Brak! Brak!
"Bunga buka pintunya!" teriak seorang wanita yang menggebrak pintu kamar kost seseorang tanpa sabaran.
Wanita penghuni di dalamnya sampai terlonjak kaget mendengar suara keras gebrakan pintu, yang saat ini baru selesai mandi karena mau berangkat kerja.
Tidak ingin wanita di luar semakin keras mengebrak pintunya dan mengganggu tetangga kost sebelah, ahirnya Bunga membukakan pintu masih berbalut handuk yang sudah ia lapisi dengan kemeja panjang.
"Eh lu kemana aja sih! Dari tadi di panggil tidak keluar-keluar!" bentak wanita itu pada Bunga seraya bertolak pinggang.
"Maaf Bibi Eka, tadi saya lagi mandi," jawab Bunga apa adanya.
"Maaf, maaf! Sudah saya tidak mau lama-lama sekarang mana uang, mana!" bentak Bibi Eka seraya menengadahkan satu telapak tangannya di depan Bunga.
Eh buk! orang itu kalo minta uang baik-baik, bukan marah-marah seperti ini bahkan sampai menggebrak pintu mengganggu ketenangan tetangga saja! batin Bunga seraya membuang nafas berat.
Bunga kembali masuk ke dalam.
Datang bukannya nanya kabar, eh ini malah setiap datang selalu minta uang dan uang, ngedumel dalam hati seraya mengambil uang dalam dompet, kemudian berjalan keluar lagi dan langsung memberikan uang itu pada Bibi Eka.
Bibi Eka langsung tersenyum setelah mendapatkan apa yang dia mau, dan setelah itu pergi dari kost Bunga tanpa mengucap terimakasih.
Bunga hanya bisa mengucap miris pada nasibnya, bila bukan karena tanda terimakasih karena dulu Bibi Eka telah mengurusnya sejak Bunga ditinggal ayah dan ibunya meninggal, dan berkat Bibi Eka yang mengasuhnya, dirinya bisa sampai tumbuh sedewasa ini.
Bunga kembali masuk ke dalam untuk bersiap, karena sebentar lagi jam berangkat kerja.
Walau kadang Bunga merasa lelah dengan semua yang dirinya jalani, namun Bunga tetap harus bertahan, tidak hanya pekerjaan yang membuat lelah, tapi bibi dan paman serta ayu keponakannya sendiri selalu menganggu keuangannya sampai Bunga tidak miliki tabungan.
Bunga yang sudah rapih menyambar tas yang selalu ia bawa saat kerja, menutup pintu lalu ia kunci, kamar kost nya berada di lantai dua, Bunga harus menuruni anak tangga.
Bibir yang selalu tersenyum itu ternyata menyimpan perasaan pahit yang tidak pernah orang lain tahu.
Tin.. Tin ....
Suara klakson sepeda motor yang berhenti tepat di hadapan Bunga, seketika membuyarkan lamunan Bunga yang sejak tadi memikirkan nasib hidupnya.
Bibir Bunga semkin menarik garis lengkung tersenyum manis saat sudah bisa menebak siapa yang menghampirinya saat ini.
"Kevin," sapa Bunga bersamaan Kevin melepas helm yang tadi dirinya gunakan.
"Ayo naik," ucap Kevin, dan saat itu juga Bunga langsung naik di atas sepada motor Kevin.
Pagi itu Bunga berangkat kerja bersama Kevin, pria yang selama ini bersama Bunga dalam keadaan sedih atau pun bahagia.
Bunga memang tidak mendapat perhatian dari keluarganya, karena orang tua yang sudah meninggal, Kevin lah yang selama ini selalu perhatian pada Bunga.
Hubungan keduanya terjalin sudah cukup lama, ada tiga tahun lebih, jadi sudah saling mengenal satu sama lain. Dan tidak heran bila mereka selalu bersama-sama kemana pun itu.
Sepeda motor Ninja yang Kevin kendarai sudah sampai di tempat kerja, Bunga turun lebih dulu dan masuk ke dalam lebih dulu.
Setelah memarkirkan sepeda motornya Kevin juga masuk ke dalam untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Pekerjaan Bunga hanyalah sebagai cleaning servis di sebuah perusahaan, dan tempat yang harus Bunga bersihkan dari lantai lima belas sampai lantai delapan belas.
Sebelum pukul delapan pagi, Bunga harus sudah selesai mengepel semua lantai tersebut.
Dan tepat pukul delapan pagi Bunga sudah menyelesaikan pekerjaannya, bertepatan para karyawan perusahaan telah tiba.
Tempat biasa Bunga dan para teman-temannya yang lain bersantai biasanya duduk di pantry, saat ini Bunga tiba-tiba merasa kepalanya sedikit pusing.
Namun Bunga tahan, Bunga yang tidak ingin sakit, membawa dirinya untuk sibuk mengerjakan pekerjaan lain, namun saat Bunga semakin tahan rasa pusingnya makin bertambah pusing saat ini.
Bunga yang baru saja mengelap kaca langsung berpegangan pada dinding saat pandangannya saat ini berputar-putar.
Bunga masih berusaha menahan dan berjalan menemui senior.
"Bu, saya sedang tidak enak badan, boleh saya ijin pulang sekarang?" tanya Bunga pada Senior dengan suara lemah.
Senior yang melihat wajah Bunga tampak pucat mau tidak mau ahirnya memberi ijin Bunga untuk pulang, lagian setelah Senior pikir selama bekerja Bunga tidak pernah minta ijin pulang, dan kerjanya selalu bagus.
Setelah mendapat ijin pulang, Bunga langsung keluar dari tempat kerja, tidak jauh dari tempat kerjanya ada klinik kesehatan, Bunga mampir dulu ke klinik untuk membeli obat.
Sampainya di klinik, karena merasa pusing campur mual, ahirnya Bunga mutuskan untuk periksa, supaya lebih tahu sakit apa yang saat ini dirinya terima.
Bunga yang sudah berbaring siap untuk diperiksa oleh Dokter, menjawab seadanya yang dokter tanyakan.
Selesai di periksa Bunga kemudian duduk di depan meja dokter.
"Selamat ya Ibu saat ini tengah hamil," ucap Dokter tersebut dengan tersenyum.
"Ha-hamil," ulang Bunga dengan suara gagap.
Dokter tersenyum kembali. "Ibu harus banyak istirahat jangan sampai stres dan kecapean, dan ini sudah saya berikan resep vitamin untuk kandungan Ibu," jelas dokter itu lagi.
Bunga keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah bingung dan terkejut, bahkan sampai tidak fokus saat menerima obat dari kasir.
Kemudian Bunga berjalan keluar menuju pulang. Bunga masih sangat syok dengan yang barusan ia dengar, hamil satu kata itu kini memenuhi pikiran Bunga.
Akal sehatnya ingin menolak tapi kenyataan seolah menampar dirinya, bahwa dokter tidak mungkin salah.
Sampainya di tempat kost, Bunga yang sedang berbaring di atas ranjang, saat ini mengirim pesan pada Kevin kekasihnya. Saat ini masih siang hari, untuk bisa bicara dengan Kevin Bunga harus menunggu pria itu pulang kerja.
Dan akhirnya Bunga membawa tubuhnya untuk tidur siang itu, sampai tiba sore hari Bunga baru bangun.
Setelah bangun Bunga langsung mandi lalu makan dan minum obat serta vitamin.
Tepat pukul tujuh malam, Bunga sudah menunggu kedatangan Kevin di taman.
Dan tidak berselang lama, pria yang Bunga tunggu telah tiba.
Bunga langsung berdiri saat melihat Kevin datang dan berjalan ke arahnya.
"Kevin aku hamil ... Hiks hiks," ucap Bunga disertai Isak tangis setelah Kevin berdiri di hadapannya.
Deg!
Kevin terkejut mendengar ucapan Bunga, sementara Bunga semakin menangis dengan bibir meracau berkata bagaimana ini Kevin, yang diucapkan terus menerus.
Kevin yang sudah kembali dari keterkejutannya, melangkah maju mendekati Bunga dan memeluk Bunga seraya berbisik, "Jangan menangis, kita rawat bersama-sama bayi kita, aku akan menikahimu."
Kevin berani bicara akan menikahi Bunga, meski belum tahu kedua orang tuanya akan merestui atau tidak.
...****************...
...Mohon dukungannya ya kak💖 beri bintang 🌟 lima dibagian penilaian. Juga like, vote, Favorit dan komen....
Keesokan harinya di kediaman orang tua Kevin.
"Tidak! Kevin Ibu tidak mau merestui hubungan kalian!" ucap Ibu Maya dengan marah menjawab ucapan Kevin yang meminta restunya untuk menikahi Bunga.
Bunga yang saat ini duduk di samping Kevin hanya bisa menundukkan kepalanya seraya meremat jemarinya merasa ketakutan, namun tiba-tiba tangan Kevin menggenggam tangan Bunga seraya berkata, "Aku akan tetap menikahi Bunga, dapat atau pun tanpa restu dari Ibu, selain dengan Bunga, Kevin tidak mau menikah."
"Kevin!"
"Ibu?"
Bersamaan bentak Ibu Maya lagi, Ayah Gading menenangkan istrinya, memeluk Ibu Maya supaya amarahnya mereda, sebagai ayah untuk Kevin dan sekaligus suami bagi Ibu Maya, Ayah Gading dalam posisi sulit saat ini, antara harus memilih kebahagiaan keduanya.
"Ibu? Biarlah Kevin menikahi Bunga, Ibu tidak mau kan melihat Kevin melajang sampai tua, hem?" ucap Ayah Gading dengan lembut setelah Ibu Maya terlihat lebih tenang.
"Tapi Bunga gadis miskin! dia yatim piatu, tidak pantas menikah dengan putra kita Ayah!" bentak Ibu Maya seraya menunjuk Bunga yang saat ini menunduk dalam.
"Jika begitu aku dan Bunga akan kawin lari!" ucap tegas Kevin yang kini sudah berdiri siap melangkah mengandeng tangan Bunga.
"Kevin tunggu, Nak?" sarkas cepat Ayah Gading yang ikut berdiri saat melihat Kevin sudah mau pergi. "Jangan pergi, Ayah dan Ibu merestui hubungan kalian," lanjut ucapnya lagi.
Kevin menatap Ayahnya lalu berganti menatap Ibunya yang saat ini menangis tanpa memberi komentar lagi. Kevin menggenggam erat tangan Bunga seolah mengatakan semua baik-baik saja, tentu Kevin tahu bila saat ini Bunga tengah ketakutan.
Dan setelah pembicaraan hari itu, persiapan untuk pernikahan Kevin dan Bunga langsung di lakukan dan semua persiapan sudah 98%, esok pagi adalah acara ijab Kabul Kevin dan Bunga.
Malam ini Kevin menemani Bunga di minimarket, karena ada sesuatu yang harus Bunga beli.
"Sudah selesai belanjanya?" tanya Kevin saat melihat Bunga sudah keluar dari minimarket.
Bunga menunjukan barang belanjaannya yang artinya sudah, kemudian Kevin dan Bunga pergi dari tempat itu menuju pulang.
Tidak lama kemudian motor Kevin sudah sampai di depan rumah Bibi Eka. Bunga turun dari motor kemudian berdiri di sebelah Kevin yang masih duduk di atas motor.
"Hati-hati ya pulangnya jangan ngebut-ngebut," ucap Bunga yang langsung membuat Kevin mengacak rambut Bunga dengan gemas. Setelah itu Kevin melajukan lagi motonya pergi meninggalkan rumah Bibi Eka.
Karena besok pagi Bunga akan ijab Kabul dan acara itu di rumah Bibi Eka, jadi malam ini Bunga tidur di rumah Bibi Eka.
Bila saat ini Bunga sudah masuk ke dalam rumah, berbeda dengan Kevin yang masih dalam perjalanan pulang.
Kevin menambah kecepatan laju motornya, karena jalanan tidak ramai, saat ini Kevin terbayang-bayang senyum manis Bunga, sampai membuatnya tidak fokus dalam mengendarai motor.
Kevin menambah lagi kecepatan laju motornya dan saat mau berbelok ke kanan hanya mengurangi kecepatannya sedikit namun tanpa Kevin tahu tiba-tiba ada mobil truk dengan laju cepat ingin berbelok ke kiri, dalam keadaan terkejut Kevin tidak bisa mengendalikan sepeda motornya dan ahirnya terjadilah tabrakan.
Aaaaaaa!
Bruk!!
Tubuh Kevin sampai terpental bersama sepeda motornya, sementara mobil truk menabrak pembatas jalan.
Tidak lama kemudian para polisi berdatangan dan mobil ambulan yang terus membawa korban ke rumah sakit.
Berita kecelakaan tabrakan langsung masuk televisi, malam ini juga Bunga yang mendapat kabar dari Ayah Gading bila Kevin kecelakaan, langsung datang ke rumah sakit, dalam perjalanan Bunga sudah menangis terisak membayangkan Kevin yang terluka.
Sampai di rumah sakit Bunga semakin terkejut saat melihat dan mendengar Ibu Maya berteriak memanggil Kevin, yang Bunga lihat baru saja berbicara dengan dokter, Bunga langsung mendekat dan ikut masuk ke dalam, kaki Bunga langsung lemas ambruk di lantai saat melihat tubuh Kevin ditutup kain sampai kepala.
"Kevin jangan mati, Kevin ..." teriak Ibu Maya seraya memeluk jasad Kevin.
Sementara Bunga hanya bisa menangis merasa dunia ini langsung gelap, merasa tidak ada harapan lagi, terus menangis sampai pagi ini tiba saat pemakaman Kevin.
Jasad Kevin baru saja di kebumikan, semua orang yang ikut di pemakaman baru saja pulang, saat ini tinggallah Bunga sendiri di tempat ini, yang terus menumpahkan air matanya di pusara Kevin. Dan setelah merasa lebih tenang Bunga pulang dengan keadaan hati yang hancur.
Bunga kembali tinggal di kost nya, Bunga yang sudah sampai di kost langsung membaringkan tubuhnya, Bunga yang menangis seharian sampai tertidur hingga malam sampai pagi baru bangun.
Selama lima hari Bunga hanya menangis tanpa berangkat kerja, tidak peduli dengan urusan pekerjaan, tidak hiraukan panggilan masuk dari senior, pikirannya masih berduka masih belum terima atas kematian Kevin, semua kenangan manis saat bersama Kevin yang terjalin selama tiga tahun lebih, seolah tinggal kenangan hilang bersama Kevin yang pergi untuk selamanya.
Dan hari ini, tepat di hari keenam kematian Kevin, Bunga sudah sedikit mulai ikhlas, dan memutuskan untuk berangkat kerja lagi.
Pukul setengah tujuh Bunga sudah berangkat, lima belas menit Bunga sudah sampai di tempat kerja.
Bunga langsung mengerjakan pekerjaannya, saat ini tentu mata Bunga terlihat sembap, Bunga terus menunduk tidak mau di lihat-lihat teman-temannya.
Seperti biasanya, pukul delapan pagi semua kerjaan Bunga sudah kelar, Bunga istirahat di kursi belakang pantry, menyendiri sesekali masih menangis.
Pukul sebelas siang seperti biasa tugasnya, Bunga harus mengantar teh dan kopi untuk para pekerja.
Saat ini giliran ruang CEO yang mau Bunga antar kopi, Bunga sudah keluar dari lift dan berjalan ke arah pintu ruang CEO.
Bunga berhenti saat mendengar perdebatan di dalam sana, karena pintu tidak tertutup rapat.
"Aku tidak bisa menikah denganmu, Rex. "
"Kenapa tidak bisa Naumi?" tanya Rex yang tidak ingin kekasihnya Naumi menolak.
"Aku mau mengejar mimpi aku dulu di Amerika, tunggu aku kembali." Ucapnya tanpa bersalah.
"Naumi, Ayah dan Ibuku mendesak aku untuk segera menikah dan miliki anak, kenapa kamu malah memilih impian kamu, apa aku kurang kaya untuk kamu." Ucap Rex lagi yang kesal terhadap penolakan Naumi.
"Maaf Rex, aku sudah lama mendambakan impianku akan terwujud, aku harus pergi." Setelah bicara seperti itu Namun keluar dari ruang kerja Rex, tanpa menghiraukan teriakan Rex yang terus memanggil namanya, karena Naumi harus mengejar waktu jam terbang pesawatnya tujuan Amerika.
Bunga masuk ke dalam meletakkan kopi di atas meja kerja Tuannya, lalu segera pergi dari ruangan tersebut, Bunga yang saat ini sudah berada di dalam lift, pikirannya masih teringat ucapan kedua orang tadi, Bunga seperti memiliki rencana baru, tapi belum yakin.
Pekerjaan masih terus berlanjut sampai tiba sore hari, Bunga harus pulang, namun Senior meminta Bunga untuk pulang malam, dengan alasan besok mau ada rapat pagi-pagi sekali jadi malam ini Bunga harus bersihkan lantai di atas.
Bunga tidak bisa menolak, dan ahirnya tiba waktu malam saat semua karyawan sudah pulang, Bunga membersihkan lantai atas, mulai dari lantai lima belas sampai lantai delapan belas.
Namun saat ini ruang CEO lampu masih menyala, samar-samar Bunga mendengar suara gelas dan barang-barang di banting ke lantai berasal dari ruang CEO.
Bunga mendekat ke pintu mau melihat apa yang terjadi di dalam. Bunga terkejut saat melihat Tuan Rex sedang mabuk terlihat dari botol Alkohol yang pria itu pegang saat ini, sementara di lantai sudah berserakan kaca botol yang dia pecahkan.
Bunga merinding melihat itu, ia lalu ingin pergi dari tempat tersebut, namun saat Bunga mau melangkah pergi tanpa sengaja tangannya menyenggol vas bunga dan jatuh.
Pyaarrrrr!
Bunga terkejut lalu segera memunguti pecahan-pecahan kaca, Rex yang mendengar suara itu mendekati, dan kini ia melihat Bunga yang sedang berjongkok.
"Kau sedang apa!"
"A-aku." Bunga bangkit dengan kepala menunduk.
Namun tiba-tiba Bunga teringat pertengkaran Rex dan kekasihnya tadi siang, entah mendapat keberanian dari mana, perlahan Bunga mengangkat kepalanya dan menatap wajah tampan Rex.
Bunga wajahnya berubah serius seperti bukan Bunga, ia mendekati Rex seperti wanita malam yang suka menggoda, jujur dalam hati Bunga saat ini ia sangat jijik dengan tingkahnya ini, apa lagi malam ini ia akan memanfaatkan keadaan Bosnya yang mabuk untuk menjebaknya.
Namun tekad Bunga sudah bulat, dan akan siap menanggung segala konsekuensi.
Rex yang sudah mabuk berat tidak bisa membedakan wajah kekasihnya atau orang lain, saat ini Bunga sudah merayu Rex dengan sentuhan-sentuhan lembut jemarinya.
Rex yang melihat Bunga adalah Naumi langsung membawa Bunga masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Naumi," bisik Rex tepat di telinga Bunga sembari tangannya liar mulai menyentuh.
Dan malam ini mereka melakukan hal terlarang.
Tiga Minggu kemudian.
"Maaf Tuan, saya hamil," ucap Bunga lirih dengan kepala menunduk dalam, setelah memberikan selembar kertas dari hasil pemeriksaan dari rumah sakit.
Rex membacanya dan seketika pria itu marah dan membanting kertas itu. Membuang nafas berat seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Sekarang pikirannya buntu, Rex masih belum bisa menerima bila wanita yang bekerja sebagai cleaning servis di perusahaannya kini tengah hamil anaknya.
Sebisa mungkin Rex akan menolak, dan berpikir akan tetap memiliki anak itu tanpa harus menikah.
"Aku sudah punya kekasih jadi aku tidak bisa menikahimu."
"Tuan harus menikahiku," sarkas cepat Bunga tidak terima dengan penolakan Rex.
"Anak ini adalah anak Tuan, bagaimana bisa Tuan tidak mau menikahi saya!" ucap tegas Bunga seraya menunjuk perutnya yang masih rata.
Rex membuang nafas berat. "Aku cukup memberimu uang, tanpa harus menikah denganmu, dan anak itu tetap menjadi milikku," jawab enteng Rex tanpa pedulikan perasaan Bunga.
Bunga terkekeh seraya menangis mendengar ucapan Rex, sakit itu yang dirasa sekarang.
Bunga membuang nafas panjang berusaha menguasai diri supaya emosinya tidak meledak.
"Tuan yakin tidak akan menikahi saya?" tanya Bunga memastikan, dan langsung dijawab cepat oleh Rex.
"Of course." Rex tersenyum sinis, dalam hatinya hanya Naumi lah yang pantas menjadi istrinya, sementara untuk Bunga, Rex hanya beranggapan wanita itu lemah dan tidak akan bisa menekan dirinya.
Namun sepertinya pikiran Rex yang mengatakan Bunga wanita lemah itu salah, entah mendapat keberanian dari mana tiba-tiba Bunga berubah marah dan berteriak seraya berkata dengan mengancam.
"Tuan harus menikahi saya! Tuan akan tahu apa yang bisa saya lakukan demi anak saya, dan saya akan pastikan saat nanti saya kembali ke sini, Tuan pasti sudah menyetujui pernikahan ini, bila tidak, Tuan dan sekeluarga akan menanggung malu!"
Selesai bicara Bunga langsung pergi dari ruang kerja Rex, sementara pria itu langsung menatap tajam ke arah Bunga yang sudah pergi.
Brak! Rex memukul meja kerjanya dengan marah. Menggelengkan kepala cepat dengan terus berpikir Bunga tidak akan bisa berbuat apa pun.
Sementara Bunga yang saat ini sudah naik ojek motor entah tujuan mau kemana, ingatannya masih terbayang kejadian tadi saat dirinya berteriak marah.
Bunga jelas ingat betul saat tadi kakinya sudah gemetar, hatinya juga takut melihat tatapan menusuk Rex, tapi tidak menyangka bibirnya bisa berkata selantang itu.
Tidak lama kemudian ojek motor yang Bunga tumpangi sudah sampai di depan rumah bangunan mewah.
Bunga berdiri sendiri seraya memandangi gerbang bangunan mewah itu, Bunga kembali menangis, memejamkan matanya seraya menguatkan diri sudah bulat tekatnya untuk melanjutkan niatnya.
Bunga menghapus air matanya dengan kasar, setelah itu memencet bel rumah, sesaat kemudian satpam penjaga gerbang menghampiri, Bunga mengatakan mau bertemu dengan Nyonya pemilik rumah, Satpam minta Bunga untuk menunggu.
Tidak berselang lama satpam kembali dan meminta Bunga untuk masuk ke dalam.
Bunga diantar satpam sampai di depan pintu ruang tamu, di dalam sana sudah ada Nyonya Erasa dan Tuan Ciko selaku Presdir di perusahaan tempat Bunga bekerja.
Deg! Bunga terkejut dan semakin dilanda ketakutan, ingin mundur tapi sudah terlanjur sampai di sini, tidak ada pilihan lain, Bunga meyakinkan hatinya semua ini demi anaknya.
"Masuklah, Nak?" ucap ramah Nyonya Erasa, namun Tuan Ciko tetap diam dengan aura tak terbaca.
Bunga masuk lalu duduk setelah mendapat perintah, Bunga menunduk belum berani berkata sejujurnya, masih mengumpulkan keberaniannya, apa lagi di depannya ada Presdir, Bunga harus hati-hati dalam menyampaikan.
"Ada apa, Nak? Kenapa kamu bisa datang kemari?" tanya Nyonya Erasa lagi, dirinya tahu bila Bunga adalah karyawan cleaning servis di perusahaan suaminya, karena paham dengan seragam kerja yang Bunga pakai saat ini.
Mendengar pertanyaan Nyonya Erasa barusan, perlahan Bunga mengangkat kepalanya dengan sedikit keberanian Bunga menatap wajah Nyonya Erasa dan berganti menatap wajah Tuan Ciko.
"Nyo-nyonya, Tu-tuan, sa-saya mi-minta ma-maf," ucapan Bunga terhenti, bibirnya bergetar sulit untuk menyampaikan yang saat ini semakin deras menangisnya.
"Sa-saya hamil anak Tuan Rex, Nyonya Tuan," ucap Bunga ahirnya, yang langsung menunduk tidak berani menatap dua orang di depannya itu, ada perasaan lega sudah mengatakan, tapi ada perasaan takut bila kedua orang tua Rex juga akan menentangnya.
Deg! Nyonya Erasa terkejut sampai berpegangan tangan Tuan Ciko, Tuan Ciko yang sedari tadi diam ahirnya memberi komentar.
"Apa kamu punya bukti, anak muda?"
Bunga langsung mengambil foto di dalam tasnya, lalu menunjukan pada Tuan Ciko.
Sebuah foto USG dan surat keterangan kehilangan dari dokter, Nyonya Erasa yang ikut membaca seketika menangis, sementara Tuan Ciko hanya bisa diam.
Setelah mengatakan semua yang menjadi tujuannya datang kemari, Bunga pergi dari rumah tersebut dan kembali ketempat kerja.
Saat ini Bunga duduk di kantin perusahaan untuk makan siang, sembari mengunggah foto malam itu bersama Rex yang ia ambil dari rekaman CCTV, malam itu Bunga bertindak cepat sebelum Rex menghapus rekaman CCTV.
Bunga tersenyum setelah foto tersebut berhasil ia unggah di sosial media melalui aku palsu.
Di ruang CEO, Rex yang baru saja di telfon ayahnya dan dimarahi habis-habisan kini malah menemukan fotonya bersama Bunga beredar di sosial media.
Brak!
Sial!
Rex menggebrak meja seraya mengumpat, benar-benar tidak terfikir bila Bunga akan bertindak sejauh ini untuk menekan dirinya supaya mau menikahi Bunga.
"Semua foto sudah saya amankan Tuan," ucap Zee sekertaris Rex.
Namun sebelum foto Rex dan Bunga di hapus dari sosial media oleh Zee, Tuan Ciko lebih dulu melihatnya, dan saat ini kembali menelpon Rex.
Rex malas mau mengangkat hp nya namun terpaksa tetap ia angkat.
"Kamu harus tanggung jawab Rex! Ayah malu dengan perbuatanmu!" bentak Tuan Ciko di sambungan telepon yang kemudian langsung dimatikan secara sepihak, membuat Rex tidak bisa mengelak.
Bila sudah seperti ini Rex tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan Bunga.
Karena marah Rex membanting hp nya sampai remuk tidak bisa digunakan lagi.
Waktu terus berputar, hari semakin berlalu, dua hari setelah kejadian itu, tepat hari ini Rex dan Bunga tengah menikah.
Pernikahan yang digelar secara sederhana, hanya dihadiri keluarga saja, Bibi Eka dan suaminya juga hadir.
Rex dan Bunga habis menyelesaikan ijab qobul, saat ini menyalami kedua orang tua Rex dan selanjutnya menyalami keluarga yang datang.
Acara pernikahan sederhana itu cukup satu hari saja, tidak sampai malam.
Malam ini Bunga melewati malam pengantinnya sendiri, karena Rex yang sudah berstatus suaminya pergi keluar entah kemana sejak sore tadi, dan sampai malam belum kembali.
Maaf aku telah berkhianat padamu Kevin, tapi ini semua demi anak kita, gumam Bunga dengan menangis.
Sementara itu kedua orang tua Kevin yang tidak tahu pernikahan Bunga ini, karena pernikahan ini tertutup dan Bunga tidak mengundangnya. Mereka juga tidak peduli, karena dari awal memang tidak merestui hubungan Bunga dan Kevin, bahkan sejak Kevin meninggal juga tidak mencari Bunga untuk sekedar menanyakan calon cucu yang masih berada dalam kandungan Bunga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!