NovelToon NovelToon

Diam-diam Cinta

Part 1

Terdengar suara nyaring dari dua gadis sekolah menengah atas di dalam angkot yang tengah mengatai temannya, mengundang beberapa penumpang memandang ke arahnya.

“Ini angkot sempit banget tau, gara-gara kamu naik. Liat nih, sesak banget.” Dila memonyongkan bibirnya.

“Iya. Harusnya ya, ongkos naik angkot itu di sesuaikan dengan berat badan. Jadi, orang-orang kayak lo, kenanya dobel. Rugi tau sopirnya.” Timpal sahabat di sampingnya.

“Hahaha...”Keduanya tertawa terbahak-bahak dengan puasnya.

DEGH!!

Renata menelan salivanya susah payah, hatinya seakan di iris-iris sembilu, sakit sekali rasanya mendengar teman-temannya menghina fisiknya yang tidak madang waktu dan tempat.

Renata berusaha untuk tidak menanggapi hinaan itu, tapi kedua teman sekolahnya ini sengaja benar memancingnya.

“Bukan dobel kali, Bestie...” Dila mengantungkan ucapannya.

“Bukan dobel?” Milan pura-pura bodoh.

“Bukan, tapi lima kali lipat.” Mereka berdua kembali tertawa terbahak-bahak.

Renata hanya diam, gadis gendut itu memilih memerhatikan jalanan. Menghiraukan hinaan kedua temannya.

Seorang pria yang berada di angkot itu menghela napas panjang. Pria itu sangat risi sekali dengan kebisingan para gadis-gadis di angkot tersebut. Di tambah mereka sedang menghina temannya. Membuat pria itu tidak bisa menahan diri untuk angkat bicara.

“Sebenarnya ya, tapi saya minta maaf sekali harus mengatakan ini. Jujur saya sangat risih mendengar kebisingan kalian berdua.” Kata Ares penuh penekanan.

“Seperti kata kalian,” Ares menatap tajam Dila dan Milan bergantian, “Jika ongkos naik angkot di sesuaikan dengan berat badan penumpangnya, maka orang-orang yang kurus kering seperti kalianlah yang rugi.” Katanya dingin.

“Mau tahu kenapa? Karena tidak ada sopir angkot yang mau menaikkan kalian, karena bayarnya terlalu murah, berisik pula.” Katanya datar.

Langit-langit angkot hening. Tawa kedua cewek ramping itu tersumpal. Sedetik kemudian, penumpang lain dan sopir angkot bertepuk tangan. Tak terkecuali Renata, yang mencoba mencuri pandang ke arah pria yang barusan membelahnya.

Sementara kedua sahabat tadi terpaksa menahan malu sembari menatap tajam ke arah Renata penuh amarah dan kebencian. Renata yang melihat Dila dan Milan memandangi dengan sorot mata yang seakan ingin menelannya hidup-hidup langsung menunduk dalam tidak berani menatapnya balik.

“Ah! Cowok sok-soan datang dari mana ini?!” Dila membanting kakinya kesal, “Kurang ajar sekali! Urusan orang lain dia yang sewot, dasar mulut coberan.” Umpat Dila dalam hati.

“Eh, tampan sekali cowok ini, bahkan sangat tampan seperti pangeran William, bahkan lebih.” Batin Milan terkagum-kagum, memandangi wajah pria itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun ke arah lain.

“Tutup mulut lu dan elap air liur lu itu.” Dila berkata ketus, memutar bola matanya malas.

Dengan sigap Milan menutup mulutnya, mengelap-elap bibirnya. “Air liur?” Dengan bodohnya Milan berbicara kepada sahabatnya Dila, yang membuat Dila memukul kepala Milan dengan keras.

“Auw, sakit tau.” Keluh Milan, mengelus-ngelus kepalanya yang sakit akibat di pukul oleh Dila.

“Lagian lu sih, kampungan banget, baru liat cowok tampan dikit langsung terpana.”

“Cialah, jarang-jarang kita liat cowok ganteng kayak gini, mubazir jika tidak di pandangi lama-lama.”

“Ish, kau ini.” Dila menyikut siku Milan yang membuat Milan hampir terjatuh dari kursinya.

...----------------...

“Kiri... kiri, pak.” Ucap Dila kepada sopir angkot karena mereka telah sampai di sekolahannya.

Milan masih saja terpesona dengan ketampanan pria itu, dia bahkan terus menatap Ares sedari tadi hingga lupa mengedipkan matanya, membuat Dila terpaksa menarik tangannya untuk segera turun dari angkot.

“Nih, pak.” Dila memberikan uangnya untuk kernet. Sebelum berlalu pergi dia melempar tatapan tidak suka kepada Ares dan setelah itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam sekolahannya, dengan dia yang masih menarik tangan Milan dengan kasar.

Ares beranjak dari tempat duduknya, lalu mendekati tempat duduk Renata, "Mau di benci atau di sukai, yang terpenting tetap jadi diri sendiri.” Katanya lalu turun dari bus.

°

°

°

°

°

Bersambung...

Part 2

Renata tertegun, pandangannya terus melihat ke arah pria itu yang berjalan ke arah sekolahannya.

"Kenapa pria itu berjalan masuk ke sekolahanku? Di sekolah aku belum pernah melihatnya." Semua pertanyaan itu berputar di kepalanya.

Ares menghadap kepala sekolah dengan di temani oleh security sebagai penunjuk arah. Sepanjang perjalanan menuju ruangan kepala sekolah banyak siswi-siswi yang menyapa Ares. Mereka tampak terpana melihat ketampanan Ares yang sangat tampan dan menawan.

...----------------...

"Pak Ares, saya amat terkesan sekali membaca curriculum vitae Anda. Besar harapan saya, Anda betah mengajar di sini. Saya yakin akan banyak kontribusi positif yang dapat Anda berikan untuk memajukan sekolah ini..." Kata Nirmala, selaku pemimpin sekolahan itu.

"Karena prestasi akademis Anda yang gemilang dan Anda juga memiliki pengalaman cukup panjang mengajar di lembaga bimbel. Jadi saya tak ragu sama sekali untuk memberi kepercayaan pada Anda untuk menjadi wali kelas. Apa Anda sanggup?" Nirmala menatap wajah Ares lamat-lamat, menunggu jawabannya.

"Apa tidak terlalu begitu cepat Bu? Ini adalah hari pertama saya mengajar dan Anda merekomendasikan saya menjadi wali kelas. Saya harap Anda memikirkannya kembali." Ares berkata dengan sopan, agar kepala pimpinan sekolah itu memikirkan kembali tawarannya.

"Tidak sama sekali! Saya bertanya sekali lagi, sanggup atau tidak?" Katanya tanpa keraguan sedikit pun. Perempuan itu kembali memberikan pilihan terakhir pada pria di hadapannya.

Ares mengangguk dengan mantap.

Di hari pertamanya masuk kerja dia sudah diberikan kepercayaan untuk menjadi wali kelas oleh Nirmala selaku kepala sekolah di sekolah SMANSA. Hal itu membuat Ares sangat bersyukur.

"Saya bukanlah orang yang terbaik. Namun, saya akan melakukan yang terbaik untuk sekolah ini." Ares mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

Nirmala tersenyum. "Dari tutur kata Anda saja, saya sudah sangat yakin bagaimana kualitas Anda. Jadi, selamat bekerja. Do your Best."

"Pak Baim, antar pak Ares ke kelas XII IPA-1." Perintahnya pada bawahan yang berada di sampingnya.

"Baik Bu."

"Mari Pak ares, ikuti saya." Katanya mempersilakan Ares mengikutinya, Ares mengekori pria itu dari belakang sambil memerhatikan lingkungan sekolah sekitar.

Mereka berjalan menelusuri koridor sekolah SMANSA, dilihatnya papan yang terpajang di atas pintu yang bertuliskan kelas XII IPA-1, mereka berhenti di depannya.

"Pak Ares, tunggu di depan pintu sebentar ya, sebelum saya izinkan masuk, Anda jangan masuk dulu." Katanya penuh sopan.

"Apa anda tidak keberatan?" Tanyanya memastikan.

Ares mengangguk mengiyakan.

......................

"Pagi anak-anak." Sapanya.

"Pagi, pak." Sapa balik semua siswa-siswi di dalam kelas itu.

"Di sini saya ingin memberitahukan guru baru yang menjadi pengganti guru lama sekaligus menjadi wali kelas kalian." Katanya memberitahu.

"Pak Ares, silakan masuk!" Katanya mempersilakan Ares untuk masuk, para siswa-siswi di dalam ruangan yang sangat penasaran, memperhatikan daun pintu, menebak-nebak seperti apa tampang guru baru yang akan menjadi wali kelas baru mereka menggantikan pak Budi yang sudah pensiun beberapa bulan lalu.

Ares melangkah kakinya masuk, selangkah, dua langkah, dan pada langkah kaki ketiga semua siswa-siswi sudah mulai sangat gaduh saking penasaran.

Ares telah sempurna masuk ke dalam ruangan kelas, dengan ketampanan mampu menyihir seisi ruangan, Ares berhasil membuat histeris seisi kelas terutama kaum perempuan

"Semuanya tolong diam." Suara baritonnya menggema seisi ruangan, hingga mampu membuat siswa-siswi itu terdiam seribu bahasa.

"Baiklah! Pak Ares silakan perkenalan dengan anak-anak, saya permisi dulu." Katanya undur diri, kembali ke ruangannya, Ares mengangguk, mengiyakan.

kekagetan Dila membuat dadanya terasa begitu sesak, hingga membuatnya sulit untuk bernapas. Dia langsung mengambil botol minuman yang ada di dalam tasnya dan meminumnya dengan cepat lalu menyimpannya kembali.

"Rasa-rasanya dunia ini menjadi tempat yang sempit sekali, bisa-bisanya pria yang menyebalkan tadi berada di sini, menjadi wakil kelas pula, sialan!" Umpat Dila dalam hati.

Sementara Milan, seakan tidak percaya dengan apa yang di lihatnya sekarang, akan tetapi dia tahu jika ini bukanlah mimpi, ini benar-benar nyata, Milan mengusap wajahnya berkali-kali, pria yang dikaguminya ada di kelas ini sekarang.

"Jadi, pria ganteng tadi guru baru di sini?" Kata Milan, terus memandang tanpa henti wajah Ares yang tampan.

...----------------...

"Ada suatu ungkapan bagus yaitu, tak kenal maka tak sayang. Izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Ares Fernandes, kalian bisa memanggil saya Pak Ares." Katanya mengawali pertemuan pertamanya.

Milan langsung menimpali ucapan sang guru dengan gombalan mautnya, "Tak kenal maka tak sayang, kalau udah kenal jangan lupa di sayang ya pak." Kata Milan tanpa malu sedikit pun, gadis itu juga mengedipkan matanya sebelah, membuat Ares yang melihatnya menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan kelakuan siswi satu ini.

Siswa-siswi di dalam ruangan itu heboh seketika, mereka semua tertawa lepas. Dila yang duduk di samping Milan langsung memukul bahu temannya itu dengan buku catatannya dengan keras.

"Auw, kampret lu! Sakit tau!" Keluh Milan, mengelus bahunya.

"DIAM! Aku tidak ingin citra kita rusak." Ketusnya. Membuat Milan terdiam takut, bak ibu tiri yang sedang memarahi anak tirinya, sangat mengerikan sekali.

Tiga menit kemudian

"Sudah tertawanya?" Tanyanya datar.

"Baiklah, sebelumnya saya ucapkan terima kasih dan saya minta perhatian kalian sebentar. Saya guru baru yang akan mengajar pelajaran matematika sekaligus menjadi wali kelas kalian." Ares menatap satu persatu siswa-siswi itu.

"Pantesan bermuka dingin dan galak ya, guru matematika toh." Bisik para siswa-siswi pelan, namun masih di dengar oleh Ares, dia menghiraukan.

Kita tidak perlu memedulikan apa pun penilaian orang tentang kita. Toh, kita hidup bukan untuk membahagiakan orang lain, apalagi menghabiskan waktu mendengar komentar mereka. Bukan begitu reader tercinta? >_<

"Apa ada pertanyaan sebelum saya mengabsen kalian satu persatu?" Kata Ares kembali menyapu padangan seisi ruangan, menatap satu persatu siswa-siswi yang ada dalam ruangan itu.

Seorang siswa terlihat mengangkat tangan bermaksud bertanya, dia sebenarnya rada-rada geri cuman rasa penasaran akan guru baru yang berada di depan itu mengalahkan segalanya

"Maaf pak, jika boleh tahu, umur berapa, pak? Kok sepertinya Bapak masih tampak muda sekali..."

Huuuuu...

Serentak terdengar seruan dari seluruh siswa-siswi yang ada di dalam ruangan. Kecuali, Renata dan Dila, keduanya gadis itu memilih diam saja, apalagi Dila, dia sudah makan hati sejak tadi. Dia ingin sekali cepat-cepat keluar dari ruangan ini, melihat tampang laki-laki yang sok-sok'an ini membuat dia ingin muntah sekapal nabi Nuh.

Ares memukul meja dengan keras dalam satu hentakan, membuat kelas yang tadinya riuh menjadi tenang kembali.

"Usia saya tidak terpaut jauh dari kalian. Jadi, jika kita berada di luar sekolah, kalian tidak perlu memanggil saya pak."

"Sudah punya istri belum pak? Atau pacar mungkin?" Milan kembali berbicara.

Dila kembali geram dengan ulah Milan yang ceplas-ceplos, dia kini bukan memukul bahu Milan dengan buku melainkan menjitak kepala Milan dengan tangan.

"DIAM! Sekali lagi lo buat gue emosi, kita bukan lagi Best friend, gue nggak mau punya teman macam lo, malu-maluin aja." Katanya memalingkan wajah, tak ingin melihat wajahnya Milan, yang ada akan membuatnya semakin panas.

"Hmm... pertanyaan itu, sepertinya tidak perlu saya jawab."

"Jawab saja pak. Toh, di sini juga nggak ada yang perlu dikhawatirkan kok, aman!"

"Maaf, tapi ini terlalu privasi."

"Bilang aja kalau sebenarnya anda itu seorang jones." Katanya memutar bola matanya malas.

Ares memilih untuk tak menggubris lagi. Toh, siswa itu bukan polisi atau jaksa, dan dia bukan tersangka. Siswa itu hanya penasaran, atau basa-basi. Sekadar cuap tanpa intensi.

"Baiklah. Saya akan memulai perkenalan tahap berikutnya." Ares mengambil sebuah buku absen yang tersedia di atas meja.

"Saya akan mengabsen kalian satu persatu. Bagi yang saya panggil, tolong angkat tangan kalian." Ares mulai mengabsen satu persatu siswa-siswi itu.

°

°

°

°

°

Bersambung.

Part 3

Seusai bel pulang sekolah berbunyi, Dila dan Milan yang sudah menunggu Renatta tepat di depan pintu kelas mereka. Dilihatnya Renatta, kedua sahabat itu saling menghimpit di sisi berlainan.

"Ikut kita!" Mereka menyeretnya dengan paksa dan kasar.

Mereka membawa cewek itu ke halaman gudang belakang sekolah yang tak terpakai lagi. Dila menghempaskan tubuh Renantta begitu saja hingga terjatuh di lantai, membuat cewek itu meringis sakit.

"Ada apa ya, Dil, Lan?" Tanya Renatta dengan polos nya.

Mendengar itu, kedua sahabat itu saling bertatap.

"Kasih paham Dil." Kata Milan menaikkan sebelah alisnya.

Dila menatap Renatta penuh intimidasi. Terukir senyuman menyeringai di wajah liciknya. dia mendekati Renatta, berjongkok di hadapannya serta mengcekam dagunya. Sementara Milan hanya berdiri di posisi semula memasang wajah jahat dengan tangan terlipat di dada.

"Dil, ada perlu sama aku?" Dia kembali bertanya pernah kehati-hatian.

PLAK!

Dila menampar wajah Renatta dengan keras, hingga wajah gembulnya terbuang ke samping.

"Ini pelajaran buat lo, karena sudah membuat kita malu di depan umum." Katanya sambil menunjuk wajah Renatta yang tertunduk dalam.

"Lo taukan apa yang bisa kita lakuin?" Katanya penuh penekanan.

Renatta terdiam, menunduk, tidak berani menatap mata sang lawan bicara.

"Woi! Gue lagi ngomong sama lo bukan ngomong sama tembok."

Renatta hanya bisa menunduk, mencekeram rok nya dengan kedua tangannya, sebisa mungkin menahan air matanya untuk jatuh.

"Badan nya aja gendut seperti gajah. Tapi nyata nya... lemah!" Kata Milan sinis.

"Cih!" Dila meludahi Renatta lalu berdiri. Dia terdiam sejenak menatap Renatta yang tertunduk dalam dan sesaat setelah itu menginjak tangannya.

Renatta hanya bisa meringis kesakitan dalam diam tanpa suara.

"Dasar sampah! Sampah masyarakat!" Dia melangkah pergi.

"Ups!" Milan menutup mulut nya, menatap Renatta penuh hina.

Kenapa kalian jadi menyalahkan ku? Toh, aku hanya diam tak merespons kalian yang menghina ku di angkot tadi pagi." Renatta yang terdiam sedari tadi kini angkat bicara.

Dila dan Milan yang hendak ingin berjalan keluar, mengurungkan niatnya, membalikkan kembali badan menatap Renatta tajam.

Dila tersenyum tipis. "Punya nyali juga ya lo!" Ucapnya dengan nada menghina.

"Milan!" Dila memberi instruksi kepada Milan. Milan yang paham dengan instruksi dari sahabat nya itu langsung melakukan nya.

Milan menarik kerah baju Renata, "Bangun lo." Ketusnya, membuat Renatta bergidik geri, langsung berdiri.

Milan lalu merapatkan tubuh Renatta ke tembok, dengan kedua tangannya sudah di kurung oleh Milan ke belakang.

Kini Dila maju, memasang wajah sangar nya, menatap Renatta seakan-akan ingin memakan nya hidup-hidup.

"Tolong, lepasin aku!" Mohon Renatta pada kedua teman kelas nya, yah, memang dasar nya kedua manusia itu tidak punya rasa kemanusiaan sedikit pun, perkataan Renata hanya sampah bagi mereka, tak berarti sama sekali.

Dila merongoh kantong rok-nya mengeluarkan spidol permanen dari sana. Dengan cepat, gadis itu menulis di dahi Renatta : *****!

Lalu beralih ke pipi kanan dan kiri Renata dengan tulisan, sampah masyarakat. Renatta berusaha memberontak, tapi cengkraman Milan terlalu kuat seakan cewek itu mengeluarkan seluruh amarah nya dalam diri nya hingga bisa memberi nya tenaga sedemikian besar.

"Lepasin aku!"

Melihat Renatta tak berdaya seperti ini, membuat hati Dila benar-benar bahagia.

Dila yang berniat ingin menampar Renatta sekali lagi sebelum pergi, jika saja tidak ada seseorang menahan tangan nya, mengurungkan keinginan nya untuk menyentuh pipi Renata.

Ares. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Namun, menyadari keberadaan Ares, Dila seperti mati kutu begitu pun dengan Milan.

Dila yang berniat ingin menampar wajah Renatta, spontan menurunkan tangan nya. "Lo---kok di... sini? Katanya berdiri menjauh dari Renata, dan kini sudah berdiri sejajar dengan Milan.

°

°

°

°

°

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!