Matahari yang bersinar dengan cerah, secerah harapan Nay, yang akan masuk kampus barunya. Pindah kuliah di semester enam bukan hal yang mudah, tetapi keadaan memaksa Nay melakukannya.
Ya, hari ini adalah hari di mana Nay akan mulai menginjakkan kaki dan berinteraksi langsung di kampus yang baru. Universitas elit dan ternama di kota.
Hidup di kota besar tanpa keluarga, pilihan terberat. Namun Nay percaya selama dirinya melangkah demi kebaikan keadaan juga akan baik.
"Semangat Nay," ucap Nay menyemangati dirinya sendiri.
Nay, mengingat dengan betul apa yang orang-orang ucapkan. Terlebih, dia juga sering mendengar tentang kehidupan kota yang pastinya jauh lebih berbeda dari tempat tinggalnya. Yang mungkin dan pasti kehidupan barunya akan semakin keras dan sulit. Tetapi semua itu, tak menghentikan niat Nay untuk tetap datang ke kampus dan bahkan terus memacu semangatnya.
Tak terasa, kakinya sudah berada di depan gerbang universitas yang baru. Ia menghentikan langkahnya sekejap untuk menghakimi kampus yang jauh sangat berbeda dari tempat yang lama. Dan ini adalah salah satu mimpi Nay yang sejak dulu menginginkan bisa kuliah di tempat dengan fasilitas yang lengkap dan Nyaman.
Kini, Nay memutuskan untuk melihat-lihat kampus barunya. Ya, dia yang sengaja datang lebih awal karena memang ingin melihat keseluruhan kampus elit yang belum pernah ia injak sebelumnya. Tetapi ketika Nay berada di belakang kampus matanya langsung terbelalak melihat salah seorang pemuda yang sedang di keroyok oleh beberapa pemuda berbadan besar.
Nay yang notabene sering berlatih bela diri waktu masih di Desa, hingga ia tak perlu diragukan lagi jika masalah pertarungan, maka Nay yang akan menang. Apalagi nay yang sangat benci dengan pengeroyokan.
Ingin Nay membantunya, tetapi ia teringat dengan janjinya untuk tidak mengungkap kemampuannya kecuali dalam keadaan mendesak. Apalagi ini pertama kalinya Nay masuk kampus.
Baru saja tiba, doa Nay sudah tidak dikabulkan. Pemandangan pertama langsung melihat pertengkaran.
Tetapi melihat pria yang sedang di keroyok semakin tidak berdaya, Nay memutuskan untuk melupakan sekejap apa yang sudah dijanjikan wanti-wanti sebelumnya.
"Ais, sepertinya dia membutuhkan bantuan? jika dibiarkan bisa mati konyol." Naya menggelengkan kepalanya, menggenggam tangannya yang akhirnya harus terlibat pertengkaran di hari pertamanya.
Kanaya melangkah mendekati kelima orang yang sedang ribut, Nay berdiri santai melipat kedua tangannya di dada sambil tersenyum.
"Siapa kamu?" suara membentak terdengar, dari pria yang terlihat tubuhnya paling besar.
"Lebih baik kamu pergi, jika tidak ingin babak belur seperti dia." Tawa terdengar dari pria berambut keriting mendekati Nay yang hanya menganggukkan kepalanya.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Naya menatap anak muda yang menundukkan kepalanya, masih terduduk di tanah.
"Menurut kamu? kita sedang bersenang-senang."
Nay meminta keempat pria pergi meninggalkan dirinya dan pemuda yang mereka sakiti, karena Nay tidak ingin terlibat pertengkaran di hari pertamanya.
Niat baik Nay di sepelekan, dua pria mendekatinya mendorong tubuh Nay perlahan sampai terus mundur ke belakang.
"Pergilah, sebelum menyesal." Tatapan Nay berubah tajam, berbicara dengan cara baik-baik tidak didengarkan, bahkan menjadi bahan tertawaan.
Tangan Nay menangkap tangan yang mendorongnya, langsung memutar membuat suara teriakan kesakitan terdengar meminta dilepaskan.
Melihat satu temannya disakiti, pukulan melayang. Cepat tangan Nay, menangkap pukulan langsung melayangkan tendangan membuatnya terguling kesakitan di bagian perut.
Satu lagi yang terus meringis kesakitan minta dilepaskan, dengan sukarela Nay melemparkan sampai jatuh.
"Pergilah, aku tidak ingin bertengkar."
Tubuh Naya didorong kuat, tapi tidak membuatnya jatuh. Ternyata berbicara baik-baik dengan segerombolan pria dewasa yang tidak punya sopan santun bukan hal yang mudah.
Nay melepaskan tasnya, meletakan di tempat yang aman, mengikat rambutnya tinggi, mengeratkan tali sepatunya.
Empat pria berbadan besar langsung maju menyerang Naya, gerakan Nay sangat cepat menjatuhkan satu-persatu dari lawannya.
Pemuda yang Nay bantu langsung berdiri melihat pertarungan, suara pukulan terdengar kuat.
Naya melayangkan pukulan kuat, menendang sampai keempatnya terjatuh dan kesulitan untuk berdiri.
"Aku sudah berbicara baik-baik, kalian bukan lawan yang imbang." Nay tersenyum, menatap wajah-wajah yang sedang meringis.
"Kamu akan menyesal sudah berurusan dengan kami." Ancaman dari pemuda yang badannya paling besar langsung berdiri dan melangkah pergi, diikuti oleh teman-temannya.
Nay mendekati pemuda yang diserang oleh keempat orang, kepalanya tertunduk langsung melangkah pergi berlari mengikuti keempat orang yang memukulnya.
Ekspresi Naya bingung, langsung mengambil tasnya berlari mengejar anak muda yang tidak diketahui namanya itu.
"Tunggu." Nay menghentikan pemuda aneh yang tidak tahu terima kasih.
"Kenapa kamu pergi begitu saja? seharusnya katakan terima kasih." Tatapan Nay tajam, tidak menyukai pria dingin yang tidak tahu diri.
Kepala pemuda masih menatap ke arah lain, Nay berteriak meminta ucapan terima kasih, yang memang sudah sepatutnya Nay dapatkan.
Mata Nay langsung terbelalak kala seorang pria yang ia tolong membalas tatapan Nay dengan tajam.
Sungguh makhluk ciptaan yang sangat sempurna, Naya kehabisan kata-kata karena pertama kalinya melihat pria berhidung mancung, mata indah, bibirnya tipis, potongan rambutnya sangat keren, bahkan dilihat dari penampilannya sangat sempurna untuk seorang pemuda yang masih kuliah.
Naya mengagumi ketampanan pria itu, tapi sayang tatapan matanya sangat dingin mengalahkan kutub Utara, Nay bahkan berpaling dari mata indah pemuda dihadapannya yang bisa membekukan sekujur tubuhnya.
Tidak ada suara yang keluar, hanya tatapan dingin dan tidak tahu terima kasih.
"Halo, kamu bisu atau tuli? Katakan terima kasih." Nay terheran-heran.
Pria itu masih menatap wajah Naya dengan tajam. Namun tatapan kali ini terlihat cukup berbeda. Ya, kedua netra pria itu naik turun memperhatikan Nay yang cukup berbeda dari mahasiswa yang kuliah di sana.
Penampilan yang cukup sederhana dari diri Nay langsung bisa membuat pria itu menebak jika status Nay sungguh jauh berbeda darinya.
"Wanita miskin," lirihnya dengan sedikit memberikan senyuman getir. Ia segera melangkahkan kakinya dan berbalik pergi, tanpa memperdulikan Kanaya sama sekali.
Bibir Nay ternganga melihat responnya yang jauh berbeda dari apa yang seharusnya Kanaya dapatkan. Bukan kata terima kasih, tetapi sebuah hinaan yang langsung ia dengar dari bibir pria itu. Sungguh keterlaluan!
Kini Nay menundukkan pandangannya, ia mencoba melihat dirinya sendiri yang memang jauh dari kata mewah. Karena memang nay bukan terlahir dari keluarga yang berada hingga ia juga terlihat lebih sederhana dari kebanyakan mahasiswi dan mahasiswa yang kuliah di sana. Tapi haruskah ia mendapat sebuah celaan dari orang yang sudah ia tolong?
"Aku harap kita tidak akan pernah bertemu, dasar pria sombong." Nay menendang kuat batu, mengarah ke tempat pemuda yang pergi meninggalkannya.
***
Follow Ig Vhiaazaira
Jangan lupa tinggalkan komentar di setiap bab. Vote dan hadiahnya juga ya.
***
Ini novel remaja yang seharusnya tayang satu tahun yang lalu, tapi gantung. Semoga bisa menghibur seperti novel romantis lainnya.
Langkah kaki Naya memasuki kelasnya, Nay melihat tulisan jurusannya. Senyuman Nay terlihat menatap ke arah depannya yang penuh anak-anak dengan keributan masing-masing.
Kehadiran dosen juga diabaikan, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Suara ketukan meja menghentikan semuanya. Dosen menjelaskan jika mereka kedatangan mahasiswa pindahan, dan masih membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri.
Dosen meminta Naya untuk memperkenalkan diri, senyuman Nay terlihat sambil mengucapkan terima kasih.
"Halo perkenalkan saya Kanaya Putri, mahasiswi baru. Semoga kita bisa berteman baik, dan saling membantu." Nay bingung cara menyapa anak kota yang terlihat kebingungan.
"Hai Kana, selamat datang di kampus penuh keributan, kamu bodoh sekali memutuskan pindah ke sini, tapi ya sudahlah semoga betah saja." Suara tawa terdengar, mempersilahkan Nay untuk duduk di bangku yang kosong.
"Panggil Naya bukan Kana, kamu siapa?" Nay tersenyum mendengar teman sebelahnya menertawakan nama panggilan yang salah.
"Mona Agelisha Antika Ayunda Adis panggil saja Nana." Nana menjabat tangan Naya yang menahan tawa melihat tingkah konyol Nana yang namanya terlihat jelas di tanda pengenalnya.
Suara bisik-bisik membicarakan beberapa pria tampan yang cukup terkenal, kepopuleran mereka seperti seorang pangeran yang selalu dipuji dan dibanggakan oleh kaum hawa.
Nay penasaran dengan pria yang dibicarakan para wanita, terdengarnya mereka sangat terkenal.
Nana menceritakan tiga pria populer, ketampanan mereka tidak bisa dibandingkan, karena memiliki keistimewaan masing-masing.
"Siapa mereka? aku penasaran kenapa bisa menjadi pangeran kaum hawa?"
"Sabar Naya, jika kamu bertemu mereka pasti langsung jatuh cinta." Nana tertawa, meminta teman-temannya mendekat.
Arga pria yang sangat hangat, murah senyum, ramah, sikap dan cara bicaranya sangat sopan, banyak wanita yang menjadi penggemarnya. Agra anak yang pintar, baik, juga sangat perhatian. Sosok Agra paling populer membuat banyak wanita mendekatinya, dan bisa dekat dengan siapapun dengan mudah.
Agra pria tampan tanpa cacat, melihat senyumannya sungguh membuat meleleh, tidak ada yang bisa menolak berhubungan dengan Agra.
"Jika ada yang baik, pasti ada yang jahatnya. Lanjut yang kedua." Naya tertawa, karena tidak sabar lagi mendengar cerita Nana yang mirip ibu rumpi yang sedang bergosip.
Pria kedua yang terkenal di kampus mereka Andra, pria paling kasar, emosian, tatapannya matanya tajam, bicaranya sembarangan, tidak tahu tata krama, selalu bertengkar dan membuat masalah.
Meskipun Andra terkenal dengan sikapnya yang kasar, dia tetap saja memiliki banyak penggemar, terutama di tengah-tengah wanita pengacau. Andra selalu ada di depan anak-anak yang bermasalah, baik perempuan maupun laki-laki.
"Andra tidak kalah tampan dari Agra, dia pria terkeren di sekolah ini walaupun sikapnya keras." Nana menatap Naya yang terdiam.
"Dia pasti tukang buli, beban keluarga mungkin dia terlalu banyak makan besi sehingga sikapnya keras." Kepala Naya menggeleng berharap tidak bertemu Andra, jika tidak bisa saling banting mereka.
Nana melanjutkan pria ketiga yang memiliki sikap sangat dingin, jarang bicara bahkan tidak pernah mengucapkan apapun, hanya diam dan sibuk dengan dunianya sendiri. Arvin, pria dingin yang mengalahkan kulkas, bahkan kutub Utara.
Jika dia mengeluarkan suara, pasti hal yang menyakiti hati. Arvin tidak pernah memperdulikan perasaan orang disekitarnya.
"Ketiga anak ini berteman?"
"Iya, mereka bahkan ke manapun selalu bertiga."
"Bagaimana bisa pria hangat berteman baik dengan beban dan manusia kutub?" Nay menatap Nana yang juga bingung cara menjelaskannya.
Semuanya hanya saling tatap berharap bisa satu jurusan dengan ketiga pria misterius yang bisa berteman baik, meskipun memiliki karakter yang berbeda.
Seseorang meneriaki Mili yang sibuk bercerita bersama Naya dan Nana, Mili melupakan hukumannya dari dosen karena melanggar peraturan. Nana langsung berpura-pura tuli tidak ingin membantu Mili yang selalu membuat masalah.
Melihat Mili yang kesal, Naya menawarkan diri untuk membantu Mili melakukan tugasnya. Karena Nay orang baru yang ingin melihat area kampus.
Senyuman Mili terlihat, langsung melangkah bersama Naya untuk pergi ke toilet.
Suara keributan terdengar dari dalam toilet, Naya dan Mili saling pandang, langsung berlari mendengar suara ribut-ribut. Tiga pria tampan sedang berdiri, satu pria memegang pergelangan seorang wanita yang terlihat menangis.
"Berhenti, kamu laki-laki membuat wanita menangis sungguh pengecut." Nay menatap tajam Andra yang melemparkan wanita yang ada dalam cengkraman nya.
"Masalah buat kamu apa? jika tidak tahu masalahnya jangan ikut campur." Andra mendekati Naya saling tatap.
Nay tersenyum sinis, menatap tajam Andra yang seperti pengecut beraninya dengan perempuan. Naya sangat tidak menyukai pria lemah seperti Andra yang menindas Wanita.
Andra ingin memukul Nay, tapi tangannya ditahan. Tatapan Nay tajam, mencengkram kuat tangan Andra yang tidak tahu cara menghormati wanita.
Tatapan Nay juga tertuju kepada pria muda yang dia tolong, manusia dingin yang masih menatapnya tanpa ekspresi yang jelas.
"Oh, jadi kalian tiga pangeran yang terkenal di sini, satunya manusia kasar, pengecut hanya beraninya dengan perempuan, manusia dingin yang tidak tahu terima kasih. Kalian memang cocok menjadi teman, sama-sama beban." Suara Nay meninggi membentak Andra, membuatnya menjadi pusat perhatian.
"Kamu tidak tahu sedang berurusan dengan siapa? lihat saja kamu akan menyesal sudah berteriak" Andra berteriak di hadapan Nay yang menutup telinganya.
Pertengkaran Naya dan Andra menjadi pusat perhatian, Arvin hanya menghela nafasnya melihat Andra harus berkali-kali melangkah mundur karena Naya ingin memukulnya. Agra sudah menahan tawa melihat Andra yang pertama kalinya terpojok oleh wanita.
Baru pertama kalinya ada yang berani menantang mereka, bahkan bertengkar dengan Andra yang terkenal selalu berkelahi dengan banyak orang baik dalam kampus bahkan luar kampus.
"Apa yang ditertawakan? Apa ini lucu bagi kamu? Seharusnya pengacau seperti dia ini dihentikan?" Naya menatap Agra yang masih tertawa lepas.
Suara lembut Agra terdengar, meminta maaf kepada Naya yang terlihat marah. Agra meminta maaf atas nama Andra yang kasar dan bicaranya tidak sopan, memuji keberanian Nay yang berbeda dari banyaknya wanita yang mereka temukan.
"Aku menyukai wanita pemberani seperti kamu yang memiliki pesona yang sangat menarik dan satu-satunya wanita yang berani memarahi Andra. Salam kenal, aku Agra, semoga kita bisa berteman baik." Agra menarik Andra untuk pergi, menyusul Arvin yang sudah melangkah lebih dulu, senyuman Agra terlihat menatap Naya yang kebingungan.
"Tidak heran dia memiliki banyak penggemar, kata-katanya terlalu manis." Nay tersenyum melihat Mili yang bertepuk tangan.
Anak-anak memperhatikan Naya yang berhasil menghentikan Andra yang sangat emosional. Tidak ada yang berani menegur Andra bahkan pihak kampus juga tidak bisa menghentikannya, tapi Nay bisa membuatnya melangkah mundur.
Sebenarnya Naya juga tidak ingin memiliki musuh apalagi dengan anak orang kaya, dirinya yang harus kuliah dan bekerja sudah cukup sulit untuk bertahan, tidak sanggup lagi jika banyak lawan.
***
Follow Ig Vhiaazaira
Dalam satu hari pertengkaran mahasiswa baru dengan Andra menjadi heboh, gosip dari mulut bertemu mulut lainnya menjadi tersebar ke seluruh siswa yang satu sekolah dengan mereka.
Andra menendang kuat kursi, meminta semua orang berhenti membicarakan dirinya dengan wanita aneh. Andra terganggu sekali dengan Naya yang beraninya meneriakinya, bahkan tangan Andra terasa sakit, karena ulah Naya yang mencengkeramnya sangat kuat.
Agra menepuk pundak sahabatnya, memintanya untuk melupakan yang baru saja terjadi, fokus untuk belajar karena dosen sudah masuk.
"Wanita tadi kuat sekali." Andra berbisik pelan, membuat Agra tertawa lucu melihat ekspresi Andra yang mengakui kemampuan Naya.
"Pagi tadi dia juga bertarung di belakang sekolah dengan empat pria berbadan besar, mereka semua berlari dengan wajah lebam." Suara mahal Arvin terdengar membuat Andra dan Agra terkejut.
Segerombolan orang yang memukul Arvin datang ke sekolah, bahkan menyerang di depan seorang wanita. Dan lebih memalukan diselamatkan oleh seorang wanita.
Agra meminta Andra diam, karena dosen sudah mulai menjelaskan, waktunya mereka belajar. Andra mengabaikan Agra, memejamkan matanya karena merasakan malu sudah diteriaki, bahkan adu mulut dengan perempuan.
Melihat ekspresi Andra, Agra tidak bisa menahan senyumannya yang ingin selalu tertawa karena, Andra yang keras akhirnya ada lawannya. Arvin juga mengakui keberanian Nay yang tidak ada tempat takutnya, kemampuan beladiri Nay juga sangat hebat.
Pelajaran di mulai, kelas sepi karena mendengar penjelasan dosen kecuali Andra yang masih bergumam pelan, sedangkan Arvin memilih tidur, suara dosen seperti musik yang menenangkan.
"Bu, bisa diam tidak? saya tidak mengerti apapun jika ibu berbicaranya berputar-putar. Semuanya sudah jelas di buku, jangan dibaca ulang." Suara Andra terdengar membuat suara tawa terdengar, menyetujui ucapan Andra.
"Apa kamu membaca buku Andra?"
"Oh, sudah pastinya tidak. Nanti saja bu, saya lagi malas." Ekspresi Andra terlihat kesal, menutup bukunya memejamkan mata sesaat.
Agra menendang kaki Andra yang tidak sopan, jika tidak ingin belajar setidaknya diam saja, jangan mengganggu siswa lain yang berniat belajar.
"Silahkan di lanjut Bu, anggap saja Andra tidak terlihat. Dia hanya bercanda." Senyuman Agra terlihat, meminta teman-temannya yang lain fokus, mengabaikan Andra dan Arvin yang sibuk dengan dunia sendiri.
Dosen hanya bisa geleng kepala melihat tingkah Andra yang tidak punya niat kuliah, begitupun dengan Arvin yang menganggap kampus seperti rumah, ditegur seperti apapun tidak ada hasilnya.
Berbicara dengan Andra hanya akan ada debat mulut, sedangkan berbicara dengan Arvin sama saja bicara dengan benda mati, tidak ada respon sama sekali.
Kepopuleran Kanaya sampai ke telinga wanita cantik yang paling dekat dengan ketiga pangeran sekolah yang paling keren dan tampan, dengan semangat Alisha berlari ke lantai dua arah kelas Nay.
Alis terhenti saat melihat ketiga lelaki yang sedang menuruni tangga untuk makan siang, Andra menarik tangan Alisha untuk mengikuti mereka ke kantin.
Wajah Alis terlihat happy saat melihat Kanaya juga ada di kantin bersama Mili dan Nana, ketiga gadis duduk berjauhan dari meja Alis bersama tiga pangeran.
Naya terasa terganggu mendengar pembicaraan setiap orang yang membahas soal dirinya yang bertengkar dengan Andra, banyak orang yang iri dengan Nay yang bisa bicara dengan Andra begitu dekatnya.
"Alis pergi dulu."
"Habiskan makanan kamu Alis, jangan coba-coba meninggalkannya." Tatapan Andra tajam, memaksa Alis untuk makan.
Agra tersenyum meminta Alis sebaiknya makan, jangan membuat heboh di kantin. Waktu istirahat mereka tidak banyak, lebih baik Alis segera menghabiskan makanannya.
Nada lembut Agra membuat Alis menurut, pria baik yang sangat disukainya, lelaki satu-satunya yang selalu dituruti.
Naya melihat ke arah Agra yang tertawa bercerita dengan Alis, sedangkan Arvin hanya diam saja tanpa menghabiskan makanannya, sedangkan Andra menatapnya tajam seakan-akan menantang.
"Nay, kamu masuk daftar hitamnya Andra, lihat saja tatapannya yang masih kesal." Wajah Mili takut melihat Andra.
"Salah aku apa hanya menasehati yang benar agar dia sadar." Mata Naya menatap tajam Andra, tidak takut sama sekali dengan pria kasar seperti Andra.
"Aku menyesal sekali tidak ikut ke toilet, jika tidak pasti seru sekali melihat wajah tampan Arvin, mendengar suara lembut Agra, dan melihat urat leher Andra yang terlihat jika sedang marah." Senyuman Nana terlihat sangat lebay, berlebihan mengagumi tiga pangeran.
Selesai makan siang, dan memulai kembali pelajaran. Naya masih memikirkan tiga pangeran yang memiliki sikap sangat berbeda jauh, tapi anehnya bisa memiliki hubungan baik.
Setelah mendengarkan pelajaran, akhirnya jam pulang tiba. Nay sangat senang satu hari akhirnya berakhir, dan berharap keesokan harinya hidupnya tenang.
"Nay ayo pulang." Nana merangkul Naya yang memintanya berjalan lebih dulu.
Naya menggendong tas langsung berjalan keluar kelas untuk pulang, langkah Naya pelan berharap tidak bertemu dengan Andra yang seperti memiliki dendam.
"Hai kak, perkenalan aku Alisha apa benar kamu Kanaya yang berkelahi dengan Andra di toilet? jika benar aku penggemar kak Naya." Alis tertawa ingin bersalaman dengan Naya.
Secara tiba-tiba Andra datang, mencengkram kuat tangan Alisha dan menghempaskan sampai jatuh di lantai. Agra langsung cepat menangkap Alis, mengkhawatirkannya yang sampai jatuh.
Naya terkejut melihat perlakuan kasar Andra, menatap Agra yang memeluk Alis membuat Naya merasakan nyeri hatinya dan perasaannya tidak enak. Suara Naya berteriak terdengar, mencaci maki Andra dengan umpatan kasar.
"Apa yang kamu lakukan? Kasar sekali kepada wanita." Nay langsung memukul perut Andra.
"Apa yang kamu lakukan sangat berbahaya? gadis Ini bisa terluka, bagaimana jika kepala terbentur di lantai? tangannya terluka, kakinya patah kamu ingin bertanggung jawab?" tangan Nay ingin memukul Andra, tapi berhasil dihindari.
Naya dan Andra mulai bertengkar lagi, bahkan terjadi perkelahian antara keduanya, Agra langsung menghentikan keduanya, meminta Arvin menahan Andra, barulah Arvin menarik Andra menjauhi Naya.
Alis tertawa lucu melihat kakaknya bertengkar dengan idolanya, Alis menyukai Naya yang berani melawan Andra yang terkenal sangat kasar dan suka menyakiti orang.
"Ayo kak Naya pukul saja kepala Andra, sekalian otaknya dicuci agar bisa berhenti emosian." Alis tertawa lucu, menatap kakaknya dan Naya yang kesal.
"Naya, Alis sebenarnya adik Andra." Agra tersenyum meminta Naya tenang dan memaklumi dua saudara yang sudah biasa bertengkar.
"Adik, jadi dia adiknya dia?" Nay menepuk jidat, menundukkan kepalanya tidak enak hati kepada Andra yang sudah dia caci maki.
Alisha memeluk Nay agar jangan marah, dirinya mengagumi Naya karena keberaniannya.
"Maaf, aku tidak tahu jika dia kakak kamu."
"Tidak masalah, aku suka jika ada yang memukul dia." Alis mengejek Andra yang menatapnya tajam.
Agra meminta semuanya damai, jangan bertengkar apalagi antara wanita dan pria bukan lawan yang imbang.
"Kak Naya, untuk merayakan pertemuan kita, Alis mengundang kak Naya untuk makan di rumah kita."
"Seriusan, tidak merepotkan." Nay tersenyum menyetujui keinginan Alis yang terlihat sangat baik.
"Aku tidak setuju!"
"Sorry, kita tidak meminta pendapat kak Andra." Alis dan Naya langsung melangkah bersama untuk berkunjung ke rumah mereka.
***
follow Ig Vhiaazaira
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!