalam diam dengan Rafkha bersidekap dada.

"Mau ngapain?"

"Gue mau jemput Tiara kak."

"Berangkat duluan! Tiara berangkat bareng gue!"

Vero mengerutkan kening, padahal sebelumnya Tiara menghubungi memintanya untuk menjemput karena tadi Aara mengirim pesan jika ia sudah berangkat bareng Lily dan tak bisa mampir.

"Tunggu Tiara keluar dulu kak."

tin

Keduanya melihat mobil yang keluar dari pagar setelah bang Mamat membuka pagar rumah tersebut.

"Kalian ngapain pagi-pagi udah berjejer di depan rumah orang? mau minta sumbangan?" Seru Andika yang ingin berangkat kerja.

Rafkha yang sudah paham akan sifat Andika yang bar-bar sama seperti mommy nya hanya menatap datar dan tak lama Gibran keluar dari balik pagar.

"Berangkat Pah, katanya buru-buru pake nanya segala. Telat nanti!"

"Gila, gue di usir anak sendiri." Andika segera melajukan mobilnya setelah Vero memundurkan mobilnya.

"Kak loe mau jemput gue?" tanyanya pada Rafkha.

"Tiara mana?"

"Kaku banget loe kak kayak kanebo kering! Tiara.....nich loe di cariin sama dua pangeran kodok!" seru Gibran segera melangkah masuk ke mobil Vero.

"Loe mau ngapain masuk mobil gue? gue kesini jemput Tiara bukan loe soang!"

"Udah ayo masuk! loe nggak bakal menang lawan kanebo noh!"

Akhirnya Vero memutuskan masuk kedalam mobilnya dan segera berangkat tanpa menunggu Tiara. Dia memang tak akan bisa melawan Rafkha. Apa lagi yang ia tau Rafkha adalah kakak yang posesif melebihi Gibran.

"Eh....kok di tinggalin..." seru Tiara yang baru saja keluar dari pagar.

"Naik!"

"Ck..." Tiara cukup paham dan segera naik ke atas motor Rafkha tanpa membantah.

...🍃🍃🍃...

Pengenalan tokohnya itu dulu ya, jujur aku kurang paham sama tokoh-tokoh itu. Jadi jika ada yang kurang srek di hati tolong maafkan diriku🙏🙏

Menurut kalian tokoh Lily yang pas siapa ya?

Wasir

"Makasih kak..." ucap Tiara setelah turun dari motor Rafkha. Dia segera meninggalkan Rafkha begitu saja tanpa peduli tatapan tajam dari pemuda itu. Sudah hal biasa bagi Tiara dan itu tak membuatnya heran.

Tiara pun tak terlalu memusingkan dengan sikap Rafkha, hanya terkadang kesal tapi setelahnya biasa saja.

"Tiara!" seru Lily yang sudah duduk di bangkunya.

Tiara tersenyum kemudian duduk di hadapan mereka, "kenapa?"

"Tumben....nggak bisa cabut loe ya gara-gara di jemput Kak Rafkha?" Lily terkekeh melihatnya.

"Tuh loe tau kakak loe rese dech, minta gue cipoook bolak balik!" jawab Tiara ngasal.

"Itu kakak loe juga! makanya jangan badung-badung jadi cewek! bengal sich loe! Bolos terus kerjaan loe, di jaga ketat kan loe sama kak Rafkha!"

Tiara mendengus kesal, jam pertama matematika dan dia belum mengerjakan PR karena semalam sibuk main game. Tiara mengulum senyum saat otaknya kembali berfungsi dengan baik namun gerak geriknya dapat di tangkap oleh Lily.

"Ngerencanain apa loe?"

"Gue butuh bantuan loe! bilang sama Pak botak kalo perut gue lagi nggak beres dan gue di UKS bolak balik WC!" ujar Tiara.

"Gila loe! nggak akh...ngibul mulu hidup gue gara-gara loe, kalo mati gue nggak mungkin ngajak loe masuk liang bareng Tiara!" tolak Lily.

"Vero udah nunggu gue di luar gerbang, gila aja loe kalo gue nggak dateng! itu anak auto ngamuk donk sama gue!"

"Pacaran loe toxic tau nggak?" sewot Lily, dia tidak suka akan hubungan keduanya. Hubungan yang berujung di ruang BK dan panggilan pada orang tua.

"Terserah loe dech? pokonya bilang sama tuh guru kalo gue wasir!" seru Tiara kemudian melangkahkan kaki kembali menuju gerbang sebelum bel masuk berbunyi.

Tiara berlari keluar gerbang tanpa membawa tas, dia hanya membawa ponsel dan beberapa uang lembaran yang ia selipkan di dalam casing ponselnya.

"Mampuuus kalo sampe gue ketauan lagi, ini udah surat peringatan ke dua dan nggak mungkin gue bakal dapat surat peringatan lagi dari sekolah. Yang ada beneran aja gue bakal di kawinin sama Papah!"

"Sayang...." panggil Vero dengan nada lirih, ia segera menarik tangan Tiara untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Kamu nich, kenapa harus kabur dari sekolah. Biasanya juga kita cuma bolos ke kantin. Ribet nanti masuknya lagi tau nggak!"

"Kita balik pas jam pulang dan kamu tenang aja, nggak perlu khawatir akan ketauan!" Vero melajukan mobilnya dan meninggalkan sekolah. Entah ia akan membawa Tiara kemana yang jelas ia ingin mengajak Tiara ketempat yang belum pernah Tiara kunjungi.

"Bertingkah!" gumam seorang pria yang kini berdiri di balik gerbang sekolah.

Vero terus melajukan mobilnya dan Tiara hanya santai dengan ponselnya tanpa perduli ke arah mana Vero membawanya. Hingga mobil memasuki kawasan bangunan tinggi menjulang di tengah kota dan berhenti di area basemen.

"Ayo turun!"

"Eh emang udah sampai?" tanya Tiara, ia menelisik sekitar dan hanya menemukan deretan mobil yang berjejer rapi.

"Kenapa parkir di sini? Ini dimana?" Tiara menatap intens pria yang ada di hadapannya.

"Apartemen gue!"

"Ngapain?" tanyanya lagi.

"Have fun biar nggak mikirin soal matematika terus. Ayo!" Vero keluar kemudian membukakan pintu mobil sebelah Tiara.

Tiara terdiam menatap Vero dengan tatapan menyelidik. Kemudian turun tapi tak untuk melangkah mengikuti Vero begitu saja. Ia menarik tangan Vero hingga berbalik menatapnya.

"Kenapa sayang?"

"Loe nggak lagi mau macem-macemin gue kan?" tanya Tiara lagi.

"Loe mikir apa sich? kita kan emang biasa macem-macem."

Tiara menarik nafas dalam sebelum akhirnya mengikuti langkah Vero memasuki area apartemen hingga berhenti di depan salah satu unit.

Tiara menggigit bibir bawahnya sebelum memasuki tempat yang pintunya sudah di buka oleh Vero. Keraguan menyelimutinya, sejenak ia mengingat akan kedua orangtuanya. Apa lagi ia sangat dekat dengan Papah.

"Ver...." lirih Tiara.

"Ayo...nggak ada orang di sini, jadi loe tenang aja."

"Justru nggak ada orang gue jadi nggak tenang." Batin Tiara, tapi untuk pergi dari sana pun Tiara tak tau jalan karena ia tadi tidak memperhatikan Vero membawanya ke arah mana.

Setelah konflik batin yang ia rasakan akhirnya ia memasuki unit itu. Melihat tatanan yang rapi di dalamnya, apartemen dengan gaya minimalis di lengkapi dengan satu kamar tidur.

"Mau minum apa sayang?" Vero mempersilakan Tiara untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Air putih aja Ver," jawabnya kemudian mendudukkan dirinya. Tiara berusaha untuk tenang dan membuang pikiran buruk tentang Vero. Ia tersenyum saat Vero kembali dengan membawa satu botol air mineral dingin dan dua gelas di dalam nampan.

"Gue pesan makan ya, laper..."

Tiara menganggukkan kepala kemudian merebahkan dirinya di sofa dengan memperhatikan Vero yang sedang memesan makan via aplikasi.

"Mau makan apa?" tanyanya kemudian duduk mendekati Tiara.

"Apa aja," Tiara sedikit bergeser dan terus memperhatikan Vero.

"Ngeliatnya jangan gitu, nanti makin cinta loh!"

"Pedenya," jawab Tiara membuang muka.

Tiara terkesiap saat merasakan tangannya di genggam dengan lembut oleh Vero. Gadis itu menatap wajah Vero yang sedikit berubah dengan mata menatap begitu dalam.

"Ver...."

"Eheem....kita tunggu makanannya datang ya," Vero membelai surai hitam milik Tiara dengan sayang. "Maaf cuma bisa ngajak loe kesini, karena di sini tempat aman buat kita bolos."

Tiara tersenyum kemudian menganggukkan kepala. "Nggak apa-apa Ver, di sini nyaman."

Vero tersenyum mengunci pandang dan menggenggam tangan Tiara dengan erat. Mulai mengikis jarak membuat Tiara sedikit gugup. Dia bukan gadis yang tak mengerti akan apa yang akan Vero lakukan setelahnya.

Tiara memundurkan tubuhnya sedikit demi sedikit, menghindari gerakan Vero yang semakin mendekat hingga sulit bagi Tiara mengatur jarak.

"Vero..."

"Sedikit aja sayang, selama pacaran kita belum pernah kan?" Tatapan Vero semakin dalam menghipnotis hingga pergerakan Tiara melemah. Tiara pun sudah tak bisa lagi memberi jarak karena posisinya sudah di ujung sofa.

Vero menatap bibir ranum yang tipis menggoda, sudah lama semenjak awal memulai hubungan dengan Tiara tepatnya tiga bulan yang lalu, ia ingin sekali sekedar untuk mencicipi. Tapi belum berani karena Tiara cukup sulit di dekati apa lagi jika sudah ada pawangnya yang menjaga. Tak akan ada celah hanya untuk sekedar menggenggam tangan.

Jarak semakin tipis bahkan hanya sejengkal lagi bibir keduanya bertemu. Tubuh Vero sudah semakin dekat dan terus mengikis jarak.

Tiara mencengkeram roknya saat nafas Vero begitu hangat terasa bahkan ia tak mampu lagi menatap mata Vero yang semakin berkabut gairah.

"Papah....maaf...."

Tok

tok

tok

Mata Tiara kembali terbuka ketika suara ketukan pintu terdengar dari luar. Sedangkan Vero mengeram menundukkan kepala kemudian beranjak dari sana.

"Sebentar ya makanan sudah datang, aku ambil dulu."

"Hhmm..."

cklek

Bugh

Pergi

"Kak Rafkha!"

Tiara segera menghampiri kedua pria yang terlibat baku hantam, lebih tepatnya Rafkha yang membabat lawannya dengan wajah penuh kekesalan.

"Stop Kak!" Tiara merentangkan tangannya, berdiri di depan Rafkha menutupi tubuh Vero dengan wajah lebam.

"Loe belain dia?" Rafkha menatap tajam wajah Tiara yang kini menantang dirinya. Dia tak mengerti apa yang ada di dalam otak Tiara andai saja ia tak datang menemui keduanya.

"Kakak sudah keterlaluan, sekarang Kak Rafkha pergi! pergi kak!" sentak Tiara.

"Gue akan pergi, tapi sama loe!" tegas Rafkha kemudian menarik tangan Tiara keluar dari apartemen. Dia tak perduli di pertontonkan orang banyak, yang ia inginkan membawa Tiara pergi dari sana dan menjauh dari laki-laki seperti Vero.

"Lepas kak!" sentak Tiara ketika sudah sampai di area parkir. Tiara mengibaskan tangannya hingga terlepas dan menatap Rafkha dengan tatapan kesal.

"Pulang!"

"Gue bakal pulang tapi nggak sama loe kak! sudah cukup loe ikut campur urusan gue dan gue nggak mau loe masuk kedalam hidup gue lagi!" sentak Tiara.

Tangan Rafkha mengepal, ia benci di saat Tiara mulai membangkang. Tiara buta, dia tidak berpikir bagaimana resiko jika ia tak datang menemui keduanya. Akan jadi apa dirinya andai Rafkha terlambat menyadarkan Vero.

"Loe nggak ngerti di sayang ya, hhmm?" Rafkha berubah dingin membuat nyali Tiara menciut, ia mencengkram roknya dan perlahan melangkah mundur.

"Loe nggak tau bahayanya kalian berduaan disana?"

"Loe nggak inget sama bokap nyokap loe di rumah?"

"Dan sekarang loe minta gue nggak ikut campur urusan Loe! balik sana ke dalam biar loe ancur sekalian!" bentak Rafkha.

Tiara memejamkan mata mendengar suara keras penuh penekanan, kini langkahnya terhenti oleh pilar hingga tak dapat lagi menghindar.

"Loe boleh nakal tapi jangan jadi orang bodoh! Gue udah sering kasih tau loe, Vero bukan pria yang baik, tapi loe nggak pernah dengerin omongan gue!"

"Jangan jadi beego karna cinta Tiara!" sentak Rafkha lagi. Nyali Tiara semakin ciut, ia tidak berani mengangkat kepalanya untuk sekedar melihat wajah Rafkha. Dia tau dia salah, tapi mengapa selalu Rafkha yang hadir, kenapa bukan Gibran ataupun yang lain. Hingga ia muak melihat Rafkha terus yang mengurusi hidupnya.

"Dan sekarang loe minta gue nggak ikut campur hidup loe?" Rafkha memajukan wajahnya, menatap wajah imut penuh ketakutan.

"Fine! loe urus hidup loe sendiri!"

Rafkha pergi tanpa menoleh ke belakang lagi, ia melangkah menuju motornya dan pergi meninggalkan Tiara sendiri. Motornya melaju dengan kecepatan tinggi hingga suara knalpot menggelegar.

Tubuh Tiara ambruk, baru kali ini ia di bentak oleh Rafkha. Jantungnya ingin copot mendapati suara sentakan yang membuat telinga panas. Tiara memejamkan mata, bulir bening membasahi pipi. Bukan karena takut setelah di bentak dan mendapat perlakuan kasar dari Rafkha, tetapi karena ia takut tak bisa pulang.

"Terus gue pulangnya gimana, Papah Tiara nggak tau jalan....Hua...." memang benar kata Rafkha jika dirinya bodoh.Tiara bodoh hingga mengabaikan Rafkha dan membiarkan kakaknya pulang meninggalkan dia sendirian.

"Hapenya lowbat lagi, astaga lengkap banget sich. Bisa nggak sich ini waktu mundur lagi biar gue bisa baik-baikin kak Rafkha dan nggak jadi di tinggal."

Melas, Tiara mengusap kasar air matanya dan berjalan keluar area apartemen. Langit mendung mengiringi langkahnya. Dia berdiri di depan pagar, bingung harus melangkah ke arah mana.

"Pak, kalo ke jalan Cempaka ke kanan atau ke kiri ya Pak jalannya?" tanya Tiara kepada bapak scurity yang sedang berjaga.

"Ke kanan neng, tapi jauh. Memangnya neng mau jalan?"

"Gila aja gue jalan, tapi mau naik apa, gue nggak ada uang. Tas ada di kelas dan nggak mungkin gue masuk lagi terus minta duit ke Vero."

"Nggak apa-apa dech Pak, berdoa aja nanti ada orang Budiman mau ngasih tumpangan. Makasih ya Pak."

"Hati-hati neng!" seru scurity tersebut.

Tiara nampak ngos-ngosan, belum sampai setengah perjalanan hujan mulai turun hingga membasahi tubuhnya. Tiara menoleh ke kanan kiri tak ia dapati halte atau tempat untuk berteduh.

"Nasib....nasib....mengapa begini? baru pertama pacaran sudah di telantarkan ....kan gue jadi nyanyi, lagu jaman Oma Opa masih ada tuh. Hhuuuuhhff....basah kan jadinya, blangksak banget sich hidup gue."

Tiara tampak menggigil, air hujan mengguyur hingga tulang. Kakinya terus melangkah tak perduli cipratan dari pengendara di jalan. Sudah basah kotor sekalian, yang terpenting saat ini dia cepat sampai di rumah dan bisa berendam air hangat.

"Ya Alloh ini jalanan nggak bisa di skip apa ya, kaki gue berasa mau copot!" Tiara menghentikan langkahnya, memijit betisnya yang sudah kencang hingga terasa keram.

"Naik!"

Seruan dari samping membuatnya mendongakkan kepala. Ia mengerucutkan bibirnya menatap laki-laki di balik helm yang sangat ia kenali.

"Nggak usah pake nangis, cepet naik sebelum gue berubah pikiran!" ucapnya datar.

Tanpa pikir panjang, Tiara segera naik ke atas motor Rafkha. Demi apapun ia sangat berterima kasih pada Tuhan telah memberikan hati yang baik pada kakaknya hingga mau kembali.

"Pakai!"

"Nanti kakak basah..."

"Lebih baik badan gue basah dari pada daleman loe keliatan!"

Tiara segera menunduk, mulutnya menganga dan segera merebut jaket Rafkha lalu memakainya. Dua kaca mata pelindung gunung yang sedang indah-indahnya tercetak jelas. Dia malu dengan Rafkha yang pastinya sudah melihat warna apa yang ia pakai.

"Pegangan!"

Tiara segera memeluk tubuh Rafkha, menyimpan malunya di balik punggung laki-laki yang kini tampak dingin.

...🍃🍃🍃...

"Kamu bolos lagi? Ya Allah Tiara...kenapa sich nak? kenapa harus terus buat ulah? mamah harus bilang apa lagi sama guru kamu? dan ini, kamu nggak kasian sama kakak kamu? dia sebentar lagi mau ujian loh, lagi pusing-pusingnya, lagi sibuk-sibuknya, tapi masih disibukkin sama kamu. Mamah mau bilang apa nanti sama Om Ray?" Erna memijit pelipisnya, ia tak tau dengan cara apa lagi menasihati anaknya.

"Mah, jangan marah-marah terus, nanti kebelet ee' loh!"

"Apa maksud kamu?" tanya Erna dengan tatapan tajam menyelidik, sedangkan Rafkha hanya menghela nafas berat dan menatap jengah Tiara yang kini masih berbalut dengan jaketnya hingga lutut.

"Kata teman Tiara jangan suka marah-marah mah, nanti naik darah turun ee'."

"Tiara!"

Setelah perdebatan tak berfaedah, Rafkha pamit pulang. Ia ingin berganti seragam dan kembali ke sekolah karena banyak tugas dan materi yang harus ia pelajari.

"Kak, makasih..."

"Hhmm...

"Kak masih marah?"

Langkah Rafkha terhenti, kemudian berbalik dan menatap wajah Tiara dengan datar.

"Kapan gue bisa marah sama loe?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!