...Moment...
...Prolog...
...Happy reading...
...[•]...
“Kamu, Linda adiknya Atan kan?” tanya Retno, tiba-tiba berdiri di samping Linda yang sedang mengambil ayam balado untuk makan siangnya hari ini.
“Ah, iya, mas.” jawab Linda yang terkejut karena suara madu milik Retno menyapa telinganya. “Oh, mas ini managernya mbak Tyra kan?”
Retno tersenyum ke arah Linda. Tatapan mereka bertemu. “Ya. Kenalin, Retno Sangkala.”
Linda menunduk guna menatap telapak tangan Retno yang putih bersih, jauh berbeda dengan kulitnya yang hanya sebatas kuning Langsat, lalu menyambutnya dengan senyuman tak kalah manis hingga satu lesung pipinya muncul. Linda mendongak kembali, lalu menyebutkan namanya. “Belinda Adiyasa.”
Suasana yang tidak begitu banyak orang, dikelilingi banyak makanan, udara sedikit panas, kolam renang yang berkilap karena bias cahaya langit yang cerah, suara bincang didalam ruangan, dari sinilah semuanya berangkat. Retno memberanikan diri mendekati Linda.
Bak gayung bersambut, tepuk berbalas, Linda memberikan tanggapan cukup bagus pada tawaran perkenalan yang di ajukan Retno Sangkala. Meskipun agak canggung dan terkadang curi-curi pandang, mereka melanjutkan pembicaraan.
“Kata Tyra kamu masih kuliah.” tanya Retno, ia mengambil sepotong paha ayam dan meletakkannya di piring.
“Iya, mas. Lagi skripsi sih, lebih tepatnya.”
Retno mengangguk, lalu memperhatikan wajah Linda yang terlihat sedikit bersemu. Oke, mungkin karena suhu cuaca yang cukup panas. Anggap saja begitu.
“Habis lulus kuliah, mau kerja dimana?”
Linda yang tingginya hanya sebatas bahu Retno itu akhirnya mendongak. Ia menggeleng dengan ekspresi menggemaskan dihadapan Retno, yang membuat laki-laki yang biasa dikatai Tyra Letoy itu, kelabakan. Entah mengapa, make up Linda saat ini terlihat begitu pas di wajah gadis tersebut.
“Nggak tau, mas. Ikut alur saja dulu.”
Retno langsung menjulurkan tangannya untuk membantu saat melihat Linda kesulitan membawa minuman.
“Ah, terima kasih.” kata Linda sembari menyematkan sebuah senyuman manis yang semakin membuat Retno blingsatan.
Mereka berjalan menuju sebuah kursi santai dan saling berhadapan. Retno yang tadi membawakan minuman Linda dan belum sempat mengambil minumannya sendiri, harus rela kembali berlari menuju tempat dimana beberapa jenis minuman dihidangkan.
Begitu kembali ke meja, Retno mendapati makanan Linda yang masih utuh belum tersentuh, namun gadis itu sibuk dengan ponselnya dan sesekali tersenyum. Retno sedikit cemburu, tapi tidak ada alasan yang bisa memperkuat jika dia tiba-tiba menegur. bisa-bisa Linda ilang feeling dan kabur.
“Seru amat kelihatannya.” Retno berhasil menginterupsi Linda hingga gadis itu reflek memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil yang sejak tadi tergantung nyaman di pundaknya.
“Ah, ini, grup temen di kampus. Suka rese kalau nggak dibalesin satu-satu.”
Retno tertawa. Ternyata dunia mereka sama saja. Ya lah, lhawong masih sama-sama di bumi, mas Retno.
“Kirain dari pacarnya, kok seru gitu kelihatannya. Senyum-senyum sendiri lagi.” celetuk Retno yang membuat tawa kecil Linda terdengar.
“Pacar dari mana mas. Saya nggak punya pacar. Fokus kuliah karena mas Atan yang nyari uang. Nggak pingin kecewain kalau orang yang sudah membiayai Linda selama ini.”
Retno bersorak gembira dalam hati karena Linda menyambar umpan yang dia lempar. Sekarang Retno percaya jika Linda memang masih single, no taken. Namun disisi lain dia merasa iba juga takjub secara bersamaan karena Linda tumbuh dalam lingkungan kecil dan hidup sederhana.
“Kamu gadis baik.”
Sekarang Retno bisa melihat dengan jelas rona di wajah gadis itu.
“Mas bisa saja. Saya juga kadang petakilan, lho. Dirumah saja, ibu kadang panggil aku jerry, dan mas Atan yang jadi Tom nya.” canda Linda garing, yang justru membuat Retno tertawa lebar.
Retno lagi-lagi tertawa keras hingga deretan giginya yang rapi terlihat jelas. “Kita sama.” sahut Retno cepat. Kemudian, “Boleh minta nomor hape kamu? Siapa tau kita cocok.”
Jangan salah duga. Cocok bercandanya, maksud nya.[]
...To be continue...
###
Modus lu Jerapah 🙄
...______________...
...•Disclaimer•...
...-Cerita ini murni imajinasi penulis....
...-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidaksengajaan....
...-Semua karakter didalam cerita hanya fiksi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata....
...-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan....
...-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain....
...Regret,...
...Author...
...Moment...
...Part 01...
...Happy reading...
...[•]...
“Lin!”
Linda menoleh begitu mendengar suaranya di panggil seseorang. Ia mengehentikan langkah dan menunggu Tika—teman sekantornya —datang padanya.
“Tumben nggak sama do'i?” tanya Tika berusaha tau. Karena dia tadi sempat melihat saat memarkir motor, Linda turun dari mobil Fortuner hitam yang Tika tau itu adalah mobil kakaknya, Atan.
“Enggak.” jawab Linda irit.
“Ambekan?” goda Tika, mencolek lengan kiri Linda yang tertutup PDH—pakaian Dinas Harian—berwarna khaki sebatas siku. “Lagi berantem sama si Jerapah?”
Linda hanya menarik lurus bibirnya sambil menggeram kecil karena malas membahas sesuatu yang membuatnya empet beberapa hari ini.
“Kalian ini ya, udah pada tau. Nikah kek, malah ambek-ambekan kayak bocil cinta monyet aja!” celetuk Tika yang justru membuat Linda seperti masuk angin. Pusing, mual.
“Kali ini masalahnya udah nggak ambek-ambekan lagi, Tik. Kita udahan.”
Tika yang mendengar itu sontak mengehentikan langkah, kemudian menarik lengan Linda yang terpaksa harus tertarik mundur dan hampir terjungkal ke belakang.
“Apaan sih, Lo Tik?”
“Kalian putus?”
“Iya.” jawab Linda cepat, kemudian ia lanjutkan. “Udah ah, gue masih banyak kerjaan. Mau audit dulu.”
Linda yang dua tahun lalu diterima di salah satu instansi pemerintah itu memang selalu sibuk bekerja. Mengurus ini dan itu, audit disana, audit disitu, repot pokoknya. Pekerjaannya selalu sibuk.
Hingga langkahnya telah sampai di kubikel tempatnya bekerja, dia harus segera melakukan pekerjaan yang kemarin sempat ia bawa pulang dan dikerjakan dirumah.
Setelah melakukan absen, Linda segera melakukan pekerjaannya. Fokus, fokus, dan fokus. Kata itu yang terus ia rapal agar hari ini tidak terjadi kesalahan apapun yang merugikan dirinya yang dalam situasi patah hati.
Patah hati?
Ya, tentu saja. Dua hari yang lalu dia dan si jerapah Retno, memutuskan untuk menyudahi hubungan mereka yang sudah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebenarnya berat melepaskan karena kedua orang sudah saling mengenal masing-masing. Bahkan Linda sempat menginap di rumah orang tua Retno di Kalimantan setengah tahun yang lalu, dan mereka semua juga setuju untuk Retno dan Linda melangkah ke jenjang yang lebih serius.
Tapi apa? Manusia berencana, Tuhan yang menentukan. Hubungan mereka benar-benar berakhir dua hari yang lalu karena Linda, merasa di dua kan. Ia mendapati chat yang menurut pandangan gadis itu cukup mesra dan intim di ruang obrolan pesan berbalas milik Retno. Pria itu sudah menjelaskan jika yang mengirim pesan itu salah satu temannya saat menjadi manager dulu, dan mereka tidak ada hubungan apa-apa. Tapi Linda tidak percaya, dia bahkan tidak peduli walaupun Retno memohon untuk tidak memutuskan hubungan secara sepihak seperti ini.
Panggilan sayang, siapa yang tidak sakit hati? Ditambah Retno yang membalasnya dengan iya sayang? Luar biasa nggak tuh?
Linda yang merasa sakit hati, tetap keras kepala dan tidak mau ambil pusing untuk kesekian kali. Dia ingin putus meskipun Retno mengiba agar Linda lebih percaya padanya.
Disela pikirannya yang kacau, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya hingga Linda terlonjak kaget, hampir mengumpat, dan tentu saja cimol yang hampir ia masukkan mulut itu, melompat jatuh karena terlepas dari tusukan kayu.
“Astaga Tika?!” kesal Linda tidak terima, kemudian memungut cimol yang jatuh ke lantai dan memakannya. Pernah dengar istilah belum lima menit? Linda menerapkan itu untuk makanan yang jatuh dari kekuasaannya.
“Iyuh, jatuh Tu Lin. Ngapain lu makan?”
“Memangnya kenapa? Orang lantainya bersih kok.” sambarnya kesal karena si biang malah merasa tidak bersalah. Makanan cimol begini tempat belinya jauh. Untung tadi ditawari pak Bono, si satpam yang mau cari maksi di luar dan bersedia ia titipi.
“Kotor, lah. Habis diinjek siapa aja tuh lantai?!”
Linda acuh dengan pendapat Tika dan melanjutkan menusuk cimol pedas level se-tan itu, lantas memakannya. Patah hati begini, paling memang enak makan yang pedas dari pada yang manis. Bisa sekalian nangis dengan alasan kepedesan nanti kalau misalnya tiba-tiba melow teringat kenangan indah saat bersamanya. Kok jadi kayak mirip lirik lagu sih?!
“Bekal apa kamu?” Tanya Linda pada Tika yang mengeluarkan kotak bekal berwarna pink dengan gambar bunga dan kucing di tutupnya. Selama bekerja disini, Linda memang jarang membawa bekal. Tergantung mood dan juga keadaan.
“Mama masak sambel goreng ati. Mau?”
“Nggak ah. Makan ati.”
Jokes yang sungguh garing, tapi Tika tetap tertawa untuk sekedar menghargai.
“Makanya, jangan tengkaaaar mulu sama pacarnya yang ganteng itu.”
Linda memicing tidak terima saat orang lain menyebut Retno ganteng. Mungkin, bisa dibilang Linda ini tipikal perempuan dan pacar posesif kalau disebut di jaman peradaban manusia cerdas saat ini. Dia masih saja cemburu meskipun sejak dua hari lalu dia dan Retno sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Tapi sesaat kemudian dia sadar jika dia yang meminta putus, jadi tetap jaga image setinggi langit agar tidak dikira bucin.
“Ganteng makan ati, percuma. Kalau mau, ambil aja.” Linda ingin menampar mulutnya sendiri karena bicara seperti itu. Justru dia merasa semakin meradang saat berkata Retno bebas dimiliki orang lain sekarang. Dan jika itu benar terjadi, Linda akan melingkari tanggal berakhirnya hubungan dengan Retno sebagai hari patah hati nasional untuk dirinya sendiri.
“Beneran boleh? Gue ngga yakin.” kelakar Tika yang justru mendapat tatapan sinis dari Linda.
“Memangnya, gue punya hak marah gitu? Enggak kali Tik. Kita udah putus, dan gue nggak mau ikut campur lagi urusan dia.” celetuk Linda dongkol. Kenapa Tika justru menangkap basah dirinya yang cemburu dan kesal dengan teramat sangat memalukan seperti ini?
“Mau punya pacar baru kek. Mau nikung istri orang kek. Mau tersungkur pun, gue nggak mau lagi peduli sama dia.” lanjutnya berapi-api sampai membuat Tika melongo. Linda yang seperti ini, justru terlihat menyedihkan. Terlihat sekali jika dia masih belum terima dan ikhlas melepaskan Retno.
“Kok gue dengernya Lo lagi putus asa sih, Lin?” tanya Tika mulai khawatir karena Linda seperti ingin menangis. Mata gadis itu sudah setengah merah dan berkaca-kaca. “Kalau mau nangis, entar aja. Disini banyak orang tau.”
Linda menarik nafas dan mengembuskannya kasar. Lalu hal kedua yang ia lakukan adalah mendongak menatap langit-langit ruangan dapur yang memang sering digunakan staff untuk makan siang itu dengan tatapan nanar.
“Sebenernya, gue ini kurang apa sih Tik?” tanya Linda pada akhirnya. Menahan kesedihan sendirian itu, sakitnya luar biasa. “Gue udah kasih dia kebebasan, udah kasih dia cinta gue yang tulus, udah kasih dia perhatian. Tapi kenapa dia masih ngelakuin apa yang enggak gue suka?!” tanya Linda dengan wajah memerah karena menahan tangis. Hatinya terasa sangat sakit dan ingin sekali menangis. Tapi ego dan rasa malu seolah siap mengoloknya jika airmata itu jatuh hanya karena seorang pria.
“Memangnya apa yang bikin kalian sampai memutuskan untuk udahan kayak gini?”
Linda menunduk, menatap cimol dalam sterofoam, lalu kembali menusuk bulatan yang berwarna paling merah. Ia mendesis, kemudian menangis tanpa suara.
“Aduh, pedas.” katanya mengaduh. Mengambing hitamkan makanan pedas sebagai biang keladi airmatanya jatuh.
Tika menggelengkan kepala tidak habis pikir. Bagaimana bisa memiliki teman seperti Linda begini, yang aneh saat sedang sedih.
“Mungkin, dia punya alasan yang nggak bisa dia katakan ke elo.”
“Dia sampai dipanggil sayang lho, Tik. Gue sebagai pacarnya kan jelas sakit hati?!”
Tika mulai tau duduk permasalahan tanpa meminta Linda bercerita.
“Dia selingkuh?”
“Dia chating sama cewek lain. Panggil sayang dan Retno juga bales dengan panggilan sama. Misalnya Lo di posisi gue, apa Lo nggak marah? Apa Lo nggak curiga?”
Tika tidak menyangkal jika posisi Linda memang sudah benar. Retno juga yang salah mengapa harus menjawab dengan panggilan sayang jika memang tidak ada hubungan apa-apa? Bisa dengan sebutan lain kan? Nah kalau sudah ketahuan si posesif begini, runyam juga kan?
“Lo udah denger penjelasan dari dia?”
Linda mengangguk. “Udah, tapi gue tetep nggak percaya.”
Tika meraih telapak tangan Linda dan mengusapnya pelan. “Coba Lo bicarakan lagi sama Retno. Siapa tau, bicara dengan kepala dingin lebih bisa menerima situasi, oke?”
Benarkah? Apa Linda perlu mencobanya?[]
...To be continue ...
###
Jangan lupa dukungannya dengan cara Like, komentar, dan subscribe. Bisa juga dengan cara memberikan Vote dan hadiah untuk LindaXRetno jika berkenan, ya ☺️
Terima kasih 🙏
...Moment...
...|Part 02|...
...Happy reading...
...[•]...
Pacaran yuk?
Retno ingat betul ajakannya tiga tahun yang lalu kepada Linda. Kalimat itu ia ungkapkan dua bulan setelah mereka bertukar nomor WhatsApp saat Atan dan Tyra menamai Ajeng, anak gadis si T-rex yang sudah Retno anggap keponakan sendiri.
Saat itu, Retno hanya coba-coba dan belum sepenuhnya meletakkan hatinya pada Linda. Dia hanya merasa tertarik pada lawan jenis, dan berujung penasaran ingin memiliki. Retno tetap membatasi diri dan perasaan, takutnya nanti dia sudah terlanjur jatuh cinta, Linda malah menolaknya kan nggak lucu kalau dia patah hati sendirian?
Seiring berjalannya waktu, perasaan yang semula hanya berupa rasa ingin tau, berubah menjadi lebih intens dan menyentuh hati. Retno berhasil mencintai Linda dengan hatinya, hingga bisa dikatakan cinta mati pada gadis berusia enam tahun lebih muda darinya itu.
Sekarang, usianya sudah diatas tiga puluh tahun, dan coba-coba dalam sebuah hubungan itu bukan tujuannya. Retno sudah sreg dengan Linda sampai berani membawa gadis belia itu pulang ke Kalimantan untuk bertemu ibu dan ayahnya disana.
Retno itu anak bungsu dari empat bersaudara. Dua kakak perempuannya sudah menikah dan memiliki masing-masing dua anak. Sedangkan kakak laki-laki yang urutannya tepat berada di atas Retno, juga sudah menikah setahun yang lalu dan sekarang istrinya sedang hamil anak pertama mereka. Tinggal Retno yang masih bermanja-manja pada ayah dan ibunya. Bahkan kalau pulang kampung, Retno masih sering minta di kelonin sama ibunya.
Pernah suatu malam saat dia pulang kampung dan tidur di pangkuan sang ibu, ibunya itu berkata jika ingin segera melihat Retno menyusul ketiga kakaknya. Retno yang saat itu memang masih belum berminat untuk mengenal wanita pun, hanya meng-iyakan keinginan ibunya.
Lalu sekarang, diusianya yang ke tiga puluh dua tahun, Retno ingin mencari yang serius. Hingga dia bertemu Linda dan setelah menjalin hubungan selama satu setengah tahun, dia memberanikan diri mengajak Linda bertemu ibu dan ayahnya di Kalimantan. Tentu saja dengan izin dari Atan juga sebagai kakak yang bertanggung jawab penuh untuk Linda.
“Haaah ... ” dengus Retno saat kenangan indah bersama Linda kembali terputar dalam ingatannya. Apalagi beberapa kali mereka juga sempat melakukan kontak fisik selain bergandengan tangan. Gampang ditebak, kok. Yap! Apalagi kalau bukan ciuman.
Mungkin bisa dihitung dengan jari, tapi kesannya begitu membekas dalam ingatan Retno, karena Linda ternyata tipikal gadis yang pandai membawa dan menjaga diri, juga posesif.
Nah, satu sifat itulah yang membuat Retno semakin mencintai gadis dua puluh enam tahun tersebut. Retno suka jika Linda selalu menekuk wajahnya dengan bibir cemberut karena cemburu saat dirinya disapa perempuan lain. Di sanalah sensasinya mempunyai kekasih posesif. Retno jadi suka cari gara-gara supaya diperhatikan dan di posesif-in sama Linda.
Tapi, pesan yang dia terima tempo hari, sampai membuat hubungannya dengan Linda berakhir sepihak, memang tidak pernah ia duga. Pasalnya Katrine yang dulu pernah ia dekati itu sudah lama tidak menghubunginya, tiba-tiba kembali mengirim pesan. Dan bodohnya, Retno malah membalasnya dengan kata sayang, lalu terpergok Linda. Lalu, terjadilah perang dunia ke empat antara negara air dan negara api.
Retno memutar kemudi mobil ke arah kanan. Ini artinya dia akan melewati tempat kerja Linda. Tapi, bukan menjemput Linda tujuannya kali ini, melainkan bertemu orang yang ia panggil dengan sebutan sayang di WhatsApp dua hari yang lalu, Katrine. Ia berencana mengajak Linda saat Katrine mengajak bertemu. Retno juga sempat akan membatalkan janji ketemuan dengan Katrine, karena takut Linda akan marah besar. Akan tetapi semua itu hanya menjadi rencana karena apa yang ditakutkan Retno lebih dulu terjadi. Dia kehilangan Linda.
Saat melewati pintu gerbang gedung tempat Linda bekerja, Retno menahan kepalanya agar tidak menoleh dan ingin tau seperti yang biasa ia lakukan saat menunggu Linda keluar dari gerbang dan tersenyum ke arahnya.
Wah, ini memang tidak masuk akal. Tapi kenangan itu memang masih melekat erat dalam ingatannya. Wajar sih, karena mereka baru saja putus dua hari yang lalu.
Secara refleks, Retno mengurangi kecepatan mobil agar sedikit melambat. Sialnya, dia tidak bisa menahan kepalanya untuk tetap lurus kedepan saja memperhatikan jalan raya, tapi malah berkhianat dan menoleh begitu saja ke arah gedung tempat mantan kekasihnya bekerja. Apesnya, mata jeli Retno itu justru menangkap pemandangan tidak mengenakkan. Linda, sedang dibonceng seorang pria dengan motor keren ber-CC gede, yang mengenakan seragam sama dengan yang dipakai Linda. Dan yang semakin membuat kepala Retno mengepul, Linda seperti dekat dengan pria yang memang terlihat tampan dari jauh itu.
Tidak terima, Retno menepikan mobilnya dan mencari-cari keberadaan ponsel yang tadi ia letakkan di ...
“Anj-ing!!” umpatnya kesal. Dia sudah marah-marah jengkel karena lupa tidak membawa ponsel. Sebelum berangkat tadi, dia sempat ke dapur untuk minum. Ponsel ia letakkan dimeja makan dan ternyata malah tertinggal. “Sial!!” makinya lagi sambil memukul stir mobil lalu meremas rambut cepaknya yang di pomade.
Niat hati ingin menangkap basah Linda, mengatai mantan kekasihnya itu agar sadar diri jika mungkin dia yang selingkuh. Dituduh selingkuh membuat Retno lemah dan memilih mengalah lalu menuruti kemauan Linda untuk putus. Tapi melihat yang seperti itu didepan mata, siapa yang tidak terbakar? Baru juga dua hari putus, sudah main tebeng aja! Retno jelas nggak terima dong.
Lelah misuh-misuh, akhirnya Retno memutuskan tancap gas dengan hati yang uring-uringan setengah mam-pus. Dari pada makin terbakar, makin dongkol? Dia memilih pergi menuju tempat janjiannya bertemu dengan Katrine. Masalah keselnya ke Linda, nanti saja dilanjut dirumah.
Soal mengapa Retno memilih meng-iyakan ajakan Katrine, pria itu kepalang putus asa. Tidak tau lagi harus melakukan apa setelah diputuskan sepihak oleh Linda. Ia memilih bertemu Katrine sebagai pengalihan isi kepalanya yang sudah oleng.
Sesampainya di sebuah cafe kekinian yang biasa didatangi para orang berduit yang di inginkan Katrine, Retno segera masuk. Perempuan itu sudah memesan tempat di meja nomor sepuluh. Letaknya paling ujung, dekat dengan tembok kaca cafe yang langsung menghadap ke jalan raya.
Tidak ada yang bisa dilakukan Retno selain menunggu, karena ponselnya tertinggal dirumah dan Katrine belum datang. Tadi, seorang pramusaji sempat menawarkan menu pada Retno dan dia bilang masih menuggu teman.
Tapi, tanpa disangka. Ketika Retno mengangkat wajah saat bel pintu cafe berbunyi, bukan Katrine yang datang, melainkan Linda dan si pria tampan pemilik motor keren yang masuk ke dalam cafe.
Dengan alis tertaut dan telapak tangan mengepal erat, Retno menahan semua rasa tidak nyaman yang sedang menderanya. Didepan matanya sendiri dia melihat mantan kekasih yang baru putus dia hari lalu, tersenyum manis kepada pria lain selain dirinya.
Cari masalah tuh cewek!
Retno berdiri kasar hingga meja kafe tanpa sengaja terdorong dan menarik perhatian para pengunjung, tak terkecuali Linda yang baru saja datang dan tidak menyadari keberadaan Retno.
Mata mereka bertemu, dan ekspresi santai Linda berubah datar. Dia sama sekali tidak menduga jika dia akan bertemu dengan Retno secepat ini setelah putus. Bahkan kenangan yang mereka buat saja belum hilang tuh dari kepala. Tapi ...
Linda berusaha menghindar saat melihat Retno mulai mengambil langkah yang dia tau, pasti akan mendatangi dirinya. Bukan takut, tapi lebih ke malas. Dia tidak ingin berdebat didepan umum. Itulah alasan mengapa Linda menarik lengan pria yang ada disampingnya untuk memutar arah dan mengajak pria itu keluar dari cafe yang rencananya akan mereka gunakan untuk membahas kunjungan luar kota yang dilimpahkan kepada mereka berdua seminggu mendatang.
Tepat saat Linda bersama pria itu berhasil keluar, Retno meraih lengan Linda dan menggenggamnya kuat hingga tiga orang itu berhenti disisi pintu yang justru, semakin menarik perhatian.
Layaknya pacar yang ketahuan main belakang, Retno menarik Linda hingga telapak tangannya terlepas dari lengan teman kantornya. Dengan gerakan cepat dia membuka pintu mobil, memaksa Linda masuk dan dengan cepat mengunci dari remote agar Linda tidak bisa keluar ketika dirinya memutar dan duduk di kursi kemudi.
Meskipun sebelum masuk ke mobil sempat bersitegang dengan teman Linda, Retno berhasil membawa Linda pergi, perempuan itu terus mengomel dan memaksa turun, tapi tidak digubris sedikitpun oleh Retno.
Mobil terpaksa menepi karena Linda mengancam akan melompat jika Retno tidak mau menghentikan mobilnya. Dalam sekejap mobil pun menepi. Linda menatap galak dengan nafas memburu karena marah.
“Apa sih maksud kamu kayak gini?!” Sentak Linda dengan nada melengking karena kesal setengah mati.
“Kamu yang kenapa?!” balas Retno tak mau disudutkan. Dia merasa tidak terima atas tuduhan Linda. “Kamu nuduh aku selingkuh, cari alasan, cari gara-gara, jadi untuk ini? Untuk hubungan kamu sama pria itu?” kata Retno dengan suara yang sudah turun beberapa oktaf. Tatapannya tak kalah sengit dari tatapan Linda yang seperti ingin membunuh.
“Kamu ngomong apa sih?!”
“Aku ngomong berdasarkan apa yang aku lihat.” cetus Retno yang membenarkan tindakannya. Sedangkan Linda menggelengkan kepala, dia kecewa karena Retno menuduhnya seperti seorang pengkhianat. “Kalau kamu memang udah nggak mau sama aku, tinggal ngomong jujur. Nggak usah nuduh sedangkan itu hanya alasan kamu supaya kamu—”
“Aku nggak seperti itu, Jerapah!!”
“Kamu menuduhku, Lin.” kata Retno pelan, menyerupai bisikan.
Linda menetap wajah oriental yang ternyata dia rindukan. Airmatanya mengalir turun begitu saja tanpa diperintah.
“Aku kecewa sama kamu.” kata Linda sendu, buru-buru mengesat airmata dan menarik pengait pintu mobil, dan pergi begitu saja tanpa bisa Retno cegah. Ia meninggalkan Retno sendirian yang terus menatap nanar punggung kecil Linda tanpa sepengetahuan perempuan itu.
“Aku yang sakit lihat kamu sama orang lain, Lin.”[]
...To be continue...
###
Percobaan bawa kabur anak gadis orang gagal. Jerapah kurang pengalaman memang
Yang sudah mahir, dipersilahkan memberikan trik kepada jerapah kesayangan T-rex dong, biar ngga ngenes.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!