Di sebuah ruangan perkantoran. Nathan menoleh ketika terdengar suara riuh para staf yang terdengar tengah menggoda seorang pegawai baru bernama Isabella.
Gadis berumur 23 tahun yang tidak seberapa cantik. Dia terlihat menarik dari segi tubuh bak gitar spanyol.
Nathan menatapnya biasa saja. Mencoba tidak perduli meski matanya sedikit melirik. Wajar saja seperti itu. Sebab Nathan di cap sebagai penjahat wanita juga penjahat ranjang.
Baginya penampakan seperti Bella tidak terlalu menyita perhatian. Masih ada wanita yang lebih cantik dan menarik, awalnya.
.
.
.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Nathan masih sibuk dengan para pacarnya dan hanya memantau Bella sekedarnya saja.
Sampai siang itu, tepatnya saat makan di sebuah resto. Gosip kedekatan Bella dan Leo menjadi topik utama. Nathan masih berusaha untuk tidak perduli sampai sebuah perkataan membuatnya merasa tertantang.
"Lama-lama kau akan kalah sama Leo. Lihatlah, dia berhasil mendapatkan anak baru itu." Ujar salah satu temannya sambil terkekeh nyaring di ikuti oleh lainnya.
"Koleksi ku masih banyak. Dia juga tidak seberapa cantik." Jawab Nathan tersenyum simpul.
"Nah ketinggalan berita. Kau tanya nih sama Bara. Bagaimana tanggapan Bella saat dia merayunya." Kini tatapan Nathan beralih pada Bara.
"Duh ampun. Itu cewek sombong banget. Baru juga pacaran belum nikah tapi ketusnya minta ampun." Nathan terdiam dan mulai mengingat tingkah laku Bella yang cenderung acuh. Satu-satunya wanita yang jarang berkumpul bersama teman-temannya dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama satu orang yaitu Leo.
"Ku berikan uang 500 ribu rupiah kalau kau berhasil merebutnya." Tantang salah satu temannya.
"Malas. Itu terlalu mudah."
"Lakukan dulu baru berkomentar. Kalau gagal, kau juga tidak akan rugi."
Akhirnya Nathan menerima tantangan tersebut. Dia mulai melancarkan aksinya mencuri pandang dan mengeluarkan jurus ampuh untuk menarik perhatian Bella.
Tapi yang terjadi tidak sesuai keinginan. Bella bersikap sok acuh padahal Nathan merasa ada sedikit ketertarikan mengingat postur tubuh miliknya lebih baik dari Leo.
Aku yakin dia hanya malu.
Nathan berhasil mendapatkan kontak milik Bella melalui resepsionis kantor. Malam itu dia menghubungi Bella melalui pesan WhatsApp.
💌Bella.
Pesan terlihat hanya di read. Nathan masih menunggu dengan harap-harap cemas.
💌Siapa?
Bibir Nathan tersungging ketika Bella membalas pesan darinya. Dia mulai percaya diri jika sebentar lagi Bella bisa di taklukan.
💌Aku Nathan. Tolong jangan bilang Leo soal ini.
Pesan kembali di abaikan sampai membuat Nathan frustasi. Sungguh kejadian langka karena sebelumnya Nathan tidak pernah memiliki kendala dalam merayu wanita.
Setelah beberapa saat menunggu, sebuah pesan baru masuk. Nathan bergegas membacanya dan terbelalak melihat isi di dalamnya.
💌Aku Nathan. Tolong jangan bilang Leo soal ini.
Nathan mengirimkan pesan itu padaku Mas.
Bella malah mengirimkan salinan pesan yang seharusnya untuk Leo pada kontak Nathan. Terang saja Nathan merasa payah karena untuk pertama kalinya, dia mendapatkan penolakan dari wanita yang di anggapnya tidak seberapa cantik.
"Apa ini hei!!!" Teriak Nathan ketika menyadari nomernya sudah di blokir." Dasar wanita sialan!! Sok suci sekali sampai-sampai melakukan itu padaku! Menurutmu aku tertarik hah! Kalau bukan karena uang itu, aku tidak sudi merayu mu!!" Umpat Nathan tidak tertahankan.
Tanpa dia sadari, sebuah obsesi terbangun sejak detik itu. Ada ketertarikan yang tidak Nathan ketahui pada sosok Bella. Ketertarikan kian mendarah daging ketika Nathan tidak menemukan seorang wanita yang menolaknya seperti apa yang pernah Bella lakukan.
.
.
.
.
.
Beberapa tahun kemudian..
Di meja makan, Bella menatap tajam pemandangan antara anak dan Ayah angkat yang di rasa kurang pantas. Beberapa kali dia berusaha menegur Leo untuk tidak bersikap keterlaluan namun yang di dapatkan hanya sebuah pelemparan kesalahan.
Bukan hanya Leo yang berusaha menyalahkan nya, terkadang peran mertua juga ikut andil. Mereka bilang Bella terlalu pencemburu dan kekanak-kanakan. Padahal dengan jelas kemesraan tengah di pertontonkan setiap harinya.
"Mas tolong. Lisa sudah tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu." Tegur Bella kasar. Hatinya memanas melihat adegan di depannya.
"Jangan mulai lagi. Aku sudah menganggap Lisa anak sendiri meskipun kau tidak bisa melakukan itu."
"Meski dia anak kandung mu. Perbuatan kalian sangat tidak pantas! Dan gawatnya, Lisa itu hanya anak angkat mu. Kau dan dia bukan sedarah." Berulangkali Bella mengingatkan dan sebanyak itu juga Leo menyangkal.
"Ih! Mama apaan sih Pa. Kenapa dia tidak suka sama Lisa." Menunjuk ke arah Bella dengan nada merengek.
"Yang penting Papa sayang sama kamu. Jangan pedulikan Mamamu itu." Lisa tersenyum simpul ketika pembelaan untuknya kembali Leo lontarkan. Seakan merasa bangga bisa mengalihkan perhatian Leo dari Bella, Istrinya.
Bella berdiri lalu pergi. Dia menaiki anak tangga menuju kamar utama. Lebih baik beberes ruangan daripada harus melihat pemandangan yang sanggup menyayat hatinya.
"Benar-benar keterlaluan Mas Leo itu. Sudah jelas-jelas mereka punya hubungan khusus tapi kenapa tidak ada yang percaya pada ucapan ku hiks.."
Bella duduk lemah di teras kamar. Ingin tidak menangis namun rasanya air mata tidak sanggup di tahan.
Kehidupannya berubah drastis ketika sebuah kecelakaan menuntut Leo bertanggung jawab penuh atas Lisa.
Saat itu Bella berusaha menerima kehadiran Lisa mengingat pernikahan mereka belum di karuniai momongan. Tapi semakin hari, sikap Lisa terlihat semakin agresif pada Leo.
Saling menyuapi, saling memandang bahkan saling bersentuhan bebas kerapkali mereka pertontonkan seakan Lisa hadir untuk menjadi madu bukan seorang anak angkat.
Sementara di seberang jalan rumah Bella. Sebuah mobil terlihat masuk ke bangunan yang sudah lama tidak berpenghuni. Rupanya hari ini rumah itu terjual pada seorang pengusaha yang baru datang dari Canada.
Bella bergegas mengusap air matanya lalu berdiri dan berniat memantau dari tempatnya sekarang.
Seorang lelaki berjas keluar dari mobil bersama seorang wanita. Keduanya masuk ke dalam menuju kamar yang terletak di lantai dua.
Sejak dua hari lalu rumah tersebut sudah di bersihkan. Bella cukup senang akhirnya bisa mendapatkan tetangga baru setelah sekian lama rumah itu terbengkalai dan di anggap angker.
Awalnya Bella tersenyum saat tirai kamar rumah tersebut di buka. Namun yang terjadi selanjutnya sungguh membuat jantungnya sontak terlepas.
Kedua pasangan itu mempertontonkan adegan bercocok tanam. Sungguh pemandangan yang lama tidak Bella rasakan. Beberapa menit dia memandangi nya. Sedikit berfantasi liar bahkan berharap bahwa dirinya berada di posisi si wanita.
Tapi saat Bella sadar si lelaki menyadari keberadaan, cepat-cepat dia masuk ke dalam kamar lalu menutup korden.
Aku tidak salah lihat kan? Dia seperti Isabella, gadis angkuh itu. Batin Nathan. Penghuni rumah baru.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Entahlah, kenapa aku suka mengarang soal penghianatan dan perselingkuhan.
Sebenarnya alurnya memiliki kesamaan dengan cerita sebelumnya. Tapi masing-masing cerita memiliki perbedaan dari segi konflik 🙂
Kali ini akan ada pelakor yang merupakan anak angkat dari Leo sendiri.
Ikuti kelanjutan kisah kehidupan Bella..
Yang dukung jangan lupa, like, vote, beri bintang lima dan share sebanyak-banyaknya. Terimakasih 🥰
Bella menghembuskan nafas berat lalu mengintip di balik korden. Terlihat Nathan dan si wanita tidak lagi berada di lantai dua. Aneh! Begitulah pemikiran Bella. Dirinya yakin jika percintaan tengah memanas tadi.
Apa sudah selesai? Ah tidak mungkin.
Entah kenapa Bella memasang wajah kecewa seakan apa yang Nathan pertontonkan cukup menghibur hatinya yang sedikit membeku.
Sudah beberapa bulan terakhir Bella kehilangan selera pada Leo, Suaminya. Masalah percintaan ranjang menjadi salah satu pemicu.
Pemanasan yang begitu lama namun penyelesaiannya sangatlah singkat. Bella kerapkali tidak merasakan kepuasan dan hal itu berhasil mengikis selera. Apalagi di tambah dengan hubungan antara Leo dan Lisa. Menghadirkan perasaaan jijik sampai-sampai membuat Bella muak pada sosok Suami yang seharusnya mengayomi.
Cklek...
Cepat-cepat Bella memutar tubuhnya ketika pintu kamar terbuka. Leo masuk dan menurunkan koper yang ada di atas lemari.
"Malam ini aku jadi pergi. Mungkin besok malam aku kembali." Bella melirik malas lalu duduk lemah di sofa.
"Memangnya aku tidak boleh ikut ya Mas?" Tanyanya menimbang.
"Percuma saja kamu ikut. Aku akan sibuk di sana. Nanti kamu malah mengomel kalau ku tinggal sendirian di hotel."
Bella menatap Leo penuh selidik. Berusaha menghilangkan prasangka buruk namun sangat sulit.
"Lisa juga pergi kan? Katanya menginap ke rumah temannya dan dia juga akan kembali besok malam." Sindir Bella tersenyum simpul. Leo menghentikan aktivitasnya dan beralih menatap tajam Bella.
"Kau masih saja menuduh ku macam-macam? Kami punya urusan berbeda. Daripada bertemu di luar, bukankah lebih baik di rumah saja! Dia anakku hei Bella!"
Bukan hanya sekali atau dua kali perdebatan seperti ini terjadi. Entah Bella cemburu buta atau terlalu peka. Setiap kali Leo berpamitan untuk dinas ke luar kota, sebanyak itu juga Lisa pergi ke rumah temannya untuk menginap.
"Anak angkat! Kau harus ingat itu Mas! Lisa juga sudah besar. Aku lebih setuju dia tinggal di asramah daripada di sini."
Sudah berbulan-bulan perasaan cemburu mengaduk-aduk perasaan Bella. Dia yang sejatinya seorang wanita pencemburu berat, harus di hadapkan dengan sikap berlebihan Leo pada Lisa.
"Aku membunuh Mamanya! Dia tanggung jawab ku sepenuhnya! Sangat tidak mungkin aku menyuruhnya tinggal di asramah. Pergaulan di sana pasti tidak sehat."
"Tanggung jawab untuk membiayai hidup dan pendidikan. Bukan berpegangan tangan, saling menyuapi seakan kalian pasangan pasutri!!" Jawab Bella lantang. Dia berdiri lalu keluar kamar sementara Leo tidak berniat merayu. Dia malah melanjutkan aktivitas berkemas.
Bella semakin di buat malas tatkala dirinya melihat Lisa tengah duduk menunggu kedatangan Leo. Keduanya berdalih berangkat bersama karena lokasi yang sejalan.
Bagaimana mungkin Bella bisa percaya alasan dinas Leo. Bukankah seharusnya hari Sabtu dan Minggu di peruntukan bagi keluarga? Namun sudah hampir empat bulan Leo sering berpergian ketika weekend datang.
"Papa belum siap Ma?" Tanya Lisa seraya memasang senyuman penuh ejekan.
"Kau lihat saja sendiri." Jawab Bella ketus.
"Temanku sudah menunggu. Tolong bilang pada Papa agar sedikit cepat."
"Apa kurang jelas Jawaban ku! Lihat dan bicaralah sendiri!" Lisa membuang muka sambil memasang wajah masam. Bersamaan dengan itu Leo turun dari anak tangga dan langsung berjalan menuju Lisa.
"Jangan dengarkan ucapan kasar Mamamu." Sungguh pemandangan yang menusuk. Hati Bella tertembus belati tajam melihat kenyataan bahwa Leo tidak lagi perduli pada kemarahannya.
"Aku tahu Pa. Em tolong bawa tasku ya, aku tunggu di luar."
Lisa tersenyum simpul lalu keluar menuju mobil. Leo mengangkat kedua koper, berjalan menuju Bella yang tengah berdiri di ambang pintu samping.
"Aku pergi dulu."
"Hm." Jawab Bella singkat. Kedua tangannya terlipat di perut padahal biasanya dia selalu mencium punggung tangan Leo ketika sosok itu meninggalkan nya.
"Nanti ku kabari kalau sudah sampai." Leo memeluk Bella sejenak dari belakang kemudian memberikan kecupan singkat pada puncak kepalanya.
Bella tidak bergeming apalagi membalas. Rasa sesak seketika menjalar di iringi manik miliknya yang mulai berkaca-kaca. Bella memilih berdiam dan tidak mengantarkan kepergian Leo. Toh air mata dan kemarahannya sudah tidak lagi membuat Leo mengurungkan niat untuk pergi.
Aku tidak ingin berfikir macam-macam. Tapi melihat mereka..
Tiba-tiba saja bel pintu berbunyi. Sangat mustahil jika itu Leo sebab pintu rumah belum terkunci. Cepat-cepat Bella berjalan untuk memeriksa.
Seorang lelaki berperawakan tinggi berdiri dengan posisi memunggungi. Bella memperlambat laju kakinya. Mencoba mengenali siapa sosok yang bertamu di rumahnya.
Tapi sampai hampir mencapai pintu, Bella tidak juga bisa menebak sebab rumah miliknya berada di gang buntu. Dia juga mengenal baik para tetangga sekitar dan sosok yang bertamu masih terlihat asing.
"Mencari siapa ya." Tanya Bella pelan. Bella sontak memundurkan tubuhnya ketika Nathan berbalik badan sambil membawa bungkusan di tangannya. Wajah nya cukup familiar tapi Bella tidak mengingatnya.
"Aku yang tinggal di depan rumah mu." Bahagia sekali bisa menemukan mu di saat hubungan kalian sedang tidak baik.
Nathan mendengar percekcokan yang terjadi barusan. Itu irama nada terindah. Tentu saja dia berbahagia sebab Bella tidak bahagia atas pilihannya.
"Oh." Wajah Bella berubah pucat pasi. Berarti sosok di hadapannya adalah lelaki yang mempertontonkan adegan panas di kamar seberang jalan.
"Senang bisa bertemu lagi." Nathan mengulurkan tangannya.
"Bertemu lagi? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Bella benar-benar melupakan sosok Nathan.
"Padahal aku mengingat mu." Nathan menarik kembali tangannya. Obsesinya semakin membesar saat dia kembali mendapatkan penolakan.
"Begitu."
"Hm ya. Aku Nathan. Kita pernah berkerja di PT Asian bersama-sama."
"Nathan?" Jawab Bella bergumam sambil memperhatikan Nathan dari atas sampai bawah. Nathan? Lelaki tinggi itu?
Bella tersenyum aneh mengingat nama tersebut. Apalagi momen memalukan yang terjadi di masa lalu ketika dirinya tidak sengaja salah mengirimkan pesan.
"Ya. Aku ingat." Ucap Bella pelan hampir tidak terdengar.
"Bagaimana? Kamu merasa puas dengan pilihan mu?" Bella menghela nafas panjang.
"Aku tidak mengerti maksud dari perkataan mu."
"Sepertinya kesetiaan mu tidak berbalas." Nathan terkekeh kecil seakan tengah mengolok-olok pilihan Bella.
"Itu hanya masa lalu."
"Sepertinya kita tidak sepemikiran. Penolakan itu membuatku terus memikirkan mu." Gleg! Saliva Bella tertelan kasar. Tatapan mata Nathan mampu meluluh lantakkan perasaannya.
Sejak dulu memang fisik Nathan jauh lebih baik dari Leo. Tapi saat itu Bella sudah terikat janji untuk setia sehingga dia hanya fokus ke arah Leo.
"Itu hal yang wajar. Aku ingin setia."
"Tidak wajar. Mana ada wanita sebodoh dirimu." Entah perkataan itu bertujuan untuk meledek atau apa. Tapi Bella ingin segera menutup pintu dan mengakhiri obrolan.
"Pergilah. Suami ku sedang tidak ada di rumah." Bella berniat menutup pintu tapi kaki Nathan menghalangi.
"Otakku sudah terkontaminasi oleh mu. Sekarang kamu harus bertanggung jawab." Tepat di saat tangan kekar Nathan akan meraih lengan Bella. Kedatangan seseorang membuat niatnya terhenti.
"Siapa Bell?" Sapa Bu Rita. Ibu Leo alias mertua Bella.
"Oh saya tetangga baru Bu." Jawab Nathan tersenyum simpul. Mengedipkan sebelah matanya ke arah Bella.
Benar-benar sinting lelaki ini.
"Tidak baik memasukkan lelaki kalau Suami mu tidak ada." Bella tersenyum aneh. Sedikit menegang paska perbuatan Nathan yang mencoba menyentuhnya.
"Iya Ma."
"Saya hanya ingin memberikan ini." Mengangkat bungkusan dari tangan nya.
"Hm. Mama masuk dulu ya." Bu Rita masuk terlebih dahulu meninggalkan Bella dan Nathan yang saling berhadapan.
"Kali ini kamu bisa lepas. Lihat saja. Aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapan ku." Nathan memberikan bungkusan seraya menyentuh sedikit kulit punggung tangan Bella.
"Dasar tidak waras!" Umpat Bella berbisik.
"Lelaki tidak waras ini yang akan membahagiakan mu nantinya. Sampai bertemu lagi Baby." Nathan memberikan kecupan dari jauh. Cepat-cepat Bella menutup pintu lalu menguncinya.
Dadanya bergetar hebat mendengar panggilan Nathan yang di anggapnya sebagai ancaman.
Apa dia dendam hanya karena masalah itu? Ah! Aku yakin dia tidak senekat itu. Sebaiknya aku menutup pintu rapat agar dia tidak menerobos masuk.
🌹🌹🌹
Ada adegan sensitif! Harap di skip tanpa meninggalkan jejak komentar 🥰
Sambil menghela nafas panjang, Bella meletakkan makanan pemberian Nathan di atas meja. Bu Rita memperhatikan dari tempat duduknya. Terdengar decakan keluar dari bibir. Merasa kecewa pada Bella yang sampai saat ini tidak bisa memberikan keturunan.
"Mama menginap?" Tanya Bella basa-basi. Dia duduk di samping Bu Rita.
"Tidak. Mama hanya mampir sebentar." Jawabnya ketus.
"Mama tahu kalau Mas Leo pergi?"
"Ya jelas Mama tahu. Memangnya dia pamit sama kamu saja." Lagi lagi Jawaban tidak sedap nan ketus kembali terdengar.
Beberapa menit kemudian. Tidak ada obrolan, hanya suara televisi saja yang terdengar menggema.
"Maaf Ma."
"Maaf untuk apa?"
"Tolong bilang pada Mas Leo agar menyewakan tempat untuk Lisa. Dia sudah dewasa dan tidak baik juga kalau terus tinggal di sini." Bu Rita memalingkan wajahnya sambil memasang wajah masam.
"Cemburu lagi?" Bella tidak bergeming. Selama ini kecemburuannya selalu menjadi bahan ledekan. Keluarga Leo menganggap jika itu berlebihan." Lisa itu tanggung jawabnya Leo. Beruntung Suami mu tidak di penjara karena insiden itu." Imbuhnya membela.
"Mama berkata begitu karena tidak tahu bagaimana kelakuan mereka."
"Mama tahu. Itu wajar. Leo kan menganggap Lisa anaknya sendiri."
"Lisa tetap orang lain Ma. Dia juga sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri. Tidak perlu bermanja-manja seperti itu." Kerapkali Bella di pertontonkan sikap manja Lisa yang di rasa tidak wajar.
"Memang kolot pemikiran mu. Itu kenapa kamu belum juga punya anak." Bella menghembuskan nafas berat. Pernikahan yang terjalin bertahun-tahun belum di karuniai momongan. Entah siapa yang bermasalah, sebab Leo selalu menolak ketika Bella mengajaknya konsultasi ke dokter kandungan." Sudah ya. Mama mau tidur sebentar. Nanti sore Mama pulang. Awas. Jangan sembarangan menerima tamu lelaki seperti tadi. Itu tidak baik, Suamimu kan tidak ada." Bella mengangguk patuh, menatap kepergian Bu Rita yang sudah menghilang di balik pintu kamar tamu.
"Selalu saja aku yang di salahkan." Eluh Bella menyandarkan punggungnya ke sofa. Ketika dia menyadari bungkusan pemberian Nathan, cepat-cepat dia duduk tegak dan berniat memeriksa.
Di dalam bungkusan terdapat kotak kue brownies dan sebuah amplop berwarna biru. Bella meletakkan kotak kue lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam amplop.
Persiapkan diri mu.
Dari. Nathan.
Bella mengerutkan keningnya lalu menyobek secarik kertas menjadi potongan-potongan kecil. Isi dari pesan Nathan terlihat tidak wajar dan terasa seperti sebuah ancaman.
"Kenapa kita bisa bertemu lagi. Jujur saja aku malu dengan perbuatan ku dulu. Bagaimana mungkin aku salah mengirimkan pesan dan berakhir seperti itu."
Eluh Bella mengingat kebodohan di masa lalu yang tanpa sadar menjadi awal tumbuhnya obsesi pada otak Nathan. Kini rasa itu semakin membesar. Memaksa Nathan untuk senantiasa memikirkannya dan mencari keberadaannya.
🌹🌹🌹
Sementara di tempat lain, tepat nya di sebuah Villa. Mobil Leo baru saja terparkir di halaman. Sebuah pemandangan cukup mencengangkan sebab Leo keluar dari dalam mobil bersama Lisa.
Selama ini kecemburuan Bella bukan sekedar omong kosong. Lisa memang mencoba merayu Leo, Ayah angkatnya. Itu kenapa dia selalu bersikap manja dan menginginkan perhatian Leo sepenuhnya.
Sungguh miris. Lisa mewarisi sifat Almarhum Ibunya yang hobi merebut pasangan wanita lain. Dia menjadi janda akibat ulahnya sendiri yang tidak bisa setia dengan satu lelaki.
"Serius Pa. Ini Villa untuk ku?"
"Hm iya sayang. Kamu bisa menempatinya ketika sudah menikah nanti."
Leo belum juga sadar jika perhatian yang di berikan untuk Lisa sudah di salah artikan. Sesuai tebakan, Lisa berusaha menghancurkan biduk rumah tangga Leo bersama Bella.
"Aku hanya akan menikah dengan mu Pa." Jawabnya manja. Leo menganggapnya sebagai candaan.
"Iya." Jawab Leo asal.
"Hm aku sudah siap sekarang." Leo menoleh ke arah Lisa.
"Siap untuk apa?"
"Menjadi Istri muda mu Pa." Leo terkekeh seraya membuka pintu Villa. Kini keduanya berada di dalam tepatnya di ruang tamu." Umurku sudah 19 tahun." Imbuh Lisa lagi.
"Kamu akan menemukan lelaki baik suatu hari nanti."
"Tidak Pa. Aku ingin kamu." Lisa mulai melancarkan aksinya dengan merapatkan tubuh. Kedua tangannya menuntun tangan Leo agar melingkar ke pinggang.
"Papa tidak akan mengabaikan mu walaupun nantinya kamu menikah." Tentu tubuh Leo memanas ketika Lisa semakin merapatkan tubuhnya lagi dan lagi. Kepalanya bahkan di sandarkan tepat di leher Leo. Menghembuskan nafas berat seakan dirinya menahan hasrat." Ka kamu sedang apa?" Tanya Leo terbata. Ingin menolak tapi terlalu menyenangkan. Tubuh belia di hadapannya berhasil mengobrak-abrik kewarasannya. Cacing berotot milik Leo sudah mengeras saat hidung nakalnya mencium wewangian khas dari tubuh Lisa.
Obyek obsesi yang kerapkali Leo pakai untuk memuaskan kebutuhan hasratnya. Alasan dia kehilangan rasa pada Bella yang kini terlihat semakin buruk dalam pengelihatannya. Leo sering berfantasi liar tentang Lisa. Membuatnya kerapkali menonton video panas yang tersebar di internet dan membayangkan jika Lisa dan dia adalah pemerannya.
"Aku menyukaimu sejak awal Pa." Nafas Leo terbuang kasar di sertai nafas mulai memburu.
"Papa sudah terlalu tua untuk mu. Lebih layak di panggil Om." Dengan gemetaran, tangan Leo membelai punggung Lisa naik turun bahkan sesekali menekannya. Ah.. Aku ingin memasuki nya.
"Hanya terpaut puluhan tahun Pa."
"Ka kamu serius sayang." Tanya Leo terbata. Kontrol pada otaknya sudah melemah dan terkontaminasi oleh naffsu.
"Aku serius." Lisa mengangkat kepalanya lalu memandangi wajah Leo sambil terus menerus merapatkan tubuhnya. Tangannya juga tidak berhenti mengisyaratkan jemari Leo untuk membelai nya.
"Ini tidak boleh sayang. Masa depanmu masih panjang." Meski berkata demikian, namun nyatanya Leo semakin terbawa arus hasrat yang kian memanas.
"Aku rela memberikan itu untuk Papa." Lisa menempelkan bibir ke dagu milik Leo. Memberikan kecupan lembut sebelum akhirnya bibir keduanya menempel, saling menghirup nafas kuat sampai hasrat semakin tidak tertahankan.
Leo melahap bibir mungil itu, mellumat nya dengan nafas memburu. Lisa mengeluarkan keahliannya. Dia merespon sentuhan Leo. Sengaja meremas rambut tebal Leo agar permainan semakin memanas.
Kini baju keduanya sudah tergeletak di lantai. Koper bahkan masih berada di depan pintu namun pemiliknya sudah lebih dulu memenuhi naffsu.
Rintihan bahkan erangan terdengar menggema. Leo semakin bergerak cepat tatkala dia melihat darah keluar dari area sensitif Lisa. Menandakan jika segel berhasil dia dapatkan. Rasanya sangat bangga sampai-sampai Leo semakin menginginkan gadis yang sedang menddesah di bawahnya.
"Jangan langsung mengatakan nya. Mama mu belum siap. Sebaiknya kita rahasiakan dulu." Ada sedikit sesal terbesit sebab hari ini Leo menodai kesetiannya pada pernikahannya bersama Bella.
"Sampai kapan Pa? Kalau kita menikah, otomatis Mama tidak akan melarang ku berdekatan dengan Papa." Rajuk Lisa dengan suara manja.
"Semua butuh waktu sayang. Jangan gegabah."
"Padahal aku sudah rela memberikan segel ku." Enak saja! Papa harus menikahi ku besok.
"Iya Papa tahu."
"Kita menikah besok ya Pa."
"Mana mungkin sayang."
"Ayolah Pa. Aku berjanji tidak akan mengatakannya pada Mama." Staminanya payah. Dia hanya bertahan beberapa menit. Tapi Papa sangat kaya. Aku harus bisa menguasai hatinya agar hartanya bisa jatuh ke tangan ku.
"Akan Papa fikirkan."
Hanya berselang beberapa menit, Leo terdengar sudah mendengkur. Lisa beranjak duduk lalu mengenakan dress nya sembarangan.
Terang saja Mama tidak bisa hamil.
Lisa menatap cacing berotot milik Leo yang sudah layu. Ada dessahan lembut sebelum akhirnya dia memilih duduk untuk menunggu Leo bangun.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!