Saat tiba di bandara Turki, wanita yang telah sah menjadi istri dari pria kaya asal Turki itu terkagum-kagum melihat keindahan negara yang sekarang telah menjadi salah satu minat banyak wisatawan itu, karena sebelumnya wanita bernama Ara itu belum pernah ke Turki. Dan ini untuk pertama kalinya ia ke Turki dan akan tinggal menetap di sana bersama dengan sang suami.
Senyum di bibir Ara tidak luput dari pandangan Al, ia juga merasa senang saat melihat istrinya itu senang. Apalagi sebelumnya Al pernah menyakiti hati Ara, dan sekarang ia akan menebusnya agar Ara selalu bahagia di sampingnya.
"Ayo, Ara!" ajak Al sambil menggenggam tangan Ara dan membawa Ara keluar dari bandara.
Di luar, seorang pria setengah paruh baya langsung membukukan tubuhnya saat melihat Al. Dia adalah Abay supir di kediaman Erkem yang sudah lama mengabdikan diri kepada Erkem.
"Selamat datang kembali di Istanbul, Tuan," ujar Abay menyapa Tuannya yang sudah cukup lama tidak ia lihat, dan sekarang Tuannya itu sudah menjadi seorang suami dari perempuan yang berasal dari Indonesia.
Al tersenyum lalu menganggukan kepalanya, begitu pun Ara yang tersenyum ramah dan berterimakasih karena Abay sudah menyambutnya dengan ramah. Abay lalu membukakan pintu mobil untuk mereka berdua dan mempersilahkan keduanya masuk, karena sepertinya Erkem sudah menunggu kedatangan mereka.
Di perjalanan saat menuju kediaman Erkem, Ara terus melihat ke arah luar sambil tersenyum, Ara bahkan membuka kaca mobil untuk menghirup udara Turki yang begitu segar.
"Indah sekali," gumam Arabella seraya memejamkan matanya dan menikmati angin Turki yang menembus kulit putihnya.
Al yang melihat tingkah Ara merasa gemas sendiri, ia juga ikut tersenyum seolah kebahagiaan Ara adalah kebahagiaannya juga.
"Kau senang?" tanya Al kepada Ara, karena sedari tadi melihat Ara yang tidak berhenti tersenyum.
Ara yang sedang memejamkan matanya, langsung membuka matanya, lalu ia memalingkan wajahnya ke arah Al. Ia menganggukkan kepalanya antusias, dan senyum di bibirnya tidak luntur sedikit pun.
"Aku sangat senang, Al," jawab Ara. Tanpa Ara mengatakannya pun, wajah Ara sudah menggambarkan jika memang Ara begitu senang.
"Syukurlah, karena aku ingin selalu membuatmu bahagia." Al mencium tangan Ara yang sedari tadi tidak ia lepaskan.
Memerlukan waktu 1 jam untuk sampai di kediaman Erkem, dan akhirnya mereka pun sampai di depan pagar yang menjulang sangat tinggi.
Tidak lama, gerbang itu pun terbuka dan sekarang Ara bisa melihat semegah apa kediaman Erkem. Ara merasa berkecil hati saat melihat rumah keluarga Al, ternyata antara Al dan dirinya sungguh bagaikan langit dan bumi.
Ara terkagum-kagum melihat rumah yang begitu luas yang ada di depannya saat ini. Ara yang menyukai serial drama turki itu sekarang bisa melihat langsung bagaimana besarnya rumah orang-orang kaya di Turki. Bahkan rumah keluarga Al jauh lebih besar dari yang ada di drama Turki favoritnya itu.
Ara tersentak kaget saat Abay sudah membukakan pintu mobil untuknya, ia pun segera keluar dan mendekati Al.
Di luar kediaman Erkem pun, sudah ada Erkem dan beberapa orang yang tidak Ara kenali, tapi Ara bisa menyimpulkan jika mereka semua adalah kerabat dekat dari Al.
Al yang peka jika Ara pasti merasa gugup langsung menggenggam tangan Ara dengan hangat, seolah memberikan kekuatan agar Ara tidak gugup dan percaya diri selama berada di sisi Al.
Erkem langsung menghampiri Al dan memeluk tubuh cucunya itu, kedua tangannya mendekap tubuh kokoh Al, begitu pun Al yang membalas pelukan dari sang kakek
Erkem juga memeluk tubuh mungil Ara, ia terlihat sangat tulus memeluk Ara, bahkan Erkem tersenyum ramah kepada Ara. Padahal sebelumnya Erkem sangat menentang keras hubungan Al dan Ara.
"Bagaimana perjalanan kalian?" tanya Erkem seraya membawa Ara ke depan Tuba dan anaknya, sedangkan Al mengikuti langkah kakeknya dari belakang.
"Cukup, baik," jawab Ara segan, dengan bahasa Turki nya yang belum terlalu fasih. Ara merasa cukup canggung bersama dengan Erkem, entah karena mereka belum cukup dekat atau karena ia merasa tidak pantas berada di posisi ini, yaitu menjadi istri dari Al.
Sambutan mewah dan ramah didapatkan oleh Ara saat tiba di sana dari Ekrem.
Sedangkan Tuba, dan kedua anaknya yaitu Burcu dan Gohan menatap Al dan Ara dengan tatapan tidak suka. Mereka sangat kesal dengan kedatangan Al dan istrinya itu.
Karena memang sebelumnya mereka tidak menyukai Al, dan sekarang Al membawa istrinya membuat mereka bertiga semakin tidak menyukai keberadaan Al dan Ara.
"Ini Tuba, Adik Kakek, dia Burcu dan Gohan, anak dari Tuba, dan di sebelah mereka adalah pasangan mereka," ujar Erkem menjelaskan dengan pelan agar Ara mudah memahami apa yang dikatakannya.
Erkem juga memperkenalkan Deniz dan Erce kepada Ara jika mereka berdua adalah cucu dari Tuba.
Ara tersenyum ramah kepada mereka. "Senang bertemu dengan kalian semua," kata Ara.
Ara bingung harus mengatakan apa lagi, selain belum terbiasa dengan bahasa Turki ia merasa canggung di hadapan mereka semua, pasalnya mereka melihat Ara dengan tatapan yang sulit sekali di artikan.
"Kami juga senang bertemu denganmu, semoga kau betah tinggal di rumah ini," kata Tuba mewakili anak-anak dan cucunya yang sepertinya enggan berbicara dengan Ara.
Dari kata-kata Tuba pun, seakan perkataan Tuba menyiratkan suatu hal. Kasarnya seolah Tuba sedang memperingatkan sesuatu kepada Ara, atau perkataan Tuba adalah sebaliknya.
Ara yang tidak mau berpikir negatif pun hanya tersenyum ramah dan membalas ucapan dari Tuba.
"Kau sangat cantik, pantas sekali Al mengejarmu sampai Indonesia," kata Burcu basa-basi, sekaligus mengambil hati Erkem.
Yang lainnya ikut tersenyum dan memuji Ara. Padahal di balik pujian mereka, mereka tidak menyukai Ara sedikit pun.
"Berbahagialah untuk saat ini, karena setelahnya aku akan membuat kebahagiaan kalian tidak akan bertahan lama, dan akan membuat kalian berdua berpisah secepatnya" ucap Tuba dalam hati.
Meksi pun Tuba tersenyum ramah kepada Ara, tapi hati Tuba tidak menyukai dengan kedatangan Al dan Ara. Padahal sebelumnya Tuba berdoa agar pesawat yang mereka tumpangi jatuh.
"Kau benar-benar membuat hatiku hancur, Al," ucap Erce dalam hati. Erce yang tidak pandai menyembunyikan perasaannya melayangkan tatapan yang tidak suka kepada Ara.
Setelah cukup menyapa keluarganya, Al cukup senang karena sepertinya keluarganya menerima kehadiran Ara, setidaknya di depan Ara dan tidak membuat Ara merasa tidak nyaman.
"Cepat ajak istrimu ke kamar, Al. Istrimu pasti kelelahan setelah berjam-jam berada di pesawat," kata Tuba memberikan kesan baik di pertemuan pertamanya dengan Ara.
"Baiklah, terimakasih telah mengerti, Bibi." Al tersenyum lalu membawa Ara ke dalam rumah dan pergi ke lantai atas.
Al membawa Ara menuju kamarnya, kamar yang belum pernah ia tempati dengan gadis mana pun. Dan sekarang ia telah membawa penghuni baru ke kamarnya.
Al pun membukakan pintu kamarnya seraya tersenyum, dan saat Al melihat kamarnya, senyum di bibir Al seketika luntur dan wajah Al terlihat sangat terkejut.
Al masih terdiam di tempatnya, mematung karena terkejut dengan kamarnya sendiri. Sedangkan Ara yang tidak tahu kamar Al sebelumnya malah terkagum-kagum ketika Al membuka pintu kamarnya itu.
Tapi Ara merasa heran saat melihat Al masih tidak bergeming di tempatnya, Al terpaku di tempatnya dengan melihat ke arah kamarnya yang berbeda.
"Ada apa, Al?" tanya Ara, merasa heran karena suaminya itu mematung di depan kamar dengan mata melihat ke arah kamarnya sendiri.
Saat Al akan menjawab pertanyaan dari Ara, Erkem sudah berdehem dan terkekeh dari arah belakang mereka. Ara dan Al langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah suara Erkem yang baru saja datang.
"Bagaimana apa kau menyukai kamarmu yang baru, Al?" tanya Erkem seraya tersenyum, bangga dengan kejutan yang ia perlihatkan kepada cucu kesayangannya itu.
Setelah mendengar perkataan Erkem, Ara kini mengerti mungkin kamar Al ini baru, atau mungkin Erkem merenovasi kamar Al sebelumnya menjadi seperti sekarang.
"Apa ini ulah Kakek?" tanya Al tanpa ekspresi.
Ara yang sudah tahu maksud dari pembicaraan mereka hanya melihat mereka bergantian.
"Iya, kau suka kan?" tanya Erkem memastikan jika cucu kesayangannya itu menyukai hasil idenya itu.
Kakek Al sengaja merombak ulang kamar Al menjadi lebih luas, juga dengan banyak furniture baru, membuat kamar Al menjadi kamar paling besar dan mewah di sana. Tanpa diminta, Ekrem juga sudah menyiapkan semua kebutuhan Ara.
Kamar Al memang semula juga sangat luas, tapi sekarang kini kamar Al dua kali lipat lebih luas dari sebelumnya, bahkan bisa saja nanti anak-anaknya bermain bola di kamarnya itu saking luasnya kamar Al sekarang.
Ara terpukau dengan kemewahan dan keluasan kamar Al. Bahkan kamar Al selebar rumahnya, Ara tidak bisa membayangkan sekaya apa kakek Al.
"Kakek sengaja memperbesar kamarmu, karena sekarang kau tidak sendiri lagi, Al." Erkem lalu mengatakan alasan tindakannya itu, Erkem juga cukup senang karena cucunya itu sekarang akan tinggal dengannya selamanya.
Karena sebelumnya Al pernah berontak dengan ingin keluar dari keluarga Erkem jika Erkem tidak merestui hubungan mereka. Tidak memiliki pilihan lain Erkem pun merestui mereka dan sekarang Erkem sudah menerima keberadaan Ara, gadis yang Al pilih. Erkem sendiri percaya jika Ara bisa merubah cucunya.
"Kau juga tidak perlu khawatir, karena kakek sudah menyiapkan barang-barang untuk istrimu, bahkan pakaian semuanya sudah kakek siapkan," kata Erkem.
Al lalu tersenyum. "Terimakasih, Kakek," ujar Al.
Ia merasa senang karena kakeknya itu antusias dengan kedatangan Ara, bahkan sampai-sampai kakeknya itu merenovasi kamarnya dengan kamar sebelah, alhasil kamarnya sekarang lebih luas lagi.
Ara senang karena Erkem tidak seperti yang Ara bayangkan pada awalnya, Ara juga tidak menyangka Erkem akan sebaik itu menyiapkan semua barang-barang untuknya, meski pun menurut Ara sendiri itu berlebihan, karena Ara juga membawa baju dari rumahnya.
Erkem mengelus pundak Ara. "Kakek harap kau menyukai kamar ini, karena kamar ini sekarang menjadi milikmu," kata Erkem kepada Ara.
Erkem bisa melihat wajah bahagia dari wajah cucunya itu, sebelumnya ia tidak pernah melihat Al dengan wajah sebahagia itu, bahkan Erkem lupa kapan terakhir Al sebahagia itu.
"Terimakasih Kakek," ujar Ara malu-malu.
"Aku senang karena kakek masih peduli padaku," kata Al.
"Kau adalah hal terpenting dalam hidupku, Al. Jadi ini tidak ada apa-apanya, karena kau adalah prioritasku," jawab Erkem.
Tanpa mereka sadari seorang gadis sedang mendengar percakapan antara mereka bertiga, dia adalah Erce putri dari Burcu.
Tangan Erce mengepal kuat, ia tidak bisa terima jika Al kini sudah menikah, hatinya hancur ketika tahu jika Al menikah dengan gadis Asia.
Erce akan membuat istri Al tidak betah di rumah ini, dan membuat Al meninggalkan istrinya itu. Erce tidak bisa membiarkan Al bersama dengan orang lain, cepat atau lambat Erce pasti akan membuat Al jatuh cinta padanya.
Erce terlihat sangat kesal dan cemburu terhadap Ara, apalagi sekarang Erkem sepertinya menyukai Ara, terlihat dari tutur kata Erkem yang terdengar lembut kepada Ara.
***
Hai kak, berhubung ini kelanjutan Bule, jadi dari awal aku kasih tau kalau cerita ini bab nya nggak panjang/banyak kayak bule 1 sebelumnya ya kak. Semoga suka dan mohon selalu dukungannya.
Semburat jingga langit senja menghiasi langit Turki sore ini ditambah dengan semilir angin membuat suasana sore hari ini terasa nyaman. Ara menatap kagum keindahan alam yang ada di depan matanya dari balik kaca jendela kamar Al yang berada di lantai 2. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya yang membuat Ara terkejut dan seketika tersadar dari lamunannya.
“Apa yang kau lihat?” tanya Al sambil memeluk Ara dari belakang.
“Langit sore ini terlihat indah,” sahut Ara tersenyum.
“Begitu rupanya, tapi kau harus segera mandi karena sebentar lagi makan malam tiba. Kau tidak ingin Kakek dan lainnya menunggu kita terlalu lama bukan?” ujar Al.
“Ah … Baiklah, aku akan mandi sekarang,” sahut Ara kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Malam pun tiba, Ekram tengah duduk di meja makan sambil membaca sebuah buku, menunggu waktu makan malam tiba. Sesekali ia melirik jam tangannya karena belum ada satupun dari mereka yang turun untuk bersiap makan malam. Beberapa saat kemudian, Afet dan dua pelayanan lainnya keluar dari dapur membawa berbagai menu hidangan untuk makan malam. Seluruh meja makan penuh dengan hidangan spesial, Ekram melakukan ini sebagai bentuk penyambutan kedatangan Ara di keluarga mereka.
“Afet, panggil semua orang di rumah ini untuk makan malam,” perintah Ekram pada Afet, salah satu pelayanan di rumah ini.
“Baik, Tuan,” sahut Afet.
Beberapa menit kemudian, seluruh meja makan telah dipenuhi oleh seluruh anggota keluarga Ekram, tentu saja tak terkecuali Al dan Ara. Ketika makan malam berlangsung, terlihat jika Ekram sangat perhatian pada Al dan Ara. Hal itu membuat keluarganya yang lain semakin iri, terutama Erce yang sangat membenci Ara sejak pertama kali datang ke rumah ini.
“Kau menyukai makanan ini, Ara?” tanya Ekram pada Ara yang terlihat menikmati hidangan di meja ini.
“Ya, aku belum pernah makan hidangan seperti ini sebelumnya, dan ini sangat lezat,” sahut Ara.
“Aku senang jika kau menyukainya, makanlah sepuasnya,” ucapp Ekram sambil tersenyum.
Erce tak bisa mengalihkan pandangannya dari Ara yang duduk di hadapannya. Tatapan sinis dari Erce rupanya disadari oleh Ara yang membuatnya menjadi serba salah. Namun, karena Ara menyadari jika dia adalah pendatang di rumah ini maka ia berusaha untuk tetap bersikap ramah pada Erce.
“Dasar perempuan murahan, dia pikir bisa begitu saja mendapatkan hati Kakek Ekram dan Al. Lihat saja cepat atau lambat aku akan mendepakmu keluar dari rumah ini,” ujar Erce dalam hati.
Setelah makan malam selesai, Ara dan Al memutuskan untuk langsung kembali ke kamar mereka karena ingin beristirahat. Tentu saja Ekram mempersilahkan, sedangkan beberapa anggota keluarga yang lain masih berkumpul di ruang tengah untuk sekedar mengobrol bersama. Lagi-lagi Erce menatap sinis punggung Ara dan Al yang berlalu meninggalkan meja makan.
Erce memilih untuk bergabung dengan keluarga yang lain di ruang tengah sambil menikmati secangkir teh. Keluarga besar Ekram memang memiliki kebiasaan seperti ini sejak dulu. Mereka selalu menghabiskan waktunya setelah selesai makan malam untuk sekedar bercengkrama.
Namun, kali ini Erce memilih untuk duduk agak menjauh dari yang lainnya karena perasaan kesal yang terus menyelimutinya. Burcu yang menyadari jika putrinya sedang tidak baik-baik saja, lalu berjalan menghampiri Erce.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Nak? Sedari tadi di meja makan kau hanya terdiam tak seperti biasanya,” ucap Burcu sambil berbisik.
“Aku benar-benar merasa terganggu dengan kedatangan perempuan itu di rumah ini,” sahut Erce dengan wajah kesal.
“Oh sayang, bukan hanya dirimu saja yang tidak suka dengan Ara, tapi aku dan Nenek Tuba juga merasakan hal yang sama. Sepertinya kau harus bicara pada Kakek Ekram agar ia mempertimbangkan jika mau menampung Al dan istrinya di rumah ini,” ujar Burcu yang semakin membuat suasana hati Erce menjadi panas.
Erce terdiam sejenak memandang Burcu, ia kemudian mengangguk dan berjalan menuju sofa, duduk di samping Ekram yang sedang bercengkrama dengan anggota keluarga yang lain. Erce berpura-pura ikut mengobrol bersama yang lainnya, namun pada akhirnya ia menggiring pembicaraan tentang kedatangan Ara di rumah ini. Hal itu sontak membuat Ekram dan lainnya terdiam dan mengalihkan pandangannya pada Erce.
“Kakek, apakah tidak berlebihan jika ada orang yang baru saja masuk ke dalam rumah ini dan tiba-tiba meminta banyak sekali fasilitas yang mewah?” tanya Erce.
“Apa maksudmu?” tanya Ekram.
“Yang aku maksud adalah Ara. Dia baru saja datang kemari tapi sudah meminta banyak sekali fasilitas dan ….” ujar Erce kemudian dipotong oleh Ekram.
“Sudahlah Erce, jangan bicara yang tidak-tidak tentang Ara, lagipula ia sudah menjadi bagian dari keluarga ini jadi wajar jika ia juga menikmati fasilitas yang ada di rumah ini,” ucap Ekram.
Ekram kemudian berlalu meninggalkan mereka semua di ruang tengah dan menuju ke kamarnya. Meskipun Ekram tak menggubris apa yang diucapkan oleh Erce, ia tetap berusaha menambah api di hati di keluarga mereka yang iri pada Al. Erce mempengaruhi mereka semua agar ikut memojokkan Ara dan Al di rumah ini. Dan perlahan keluarganya mulai terpengaruh dengan ucapan Erce yang semakin didukung oleh Burcu dan Tuba.
“Apa kalian merasa adil dengan semua ini? Lihatlah kita sebagai keluarga kandung saja tidak pernah mendapatkan fasilitas seperti Ara. Sedangkan Ara yang bukan siapa-siapa justru banyak dimanjakan oleh harta benda yang mewah,” ucap Erce berusaha mempengaruhi keluarganya.
“Ya, benar apa yang dikatakan oleh Erce bahkan sejak kedatangan Ara di rumah ini, Ekram terlihat selalu memanjakannya,” timpal Tuba.
“Ara hanyalah wanita yang menginginkan harta Al. Sudah terlihat bukan, ia baru datang tetapi sudah meminta semua kemewahan yang ada,” ucap Erce.
“Apakah memang benar seperti itu? Kukira ia wanita baik-baik, ternyata ia punya maksud tersembunyi,” tutur Gohan.
Erce terus memojokkan Ara di depan keluarga besarnya untuk mempengaruhi keluarganya agar membenci Ara. Mereka menjadi semakin membenci Ara karena menganggap bahwa keberadaanya di sini dapat mengambil alih seluruh kekayaan milik keluarga ini. Mereka percaya dengan semua ucapan Erce, padahal mereka tidak tahu tentang kebenaran yang sesungguhnya. Mereka tidak tahu jika semua fasilitas yang diberikan untuk Ara memang atas ide Ekrem.
“Kalian harus percaya padaku, jika semua yang dilakukan Kakek Ekrem itu pasti berdasarkan desakan Al dan Ara,” tutur Erce.
Mendengar hal itu, sontak mereka segera mencari cara dan menyusun rencana untuk menyingkirkan Ara. Tentu saja Erce juga memanfaatkan situasi tersebut untuk membuat Al dan Ara terpisah. Erce tidak akan pernah merelakan Al untuk jatuh ke tangan wanita seperti Ara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!