NovelToon NovelToon

I'M Not Ara

Bab 1 Bingung

Terbangun dari mimpi buruk yang dialami, seorang gadis cantik membuka matanya dengan napas yang tidak beraturan. Bulir-bulir keringat nampak memenuhi dahi dan lehernya.

Gadis tersebut menatap sekelilingnya. Dia merasa ada yang aneh dengan tempatnya sekarang. Dia merasa asing dengan tempat ini. Sejak kapan kamarnya berubah warna menjadi pink? Dia pun beranjak turun dari kasurnya. Sekali lagi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kamar itu.

Mengapa dirinya bisa berada di kamar ini? Siapa yang membawanya kesini? Berbagai pertanyaan muncul dalam pikirannya, dia masih tidak mengerti situasi yang terjadi.

Ceklek.

Terdengar suara pintu dibuka. Ia pun mengarahkan pandangannya ke arah pintu itu. Nampak seorang wanita paruh baya datang menghampirinya dengan senyum merekah di wajahnya.

"Kamu udah sadar sayang?"

Gadis itu mengernyitkan keningnya bingung. Wanita itu berbicara dengan dirinya?

"Maaf anda siapa ya?"

"Ini Mama sayang."

"Ma-mama?" Heran gadis itu.

"Iya ini mama. Tadi kamu pingsan pas tahu adik kamu hilang." Jelas wanita yang menyebutkan dirinya Mama.

"Maaf, tapi saya tidak tahu anda siapa."

Wanita tersebut langsung menangis sendu.

"Kamu kenapa? Ini Mama sayang."

Sang gadis bingung, mengapa wanita tersebut mengaku sebagai ibunya?

Wanita paruh baya itu segera keluar dari kamar dan memanggil suaminya.

"Pah, anak kita kenapa?"

Suami dari wanita paruh baya itu mendekati putrinya.

"Ara, ini Papa sayang."

Gadis tersebut masih tidak mengerti. Mengapa wanita dan pria paruh baya di depannya mengatakan jika keduanya adalah orang tuanya?

"Maaf tapi aku gak tau kalian siapa."

Buru-buru wanita paruh baya tersebut mengambil bingkai yang terletak di samping kasur.

"Ini kamu sayang dan ini Ira, adik kamu." Tunjuk wanita itu ke arah foto tersebut.

Tunggu, mengapa perempuan itu menunjuk foto tersebut? Itu bukan dirinya. Teringat sesuatu buru-buru gadis itu meminta cermin.

"Tante apa aku boleh minta cermin?"

Segera saja dia diberikan cermin oleh wanita tadi.

Ketika melihat dirinya di cermin, gadis itu langsung kaget. Ini bukan dirinya yang asli, ini bukan tubuhnya. Apakah dia sedang bertransmigrasi ke tubuh seseorang? Tapi bagaimana bisa? Bukankah itu terjadi di dunia cerita saja? Memikirkan itu membuat kepalanya pusing, penglihatannya memburam dan tepat saat itu kegelapan menghampirinya.

"Ara hiks..."

"Bangun sayang."

Samar-samar gadis yang masih setengah sadar itu mendengar suara tangisan seseorang. Dia membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke inderanya.

"Sayang, kamu sudah bangun?" Nada bahagia terdengar jelas dari perkataan wanita paruh baya itu.

Gadis itu masih diam, jadi benar jiwanya bertransmigrasi ke tubuh yang ditempatinya sekarang. Ini sangat tidak masuk akal, dia masih tidak menyangka jika dirinya mengalami hal seperti itu.

Gadis yang bernama asli Florenza Kiara Wijaya itu masih bingung. Apa yang terjadi kepada dirinya sehingga bertransmigrasi ke tubuh ini? Apakah dia harus memerankan perannya sebagai 'Ara' seperti nama yang disebutkan tadi.

"Ara, minum dulu."

Dia tidak menolak, dia menerima air itu karena memang merasa kehausan.

"Gimana keadaan kamu? Mama ambilin obat ya."

Gadis itu menggeleng, dia masih bungkam.

"Mamah?" Panggilnya.

"Iya sayang."

Yang harus dilakukannya sekarang, dia harus bisa menjalankan perannya sebagai anak dari wanita paruh baya di depannya.

"Kamu butuh sesuatu?" tanya wanita itu dengan perasaan khawatir diwajahnya.

"Aku boleh tanya?" Kiara balas bertanya dengan tatapan lurus kedalam bola mata teduh itu. Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya.

"Apa yang terjadi sama Aku? Kenapa Aku bisa pingsan Mah?"

"Sebelum kamu pingsan, kita semua mendengar kabar bahwa adik kamu, Ira dinyatakan hilang dalam perjalanan pulang dari berkemahnya. Jadi pas tahu itu, kamu langsung pingsan sayang." Farah, ibu Ara dan Ira dengan nada sendu menjawab dengan nada sendu.

Ingatan-ingatan tentang tubuh yang ditempatinya sekarang mulai ada dalam pikirannya. Pemilik asli tubuh ini bernama Arana Fauzyah Atmaja dan adiknya bernama Irana Maudya Atmaja, mereka saudara kembar. Mereka dari keluarga yang bermarga Atmaja, Ayahnya seorang pengusaha yang mempunyai perusahaan Atmaja Company yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat.

"Mama jangan nangis, nanti Ara ikut sedih."

Walaupun bukan ibu kandungnya tapi Kiara merasa jika ikatan Ara dan ibunya sangat kuat, dia merasakan sakit di hatinya saat melihat Farah menangis.

"Jangan tinggalin Mama."

Dia tahu kesedihan yang di alami ibunya saat ini karena dia juga merasakannya.

🍀

Kiara atau sekarang dikenal dengan nama Ara sedang berdiri di depan bingkai foto yang ada di kamarnya saat ini. Dia masih tidak percaya dirinya telah bertransmigrasi ke tubuh seseorang.

Dalam bingkai foto tersebut terdapat dua orang adik kakak yang berfoto, sangat bahagia terlihat dari raut wajah keduanya. Ara merasakan ikatan itu, ikatan batin antara kakak dan adik. Dia merasakan sakit saat ibunya-Farah memberitahu jika adiknya mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang dari berkemahnya.

Tapi mengapa dia harus bertransmigrasi pada situasi seperti ini? Dia pernah membaca novel tentang transmigrasi, orang yang mengalami hal tersebut pasti akan mendapatkan masalah dan menyelesaikannya.

Apa masalah yang akan dihadapinya nanti? Apakah akan sulit baginya atau sebaliknya? Memikirkan itu Ara jadi pusing. Dari pada memikirkan itu lebih baik dia membersihkan diri dan berendam untuk menenangkan diri.

🍀🍀🍀

*Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor, jumlah lagi di tema Transmigrasi. Jangan bingung sesuai judul Babnya hehehe. Nikmati saja karena ini adalah hiburan semata.

Jangan lupa kasih rate bintang lima ya gaess. Like dan komentar sangat othor harapkan.

Love you all😍🥰😘

Bab 2 Kakak Aneh

Tok...tok...tok

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Ara segera beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu.

"Ayo makan." Ternyata ibunya yang mengetuk pintu.

Ara mengangguk dan mulai berjalan menuju ruang makan dengan ibu di sisi kanannya. Terlihat Ayahnya dan satu orang laki-laki yang duduk di sisi kiri sang Ayah. Ara mengernyitkan keningnya bingung, siapa laki-laki tersebut?

Ibunya mengambil posisi duduk di sebelah kanan dan Ara sendiri duduk di samping laki-laki itu karena suruhan ayahnya. Semuanya makan dengan tenang tidak ada yang membuka obrolan, hanya suara gesekan piring dan sendok saja yang terdengar. Beberapa menit semuanya telah selesai memakan makanannya.

"Ara, besok kamu mulai masuk sekolah. Kakak kamu yang bakal nganterin kamu." Ucap sang ayah bernama Reno.

"Pah, kok aku sih? Dia bisa berangkat sendiri." Jawab laki-laki di dekat Ara.

Sekarang Ara tahu, laki-laki di sampingnya ini ternyata kakak kandungnya.

"Kamu harus nganterin adik kamu, Azka."

"Kenapa Pah? Dia punya mobil sendiri, ngapain aku harus nganterin dia?" Jawab Azka dengan wajah datar.

"Azka." Tegur sang ayah. Dia tidak suka melihat kelakuan anaknya yang membangkang.

"Apa? Selama ini dia cuman mentingin diri sendiri, dia itu egois Pah. Bahkan pas kejadian itu dia ninggalin Ira sendirian. Apa jangan-jangan penyebab Ira hilang itu juga karena dia?" Azka berkata dengan nada kasar dan menatap sinis ke arah Ara.

"Azka cukup!!!" Bentak ayahnya, dia tidak menyangka putranya akan mengatakan hal seperti itu. Dia tidak bisa lagi menahan emosinya saat Azka berbicara mengenai hal yang terjadi di masa lalu.

"Papah gak mau tau, besok kamu harus anterin adik kamu ke sekolah." Putus sang ayah setelah sedikit meredamkan emosinya.

Mendengar itu, Azka langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menjauhi ruang makan. Saat melewati kursi Ara dia sengaja menabrakkan tubuhnya dan menatap sinis gadis itu.

Ara sendiri bingung mengapa kakaknya terlihat tidak menyukainya? Dia hanya diam saja, tidak mengerti dengan semua yang terjadi.

"Maafin kakak kamu ya sayang." Ibunya berkata dengan sorot mata yang sedih.

"Iya mah gapapa. Mama jangan nangis." Ucap Ara sambil menghapus air mata yang turun mengalir di pipi ibunya.

"Ngga, mama cuman kelilipan." Ibunya menghapus air mata sambil terkekeh kecil.

"Mama ke dapur dulu ya." Setelah mendapat anggukan dari sang putri, Farah langsung meninggalkan tempat makan.

Setelah ibunya pergi dan ayahnya juga beranjak pergi, hanya tersisa dirinya saja. Dia harus mengetahui apa yang terjadi sebelum dirinya bertransmigrasi ke tubuh ini. Mengapa kakaknya begitu membencinya? Apakah Ara yang dulu melakukan kesalahan hingga membuat sang kakak tidak menyukainya? "Bantu aku Ara." Ucapnya dalam hati. Dia tidak bisa mengetahui semua ini jika tidak mendapat bantuan dari pemilik asli tubuh ini.

Setelah makan, Ara kembali ke kamarnya. Dia tidak melakukan kegiatan apapun, dirinya mulai merasa bosan di dalam kamar terus. Ara segera memakai hoodie dan celana panjangnya.

"Aku mau jalan-jalan bentar ah. Bosen banget di rumah."

Mulai melangkah keluar kamar dan berjalan menuruni tangga karena kamarnya berada di lantai dua. Pada saat sampai di bawah, dia melihat kakaknya, Azka sedang berada di ruang tamu dengan beberapa remaja seumuran yang Ara tidak kenal.

"Ka, itu beneran Ara?" Tanya teman Azka yang memiliki bando diatas kepalanya.

"Iya." Jawab Azka singkat yang tidak tertarik dengan pembicaraan temannya.

"Kok beda ya? Biasanya pakaian dia tuh ketat ketat gitu. Trus juga biasanya make up dia tebal kayak tante-tante. Atau jangan-jangan dia kesambet? Atau udah dapat hidayah kali ya?" Tanya teman yang satunya yang memiliki tato di bagian kanan tangannya.

"Bisa jadi sih, Daf." Jawab teman yang bertanya tadi.

Dito mengalihkan wajahnya ke samping dan mendapati Dafri meminum kopinya.

"Heh, itu kopi gue Dafri." Katanya sambil merebut kembali tempat kopi itu.

"Hehehe lo liatin Ara sampe segitunya, dari pada kopinya nganggur mending gue minum aja." Jawab Dafri sambil cengengesan.

"Yeuyy itu mah enak di lo, kagak enak di gue. Mana sisa setengah lagi." Ketus Dito melihat gelas kopinya.

Azka dan satu temannya lagi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kedua sahabatnya. Selalu seperti itu jika keduanya bertemu, ada saja hal yang didebatkan jika tidak memperebutkan makanan, maka mereka akan bertengkar tidak jelas. Padahal bisa dikatakan jika keduanya itu dari keluarga yamg berada tapi kelakuannya seperti orang yang kesusahan.

"Maklum orang kaya, jadi numpang makan biar kekayaan gue gak berkurang," kata Dafri, aneh memang tapi begitulah kenyataannya.

🍀🍀🍀

*Bersambung.

Hai readers 😍, like dan komentarnya dong. Kasih hadiah berupa kopi atau bunga. Vote juga boleh lah.

Nikmati alurnya dan happy reading ya 😍

Bab 3 Sebuah Teka-teki

Setelah melewati ruang tamu, Ara segera membuka pintu utama dan keluar dari halaman rumah. Dia berjalan menyusuri jalan yang dilewatinya, terdapat minimarket tak jauh dari rumahnya.

Dia menuju kesana dengan raut wajah riang. Dia sudah meminta izin ke ibunya untuk keluar rumah. Dia mulai memasuki toko tersebut dan melihat-lihat barang apa saja yang akan dibelinya. Dia berjalan menuju rak makanan ringan dan mengambil beberapa.

"Beli apa lagi ya?" Tanya Ara seraya melihat barang belanjaannya.

"Semuanya udah ke beli. Udah cukup," gumamnya.

Dia berjalan ke arah kasir dan mengantri untuk menunggu giliran.

Memperhatikan kanan kiri dan matanya tidak sengaja melihat teman kakaknya yang ada di rumah tadi sedang berada dalam toko yang sama dengan dirinya. Apakah teman kakaknya itu mengikutinya? Ah mana mungkin, dia tidak mengenal siapa laki-laki itu.

Tidak mau memperdulikan hal itu, Ara segera berjalan maju saat gilirannya tiba untuk membayar.

Ara pulang dengan membawa beberapa barang belanjaannya, dia sedikit kewalahan membawanya karena membeli lumayan banyak barang.

Melangkah pelan agar tidak membuat barangnya jatuh. Hingga ia tidak sengaja menginjak lubang yang berada di pinggir jalan menyebabkan dia terjatuh dan membuat barang yang dibawanya berserakan.

"Aduh sakit." Keluhnya memegang kaki kanannya. Terlihat setitik darah mengalir dari kaki tersebut.

Dia berdiri dengan tenaga yang dimilikinya, bukan lebay tapi memang sesakit itu. Dia mulai mengumpulkan barang-barangnya dan memasukkan kembali ke dalam kantong. Dia terlihat serius mengumpulkan barangnya sampai tidak menyadari jika seseorang sudah berada di dekatnya dan membantunya.

"Eh," Kagetnya.

"Kakak ngapain disini? " Tanyanya kepada pemuda yang sempat dilihatnya di toko. Dia tahu itu adalah teman kakaknya.

Laki-laki itu hanya diam saja, fokus mengumpulkan barang belanjaan Ara.

"Ceroboh." Bukannya menjawab, laki-laki itu malah mengatainya.

"Kakak ngatain aku ceroboh? Dih tadi aku udah hati-hati tapi lubangnya aja yang gak minggir pas aku lewat jadinya aku jatuh. " Jawabnya dan memelankan perkataanya di kalimat terakhir.

"Cih, sama aja." Laki-laki itu berdecih. Dia langsung mengambil barang-barang tersebut dari tangan Ara.

"Eh, kakak mau ngapain? Siniin." Mencoba meraih, tapi tenaganya kalah kuat dengan laki-laki di depannya.

"Jalan." Setelah mengatakan itu pemuda tersebut langsung berjalan santai dan meninggalkan Ara dengan tatapan bingungnya.

"Lo mau disitu terus?"

Tersadar dari lamunannya, Ara segera mensejajarkan langkahnya. Dia bertanya-tanya siapa nama pemuda itu? Dia tidak mungkin menanyakannya langsung, bisa-bisa dia dicurigai karena tidak mengetahui nama teman kakaknya.

"Kakak ngikutin aku?" Bukannya dia percaya diri, tapi memang Ara beberapa kali melihat pemuda itu mengikutinya dari awal melangkahkan kaki keluar rumah sampai di minimarket.

"Kebetulan aja, gue mau beli sesuatu." Jawabnya dengan nada datar.

"Trus kemana belanjaan kakak?" Pasalnya pemuda tersebut tidak memegang kantong plastik seperti dirinya.

"Udah habis." Ara cuman mengangguk. Mungkin saja dia sudah memakannya, pikirnya.

"Makasih ya kak udah bantuin aku." Kata Ara tersenyum menghadap pemuda tersebut.

Tiba di halaman rumah, Ara segera membuka pintu agar teman kakaknya itu bisa masuk.

"Biar aku aja kak yang bawa ke dapur." Tidak memperdulikan omongan Ara, laki-laki tersebut langsung menuju dapur dan menyimpan barang belanjaan yang Ara beli tadi.

"Sekali lagi makasih ya kak udah bantuin aku."

"Hm." Pemuda itu mengalihkan pandangannya saat tak sengaja melihat senyum Ara.

"Gev Gevano." Panggil pemuda yang bernama Dafri.

"Gev, gue cariin ternyata ada disini. Di panggil Azka tuh." Setelah mengucapkan itu Dafri langsung pergi begitu saja.

Pemuda yang di panggil Gevano tadi menatap sekilas ke arah Ara dan kemudian meninggalkan Ara di dapur sendirian. Ara masih bingung mengapa teman kakaknya itu terlihat perhatian padanya. Ah tidak, itu tidak mungkin. Azka saja yang kakak kandungnya membenci dirinya apalagi ini yang hanya teman kakaknya.

Kembali memasuki kamarnya dan mengambil beberapa cemilan untuk dimakan. Ara masih kepikiran tentang kejadian di meja makan pagi tadi. Kesalahan apa yang dibuat Ara yang dulu sampai-sampai membuat kakaknya sendiri tidak mau berada di dekatnya. Apakah kesalahannya sangat fatal sampai dirinya di benci oleh kakaknya? Kiara harus mengetahuinya. Tapi bagaimana? Dia tidak tahu memulainya darimana.

Berkeliling kamar untuk mencari sesuatu yang bisa membuatnya lebih mengetahui lebih dalam tentang tubuh yang ditempatinya. Dia membuka laci meja belajarnya, terdapat buku kecil. Sepertinya itu buku diary seseorang. Perlahan tangan lentiknya membuka buku tersebut.

Arana dan Irana. Itu yang pertama kali Ara lihat saat membukanya. Membuka lembaran kedua dia mulai membacanya dengan serius.

Hai, ini Ira adiknya kak Azka dan kak Ara. Aku anak paling bungsu diantara tiga bersaudara. Kak Azka itu anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki di keluarga Atmaja.

Belum sempat membaca kalimat selanjutnya, Ara dikejutkan dengan kedatangan ibunya. Buru-buru dia menyembunyikan buku tersebut di belakang punggungnya kemudian menyelipkannya ke dalam bantal.

"Mah," Sapanya kikuk. Dia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga saja ibunya tidak melihatnya membaca buku tadi.

"Sayang, kamu lagi ngapain? "

"Ga kok mah, gak ngapa-ngapain." Ara memaksakan senyumnya, dia tidak mau ibunya mencurigainya.

"Kakak kamu gak macem-macem kan?" Bingung? Tentu saja. Mengapa ibunya mengatakan hal seperti itu?

Ara hanya menggeleng, dia tidak tahu maksud dari pertanyaan ibunya.

"Maafin mama. Gak bisa jagain kalian." Terdengar nada parau dari perkataan itu.

Ara yang dipeluk hanya bisa membalas pelukan ibunya tanpa mengetahui apa yang terjadi. Mengapa ibunya tiba-tiba meminta maaf?

"Mama jangan nangis. Ara gak suka liat Mama nangis." Jawabnya menghapus air mata di pipi ibunya.

"Kamu jaga diri baik-baik ya. Satu minggu ini Mama harus keluar kota temenin Papa kamu."

"Mama mau kemana?" Tanyanya terkejut. Mamanya akan meninggalkannya selama seminggu?

"Urusan bisnis papa kamu. Mama kan udah pernah bilang sama kamu." Jawab ibunya.

"Oh iya Ara lupa mah." Jawab Ara tersenyum kikuk. Dia tidak tahu hal itu, mungkin ibunya berbicara dengan Ara yang asli waktu itu, sebelum dirinya berpindah ke tubuh ini.

"Kalo ada apa-apa telpon mama ya. Mama juga udah nyuruh teman kamu buat nginep disini selama mama pergi."

"Iya mah, Mama juga jaga diri baik-baik." Sekali lagi ibu dan anak itu berpelukan.

Selesai acara berpelukan dengan ibunya sudah keluar dari kamar, Ara langsung mengambil buku yang tadi di simpannya. Ara mulai membaca lagi satu persatu kata yang ada di buku tersebut. Tidak ada yang didapatkannya kecuali data diri dari Azka, Ara dan Ira. Semuanya ditulis dengan tulisan yang sama. Berarti mereka bertiga pernah akur. Tapi mengapa sikap Azka sekarang jadi seperti itu? Ara segera menyimpan buku itu ditempatnya. Menghela napas kasar, pikirannya campur aduk.

🍀🍀🍀

"Bersambung.

Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?

Nikmati alurnya dan happy reading 😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!