Deva Rayendra, seorang Dokter yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis sekarang. Deva termasuk salah satu orang yang beruntung dari segi pendidikan ia bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran nya dengan cepat dan tepat waktu, menyelesaikan Koas, Intership, beberapa ujian hingga mendapatkan surat ijin praktik, sampai akhirnya ia bisa bekerja di salah satu rumah sakit impianku sebagai dokter umum disana.
Sekilas karir nya memang baik, ia sangat bersyukur untuk itu, hanya saja.. ia kurang beruntung dari segi asmara, ia berkenalan dengan seorang wanita ia akui saat pertama bertemu ia jatuh hati kepadanya, sampai akhirnya ia menyatakan dan siap untuk menikahinya, ia mengumpulkan uang untuk biaya pernikahannya nanti, karena ia tidak ingin merepotkan kedua orangtuanya, lagipula ia sudah bekerja dan memiliki gaji setiap bulannya.
Sampai akhirnya disaat ia sudah siap dengan keuangannya, kekasihnya saat itu memutuskan hubungan dengannya secara sepihak.
" Sorry Dev.. aku gak bisa lanjutin hubungan kita " ucap wanita itu.
" Kenapa ? ada masalah apa ? aku ada salah sama kamu ? " tanya Deva.
" Kamu tuh terlalu sibuk, kamu gak ada waktu buat aku Dev, gimana nanti kalo aku jadi istri kamu, kamu lebih mentingin pasien-pasien kamu daripada aku " ucapnya lagi.
" Oke aku minta maaf, aku akui akhir-akhir ini aku memang sibuk dengan pasien-pasienku, tapi please.. kamu kan tahu kerjaan aku, kenapa disaat aku udah siap buat nikahin kamu, kamu malah mutusin aku sepihak kaya gini " Deva tidak terima.
" Silakan.. aku mundur Dev, aku gak bisa.. maafin aku kalo aku gak bisa dampingin kamu.. aku harap kamu bisa dapetin calon istri yang ngerti sama pekerjaan kamu dan yang pasti dia lebih baik dari aku.. selamat tinggal Dev .. " wanita itu pergi meninggalkan Deva.
Deva masih terdiam termangu, ia pun bingung seketika hatinya hancur, ia bekerja mati-matian mengumpulkan uang agar bisa mewujudkan wedding dream mereka berdua, namun setelah semua itu terkumpul, bukan kebahagiaan yang Deva dapatkan, melainkan kekecewaan yang amat sangat.
Sejak saat itu, ia sedikit menutup diri dari seorang wanita, tidak sedikit wanita yang berusaha untuk mendekatinya, baik di tempat kerja, teman semasa sekolah, maupun anak-anak dari kerabat orangtuanya namun itu semua tidak meluluhkan hatinya sedikitpun.
Merasa dikecewakan oleh manusia itu memang terasa sakit, benar apa yang dikatakan oleh seorang ustadz yang pernah di dengar ceramah nya ' Berharap Lah hanya kepada Allah.. karena berharap pada manusia tempatnya kecewa '.
Ia tidak ingin galau berkepanjangan, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan dokter spesialis dengan berbekal uang tabungannya yang awalnya diperuntukkan untuk menikah, karena ia tidak jadi menikah lebih baik melanjutkan sekolah.
...****************...
Rumah Sakit Husada
Selama menjadi seorang Residen banyak sekali hal yang Deva dapati, karena ia memilih jenjang pendidikan menjadi dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dimana ia banyak melihat perjuangan seorang ibu untuk melahirkan anak-anak nya generasi penerus bangsa.
" Ayo Bu.. semangat ya.. jika sudah ada dorongan untuk meneran, ibu bisa langsung meneran, jika sedang tidak ada kontraksi ibu bisa istirahat dulu, untuk mengumpulkan tenaga " ucap Deva kepada pasien dihadapan nya.
Biasanya ia akan dibantu oleh beberapa bidan yang bertugas di ruang bersalin. Ia pun menjadi banyak memiliki teman, karena ia dokter residen satu-satunya dan paling muda diantara dokter residen lain yang kebanyakan mereka sudah berkeluarga dan memiliki anak. Walaupun usianya saat ini sudah amat cukup matang untuk menikah. Itu membuat ia selalu digoda dan di jodoh-jodohkan dengan sesama dokter atau dengan tenaga kesehatan lain seperti Bidan atau perawat oleh Dokter senior pembimbing nya, juga oleh beberapa Bidan di ruangan tempat ia bekerja.
Tapi .. ia tidak pernah menganggapnya serius karena biasa antar karyawan memang selalu bercanda seperti itu. Deva menikmati masa-masa sekarang, ia selalu ikut bahagia jika melihat pasien-pasien nya bahagia.
Melihat senyum dan kebahagiaan dari seorang calon Ibu disaat ia mengetahui ada makhluk hidup lain di dalam tubuhnya, kebahagiaan seorang Ibu atas kelahiran putra putrinya, kebahagiaan seorang suami saat ia sudah berstatus menjadi seorang Ayah..
Ya.. Deva tersadar.. suatu saat ia pun akan menjadi seorang Ayah.. tugasnya sekarang membuka hati untuk mencari calon ibu untuk anak-anaknya kelak.
💐💐💐
Agni Kinandari, seorang bidan muda yang baru saja bekerja di rumah sakit besar di kota tempat tinggal nya selama satu bulan ini.
" Terima kasih ya Kak.. terima kasih banyak ya Bu atas bimbingannya.. " ucap Agni pamit kepada para Bidan senior di ruangan Nifas.
Selama satu bulan ini Agni berdinas di ruangan Nifas, ruangan pasca melahirkan, namun sesuai perintah dari bagian kepegawaian rumah sakit, ia dipindahkan ke ruangan bersalin agar kemampuan nya dalam membantu persalinan lebih terasah.
" Iya sama-sama, main-main ke ruangan sini yaa Agni " balas salah satu rekan kerja Agni di ruangan.
" Siap.. nanti kalo mau ke kantin pasti lewat sini kan " ucap Agni disusul tawa dari senior-senior yang lain.
Setelah pamit Agni langsung bergegas menuju ruangan bersalin yang berada tidak jauh dari ruang perawatan nifas tadi. Sesampainya di depan pintu ruangan bersalin Ia sekilas membaca tulisan yang terpampang di depan pintu masuk ruangan " Dilarang Masuk, Hanya Petugas " .
" Aku juga petugas kok, boleh masuk ya ? " batin Agni tertawa kecil.
Agni membuka pintu ruangan, membuka sepatu yang ia pakai lalu ia simpan di rak sepatu yang sudah di sediakan, lalu mengganti dengan sandal khusus yang sudah di sediakan juga.
Agni mulai berjalan masuk, terdengar sayup-sayup suara seorang Ibu yang sedang berjuang untuk melahirkan buah hati nya.
" Sepertinya akan ada yang melahirkan " batin Agni.
Ia terus berjalan menuju ruang jaga perawat dan dokter, ada salah satu bidan senior yang ia kenal, karena sebelumnya ia sudah beberapa kali menjemput pasien dari ruangan ini ke ruang perawatan nifas.
" Permisi, selamat pagi Bu " ucap Agni.
" Eh.. Agni ya.. ayo sini, hari ini kamu dinas di ruangan ini kan ? kamu gabung dengan yang lainnya ya, karena di kamar nomor 2 akan ada pasien yang melahirkan " ucap Bu Irna
Bu Irna adalah Bidan senior ia sebagai kepala ruangan di ruangan bersalin ini.
" Iya baik Bu " ucap Agni.
" Hmm.. " Bu Irna hanya mengangguk tersenyum.
Agni bergegas menuju kamar nomor 2, disana sudah ada beberapa bidan yang berdinas pagi itu. Mereka sedang membantu memposisikan Ibu yang akan bersalin.
" Permisi Kak, saya Agni " bisik Agni kepada salah satu bidan yang berada disitu bernama Meysa.
Meysa menoleh ke arah Agni " Oh kamu yang pindah dari ruang nifas ? " tanya nya.
" Iya Kak " balas Agni.
" Oke " susul Meysa singkat.
" Kak aku bantu apa ? " tanya Agni lagi.
" Kamu pake sarung tangan dulu, nanti tolong pegang alat ini, Bayi nya belum mau keluar kita tunggu aja " jawab Meysa.
" Iya Kak " Agni langsung mengikuti perintah Meysa, bagaimana pun Meysa adalah seniornya di ruangan ini, sebagai karyawan baru ia harus banyak-banyak bertanya jangan sampai apa yang ia lakukan salah, karena setiap ruangan memiliki protap masing-masing.
Selang beberapa menit Agni sudah siap dengan sarung tangan steril yang ia pakai, sesekali ia melihat ke arah Ibu yang akan melahirkan.
" Ya Tuhan.. mungkin dimasa depan aku pun akan seperti ibu ini, berjuang untuk melahirkan anak-anak ku " batin Agni.
" Bu.. kalau sudah mulas dan ingin meneran, sudah boleh ya bu.. jika ibu tidak mulas jangan dipaksa untuk meneran " ucap Meysa.
Si Ibu hanya mengangguk dengan keringat yang sudah bercucuran.
" Dokter Deva kesini gak ? apa lahir sama kita aja nih ? " tanya Imel rekan kerja Meysa berbisik.
" Tadi sih lagi sama dokter Ramzie, tapi gak tau sekarang kemana " jawab Meysa.
Deva adalah dokter residen yang sedang mengambil spesialis kebidanan dan kandungan. Ia termasuk residen termuda disini, katanya.
Selang beberapa menit terdengar suara langkah kaki memasuki kamar bersalin nomor 2.
" Gimana ? sudah pembukaan lengkap ? " terdengar suara bariton dari balik pintu.
Meysa, Imel dan Agnu menoleh ke arah sumber suara.
" Sudah dok " jawab Meysa singkat.
" Oke " Dokter Deva langsung memposisikan dirinya, ia melihat ternyata benar pembukaan sudah lengkap dan ibu sudah bersiap dipimpin untuk meneran.
" Tolong bantu saya " ucap dokter Deva kepada Meysa dan Imel, ia menoleh sekilas ke arah Agni lalu ia kembali pada pasien di hadapannya.
Mungkin ia pun masih bingung siapa Agni, karena selama ia bekerja di rumah sakit ini, ia baru kali ini bertemu dengan Dokter Deva.
Agni memperhatikan, Ia melihat Meysa dan Imel sibuk membantu Dokter Deva, tidak mau berdiam diri Agni pun ikut membantu.
" Tolong tempat sampah medis nya dekat kan " bisik Meysa kepada Agni
Agni hanya mengangguk lalu menyimpan tempat sampah medis dekat dengan alat-alat yang akan digunakan oleh Dokter Deva.
Dokter Deva terlihat masih serius membantu persalinan, setelah 30 menit berjibaku akhirnya bayi lahir dengan selamat. Agni segera membantu Meysa membereskan dan merapikan alat-alat yang sudah digunakan, sedangkan Imel membawa bayi ke ruangan untuk di bersihkan sebelum dibawa ke ruang bayi.
Saat Meysa dan Agni sedang merapikan alat-alat medis, Dokter Deva kembali ke ruangan untuk memeriksa keadaan Ibu bayi.
" Tolong pantau ya keadaanya, nanti kabari saya " ucap Dokter Deva membuat Meysa dan Agni sedikit kaget.
" Oh.. iya dok " ucap Meysa.
Dokter Deva berlalu meninggalkan Agni dan Meysa di ruangan.
" Kebiasan dokter Deva suka dateng tiba-tiba, pergi tiba-tiba juga " bisik Meysa kepada Agni.
Agni hanya tersenyum.
" Kak bukannya hari ini jadwal Dokter Ramzie ? " tanya Agni karena sebelumnya ia melihat di bagan daftar tenaga kesehatan yang berjaga di ruangan pagi ini.
" Iya, tapi di poli obgyn lagi penuh katanya, jadi Dokter Deva yang mengantikan " balas Meysa.
" Oh iya Kak "
" Kamu siap-siap ya, kalo dinas di ruangan bersalin kadang gak ada waktu buat santai, tapi tergantung sih, di kamar 3 dan 4 juga ada calon ibu yang mau melahirkan juga, siap-siap aja, nanti setelah ini kamu pantau ya kontraksi nya " ucap Meysa.
" Siap Kak.. mohon bimbingannya ya, aku kan baru bekerja di ruangan ini "
" Oke.. jangan sungkan buat nanya ya " susul Meysa.
" Iya Kak.. "
Setelah rapi dan bersih, Agni diminta untuk membawa peralatan medis yang sudah digunakan untuk di cuci di ruangan khusus, sebelumnya Agni dan Meysa pamit terlebih dahulu kepada Ibu yang melahirkan tadi.
" Bu.. ibu bisa beristirahat dulu, anak ibu sudah dibawa ke ruangan bayi, nanti jika sudah dua jam ibu bisa pindah ke ruangan perawatan dan jika kondisi bayi stabil, ibu bisa rawat gabung bersama bayinya " ucap Meysa.
" Terima kasih Bu Bidan " balas Ibu itu.
" Sama-sama Bu, oya perkenalkan ini Bidan Agni, nanti jika ibu perlu apa-apa bisa pencet bel dan saya atau bidan Agni yang akan kesini, kami tinggal dulu ya Bu " ucap Meysa lagi.
" Iya Bu Bidan terima kasih .. "
Agni dan Meysa keluar ruangan, Agni membawa peralatan medis ke tempat cuci dan steril sedangkan Meysa ia kembali ke ruang perawatan untuk mencatat data pasien disana.
💐💐💐
Pagi ini seperti biasa Agni sudah siap untuk pergi ke rumah sakit, bagi karyawan baru selama tiga bulan ia akan mendapatkan jadwal shift pagi.
Agni pergi ke rumah sakit dengan menggunakan motor matic nya karena dengan menggunakan motor akan mempersingkat waktu untuk sampai rumah sakit.
Sebelum melakukan kegiatan, akan diadakan apel pagi setiap hari, tepat pukul 7 Agni sudah sampai rumah sakit, ia memarkirkan motor di parkiran khusus karyawan, lalu ia berjalan memasuki koridor-koridor rumah sakit untuk sampai di ruangannya, setelah ia absen menggunakan finger print, ia lalu masuk kedalam ruangan.
Saat ia memasuki ruang jaga, beberapa bidan dan dokter sudah berkumpul, mereka sedang diberikan pengarahan oleh Dokter Ramzie selaku penanggungjawab ruang kebidanan dan kandungan. Bidan dan Dokter terlihat banyak pagi ini karena Bidan dan Dokter shift malam belum pulang ditambah dengan yang shift pagi termasuk Agni didalamnya.
Meysa yang melihat Agni baru datang segera memberikan kode untuk langsung duduk saja. Agni menuruti dan disitu hanya ada kursi kosong satu tepat di sebelah dokter Deva.
Tanpa pikir panjang Agni langsung menduduki kursi kosong itu, Deva terlihat menoleh sekilas ke arah Agni. Agni berusaha cuek dan ia tidak berani untuk melihat Deva.
Disaat yang bersamaan terdengar ponsel Agni berdering membuat seisi ruangan menoleh ke arah Agni begitupun Dokter Ramzie ia langsung menghentikan ucapan nya.
Agni sontak kaget, ia merasa malu semua tertuju kepadanya, ia lupa tidak mengganti mode silent pada ponselnya. Agni dengan sigap langsung mematikan ponselnya.
" Mo..mohon maaf Dok " ucap Agni.
Dokter Ramzie hanya mengangguk lalu melanjutkan kembali pengarahan nya.
" Ya ampun.. kenapa bisa lupa sih, gak sempet aku ganti mode nya " gumam Agni pelan namun dapat di dengar oleh Deva.
" Lain kali silent handphone nya " ucap Deva berbisik.
Agni terhenyak kaget. Lalu ia menoleh ke arah pria disampingnya.
Deva sedikit menyunggingkan senyum.
" I..iya Dok mohon maaf " ucap Agni kembali memperhatikan dokter Ramzie.
" Kamu, baru di ruangan ini ? " tanya Deva.
" Ya Dok " jawab Agni.
" Nama kamu ? " tanya Deva lagi sambil melihat name tag yang dikalungkan pada leher Agni.
" Eh... liat apa dok ? " dengan refleks Agni menggeser kursinya kembali membuat seluruh isi ruangan menoleh ke arah Agni dan Deva. Agni salah paham.
" Ada apa Dokter Deva ? " tanya Dokter Ramzie.
" Ooh.. ti..tidak ada apa-apa dok, ini kursi saya kegeser " jawab Deva sekenanya.
Agni masih heran, ia merasa jika Deva ingin melihat sesuatu pada tubuhnya, padahal Deva ingin melihat nama dirinya pada name tag yang tergantung di dada nya.
Setelah hampir 20 menit, Dokter Ramzie mengakhiri arahan nya, semua karyawan diminta untuk segera menuju halaman rumah sakit untuk melaksanakan apel pagi.
" Baik, terima kasih atas perhatiannya, ingat bekerja dengan ikhlas.. bekerja dari hati, selamat pagi.. tetap semangat ...!! Bagi yang shift malam silakan pulang dan beristirahat bagi yang shift pagi silakan menuju halaman untuk apel " ucapan akhir Dokter Ramzie.
Semua Bidan dan Dokter beranjak dari duduk mereka, Meysa segera menghampiri Agni.
" Ada apa ? " tanya Meysa.
" Euh itu Kak.. " belum juga Agni menyelesaikan ucapan nya Bu Irna bidan senior yang menjabat sebagai kepala ruangan menghampiri mereka berdua.
" Ada apa ? Agni ada apa ? " tanya Bu Irna penasaran, bagaimana pun ia bertanggungjawab atas kejadian apapun yang ada di ruangan ini.
Agni masih bingung untuk menceritakan, disaat yang bersamaan Deva datang menghampiri mereka bertiga, ia pun merasa tidak enak khawatir Agni berpikir yang tidak-tidak kepadanya, padahal ia tidak bermaksud kurang ajar, ia hanya ingin melihat nama Agni pada name tag yang tergantung di dada nya.
" Ehem... euu.. saya minta maaf atas kejadian tadi " ucap Deva.
" Saya masih kurang mengerti ya dok, memangnya ada apa ? sama Agni dan Dokter " tanya Bu Irna.
" Saya mau minta maaf ke... siapa ? nama kamu ? " tanya Deva.
" Eu.. A..Agni Dok " jawab Agni.
" Ya barusan ada salah paham, saya berniat untuk melihat nama Agni di name tag nya, tapi mungkin karena tanpa aba-aba sehingga Agni menganggap kalo saya melihat sesuatu yang lain, padahal saya hanya ingin melihat namanya saja di name tag itu " ucap Deva menjelaskan.
" Ohh .. " ucap Bu Irna dan Meysa berbarengan.
" Iya dok tidak masalah, tidak apa-apa juga, saya juga minta maaf tadi saya reflek " ucap Agni, ia masih belum nyaman dekat dengan dokter Deva.
Deva hanya mengangguk tersenyum kecil meninggalkan mereka menuju tempat apel pagi. Tinggalah Bu Irna, Meysa dan Agni disana.
" Ehemm... cieeeee.. " Meysa menggoda, lalu mencolek bahu Agni.
" Bu, kaya nya bakal ada yang ehem.. " ucap Meysa ke Bu Irna.
" Kak Meysa apa sih ? " Agni tidak mengerti.
" Sudah, ayo apel pagi dulu, nanti kita sambung lagi " ucap Bu Irna tertawa kecil, berjalan meninggalkan Meysa dan Agni.
Agni masih tidak mengerti, ia lalu ditarik tangannya oleh Meysa untuk menyusul Bu Irna menuju halaman rumah sakit untuk apel pagi, sebelum melakukan pekerjaan hari ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!