Seorang gadis manis yang memiliki kekasih bernama alfran Mahendra. Namun, Afran tak pernah menganggap ia sebagai kekasihnya. Gadis manis itu adalah Yuna Delisia Putri, iya tak pernah menyerah untuk membuat Alfran melihatnya sebagai seorang kekasih.
Pagi yang cerah membuat seorang gadis manis nan imut keturunan Jepang dan Indonesia itu melangkah riang menuju ke kelas kekasihnya dengan kotak bekal yang selalu ia bawa setiap paginya, yuna menyukai memasak lebih tepatnya gadis itu sangat suka membuat kue karena dengan begitu ia bisa selalu membuatkan kue kesukaan sang pacar. Yuna sudah sampai di depan pintu kelas Alfran, senyumnya mengembang saat melihat Alfran yang sedang duduk di kursinya dengan mata yang fokus menatap handphonenya, entah apa yang Alfran lihat yang Yuna tangkap cowok itu sangat serius sekali, mungkin Alfran sedang membalas E-mail dari kantor karena selain Alfran kuliah ia juga sudah membantu sang papa di perusahaan. Kaki jenjangnya mulai melangkah mendekati Alfran, tangannya menjulur ke depan dengan senyuman kecil di bibirnya.
"Al aku buatkan sarapan pagi untukmu, Yuna menyerahkan kotak bekal yang ia kepada Al sambil tersenyum manis.
Alfran beralih menatap kearah Yuna dengan datar, seketika ia malas melihat wajah yang menurutnya sok cantik dan manis itu. Ia bosan dengan kelakuan Yuna, sebab gadis itu adalah satu-satunya orang yang tak ingin ia lihat sekali pun. 'Tak ada kerjaan' itulah yang Alfran katakan setiap Yuna ke kelasnya membawa bekal makanan. Alfran berdecih memasukkan handphonenya pada saku celananya.
"Gak usah repot-repot bawa sarapan buat gue, gue gak perlu dan gak nyuruh lo buat masakin gue setiap hari," kata Alfran tajam kepada Yuna. Alfran mendorong kursi dengan kakinya secara kasar, ia melangkah pergi meninggalkan Yuna yang diam menatap nanar ke arah kotak makanan yang sudah tergeletak dengan isi yang sudah berhampuran keluar. Satu per satu kristal bening jatuh di kedua pipinya yang cabi, cepat-cepat ia seka dengan punggung tangannya karena kelas sudah mulai ramai dengan orang-orang yang sudah mulai berdatangan.
"Kapan kamu melihatku Al ? Aku mohon lihat aku sebagai kekasihmu ! Aku mohon," Kata Yuna lirih dan berjalan dengan cepat keluar dari kelas Alfran bahkan panggilan dari teman sekelas Alfran ia hiraukan, hatinya Kacau untuk menerima semua penolakan dari Alfran setiap harinya.
Yuna pergi dengan tatapan kosong dan hati yang sangat nyeri, penolakan-penolakan Alfran teringat jelas di otaknya membuat nyeri hatinya semakin terasa, Yuna menekan dadanya, sampai kapan ia menjadi kekasih yang tak di anggap oleh Alfran? Sampai kapan ia terus menguatkan hatinya yang sebenarnya sangat lemah? Tidak bisakah ia bahagia sekali saja? Atau melihat Alfran memakan kue buatannya, itu saja permintaannya, hatinya sudah bahagia. Bukan berarti ia bisa di perlakukan seenaknya saja oleh Alfran, kan? Walau dirinya dari dulu tak pernah di inginkan Alfran, hanya gadis itu yang di tatap oleh Alfran bukan dirinya, Yuna hanyalah gadis beruntung yang bisa menjadi kekasih Alfran. Tetapi hubungan tanpa ada sebuah kata cinta di antara salah satu dari mereka sangat menyakitkan, bukan? itulah yang Yuna rasakan sejak ia menjadi kekasih Alfran. Cinta bertepuk sebelah tangan rasanya sangat menyakitkan, mengapa Alfran menyetui ucapan gadis itu dulu, seharusnya Alfran menolak saja agar Yuna tidak semakin dalam mencintai Alfran.
*****
Setelah kejadian pemberian sarapan yang di tolak oleh Alfran kini Yuna berjalan menuju kelasnya untuk mengikuti mata kuliah yang sebentar lagi akan di mulai.
Clara sahabat yuna melihat ke arah Yuna yang mulai memasuki kelas dengan wajah sembab mengeryit bingung, pasalnya saat mereka bertemu tadi wajah sahabatnya sangat ceria dengan senyum yang selalu mengembang. Namun, mengapa dalam secepat itu wajah gadis itu terlihat muram dan tak besemangat? Clara yang dasarnya adalah gadis yang sangat penasaran langsung menanyakan perubahan raut wajah sang sahabat yang menurutnya sangat tak enak untuk di pandang.
"Na lo kenapa?" tanya Clara dengan tatapan khawatir, walaupun ia sangat penasaran apa yang telah terjadi pada sang sahabat tetap saja Clara khawatir dengan keadaan Yuna.
"Gue gak pa-pa Cla biasa gue habis baca novel sedih banget," jawab Yuna sambil nyengir. Ya itulah Yuna yang tidak mau menampakkan kesedihannya di depan orang yang ia sayang.
"Pasti karna cowok songong itu lagi iya kan, Na? Jawab gue Yuna ! bener kan apa yang gue ucapkan barusan." Tuding Clara.
Yuna tersenyum getir terkesan memaksa senyum manisnya hadir di bibirnya, Yuna tak ingin Clara mengetahui apa yang terjadi dengannya, saat ini ia hanya butuh waktu sendiri sampai ia bisa berbagi dengan Clara.
"Gak kok Cla bukan karna Alfran," jawab Yuna seadanya.
"Sebenernya gue sakit Cla, kapan dia menganggap gue sebagai kekasih nya Cla. Apakah gue harus pergi terlebih dahulu Cla baru dia menganggap gue ada atau setelah gue pergi dia malah seneng ?" batin Yuna miris.
"Jangan bersedih cuma gara-gara cowok yang seperti Alfran, masih banyak cowok di luar sana yang menyukai lo, Yuna. walaupun lo gak cerita sama gue, tapi gue tahu apa yang lo rasakan saat ini, lupakan dia Yuna, sayangi hati lo yang terus merasa sakit karena perbuatan Al sama lo, lo ngerti kan apa yang gue maksud?"
"Ngomong memang gampang Clara, tapi gue tidak bisa melupakan Al begitu saja. Semakin gue mencoba melupakanya semakin gue menginginkannya," ucap Yuna dengan sendu membuat Clara tak bisa berkata-kata, ia hanya bisa mengelus punggung sahabatnya untuk mencoba menenangkan Yuna yang terlihat sangat kacau.
"Aku masih di sini walau kamu masih membenci ku.
Sampai kau bilang bahwa kau ingin aku pergi dari hidupmu. Maka aku akan pergi untuk selamanya.
Sebelum aku pergi aku ingin mengatakan
AKU MENCINTAIMU ALFRAN."
Happy reading
🥀🥀🥀🥀🥀🥀
"Gue benci elo Yuna sampai kapan pun gue akan benci lo." Ucap Alfran dalam hati. Ya kini Alfran sedang duduk di kelas mengikuti mata kuliah seperti biasa. Namun, pikirannya jauh membayangkan kejadian beberapa tahun silam yang menyebakan ia kehilangan seseorang yang berarti untuknya itu semua karna Yuna. Kebencian Alfran pada Yuna semakin menjadi di saat seseorang yang sudah meninggalkannya menyuruh dirinya untuk menjadikan Yuna sebagai kekasihnya, tak tahu kah dia bahwa Alfran sangat tersiksa akan hal itu?
"Arrrrgghhhhhh.... Gue benci elo Yuna Karna elo gue kehilangan orang yang gue sayang," teriak Alfran dalam hatinya.
Brak..
semua yang di dalam kelas terkejut hingga mengelus dada karena tiba tiba saja dosen memukul meja, dan menatap Alfran sangat tajam karena sedari tadi Alfran hanya melamun dengan wajah menahan emosinya
"ALfran Mahendra apakah anda tidak mendengarkan saya bicara sedari tadi? Keluar dari kelas saya sekarang juga!" ucap dosen tersebut dengan galaknya.
"baik pak," ucap Alfran santai tanpa rasa takut sedikit pun. Alfran langsung berdiri dan melangkah keluar dari ruangan kelasnya tanpa mendengarkan ucapan dosen yang sangat marah padanya. Ia berniat untuk pulang menenangkan hatinya yang bergejolak karena ada rasa marah, dendam, benci dengan Yuna. Namun, ada juga rasa..... Ah lupakan perasaan itu. Perasaan itu sudah lama mati semenjak seseorang tersebut pergi meninggalkan Alfran.
Dengan sangat santai Alfran memasuki mobilnya, melemparkan tas nya ke belakang kursi penumpang. Ia memijit pelipisnya yang sangat terasa pening, mengapa di saat seperti ini hanya ada nama Yuna di kepalanya? Gadis yang sudah menghancurkan hidupnya sampai sekarang.
"Brengsek," umpat Alfran dengan marah memukul stir mobilnya dengan keras lalu ia menghidupkan mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan penuh meninggalkan area kampus.
Sedangkan Yuna yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap kepergian Afran dengan miris.
"Tak perlu membuat dirimu terluka, hanya karena terbebani akan hadirnya aku di hidupmu. Jika sudah waktu nya tiba, aku kan meninggalkanmu sesuai dengan apa yang kau mau Alfran. Setidaknya saat ini biar aku merasakan kamu di hidupku, hanya sementara Alfran," ucap Yuna dengan lirih. Kakinya melangkah gontai kembali memasuki kelasnya.
-------
Alfran sudah sampai di rumahnya, ia melihat sang Bunda yang berada di ruang keluarga. alfran menghampiri Bundanya dengan tersenyum kecil.
"Tumben udah pulang?" tanya bunda Afran heran karena tak biasanya anaknya ini pulang cepat.
"Dosen tidak masuk hari ini Bun," jawab Alfran berbohong.
"Kamu gak lagi bohong sama Bunda kan Alfran?"
"Mana mungkin Alfran bohong sama Bunda, kalau gitu Alfran ke kamar dulu Bun," ucap Alfran yang takut akan banyak kebohongan dirinya terhadap sang Bunda.
"Alfran."panggil Bunda Rania dengan lembut.
"Iya Bunda."
"Bawa Yuna ke sini ya, Bunda kangen."
"Yuna lagi sibuk Bun, banyak tugas," ucap Alfran dengan malas.
"Yah padahal Bunda kangen banget sama dia, kangen buatan kue Yuna."
"Besok deh, Alfran tanya ke Yuna. Kalau sekarang Alfran capek bun."
"Yaudah istirahat sana."
Alfran mengangguk, ia melangkahkan kakinya kembali untuk menuju kamarnya sebenarnya ia sungguh sangat malas jika sang Bunda sudah membahas tentang Yuna sebaik ia tidur daripada memikirkan gadis sialan yang selalu mengacaukan hidupnya, walaupun Yuna kekasihnya, tetap saja Yuna adalah kekasih karena terkepaksaan dirinya menyetujui perkataan seseorang yang sangat berarti di hidupnya.
Alfran menjatuhkan dirinya ke kasurnya, ia menatap langit-langit kamar, entah mengapa jika ia sedang berdiam diri di kamar seperti ini hanya ada wajah Yuna yang terbayang di kepalanya, sungguh sangat sialan sekali.
"Kita lihat saja seberapa lo kuat menjadi pacar yang tak di anggap sama gue, gue ingin melihat wajah tersiksa lo lebih dari ini, Yuna," desis Alfran tajam.
******
"Na, lo pulang sama siapa? Gue anter Yuk!"
"Gue pulang sendiri aja deh Cla, rumah lo sama rumah gue kan beda arah. Nanti gue suruh kak Angga atau supir untuk jemput gue."
"Tapi Yuna, pulang sama gue aja deh. Lo sendirian tau di sini."
"Gak usah khawatir gitu sama gue, gue juga udah chat kak Angga suruh jemput kok, sebentar lagi pasti datang."
"Yakin?"
"Yakin Clara sayang, udah balik sana."
"Yee ngusir lagi lo, yaudah deh gue pulang deluan, lo hati-hati ya."
Yuna menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangannya ke arah Clara, sahabat yang selalu ada untuknya. Yuna menatap langit yang mendung, ia tersenyum miris saat mengingat ia berbohong kepada Clara bahwa dia sudah di jemput sang kakak, nyatanya Yuna tak ada mengirimkan pesan untuk kakak lelaki satu-satunya itu.
Yuna melangkahkan kakinya dengan pelan menuju halte yang berada dekat dengan kampusnya, rintik hujan sudah mulai turun ke bumi. Tapi tak membuat Yuna mencepatkan langkah kakinya, gadis itu malah menikmati air hujan yang semakin deras membasihi tubuhnya.
"*Yuna apa yang membuat loe suka hujan?"
"Karena hujan bisa menghapus air mata."
"Tapi gue gak suka hujan, karena hujan bisa membuat gue flu berhari-hari*."
Yuna tersenyum miris saat mengingat percakapannya dengan seseorang yang sangat berarti di hidupnya, sahabat dirinya selain Clara yang tak bisa ia lihat dan ia peluk seperti dulu.
Yuna menerobos hujan yang sangat deras, ia menikmati tubuhnya yang di guyur air hujan. Yuna tertawa merasakan bagaimana ia menangis tanpa orang-orang sadari.
"Adik."
Yuna tersentak saat mendengar suara sang Kakak memangilnya dengan cemas, tubuhnya mematung saat melihat Kakak nya mengampiri dirinya dengan langkah cepat.
Grepp...
Angga memeluk Yuna dengan sangat erat, ia khawatir dengan keadaan Yuna saat ini.
"Kenapa hujan-hujanan Dik? Kakak khawatir sama kamu, Kakak telepon kamu enggak di angkat, Kakak telepon Clara katanya kamu sudah pulang bersama Kakak, kenapa kamu bohong dik?" ucap Angga bertubi-tubi karena rasa cemasnya terhadap adik satu-satunya yang sangat ia sayangi.
"Ini Yuna mau pulang kok Kak, tapi hujan," ucap Yuna lirih tak berani menatap ke arah Angga.
"Tapi kamu bohong dik."
"Kak, jangan marah. Kepala Yuna pusing,"l irih Yuna memeluk Angga erat.
"Ya Tuhan, sayang." cemas Angga menggendong Yuna memasuki mobilnya.
Di peluk nya Yuna dengan sangat erat saat sudah berada di dalam mobil.
"Obat kamu mana?"
"Di rumah kak."
"Arghhh.... Kenapa kamu tinggal Dik? Kamu sengaja hah?"
Yuna menggeleng "Yuna lupa kak, please jangan marah sama Yuna."
Tanpa kata Angga melajukan mobilnya dengan cepat melihat bibir adik nya yang gemetar membuat Angga cemas bukan main. Apalagi melihat baju Yuna sudah basah kuyup seperti ini.
"Dik?"
"Yuna?" Panggil Angga penuh kecemasan melihat tubuh Yuna sudah terkulai lemas di hadapannya dengan mata yang tertutup.
Jangan lagi!
Angga takut.
Happy reading
******
Angga berlari dengan cepat memasuki rumahnya dengan menggendong Yuna yang sudah tak sadarkan diri. Kedua orang tuanya yang sedang bercengkrama di ruang keluarga menjadi panik melihat anak perempuannya yang di gendong Angga.
"Bun, gantikan baju Yuna. Aku akan siapkan semua alat untuk memeriksa Yuna," panik Angga.
"Adik kamu kenapa lagi, Ga?" panik Bunda Yuliza saat melihat wajah Yuna sangat pucat
"Pingsan Bun, Yuna lupa bawa obatnya."
"Ayah tolong bantu Angga untuk mempersiapkan semuanya, badan Yuna panas banget Yah."
"Bawa adik kamu ke kamar sekarang, Ayah siapkan semuanya."
Keluarga Yuna adalah dokter yang sangat profesional, maka dari ini semua keluarga sangat panik jika Yuna sakit karena Yuna adalah anak perempuan satu-satunya, dari dulu memang Yuna gampang sekali sakit sehingga semua keluarga sangat overprotektif padanya. Bunda Yuliza menggantikan baju Yuna yang sudah basah kuyup, Ayah Dio dan Angga mengamati anak dan adiknya yang belum juga sadarkan diri.
"Ini sudah sangat serius, kita harus merawat Yuna dengan insentif, Ayah tidak ingin kehilangan salah satu belahan jiwa Ayah."
"Ayah bener, Angga juga tidak mau kehilangan Yuna."
"Panasnya belum turun juga Yah," panik Bunda Yuliza.
"Iya Bun, kompres lagi saja. Kita tunggu sampai Yuna sadar, jika dalam waktu dua jam Yuna tidak sadarkan diri, terpaksa Ayah membawa Yuna ke rumah sakit, walau anak kita tak suka dengan bau rumah sakit, tapi Ayah akan tetap melakukan ini demi kebaikan Yuna," ucap Ayah Dio sendu mengelus kening Yuna dengan sayang.
"Jangan seperti ini Princess Ayah, bangun Sayang," bisik Ayah Dio di telinga Yuna.
"Sebaiknya Bunda dan Ayah istirahat saja, Angga yang akan menjaga Yuna," ucap Angga melihat ke arah kedua orang tuanya. Ayah Dio mengangguk ia tak ingin istrinya semakin bersedih maka dari itu ia menyetujui ucapan anak sulungnya.
"Ayo istirahat Bun, percayakan Yuna pada Angga," ucap Ayah Dio yang memeluk istrinya untuk mencoba menguatkan istrinya. Walau sebenarnya rasa takutnya juga teramat besar untuk anak bungsu nya yang terbaring lemah.
Ayah Dio mempersiapkan satu ruangan yang ia ubah menjadi seperti ruangan di rumah sakit dengan peralatan yang lengkap. Namun terlihat sangat nyaman, ini semua ia lakukan demi Yuna yang tak menyukai bau dan suasana di rumah sakit.
"Jagain Yuna, Angga. Jika sudah sadar cepat beritahu Bunda dan Ayah," ucap Bunda Yuliza dengan lirih.
"Iya bun," jawab Angga meyakinkan kedua orang tuanya.
Setelah keluarnya Bunda dan Ayahnya dari ruangan Yuna, Angga menatap Yuna dengan sendu mengecup kepala adiknya dengan sayang. "Kamu adik kakak yang kuat, Princess." bisik Angga di telinga adiknya. Dengan perlahan Angga ikut berbaring di samping adiknya, ia memeluk tubuh Yuna dengan erat. Namun, tidak menyakiti adiknya itu.
Angga menghela nafas kasar, mengapa rasa takut kehilangan Yuna menghampiri dirinya kembali. Membuat Angga tak bisa tidur dan terus memandang wajah pucat Yuna yang masih terlihat sangat cantik itu. Takut jika ia tertidur, ia akan kehilangan adik satu-satunya itu, gadis yang selalu ceria dan tak pernah bersedih di hadapannya. Namun tadi, Angga melihat kesedihan yang di rasakan adiknya sangat mendalam. Angga tak tahu apa yang membuat Yuna seperti ini, tapi yang pasti apapun yang membuat adiknya bersedih tak akan Angga biarkan begitu saja. Ia harus mencari tahu semua apa yang menyebabkan adiknya seperti ini hingga down dan tak sadarkan diri, padahal selama ini ia dan keluarga sudah berusaha untuk tidak membuat Yuna tertekan sedikit pun. Karena itu bisa membuat kesehatan Yuna menurun, Angga tidak ingin kehilangan adiknya.
Angga tersentak saat ia merasakan Yuna membalas pelukannya dengan sangat erat. Bahkan terkesan seperti menahan rasa sakit sehingga Angga susah untuk bergerak melihat ke arah adiknya. "Kamu sudah sadar, Sayang," ucap Angga lirih.
"Yuna sudah tidak kuat, Kak." ujar Yuna dengan suara lemahnya membuat Angga semakin cemas mendengar perkataan adiknya.
"Dik, Kakak tahu apa yang kamu rasakan. Tapi jangan berbicara seperti itu karena kamu akan terus berada di samping Kakak, Ayah dan Bunda," balas Angga dengan nada tak kalah sendunya.
"Yuna takut Kak, semakin hari Yuna semakin merasa tidak kuat, Yuna sudah muak meminum obat yang Ayah dan Kakak berikan. Yuna..."
"Ssttt... Jangan berbicara seperti itu, kamu tidak mau kan membuat Bunda, Kakak dan Ayah bersedih?"
Yuna menggeleng lemah menatap Kakaknya dengan wajah yang masih sangat pucat, tangan yang masih sangat terasa panas itu mengelus pipi Angga dengan lembut. "Aku sayang Kakak, Bunda dan Ayah."
Angga menikmati usapan tangan adiknya yang masih sangat terasa panas mengenai kulit pipinya hingga Angga memejamkan mata. Namun, di hatinya sangat merasa nyeri saat mengingat jika penyakit adiknya adalah penyakit yang sangat serius. Ingin sekali Angga protes pada Tuhan, mengapa adik yang ceria dan yang sangat ia sayangi harus menderita penyakit yang sangat mematikan? Tak bisakah penyakit itu di pindahkan ke tubuhnya saja, Angga tak siap untuk kehilangan Yuna.
"Istirahat Sayang, Kakak gak mau melihat kamu seperti ini lagi. Seminggu ini kamu harus di rawat di rumah, jangan kuliah dulu. Nanti Ayah atau Kakak yang datang ke kampus kamu."
"Yuna sudah sehat, besok Yuna ada kuis. Yuna ke kampus saja."
"Dik, jangan membantah ucapan Kakak. Ini semua demi kesehatan kamu," ucap Angga frustasi dengan sifat keras kepala adiknya.
"Kak, aku mohon. Aku sudah sehat, biarkan Yuna kuliah, please."
"Tidak! Kali ini saja, turuti kemauan Kakak," ucap Angga sendu membuat Yuna menghela nafas pasrah dan menganggukkan kepalanya. Sebenarnya tubuhnya terasa sangat nyeri. Tetapi ia tahan sedari tadi agar Angga tak semakin khawatir padanya.
"Terimakasih kesayangan Kakak,"
Yuna tersenyum kecil, ia kembali memeluk Kakaknya dengan sangat erat. "Sebelum aku pergi, aku ingin melihat Kakak menikah," ucap Yuna lirih membuat Angga menegang menelan ludahnya kasar. Bibirnya keluh untuk membalas ucapan adiknya yang semakin menyayat hatinya. Tanpa Yuna sadari Angga menangis tanpa suara dengan memeluk tubuh Yuna.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!