Annora menatap risi seorang pria bernama Virza. Matanya membulat, alis naik ke atas hingga kening mengernyit saat sosok tersebut berjongkok di hadapannya. Dia menarik tangan saat hendak digenggam, tidak mau disentuh sedikit pun.
Demi apa pun, Annora paling tak suka dengan keadaan seperti sekarang. Dilihat oleh banyak orang. Walau semua menganggap apa yang dilakukan oleh Virza adalah hal romantis, tapi tidak di matanya. Itu terlalu norak. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya karena keadaan seperti itu sudah pernah dialami berkali-kali, hingga bosan.
“Annora Gemala Dominique, dengan cincin berlian seharga sepuluh juta euro yang dipesan khusus untuk wanita tercantik tamatan hati, aku nyatakan niat untuk mengajakmu menikah. Maukah kau menerima cintaku dan menua bersama hingga akhir hayat kita?”
Benar, kan, pria itu melamar Annora. Dia sudah merasa aneh sejak Virza tiba-tiba berjongkok di hadapannya saat ia hendak pulang setelah selesai pemotretan. Bahkan sengaja mengumpulkan seluruh karyawan untuk menjadi saksi momen bersejarah tersebut. Membuatnya semakin jijik dan ilfeel.
Annora tidak pernah menggoda pria lain. Dia hanya bekerja sebagai model dan sering ditawari menjadi brand ambassador. Lalu, sekarang menyesal sudah menerima tawaran menjadi brand ambasador salah satu produk yang dihasilkan oleh perusahaan Virza. Hingga ia berakhir terjebak dengan manusia yang ternyata memiliki perasaan padanya.
“Sorry, aku tidak bisa.” Tidak perlu berpikir lama, Annora langsung menolak karena memang ia tak ada rasa apa pun.
Annora tidak pernah jatuh cinta, walau banyak pria yang selalu mengantri dan terang-terangan mau mempersuntingnya. Hampir ratusan orang yang mendapatkan penolakan. Padahal tak ada satu pun yang berwajah jelek, juga kebanyakan dari pengagumnya adalah pengusaha kaya. Tapi, tak ada yang berhasil membuat hatinya bergetar.
Annora tidak mau menikah, menjalin komitmen, atau memiliki hubungan dengan orang yang tidak membuatnya merasakan tertarik. Nyaris ratusan pria yang mendekatinya, semua justru membuat dia risi. Entah karena terlalu pemaksa, suka kentut sembarangan, terlalu memuji diri sendiri, menyombongkan harta kekayaan yang dimiliki, dan masih banyak lagi. Jadi, tidak ada alasan untuk menerima pernyataan cinta pengagumnya. Bisa-bisa mati muda akibat menahan jijik menghadapi kelakuan yang tidak ia senang.
“Kenapa? Apa kurangnya aku? Cincin ini mahal, dan sudah setara dengan keluargamu yang kaya juga. Apakah ada hal yang tidak kau suka?” Virza berusaha meyakinkan Annora supaya menerimanya.
Tapi Annora mengambil langkah mundur. “Karena aku tidak senang dengan orang yang suka pamer, dan kau begitu bangganya memberi tahu secara lantang berapa harga cincin itu. Di depan banyak orang.”
Annora lekas berbalik badan dan berjalan cepat untuk keluar dari perusahaan milik Virza. Sebelum ia terjebak di sana.
“Annora, tunggu!” seru Virza.
Kepala Annora menengok ke belakang untuk memastikan. Pria yang baru saja melamarnya ternyata menyusul. Dia segera berlari supaya tidak tertangkap. Sebal sekali kalau bertemu orang yang memujanya terlalu berlebihan.
“Sial! Aku tidak membawa mobil,” gerutu Annora ketika berhasil keluar.
“Aku antarkan, Nora, sekaligus bertemu orang tuamu untuk membicarakan lamaranku.” Virza tidak gentar, dia juga ikut berlari saat langkah kaki Annora semakin cepat.
Annora tidak menanggapi, dia terus fokus menghindar. Kakinya terayun ke arah banyaknya orang yang tengah berjalan kaki. Mau memberhentikan taksi, tapi pasti tertangkap, maka dari itu lebih baik menjauh dahulu.
Hentakan kaki Annora tanpa tujuan, napas juga mulai terengah-engah kelelahan, tapi teriakan Virza tak kunjung hilang. Padahal sudah merasa jarak yang ditempuh jauh. Ia menengok ke belakang tanpa berhenti, sekedar memastikan.
Tapi, Annora tiba-tiba terjatuh saat tidak sengaja menabrak seseorang. “Ash ... sial sekali nasibku,” gerutunya seraya menepukkan dua telapak tangan.
“Kau baik-baik saja?” tanya seseorang yang ditabrak Annora.
Mendengar suara berat dan maskulin, membuat kepala Annora otomatis mendongak ke atas. Sudah ada tangan yang terulur di hadapannya. Dia membulatkan mata ketika berhasil mengisi kornea dengan sosok berwajah datar dan sorot mata gelap. Belum pernah bertemu orang yang berhasil menggetarkan hatinya selama ini. Tapi, melihat pria itu, kini dada terasa berdebar.
Mungkinkah itu debaran kelelahan setelah berlari, atau akhirnya Annora menemukan pria yang berhasil membuatnya tertarik pada pandangan pertama?
Selama ini Annora belum pernah merasakan jantung berdebar saat menatap pria. Tapi, pengecualian dengan orang yang kini masih mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Padahal baru kali ini bertemu sosok itu, dalam situasi yang mendadak dan tanpa sengaja pula.
Tatapan tajam dan sorot gelap yang pancarkan mampu membuat sendi-sendiri tubuh Annora lemas seketika. Rahang tegas, juga raut dingin. Apa lagi tidak menunjukkan ketertarikan berlebih saat bertemu dengannya, itu adalah poin utama yang belum pernah ia lihat dari jajaran pria yang pernah ia tolak sebelumnya.
“Oh, sepertinya kau baik-baik saja.” Pria itu menarik lagi tangannya karena tak kunjung mendapatkan balasan. Kalau tidak mau ditolong, ya sudah. Benar-benar acuh dengan wanita cantik seperti Annora.
Daripada terlalu lama, lebih baik pria itu kembali melanjutkan jalan menuju motor yang terparkir di pinggir jalan. Meski tadi ia ditabrak secara mendadak oleh wanita tak dikenal, tapi enggan memperpanjang. Malas, lebih baik pulang, untuk apa juga membuat masalah sepele jadi kian melebar, hanya membuang waktu.
Annora sampai dibuat membuka mulut, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh pria itu. “Dia pergi begitu saja dan mengabaikan aku?” Itu lebih ke arah terpana. Akhirnya ada juga pria normal yang ia temui, juga sifat dingin yang dipancarkan amat kental hingga membuatnya langsung penasaran.
“Nora, makanya jangan berlari, hati-hati. Lagi pula niatku baik, tidak mau melukaimu juga,” ucap Virza saat berhasil menyusul Annora dan berhenti di depan wanita pujaannya.
Wajah Annora langsung berubah drastis. Dari terpana dengan pria misterius yang entah bernama siapa, kini jadi mencebik sebal. Dia mengabaikan uluran tangan Virza. “Aku bisa berdiri sendiri.”
Annora mengedarkan pandangan, mencari di mana sosok yang tadi berhasil menggetarkan dadanya walau dalam sekejap. Gara-gara ia terpesona dan tak menerima uluran tangan, pria itu jadi pergi begitu saja sebelum berkenalan. Padahal hanya hitungan lima detik diabakan, tapi sudah hilang dari hadapannya.
Kepala Annora berhenti menatap di satu titik. Sebuah motor hitam yang baru saja ditumpangi sang pemilik. Pria dengan setelan serba hitam seperti sorot mata gelap yang tadi sempat ia lihat.
Merasa diabaikan, Virza menarik pergelangan Annora untuk diseret dan dibawa kembali ke perusahaannya. “Ayo, kuantar pulang, jangan menghindar terus.”
Namun, Annora tidak suka dipaksa, apa lagi dengan orang yang tak disuka. Dia menghempaskan tangan secara kasar. “Lepas! Aku bisa jalan sendiri.”
Sentakan yang bertenaga itu menbuat cekalan terlepas. Annora lekas berlari sekencang mungkin ketika melihat pria tadi sudah memakai helm fullface berwarna hitam. Dia tak boleh kehilangan jejak sosok itu sebelum berhasil berkenalan. Setidaknya tahu nama terlebih dahulu. Demi apa pun, yang cuek, dingin, dan tak banyak bicara adalah tipenya. Pantas saja pertemuan pertama berhasil membuat dada berbedar.
Melihat gerakan kaki yang mulai memijak persneling, Annora yang sudah berada dijarak setengah meter pun semakin melajukan ritme lari. Dia langsung naik ke atas motor tanpa permisi.
Tentu membuat si pemilik kendaraan itu mengurungkan niat menarik gas di tangan kanan. Ia menengok ke belakang untuk melihat siapa yang mendadak membonceng. “Turun!” titahnya dengan suara dingin dan tidak bersahabat.
Justru hal itu yang membuat Annora semakin tertarik. “Nanti, sekarang lajukan kendaraanmu, aku harus menghindari orang gila yang berusaha mengejarku,” pintanya seraya menunjuk ke arah Virza yang tengah berjalan menghampirinya.
“Ck! Menyusahkan.” Sebenarnya dia malas memboncengkan seorang wanita. Tapi, berhubung ia juga buru-buru dan orang di belakangnya seperti sulit diusir, maka tangan kanan pun mulai menarik gas dengan sedikit menyendal. Sengaja, supaya wanita yang entah siapa itu berubah pikiran dan memilih turun.
Tapi, siapa sangka kalau Annora otomatis melingkarkan tangan di tubuh pria itu supaya tidak terjatuh. Terasa sangat nyaman, walau motor gede itu membuatnya harus mencondongkan dada ke depan hingga menempel pada punggung pengendara.
Quirinus Hugo, pria yang mampu menggetarkan hati Annora pada pandangan pertama padahal dia tidak melakukan apa-apa. Merasa terganggu dengan kehadiran seorang wanita yang sampai detik ini masih berada di boncengan motornya, juga tangan melingkar di tubuhnya tanpa permisi. Apa lagi ia merasakan ada sesuatu yang menempel di punggung, bagian tubuh yang terasa kenyal. Membuatnya menegang saat berkendara.
Sialan! Quirinus mengumpat dalam hati. Dia tidak pernah bertegangan sependek itu, apa lagi ketika berkendara. Bisa-bisa kehilangan fokus kalau begitu caranya.
Kendaraan roda dua itu mendadak berhenti di tepi jalan. Quirinus sudah mengendarai sejauh sepuluh kilometer. Cukup sampai situ saja membantu, dia tidak mau lebih jauh lagi. Ada hal yang perlu diselesaikan sesegera mungkin, juga seseorang yang menantinya di sebuah hotel. Maka, daripada tidak fokus akibat ditempeli oleh dada wanita yang entah siapa, dia berniat menurunkan manusia itu.
“Turun!” titah Quirinus. Membuka kaca hingga matanya bisa dilihat oleh Annora saat ia menengok ke belakang. Tidak lupa melepaskan tangan yang melingkar di perutnya, padahal sudah berhenti.
“Ini belum sampai di rumahku, atau setidaknya ke tempat tinggalmu,” protes Annora. Dia tetap duduk di atas motor dan semakin menikmati tatapan mata yang begitu gelap, suram, dan dingin. Entah apa yang membuat pria itu tidak memiliki binar bahagia setitik saja. Tapi, disitulah yang membuatnya semakin penasaran.
“I don’t care.” Setiap kata terucap penuh tekanan. Di balik helm fullface itu, Quirinus tersenyum miring. “Turun sendiri atau aku paksa?” ancamnya kemudian.
Annora bukannya memilih, dia justru melipatkan tangan di dada dan menggeleng sebagai tanda kalau ia tidak mau turun. “Aku ikut denganmu.”
Quirinus diam, percuma memberikan perintah menggunakan suara, hanya membuang waktu dan tenaga. Pria itu turun dari motor, lalu melingkarkan tangan ditubuh wanita yang ia sendiri tidak tertarik untuk diajak berkenalan. Dia menurunkan secara paksa, dan lekas naik ke kendarannya sebelum diboncengi lagi. Melajukan begitu saja, meninggalkan Annora sendirian.
“Hei ... kita belum berkenalan! Namaku Annora.” Dia berteriak sekuat mungkin saat motor melaju.
Annora mencebikkan bibir. Gagal mengetahui nama. “Sadis sekali pria itu, teganya meninggalkan wanita di pinggir jalan.” Meski tidak mendapatkan respon baik, tetap saja dia masih penasaran.
Sebelum semakin jauh dan tidak terlihat, Annora lekas menghapal nomor kendaraan. Oke, nanti akan dicari sendiri dengan bantuan saudara-saudaranya yang ahli melacak. “Yang dingin, acuh, bermata tajam dengan pandangan gelap, berhasil membuatku berdebar. Akan kucari kau sampai dapat.” Dia tersenyum seraya mengeluarkan ponsel untuk menghubungi daddynya supaya menjemput.
Sementara itu, Quirinus tidak menengok sedikit pun ke belakang. Bahkan ia tak peduli lagi bagaimana nasib wanita tadi. Namun, telinganya sempat mendengar saat suara melengking memperkenalkan diri. Annora. Tanpa sadar ia menggumamkan itu.
Quirinus Hugo, dia tidak percaya cinta. Tidak pernah menjalin hubungan serius dengan wanita manapun. Tapi, bukan berarti anti terhadap lawan jenis. Dia adalah pemain yang sesungguhnya. Hubungan intim merupakan kesehariannya, sudah melekat sejak belia. Bahkan dalam satu hari bisa bergonta ganti. Sekitar satu sampai tiga orang berbeda. Mau tua atau muda, dia pernah merasakan semua sensasinya. Kecuali anak-anak, ia bukan pedofil.
Quirinus memberhentikan motor di basement sebuah hotel. Dia lekas turun dan menuju kamar yang sudah diberi tahu oleh seseorang melalui chat. Sudah pasti yang akan ditemu adalah seorang wanita.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!