NovelToon NovelToon

Menjadi Pemuda Terpelajar Di Tahun 70an

Chapter One

"Yi Ping, bangun! Kita sudah mau tiba."

Suara pria aneh membangunkan Yi Ping yang sedang tidur, "Apakah kita sudah sampai?" gumamnya tidak jelas diantara suara orang menguap.

"Ya, kita sudah hampir sampai di Desa Zhaojia, kira-kira setengah jam lagi."

"Syukurlah. Akhirnya kita mau sampai. Badanku rasanya mau remuk. Aku mau mandi lalu tidur," kata Yi Ping sambil mencari kopernya, persiapan untuk turun dari kendaraan. Loh mana? Kopernya mana? Kok gak ada? Pas berangkat tadi kopernya ia letakkan di dekat kakinya, tapi sekarang kok gak ada. Kemana perginya? Jangan-jangan... Oh, no! Matanya refleks melotot, syok berat. Rasa panik menghantam tubuhnya.

Celaka! Gimana ini? Kopernya raib diambil orang saat ia sedang tertidur. Abaikan baju dan perlengkapan hidup sehari-hari berikut uang dan kartu-kartunya yang ia simpan di dompet. Bukan berarti semua itu tidak penting, tapi ada yang lebih penting lagi, yaitu surat-surat legalisir penelitiannya, bahan-bahan materi penelitiannya, juga peralatan penting untuk merekam data penelitian. Semuanya raib. Hilang diambil maling bersama kopernya.

Tubuh Yi Ping merosot ke bawah. Ia merasa bingung. Gimana ini? Ia harus gimana? Masak iya ia harus balik lagi ke Beijing untuk mengurus semuanya. Yah..., kerja dua kali dong. Sudahlah ribet ngurusnya, mehong pula. Padahal uang tabungannya sudah tipis, hanya cukup untuk biaya hidup satu semester, kira-kira sampai penelitiannya selesai. Dengan uang segitu, mustahil ia bisa membeli lagi peralatan penelitiannya yang hilang.

Ah, sial. Kenapa ia harus ketiduran segala sih?

Tubuh Yi Ping yang terus merosot ambruk ke lantai kayu yang keras yang ditutupi oleh jerami dengan aroma khas, yakni aroma kotoran sapi kering.

Tunggu! Ada yang aneh. Sejak kapan lantai mobil elf dilapisi jerami? Dan, kemana perginya jok empuknya kok jadi keras seperti batu begini?

Pantas saja badannya rasanya remuk seperti habis dilindas motor tronton, rupanya ia tidak sedang tidur di atas jok empuk, melainkan dipan keras yang terbuat dari kayu tanpa pelapis apapun. Rasa sakitnya tak terkatakan. Percayalah! Jika masih ngeyel, silakan coba sendiri! Resiko ditanggung sendiri.

Yi Ping celingukan, menatap bingung kendaraan yang sedang ditumpanginya. Seingatnya dia, sebelum tidur, ia sedang naik mobil elf carteran bersama rombongan mahasiswa S1 yang sedang melakukan kuliah kerja nyata ke Desa Zhaojia. Kenapa setelah membuka mata, ia berganti kendaraan menjadi gerobak sapi? Siapa yang memindahkannya secara diam-diam?

Yi Ping menepis dugaan perdagangan manusia. Sekuat-kuatnya jaringan pedagang manusia, mereka tidak akan berani melakukannya secara terbuka di tempat umum di siang bolong tanpa mengikat tangan dan kaki para korban. Itu mustahil.

Terlebih lagi wajah para pemuda-pemudi dalam rombongannya tidak ada yang memperlihatkan ekspresi ketakutan secara berlebihan. Kalau berwajah masam, letih, lesu, dan suram itu sih biasa. Perjalanan panjang selama dua puluh empat jam dengan kondisi jalan yang rusak parah bukanlah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Sebaliknya, itu bisa menjadi sebuah cerita horor dalam arti tertentu.

Percayalah!

Jadi, ada apa ini? Apa yang telah terjadi setelah ia memejamkan mata? Adakah yang bisa menjelaskan ini padanya?

"Kamu kenapa? Kelihatan bingung begitu? Ada yang hilang?" tegur pria aneh yang membangunkannya tadi.

Ya. Ada banyak. Ia mau nanya dimana kopernya? Dimana barang-barangnya? Dan, yang utama mau tanya, "Kita tadi bukannya mencarter mobil dari stasiun kota, kenapa berubah jadi gerobak sapi?"

"Kamu ngelindur? Siapa kita sehingga bisa mengakses kendaraan mewah bermotor itu? Pejabat ibukota yang sedang melakukan dinas resmi? Kita ini hanyalah pemuda terdidik yang sedang melakukan perjalanan ke desa untuk membantu membangun desa dan berbakti pada ibu pertiwi." Seorang gadis berusia kira-kira 17-18 tahun yang duduk di depan Yi Ping nyeletuk dengan nada sinis. Matanya melirik jijik pada Yi Ping, menyiratkan ketidak sukaannya secara terbuka.

Pemuda terdidik? Membangun desa? Berbakti pada ibu pertiwi? Jenis makanan apa itu? Bukannya semboyan ini sudah memudar di awal 90an dan punah di tahun 20an? Kenapa masih ada lagi sih pemuda berdarah panas yang menggelorakannya di era milenial ini?

Jangan-jangan ia salah rombongan? Ini bukannya rombongan menuju Desa Zhaojia untuk penelitian, melainkan syuting film dengan latar belakang Tiongkok tahun 70an? Aduh! Masalah lagi. Yi Ping ingin menepuk jidatnya, merutuki kecerobohannya sendiri.

"Eh, Yi Ping! Cepat lihat! Setelah melewati ladang sorgum ini, itu adalah Desa Zhaojia," kata pria aneh itu dengan penuh semangat.

Okey, pria itu benar. Melihat hamparan warna merah gandum siap panen di sepanjang jalan di sore hari adalah sebuah pemandangan yang menakjubkan. Spektakuler. Ini mirip seperti permadani merah yang glamor di acara penghargaan para bintang film. Mendadak, ia jadi terbersit ingin mengabadikannya.

Tangan Yi Ping dengan cekatan memeriksa isi tas yang sedang ditentengnya. Ia melewatkan jurnal hariannya, dompet kain berisi pulpen, pensil, rautan, penggaris, dan penghapusnya. Masing-masing ada salinannya. Ia juga menyingkirkan barang-barang pribadinya. Setelah mencari-cari, akhirnya ia menemukan ia kamera pinhole buatannya sendiri, yang ia buat dari kotak kayu. Ia membuatnya mengikuti tutorial video barang-barang DIY.

Tapi...

Alis Yi Ping mengerut dalam. Kebingungannya bertambah parah. Iya, dia memang yang membuat kamera pinhole ini, namun benda ini sudah ia letakkan di gudang bersama barang-barang rongsokan, rusak, atau tua lainnya. Kenapa benda ini bisa muncul di dalam tas tangannya?

Mungkin adiknya yang iseng masukin benda ini ke dalam tasnya sebagai kejutan saat ia lengah. Yi Ping positif thinking.

Yi Ping hampir mengeluarkan kameranya dari dalam tasnya, ketika ia menyadari benar-benar ada yang salah dengan situasinya. Bukan sebuah kesalahan sepele seperti salah rombongan seperti dugaannya semula. Lebih dari itu. Ini...ini..., ia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Intinya ia tahu jika ia tidak seharusnya ada di sini. Ini bukan tujuan aslinya.

"Permisi. Paman err boleh saya memanggil paman?" tanya Yi Ping sopan pada pria setengah baya yang sedang berkonsentrasi menyetir gerobak sapi di depan.

"Ya."

Suara pria setengah baya itu datar dan cenderung dingin. Ia sama seperti penduduk desa Zhaojia lainnya, tidak suka dengan para pemuda terdidik yang berdatangan dari segala penjuru negeri yang suka meneriakkan semboyan, 'Membangun Desa, Membangun Negeri atau Pergi Membangun Desa untuk Memenuhi Panggilan Negara!', tapi nyatanya jauh panggang dari api.

Pada generasi pertama pemuda terdidik yang pergi ke pedesaan, awalnya mereka sangat bersemangat membangun desa. Setelah ditempa oleh kerasnya hidup di pedesaan selama sebulan, mengandalkan belas kasihan langit, semangat mereka pun terkikis dan kini yang tersisa hanyalah orang-orang berwajah suram dengan semangat nol.

Akan tetapi, ini lebih baik. Meskipun kinerja mereka tidak layak naik ke atas meja alias payah, tapi setidaknya mereka tidak berbuat onar seperti para pemuda terdidik di brigade sebelah. Nah, itu baru masalah.

Jadi Pak Tua Zhao yang tidak berharap banyak pada pemuda terdidik generasi keempat yang baru tiba di desanya. Lihat saja wajah lose mereka! Jelas mereka sangat enggan datang ke desa, tapi karena satu lain hal mereka terpaksa pergi ke pedesaan. "Haishhh..., semoga saja kali ini yang datang bukan tipe bajingan pembuat onar," harapnya dalam hati.

...TBC...

Halo semua! Terima kasih untuk dukungannya yang mau membaca ceritaku. Sebulan ini aku sibuk banget. Tidak punya waktu luang untuk mengupdate cerita ini. Maaf sebelumnya.

Alur cerita ini aku rombak. Jadi chapter selanjutnya akan ada beberapa perubahan.

Chapter Two

"Paman, apakah ini menuju Desa Zhaojia dari Komune Hongxing?" tanya Yi Ping hati-hati berharap yah berharap tujuannya benar.

"Ya." sahut Pak tua Zhao singkat.

Dada Yi Ping terasa plong. Setidaknya tempat tujuannya benar. Yang lain-lain itu mudah. Bisa diatur nanti. Jika sampai tujuannya meleset? Waduh runyam urusannya.

Yi Ping menghela nafas lega. Merasa semuanya masih berada di jalur yang benar, tubuhnya jadi rileks.

Percakapan singkat itu terhenti. Suasananya kembali sunyi. Pria aneh yang membangunkannya dan berteriak penuh semangat dari tadi juga kini layu. Ia kehilangan semangatnya karena lelah dan juga lapar. Sudah hampir setengah hari mereka belum makan.

Awalnya mereka pikir mereka bisa makan di hotel dekat stasiun. Siapa sangka begitu turun dari kereta, mereka langsung ditarik oleh tim penjemput dari Brigade tempat mereka mengabdi nantinya. Jadi perut mereka kini kosong hingga hampir rasanya menyentuh tulang punggung mereka karena lapar.

BTW, Yi Ping akhirnya tahu identitas pria aneh itu. Namanya Du Fei. Pria muda pemarah yang masih tinggal satu kompleks dengan Cheng Xiaoai, tunangannya Qin Chao.

Menurut pengakuan Dufei, ia bersahabat dekat dengan keluarga klan Ye yang sama dengan Yiping. Jadi ia merasa dekat dengan Yiping dari awal ketemu di gerbong kereta.

Du Fei dari keluarga Lin. Bukan Lin yang satu klan dengan Jenderal Lin Biao yang itu, meskipun sama-sama dari background tentara.

Empat roda gerobak sapi bergemuruh membelah kesunyian sepanjang perjalanan ke Desa Zhaojia. Setengah jam kemudian mereka pun sampai di tempat tujuan dan lebih dari selusin anak muda melompat turun dengan rapi membawa barang bawaan mereka.

“Shin Ping, ayolah, berikan aku kopermu! Pelan-pelan, jangan jatuh.”

Du Fei teman sepermainan dan sekaligus tunangan Shin Ping di ibukota mengulurkan tangannya. Ia mengambil barang-barang Shin Ping dan membantunya keluar dari gerobak.

"Oh, orang yang sangat lembut dari kota, kamu harus dibantu saat turun dari mobil. Kami belum pernah melihat wanita muda yang begitu lembut di Desa Zhaojia. " komentar sinis salah satu wanita desa. Ia tidak berniat menyambut gerombolan pengacau yang ingin merampok jatah makan para penduduk desa. Ia kebetulan bersinggungan dengan rombongan para pemuda terdidik gelombang keempat saat ia baru pulang dari ladang.

Cheng Xiaoai, sahabat karib Shin Ping yang duduk tepat di samping kanan Shin Ping sangat tidak senang ketika dia mendengar ini. Sebelum dia dapat berbicara, Qin Chao teman sekolah mereka berdua melompat kebakaran jenggot. "Bibiku, ini tidak benar untuk mengatakan itu. Kami semua datang ke Desa Zhaojia dengan sangat antusias. Anda memandang rendah kami pemuda intelektual dan tidak menanggapi panggilan negara!"

Wei Shufen menantu perempuan tertua Zhao Baoguo, kapten brigade produksi yang terkenal di desa itu, tersedak marah. Dia jelas berusia awal dua puluhan, kenapa dia harus dipanggil Bibi?

Semboyan ini lagi. Pemuda Intelektual menjawab panggilan negara untuk membangun desa. Bukankah ini dialog andalan para pemuda terdidik yang dilempar ke pedesaan untuk untuk membodoh-bodohi para penduduk desa? Ya benar. Negara memang mengeluarkan panggilan, seruan pada para kaum terdidik untuk membangun pertanian di pedesaan. Namun, apa benar mereka datang karena panggilan mulia ini? Bukannya karena mereka tidak mendapat tempat di kota? Karena itu, mereka bekerja asal-asalan? Sudah kerjanya asal-asalan, malas, mereka juga memandang rendah kaum berkaki lumpur ini. Siapa yang tidak marah?

Yi Ping mengabaikan situasi yang memanas antara penduduk asli dan para pemuda terdidik. Ia sibuk berfikir, menganalisis, sambil melakukan observasi awal untuk mengenali medan sebelum bekerja. Ia mengambil buku tulisnya dan mulai merekam data secara kasar. Ia datang ke sini dengan tujuan untuk penelitian dan sekaligus KKN (Kuliah Kerja Nyata) bukannya untuk syuting. Ia tidak perlu terlibat dalam syuting drama keluarga picisan yang hanya ingin memeras emosi dan air mata penontonnya demi rating.

For your info. Dalam pikiran Yi Ping semua ini hanyalah shooting sebuah adegan film. Ia tidak berfikir itu adalah pertengkaran nyata. Jadi, ia tidak merasa harus menengahi kedua belah pihak, karena semua itu sia-sia. Hanya buang-buang air liur tanpa arti. Lebih baik kerja. Cepat merekam data. Cepat penelitian. Lalu, pulang. Selesai. Sesederhana ini pikiran Yi Ping.

Zhao Baoguo yang berada di samping istrinya, tidak bisa membiarkan air limbah diletakkan di atas kepala mereka. Dengan tergesa-gesa, ia menegur, "Shufen, jangan katakan hal-hal yang tidak relevan."

Zhao Baoguo memarahi Wei Shufen terlebih dahulu, lalu menoleh untuk melihat Qin Chao, "Anak muda, jika kamu memiliki ambisi, lakukan dengan baik, jangan khawatir tentang wanita berambut panjang tetapi berpengetahuan pendek. Saya mewakili Zhaojiacun, menyambut kalian semuanya dengan hangat."

Zhao Baoguo memimpin, dan ada sedikit tepuk tangan dari desa yang menonton kegembiraan. Di desa tidak begitu banyak hiburan. Bergosip dan melihat kekacauan tetangga sebelah adalah satu-satunya hiburan di waktu luang.

Qin Chao secara alami tidak dapat berdebat dengan mereka, karena ia akan berkembang dan berakar di sini di masa depan. Jadi, ia tidak bisa mencoreng citra baik yang ia bangun selama ini.

Usai perselisihan kecil ini, rombongan ini bergerak menuju asrama dimana para pemuda terdidik tinggal.

Yi Ping yang sibuk menulis dan merekam data hampir tertinggal. Ia bergegas memasukkan kembali bukunya ke dalam tas dan lari mengejar rombongan yang mulai menjauh.

"Hai! Nak! Tunggu! Kamu lupa kopermu!" tegur Pak tua Zhao menghentikan Yi Ping.

"Hah? Koper?" seru Yi Ping bingung.

Pak tua Zhao dalam hati menepuk jidatnya. Hah, masalah. Yang satu mual layaknya wanita muda dari rumah bangsawan. Satunya lagi pintar berdebat. Sisanya linglung. Barangnya sendiri masak lupa dibawa? Atau, jangan-jangan... "Kamu tidak mengharapkan kami membawa kopermu kan?" tanyanya terdengar asing disertai sorot mata jijik.

"Itu koperku?" tanya Yi Ping bingung. Kenapa kopernya jadi jelek gini? Tidak tertukar dengan yang lain, kan?

"Dari tadi kan kamu duduki. Masak lupa?"

Yi Ping tersenyum kikuk. "Ah, iya. Aku lupa. Aku merasa otakku kebanjiran karena disiksa oleh rasa lelah selama perjalanan panjang. Yah, paman tahu sendiri. Jarak ibukota dengan Zhaojia itu sangat jauh." Ia membuat alasan untuk menjelaskan kebingungannya.

Awalnya ia berniat mau bilang kalau itu bukan kopernya, sampai matanya menangkap tulisan Yi Ping pada kopernya. Itu ditulis dengan indah. Persis dengan tulisan mendiang kakeknya. Diukir dan diwarnai dengan tinta warna perak yang tampak anggun hingga menutupi beberapa cacat pada body koper. Kalau ingatannya benar, ini adalah koper mendiang kakeknya dulu yang diwariskan padanya.

Jangan lihat bodynya yang mulai aus di sana sini, nyatanya ini barang berharga. Harganya fantastis hingga bisa membeli rumah di ibukota. Koper merek Louis Vuitton ini dibuat di tahun 1900 awal sejenis dengan koper milik para penumpang Titanic yang tenggelam di Samudra Atlantik Utara tahun 1912. Koper warisan kakeknya telah jadi barang antik.

"Terima kasih, Pak!" Yi Ping berterima kasih pada Pak tua Zhao sebelum menyusul rombongan.

Rombongan yang dipimpin Zhao Baoguo tiba di kediaman yang diatur untuk para pemuda terdidik. Semua orang tercengang.

Setelah menaiki banyak tangga batu, semua orang melihat dua rumah beratap jerami rendah dengan dinding yang terbuat dari lumpur kuning bercampur rumput.

Ketika masuk, mereka melihat hanya ada dua jendela yang sangat kecil, dan tidak ada sinar matahari. Ruangan itu sangat gelap dan berbau apak.

Ada dua baris kang di tembok timur dan barat, tempat mereka bisa tidur. Ada persis dua pondok jerami, dipisahkan oleh pria dan wanita. Ada juga meja panci besar di luar gudang yang digunakan untuk memasak.

Melihat pemandangan di depannya, Cheng Xiaoai bahkan tidak bisa menangis. Meskipun dia hanyalah putri seorang karyawan pabrik biasa, dia tidak pernah tinggal di tempat seperti itu. Dia menggantungkan harapan terakhirnya untuk bisa mandi. Ini adalah panggilan bangunnya Satu-satunya obsesi setelah datang ke sini.

"Paman Zhao, di mana saya bisa mandi?"

Zhao Baoguo melihat gadis di depannya dari atas ke bawah, "Gadis, bagaimana orang miskin bisa begitu istimewa tentang hal itu? Selain Tahun Baru bukan hari libur, jenis mandi apa yang bisa kamu ambil?"

Yi Ping dan rekan-rekannya tercengang.

"Ini terlalu cepat," keluh Yi Ping dengan pikiran berantakan. Dari adegan konflik awal antara pemuda terdidik dengan penduduk asli, lalu pindah ke adegan selanjutnya yakni rumah horor coret asrama sementara para pemuda terdidik, itu berlangsung sangat cepat. Hampir tanpa jeda.

\=_\=' Hah.., kru film ini sangat tidak manusiawi. Mereka langsung mengambil tembakan tanpa memberi waktu istirahat para aktrisnya. Keterlaluan. Gak lihat apa kalau mereka ini capek?

Its okey tak masalah. Mau secepat apapun adegan direkam, itu tidak jadi soal. Bukan urusannya. Yang jadi soal itu... Kenapa harus melibatkannya? Ia bukan aktris dan tidak pernah berniat menjadi aktris. Selamanya. Bold dan garis bawahi pada kata selamanya

Yi Ping celingukan menyapu sekitarnya. Matanya dengan rajin mencari-cari dimana para kru film -jahat- bersembunyi untuk mengambil rekaman tidak sah ini. Dia mau melayangkan protes berat pada kru film bermental gangster ini. Dia tidak pernah menyetujui kontrak secara tertulis apapun yang menyatakan bersedia terlibat syuting film dengan latar belakang Tiongkok tahun 70an. Jadi kenapa ia dipaksa harus ikut syuting begitu sampai lokasi?

Demi Tuhan! Ia lelah. Saat ini yang diinginkannya adalah mandi dan tidur, bukannya sibuk berakting, mengucapkan garis dialog yang harus dilafalkan. Ia bahkan tidak tahu isi skenarionya. Oh Ya Tuhan! Ini bencana. Dalam hati, Yi Ping mengeluh panjang lebar.

Meskipun ia seorang generasi kedua yang kaya, ia tidak takut lelah dan bersedia bekerja keras. Tapi, lain cerita jika kesibukannya ini berputar pada syuting sebuah film kekurangan IQ yang hanya tahu bagaimana caranya membodohi penonton. Dia menolak keras terlibat.

Kenyataan pahit memukuli wajahnya. Alih-alih menemukan para kru film gangster yang sedang mengambil tembakan. Ia justru melihat deretan rumah kumuh dari lumpur beratapkan jerami sejauh mata memandang.

"OMG! Properti film ini sangat realistis. Pasti biayanya besar. Ini persis dengan aslinya, yakni rumah di pedesaan tahun 70an." pikir Yi Ping takjub.

Tepat ketika Yi Ping mau mencari seseorang yang bertanggung jawab, untuk memberi tahunya kalau mereka salah mengambil personel, ia merasakan tusukan tajam di kepalanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding dan lalu menutup matanya. Kenangan yang tak terhitung jumlahnya membanjiri pikirannya. Tumpang tindih memenuhi otaknya dan lalu meluber hingga membuat kepalanya berdenyut-denyut sakit seperti sedang dipukuli dengan martil.

Qin Chao masih mengoceh memprotes sumber daya kumuh yang dialokasikan pihak desa, membuat sakit di kepala Yi Ping bertambah parah. Kini, ia merasakan ilusi ia berubah menjadi petasan dengan sumbu yang terbakar siap meledak. "Berhenti bicara! Aku sakit kepala." bentak Yi Ping kesal.

Qin Chao benar-benar berhenti, "Apakah kamu sakit?"

"Tidak. Aku hanya lelah dan ingin istirahat. Ocehanmu membuat kepalaku seperti mau meledak."

Yi Ping tidak bohong. Kepalanya beneran sakit banget. Ia pikir, mungkin penyakit bawaannya sedang kambuh. Ia memang sering menderita sakit kepala yang parah saat ia tiba dari perjalanan jauh. Biasanya sih sakitnya bisa sedikit reda begitu ia minum teh hijau atau kopi susu lalu istirahat. Makanya itu, ia kesal pada Qin Chao yang super berisik yang telah dengan sukses menunda-nunda waktu istirahatnya.

...TBC...

Sekali lagi maaf jika updatenya lama. Aku sibuk banget 2 bulan ini.

Setelah baca ulang baru ngeh ada cacat logika. Di chapter 1, Yiping ngeluh gak ada uang. Di chap kedua ia bilang ia seorang generasi kedua keluarga kaya. Yang benar yang mana?

Jawabnya gak ada yang salah. Yi Ping memang seorang Bai Fumei dari keluarga kaya yang uang sakunya diawali dari kata ratusan ribu yuan uang kalau dikonversikan ke rupiah kira-kira 400 juta rupiah dengan kurs 1 yuan \= 2000an. Tapi, untuk penelitian ilmiah itu seperti setetes air garam di samudera, alias masih kurang. Makanya Yi Ping ngeluh miskin. Tidak ada uang.

Demikian penjelasannya.

Aku ucapkan terima kasih untuk para reader yang berkenan mampir. Mohon saran dan kritiknya ya.

Chapter Three

Zhao Baoguo sama sekali tidak menyadari kelesuan para pemuda terdidik. Bahkan jika tahu pun, ia tidak perduli. Bukan dia yang meminta mereka datang, tapi mereka sendiri yang ingin masuk ke dalam lubang api. Sudah enak-enak hidup di kota, eh malah lari ke desa terpencil dan miskin seperti Zhaojia. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya. Sudah sering lihat. Jadi ia sudah kebal.

Zhao Baoguo secara selektif melupakan arahan Bapak walikota, bahwa negara mencanangkan program memanggil para pemuda terpelajar untuk membangun desa. Tujuannya selain untuk mengurangi tekanan ekonomi yang berat di kota akibat over jumlah penduduk, juga untuk meratakan pembangunan antara desa dan kota.

Dengan murah hati Zhao Baoguo berkata, "Gadis-gadis itu tinggal di rumah yang besar, dan kalian yang cowok tinggal sedikit lebih jauh. Oh, saya lupa, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Zhao Baoguo, dan saya kapten brigade di Desa Zhaojia. Karena Anda datang ke sini sebagai tanggapan atas panggilan negara, Anda harus bekerja keras untuk mendapatkan poin kerja dan menerima pendidikan yang baik. Bersihkan semua masalah orang kota kalian di sini."

Para pemuda terdidik gelombang keempat itu diam seribu bahasa. Mereka masih syok berat karena diberi tempat tinggal yang buruk, yang lebih buruk dari perkiraan mereka. Ini sih bukan tempat tinggal manusia. Ini kandang babi. Tiba-tiba mereka merasa tertekan dan depresi. Bagaimana caranya bertahan hidup di sini?

"Kalian bisa membersihkan asrama kalian terlebih dahulu. Nanti brigade akan memberi anda poin pemula untuk pemuda intelektual. Saya mengambil beberapa remah jagung dan menaruhnya di tong di sana. Sudah hampir siang, ambil makanan kalian. Kerja dimulai sore hari. Jangan terlambat! Jika ada pertanyaan, silakan tanya pada senior kalian. Sebentar lagi mereka datang."

    Zhao Baoguo menjatuhkan instruksi terakhir dan lalu menghilang dengan pipa rokok di mulutnya.

    "Shin Ping, kemasi barang bawaanmu dengan hati-hati. Aku akan pergi sebentar lagi." Du Fei mengaku dan berlari ke pondok belakang.

    “Aku tidak tahu cara memasak, jadi siapa di antara kalian yang bisa melakukannya?” Zhang Guilan dengan marah melemparkan barang-barang itu ke kang, mengambil tempat duduk di dekat jendela dan duduk.

    "Aku juga tidak tahu bagaimana melakukannya. Ibuku memasak di rumah. Di mana aku pernah melakukan pekerjaan seperti itu. "Tian Yue'e berlari ke sisi Zhang Guilan dan mulai meletakkan barang bawaannya.

Yi Ping mengacuhkan teman serombongannya. Ia memilih membersihkan kang, tempat tidurnya malam ini sambil memeriksa barang-barangnya.

"Shin Ping, apakah kamu tidak tahu caranya memasak? Silakan masak," teriak Zhang Guilan dengan arogan memerintah Shin Ping yang ia cemburui sepanjang perjalanan.

Langkah Shin Ping melambat. Ia sedikit marah, mengapa diantara para pemuda terdidik lainnya Zhang Guilan harus memintanya memasak? Memangnya ia pikir dia ini apa? Kesemek lembut yang bisa dibulatkan dan diratakan sesuka hati?

“Kamu tidak mengenalku dan aku tidak tahu siapa kamu. Sister Guilan, tolong jangan menggertakku sepanjang waktu.”

Setelah Shin Ping selesai berbicara, dia membawa barang-barangnya dan berlari ke tempat terakhir di kang di seberang Barat. Ia mengemasi barang-barangnya dengan penuh keluhan. Sejujurnya, ia tahu caranya memasak. Tapi, ia enggan mengaku. Ia tidak mau disalah gunakan secara sewenang-wenang hanya karena ia dianggap mampu. Maafkan keegoisannya, tapi hidupnya lebih penting.

"Kapan aku menggertakmu, kamu memiliki Du Fei untuk melindungimu setiap hari, siapa yang berani menggertakmu.” Zhang Guilan langsung ngegas tidak senang. Dia memeluk bahunya dan mulai mengkritik.

Shin Ping benar-benar tidak ingin berbicara dengan Zhang Guilan. Mengapa ada orang yang begitu menyebalkan, penderita penyakit neurotik akut yang merasa benar sendiri di sini? Apa dunia masih kurang kacau? Jelas-jelas ia tidak ingin berbicara dengannya, namun ia tidak memiliki pengetahuan diri!

Zhang Guilan tidak mendapat jawaban, jadi dia sangat marah sehingga dia akan mengangkat tangannya untuk menepuk Shin Ping, tetapi dia dihentikan oleh Du Fei yang mendadak muncul.

"Zhang Guilan, kamu tidak bisa mengubah makan kotoran? Kesemek itu lembut? Ayo, bully aku jika kamu punya kemampuan, ayo, bully aku dengan santai! " Du Fei khawatir tentang Shin Ping. Ia menjatuhkan barang-barangnya dan berlari kembali. Ia melihat Zhang Guilan mengangkat tangannya untuk memukul tunangannya, sehingga dia buru-buru menghentikannya.

"Jangan banyak omong! Lekas masak!" Du Fei meraung marah. Zhang Guilan menatap dengan marah, dan hanya bisa memasak karena takut amarah Du Fei.

 “Shin Ping! Apa kau bisa bertahan tinggal di sini selamanya?” Du Fei marah. Ini tidak sesuai dengan imajinasinya. Mereka adalah pemuda terpelajar, tetapi mereka diperlakukan seperti ini ketika mereka datang ke pedesaan? Siapa yang tidak marah?

"Memang kamu mengharapkan apa? Tinggal di rumah batu bata?" tanya Shin Ping dengan nada getir.

Sejak awal ia sudah tidak sreg dengan ide Du Fei yang ingin lari ke desa. Ia tidak berfikir hidup desa itu indah seperti yang digembar-gemborkan oleh tim propaganda dari Kantor Pemuda Terdidik di kota dan menilik dari bobroknya titik asrama para pemuda terdidik ia pikir tebakannya tidak jauh dari kebenaran. Hidup di desa itu pahit.

Shin Ping mengerang dalam hati. Bahkan jika pun ia tahu kebenarannya, ia bisa apa? Ia tidak punya kuasa untuk memutar balikkan keadaan. Pergi ke desa itu mudah. Tinggal daftar, besok pun sudah bisa berangkat. Lain cerita jika ia ingin kembali kota. Hampir sesulit membangun Pagoda 8 tingkat dalam waktu semalam alias mustahil.

Ini bukan pepesan kosong, tapi fakta. Kenyataannya ada ribuan lebih para pemuda terdidik dari setiap kota yang lari ke desa terpencil di pegunungan, namun hanya ada hitungan jari yang terdengar bisa kembali ke kota.

"Tidak harus seperti itu, tapi minimal tidak di tempat sebobrok ini," keluh Du Fei. "Asrama para gadis ini masih lebih baik. Setidaknya bersih. Asramaku dipenuhi tikus dan sarang laba-laba."

"Tidak usah mengeluh. Para penduduk desa sudah kelelahan menggarap tanah pertanian, mereka tidak bisa dibuat lebih capek hanya untuk mengurusi kita." hibur Shin Ping.

"Tapi..." Du Fei ingin menyela, namun Shin Ping tidak memberinya kesempatan.

"Harusnya kamu bersyukur, di hari pertama sudah dialokasikan Asrama Pemuda Terdidik. Kami tidak seberuntung itu. Kami diperas di rumah penduduk desa dan asal tahu saja itu salah satu pengalaman horor yang tidak ingin ku lihat," sela Meimei, Ketua Pemuda Terdidik.

Ia dengan ramahnya menuturkan cerita horor tentang kehidupan para pemuda terdidik di pedesaan era 70an. Bukannya terhibur, Pemuda Terdidik yang baru bergidik ngeri. Wajah mereka pucat layaknya seorang tahanan Penjara Azkaban ketemu dengan Dementor.

Jika sebelumnya, mereka masih punya ekspektasi tertentu, ilusi indah tentang kehidupan pedesaan. Setelah mendengarkan cerita Saudari Meimei, ilusi mereka hancur sudah.

"Cepatlah bangun! Jangan ngeluh! Kalau baru segini saja kamu sudah ngeluh, nanti saat turun ke tanah kamu mungkin pingsan."

"Lebih berat?" Du Fei syok berat. Ada perasaan tertipu. Ia merasa keputusannya untuk mengantre pergi ke pedesaan adalah keputusan paling bodoh dan juga paling gegabah.

Meimei menepuk bahu Du Fei pihatin, "Tenanglah ada pepatah lama mengatakan 'Dalam kesulitan ada kemudahan. Di balik musibah ada berkah tersembunyi,"

Tubuh Du Fei menggigil gemetar. "Apa?"

Meimei tersenyum penuh arti. "Kamu akan terbiasa dengan penderitaan dan akhirnya tumbuh sebagai pemuda yang kuat, lebih kuat dari rata-rata penduduk kota," katanya bijak.

Du Fei mengernyit tidak setuju. Apa ia pergi ke desa hanya agar ia lebih kuat dalam perkelahian, bukannya untuk mendapat pendidikan dari para rekan petani? "Serius?"

"Mungkin," sahut Meimei enteng.

Wajah Du Fei langsung suram. Ada awan gelap menutupi kepalanya. Ia merasa tertipu.

"Masih ada harapan itu baik. Setidaknya tidak membuatmu langsung terpuruk," hibur Meimei yang tidak menyerupai hiburan.

Yi Ping diam-diam menyimak percakapan para pemuda terdidik. Ups salah. Maksudnya para aktor yang berperan sebagai pemuda terdidik. Mereka sangat profesional dan berdedikasi dalam karir mereka. Setelah disiksa oleh rasa lelah akibat perjalanan panjang, mereka bisa langsung syuting dan dengan cepat memasuki peran mereka. Aktingnya natural dan brillian. Tidak ada NG. Buktinya ia tidak mendengar kata 'Cut!' dari Bapak atau ibu sutradara.

By the way, perannya apa ya? Figuran tidak jelas yang tidak punya garis, makanya itu ia tidak kebagian dialog? Ah, tau ah gelap. Bodo amat. Yang penting sekarang tidur. Hal-hal lainnya bisa menunggu.

......TBC......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!