Sundari sedang menyapu di ruang utama sebuah rumah tempat penjualan wanita di kawasan prostitusi berbentuk gang.
Walaupun kehamilan nya sudah memasuki bulan bulan kelahiran anaknya, Ia masih beraktivitas seperti biasa.
Ia menyapu, mengepel dan mencuci semua piring bekas tadi malam.
Tadi malam rumah milik Mama Iren ramai pengunjung sehingga tempat ini penuh dengan sampah dan gelas gelas bekas minuman.
Sundari mengerjakan semua itu dengan bersemangat.
Jika bukan karna kebaikan Mami Iren mungkin Ia sudah di usir sembilan bulan yang lalu ketika tau dirinya hamil.
Sudah jadi peraturan di rumah ini jika ada penghuninya yang hamil maka harus keluar dari rumah ini.
Itu sebabnya kami di berikan pelindung agar mencegah kehamilan. Dan entah bagaimana Sundari bisa kecolongan hamil karena sebetulnya tamu tamunya selalu Sundari berikan pengaman.
Sundari bahkan tidak tau siapa ayah dari anak yang Ia kandung.
Bagaimana Ia ingat jika dalam satu malam Ia bisa melayani beberapa tamu.
Sundari bukan tidak mencoba untuk menghilangkan anak yang Ia kandung.
Ia sudah pernah makan nanas muda bahkan sampai melakukan hal ekstrim tapi bayinya masih tetap bertahan.
Sampai akhirnya Ia lelah dan hanya ingin anak ini cepat keluar saja.
Ia hanya keluar kamar jika Rumah ini tutup. Jika rumah ini beroperasional akan banyak laki laki hidung belang berkumpul disini.
Rumah Mami Iren termasuk yang ramai di gank ini.
Mami Iren memang menjaga kualitas anak anaknya.
Kami di kursus kan belajar make up, bagaimana harus berpakaian bahkan ada cek kesehatan setidaknya satu tahun sekali.
Selain itu rumah Mami Iren terkenal dengan anaknya yang cantik cantik.
Bahkan Mami Iren tidak sembarangan dalam merekrut anak anaknya.
Ia punya standar sendiri seperti tubuh ideal dan warna kulit.
Mami Iren juga terkenal baik karena selalu membagikan makanan kepada para tukang ojek, tukang parkir, pengemis, tuna wisma dan orang orang lain yang membutuhkan.
Mami Iren memiliki dua anak di kampung. Satu perempuan dan satu laki laki.
Suaminya sudah meninggal karena penyakit kanker paru paru dan semenjak itu Ia tidak menikah lagi.
Menurut kabar yang beredar, Mami Iren dulunya adalah wanita malam Ibu kota yang bertarif lumayan.
Dan di usianya yang ke tiga puluh Ia pensiun dan membuka rumah ini bersama suaminya.
Tapi semenjak suaminya meninggal Ia mengelola rumah ini sendirian.
Ia tidak mau menikah lagi, walaupun ada beberapa laki laki yang mengajaknya menikah.
Menurutnya, Ia bisa melakukan semuanya sendiri dan tidak butuh laki laki.
Mami Iren juga yang meminta aku untuk merawat anak ini
" Udah rawat saja Ri, udah lama juga saya ga denger suara anak kecil di gank ini "
Mami Iren berkata seperti itu ketika Sundari sudah lelah melakukan banyak hal untuk menghilangkan bayinya.
Jadilah ia sekarang bekerja menjadi tukang bersih bersih di rumah Mami Iren.
Mamai Iren juga yang sibuk membelikan susu untuk Ibu hamil, buah buahan dan makanan bergizi lainnya.
Sundari memang termasuk generasi pertama di Rumah Mami Iren, jadi memang antara keduanya memiliki kedekatan yang lebih di bandingkan anak yang lain.
" Istirahat saja Ri jika sudah cape " Mami Iren turun dari tangga dengan kepulan asap rokok.
" Oh iya kamu ga boleh kena asap rokok ya " Ia mematikan rokok yang sedang Ia hisap.
" Menurut bidan kamu melahirkan berapa minggu lagi? "
" Menurut bidan enam hari lagi Mi " Jawab Sundari sambil memeras lap pel.
" Udah deket lagi ya, besok kita belanja keperluan bayi sama si Maman. Pagi aja kita berangkat ke pasar "
Begitulah Mami Iren, Ia sangat menyayangi Sundari dan cslon bayinya.
Sundari sendiri dulu pernah menikah dengan orang yang dia cintai.
Namun Sundari di ceraikan oleh suaminya yang main serong dengan janda dekat rumahnya.
Sundri tidak memiliki anak dari pernikahan pertamanya.
Setelah itu sundari menikah lagi dengan seorang kuli bangunan yang merupakan tetangga di kampungnya.
Pernikahan itu hanya bertahan dua tahun karena mantan suaminya sangat kasar dengan Sundari.
Sudari selalu menjadi sasaran kemarahan suaminya jika suaminya pulang dalam keadaan mabuk atau kalah judi.
Sundari juga tidak memiliki anak dari suami keduanya.
Setelah bercerai Sundari ingin kembali ke rumah orang tuanya yang sudah meninggal.
Tapi kaka kandungnya tidak menerimanya karena Ia takut suaminya akan tergoda dengan Sundari yang merupakan seorang janda.
Begitu keras masa lalu Sundari hingga ia tidak percaya lagi dengan cinta.
Ia mulai bekerja sebagai penjaga warteg untuk melangsungkan hidup, tapi tidak bertahan lama karena suami pemilik warteg kedapatan mengintip Sundari ketika mandi.
Sundari memang terlahir cantik, kulitnya putih, badannya bagus san rambut hitamnya yang selalu terurai menambah kecantikannya.
Tidak heran para laki laki hidung belang suka menggodanya bahkan suami beristri pun ikut menggodanya.
Itu membuat Sundari kesulitan untuk mencari pekerjaan dan tempat tinggal.
Berkali kali Ia pindah kerja dan pindah tempat tinggal karena di labrak oleh beberapa orang yang menuduh Ia menggoda suami mereka.
Padahal Sundari tidak pernah melakukan apapun bahkan tidak menanggapi setiap siulan, kata kata menggoda bahkan tidak jarang melecehkan.
Sampai akhirnya ketika Ia bekerja di toko kelontong di pasar Ia bertemu dengan Mami Iren.
Karena lumayan sering Mami Iren belanja di tempatnya bekerja, merekapun jadi banyak mengobrol.
Sundari mulai menceritakan hidupnya dan kesulitannya dalam mencari pekerjaan dan rumah tinggal.
Mami Iren lalu menawarkan Sundari untuk bersih bersih di tempat usaha barunya.
Mami iren memberikan sundari kamar untuk tinggal.
Setahun bekerja sebagai tukang bersih bersih, Sundari mulai tergoda untuk menjadi wanita malam.
Ia melihat wanita malam di tempat Mami Iren memiliki perhiasan dan uang yang lumayan banyak.
Mereka juga terlihat sangat cantik dengan riasan dan baju yang mereka kenakan.
Sundari pun mengutarakan niatnya kepada Mami Iren.
Mami Iren awalnya tidak memperbolehkan Sundari untuk bekerja menjadi wanita malam.
Karena menurutnya Sundari tidak ada hal mendesak yang membutuhkan uang banyak seperti anak anaknya yang lain.
Kebanyakan anak Mami Iren yang menjadi wanita malam adalah perempuan perempuan yang kesulitan ekonomi.
Seperti anaknya sakit, orang tuanya sakit atau suaminya yang sakit.
Ada juga karena memiliki hutang yang banyak sehingga memutuskan menjadi wanita malam.
Tapi berbeda dengan Sundari yang tidak punya tanggungan apa apa, Mami Iren merasa sayang jika Sundari menjadi wanita malam.
Namun Sundari muda begitu bertekad untuk menjadi kaya.
Ia ingin membeli perhiasan seperti anak anak Mami Iren, ingin berdandan cantik dan berpakaian yang bagus.
Akhirnya Mami Iren menyerah dan membiarkan Sundari untuk bekerja menjadi salah satu wanita malam di tempatnya.
Sundari merasakan perutnya seperti di remas remas.
Jam menunjukan pukul satu pagi, Ia mencoba menahannya sekuat mungkin tapi akhirnya menyerah dengan rasa sakit yang Ia rasakan.
Ia berteriak sambil menahan sakit, tidak lama kemudian Imas yang berada di kamar sebelah datang dengan panik.
" Kenapa Ri " Tanyanya sambil membantu aku berdiri.
" Sakit banget Mas perutku " Sundari meremas dan memukul mukul perutnya.
Tidak lama kemudian Lastri juga datang ke kamar Sundari.
Melihat Sundari yang mengerang kesakitan, Ia langsung memberitahukan kepada Mami Iren.
Saat itu juga Sundari di bantu oleh beberapa orang di bantu untuk ke rumah sakit.
Di dalam perjalanan menuju rumah sakit air ketuban Sundari pecah.
Situasi di dalam mobil semakin riuh, Sundari tidak henti hentinya mengerang kesakitan.
Sesampainya di rumah sakit, Sundari langsung di tangani oleh dokter jaga yang bertugas.
Mami Iren, Imas dan Maman menunggu di depan ruang tindakan.
Rasanya seperti menunggu kelahiran dari sanak saudara, walaupun mereka tidak ada khubungan saudara.
Kurang lebih selama satu jam proses kelahirannya sampai mereka bertiga mendengar suara tangis bayi yang memecah keheningan malam.
Mami Iren masuk ke dalam ruangan, melihat Sundari yang masih di penuhi darah pasca melahirkan.
Di dada Sundari ada bayi laki laki yang gendut dan sehat sedang mencoba menyusu pada Ibunya.
Mami Iren sampai menitikan air mata melihat kelahiran bayi laki laki itu.
Karena hanya Maman yang ada pads saat kelahiran, maka Maman lah yang mengadzani bayi laki laki itu.
Sundari terlihat lelah dan juga lega sudah melahirkan bayinya.
Mami Iren menamai bayi laki laki itu dengan nama Rian.
Tidak ada arti khusus, Rian adalah nama mantan pacar Mami Iren ketika Ia masih remaja.
Sundari bahkan tidak mau menamai anak itu dan terlihat acuh dengannya.
Setelah kelahiran Rian, kamar Sundari selalu ramai oleh teman temannya yang ingin melihat Rian.
Tidak sedikit dari mereka yang menghadiahkan perlengkapan bayi untuk Rian.
Rian kecil berkulit putih dengan tatapan mata yang tajam dan selalu tersenyum, tidak heran teman teman Sundari menyukai Rian.
Walaupun di malam hari Rumah Mami Iren ramai dan penuh dengan suara, tapi Rian kecil tidak rewel dan tidak terbangun.
Penghuni rumah Mami Iren selalu bilang jika Rian adalah anak yang pengertian.
Tapi beda dengan apa yang di rasakan Sundari.
Sedari awal Ia tau bahwa Ia hamil, dia sudah benci dengan bayi ini.
Menurutnya, Rian adalah sebuah malapetaka. Ia jarang menggendongnya san menyusui Rian dengan malas malasan.
Bagi Sundari Rian menghambat kehidupannya dan tidak ada gunanya di hidup Sundari.
Mungkin teman teman Sundari bahkan Mami Iren lebih sayang dengan Rian dibanding Ibunya sendiri.
Padahal pada saat Rian lahir umur sundari sudah tiga puluh empat tahun, harusnya sudah siap jika memiliki anak.
Tapi beda dengan Sundari. Pemikirannya masih seperti anak kecil, Ia tidak peduli pada apapun kecuali dirinya sendiri.
Bahkan Rian sewaktu bayi sering terjatuh dari tempat tidur karena Sundari sibuk dengan ponselnya.
Mami Iren dan teman temannya yang lain sampai kasihan melihat Rian.
Diumur Rian dua tahun, Sundari susah mulai bekerja kembali.
Rian kecil sudah terbiasa tidur sendiri tanpa ada sosok Ibu.
Siang hari pun di saat ibunya tidur Ia terbiasa main sendiri.
Sampai umur lima tahun Rian tidak pernah bermain dengan teman seumurannya.
Jangankan untuk membawa Rian jalan jalan, bahkan untuk mengurusnya saja Asal asalan.
Sampai akhirnya di umur lima tahun, Mami Iren menyuruh Sundari untuk memasukan Rian ke sekolah Tk.
Jika Mami Oren yang menyuruh Sundari tidak bisa bilang tidak.
Pergilah Sundri ke Tk terdekat untuk mendaftarkan Rian.
Jarak antara Rumah Mami Iren ke sekolah hanya sekitar tujuh menit jika berjalan kaki.
Tempatnya persis di belakang Rumah Mami Iren, tapi karena tidak ada jalan dari rumah Mami Iren langsung ke TK, maka harus jalan memutar.
Mengisi formulir saja sudah membuat Sundari merasa kerepotan, apalagi mengetahui jika uangnya akan berkurang karena menyekolahkan Rian.
Padahal nanti Maman juga yang akan mengantar Rian setiap harinya, jadi Sundari hanya di repot kan hari ini.
Perjalanan pulang Sundri mengandeng Rian, lebih tepatnya seperti menyeret.
Karena Rian kecil begitu kesulitan mengejar langkah Sundari yang lagi lagi seperti marah padanya.
Sedri kecil, Rian sudah mengalami kekerasan apalagi jika Sundari pulang dalam keadaan mabuk atau ada yang menyebalkan saat bekerja, Rian pasti menjadi pelampiasannya.
Mami Iren sampai heran, mengapa Sundari yang dikenal baik olehnya bisa begitu kasar dan tega pada anaknya sendiri.
Rian bahkan tidak pernah di berikan uang jajan, Mami Iren dan teman teman Sundari yang biasanya memberikan uang untuk Rian jajan.
Semua orang di rumah Mami Iren tau seperti apa perlakuan Sundri kepada anak kandungnya Ini.
Tapi Rian tidak pernah menangis atau merengek minta di belikan sesuatu.
Jika Ibunya kasar terhadapnya Ia hanya diam saja dan menerima semua kemarahan Ibunya yang bahkan Rian sendiri tidak tau kenapa.
Dia selalu main sendirian dengan barang barang yang ada di dalam rumah.
Kadang ia bermain dengan sapu, kardus, ember apa saja Ia mainkan, selagi Ibunya tidak melihat.
Tapi jika Ibunya sudah bangun Ia menjadi anak yang diam.
Banyak penghuni rumah ini yang akhirnya Iba dengan Rian.
Mereka jugalah yang memberikan Rian mainan atau alat tulis untuk Rian coret coret.
Sundari juga bukannya tidak pernah di tegur oleh yang lain, tapi setiap di tegur ia akan hanya bilang Iya.
Tapi ketika masuk kamar Ia melampiaskan semuanya kepada Rian.
Sampai akhirnya Mami Iren dan teman temannya menyerah untuk memberitahukan Sundari.
Hari ini adalah hari pertama Rian masuk Tk. Pagi pagi Ia sudah mandi sendiri dan memakai bajunya sendiri.
Ia jalan mengendap endap selama menyiapkan dirk untuk berangkat sekolah.
Ia tidak mau jika Ibunya terbangun karena mendengar suaranya.
Ia memakai baju, celana dan menyisir rambut sebisanya.
Setiap Pagi Maman pasti membantunya untuk merapihkan pakaian dan rambutnya yang masih acak acakan.
Hari pertama sekolah adalah moment yang menyenangkan bagi Rian karena ini kali pertama Ia bermain dengan teman seumurannya.
Sayangnya main dengan teman sekelasnya hanya di lakukan di hari pertama.
Di hari kedua, teman temannya sudah tidak mau bermain dengannya.
" Kata Mamaku kamu dari tempat kotor, aku ga boleh dekat dekat kamu " Penolakan itu begitu menyakitkan untuk Rian.
Walaupun kecil Ia tau jelas Ia berasal dari mana.
Dipikirannya teman temannya benar benar jahat.
Ia memandang teman temannya yang sedang bermain prosotan.
Ia menunggu temannya yang menghinanya naik ke prosotan, lalu Ia berlari ke arah prosotan, naik ke tangga dan mendorong anak itu dengan keras.
Anak itupun menangis dan guru guru yang sedang ada di ruang guru pun keluar.
Menolong anak yang terjatuh yang tangan kirinya tidak berbentuk lurus seperti ada yang patah.
Rian tersenyum senang memandangi temannya yang terluka.
Sedang enak tidur karena semalam Ia bekerja lebih banyak dari biasanya. Maman mengetuk pintu kamarnya berkali kali.
Dengan kesal Sundari terpaksa membuka pintu kamarnya.
" Apa sih Man ganggu banget " Sundari membukakan pintu dan memaksakan matanya terbuka walau berat.
" Gawat Sun Gawat " Hanya Maman di rumah ini yang memanggil Sundari dengan Sun.
" Apa yang gawat? " Sundari bertanya malas.
" Anak mu ngedorong temennya dari perosotan sampe tangan temennya patah Sun "
Mendengar ucapan Maman, Sundari tidak merespon apapun.
" Terus kenapa? "
" Gila kamu nanya terus kenapa? Ya pihak sekolah dan orang tua murid mau ketemu sama kamu " Ucap Maman gemas.
" Kamu saja yang datang, aku malas " Sundari hendak menutup pintu kamarnya tapi Maman menahannya.
" Ga bisa di wakilkan Sun, ayo kamu siap siap sku anterin "
Terpaksa Sundari harus pergi ke sekolah anaknya.
Tanpa mandi dan hanya mencuci muka sundari mengenakan baju seadanya bersama Maman menuju ke sekolah anaknya.
Di dalam ruangan sudah ada dua orang guru, satu ibu ibu yang mendekap anaknya yang mana si anak mengenakan gips di tangan kirinya.
Dan Rian yang duduk sendirian sambil menunduk.
Sundari di persilahkan masuk oleh guru sekolah TK.
Orang tua murid melihat Sundari dari atas ke bawah dan tertawa meremehkan.
" Jadi begini, tadi pada saat istirahat Alvin sedang bermain perosotan dan tiba tiba Rian berlari ke arah Alvin dan mendorongnya dari atas perosotan sehingga Alvin langsung terjauh ke tanah dan mengakibatkan tangan kirinya patah "
Sundari langsung melihat kearah anaknya yang tertunduk.
" Saya ga mau tau Bu Guru pokoknya Rian harus di keluarkan dari sekolah ini, masa masih kecil udah berusaha untuk menyakiti orang lain " Ibu Alvin berbicara dengan nada yang marah.
" Mohon maaf sebelumnya Bu, Rian kan masih kecil mungkin dia ga sengaja melakukan itu. Jadi dianggapnya hanya sedang main saja "
Maman terpaksa meminta maaf terlebih dahulu karena Sundari hanya diam saja menahan kantuknya.
" Enak saja tidak sengaja Bapak bilang, tangan anak saya patah loh Pak, kok segampang itu ngomongnya " Ibu Alvin berkata sengit sama Maman.
Sundari masih saja diam dan memperhatikan semua drama yang sedang terjadi di hadapannya.
" Saya minta maaf sebesar besarnya atas apa yang terjadi dengan anak Ibu, nanti kami akan bicara dengan Rian agar tidak terjadi hal serupa. Tapi mohon Rian jangan di keluarkan dari sekolah Bu " Maman masih mencoba bernegosiasi.
Ia masih merasa bahwa ini adalah kesalahpahaman belaka dan Rian pasti tidak sengaja melakukan itu.
" Gimana Bu, kalo cuma selesai dengan maaf saja ya saya ga terima " Ucap Ibu Alvin yang menekan Ibu Guru.
" Karena ini adalah pertama kalinya terjadi di sekolah kami. Sementara Rian tidak kami keluarkan, kami akan memberikan kesempatan kepada Rian " Ucap Ibu guru.
Jelas sekali Ibu Alvin tidak terima dengan keputusan itu.
" Tapi jika sekali lagi terjadi hal serupa pihak sekolah akan mengembalikan Rian kepada orang tuanya kembali " Lanjut Ibu guru.
" Terima kasih Ibu untuk kebijakannya. Kami akan bertanggung jawab atas biaya pengobatan Alvin, mohon bisa di tulis nomor rekeningnya Bu "
Dengan perasaan yang masih kesal Ibu Alvin menulis di kertas.
Maman hendak bersalaman dengan Ibunya Alvin dan mengambil kertas yang sudah berisi nomor rekening dan nominal.
Tapi uluran tangan Maman tidak di tanggapi oleh Ibunya Alvin dan akhirnya Maman duduk kembali.
Sundari yang melihat hal itu sudah geram sekali tapi berusaha untuk menenangkan diri agak tidak terjadi keributan.
Rian kecil melirik ke arah Ibunya yang terlihat sedang marah.
Setelah mediasi itu mereka bertiga pulang menuju Rumah Mami Iren.
Sepanjang perjalanan Maman mengajak Rian yang murung bercanda.
Ia bahkan menggendong Rian si punggungnya.
Rian kecil tau apa yang akan di terimanya di rumah.
Ia pasti akan habis dipukuli oleh Ibunya sendiri karena masalah ini.
Benar saja baru masuk ke kamar Rian sudah di pukuli dengan sapu lidi.
Rian tidak menangis dan mencoba menahan rasa sakitnya.
" Bikin malu dasar anak nyusahin. Dari dalam perut sampe kamu lahir selalu nyusahin aku. Dasar anak ga tau diri "
Rian hanya melindungi kepala dan wajahnya dengan kedua tangannya agar tidak menjadi sasaran kemarahan Sundari.
Jika bukan karena Mami Iren yang menghentikan Sundari mungkin Rian sudah penuh dengan sabetan sapu lidi.
" Kamu gila ya Sundari mukul anak sekecil ini sampe sebegitu nya. Ini anak kamu sendiri " Mami Iren mengambil Rian yang sedang dalam posisi meringkuk.
Sundari berhenti memukul Rian karena kedatangan Mami Iren.
" Karena anak ini aku harus menerima penghinaan dari Ibu temannya mih " Ucap sundari.
" Memang apa yang Rian lakukan? "
" Dia mendorong temannya dari atas perosotan sampe tangan temennya mengalami patah tulang "
" Dia masih kecil Ri, mungkin dia ga sengaja "
" Aku bahkan harus keluarkan sejumlah uang untuk membayar biaya pengobatan anak itu "
" Biar aku yang membayar, sudah kamu jangan ambil pusing dan berhenti menyakiti anakmu "
Mami Iren menggantikan baju Rian " Anak pinter " Berkali kali Mami Iren mengelus kepa Rian.
" Rian main di luar ya biar Mama kamu istirahat dulu "
Rian mengangguk sambil tersenyum dan bermain sendiri di luar.
Senyum Rian hanya sampai di tangga rumah Mami Iren.
Selebihnya wajahnya terlihat kesal. Ia kesal karena Alvin hanya luka ringan dan Ibunya sangat sombong sekali.
Rian akan melakukan balas dengan kepada Alvin dan Ibunya.
Tapi mulai sekarang Ia akan lebih berhati hati agar tidak ketahuan.
Rian menuju ke belakang rumah Mami Iren, di sana adalah tempat rahasia Rian.
Semua orang di rumah ini melihat Rian sebagai anak yang baik dan penurut.
Tapi mereka tidak mengetahui wajah asli Rian yang sebenarny.
Untuk anak seumuran Rian yang seharusnya masih polos, Rian sudah tau arti membalas dendam.
Rian juga suka menyiksa dan membunuh hewan hewan tidak bersalah.
Ia membakar semut, menginjak cacing sampai putus, memasukan tikus ke dalam kaleng dan membakarnya dan mengubur anak kucing hidup hidup.
Semua itu Rian lakukan tanpa alasan yang jelas, Ia hanya senang melihat binatang binatang itu kesakitan dan mati.
Entah sudah berapa hewan yang mati di tangannya.
Dan pertama kalinya Rian melampiaskan kemarahannya dan menyakiti orang lain.
Tapi Ia belum puas dengan yang di alami Alvin. Mulai sekarang Ia akan terus mengganggu Alvin tanpa orang lain ketahui.
Rian berpikir keras harus melakukan apa terhadap Alvin.
Sambil berpikir, di tangannya ia sedang memegang obeng yang ia ambil dari rumah dan di tanah ads kecoa yang sudah mati karena tusukan bertubi tubi dari Rian.
Sedari kecil Ia sudah bisa menikmati bagaimana perasaan membunuh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!