NovelToon NovelToon

(Un)Perfect Pandhawa

Pertama

"Ini.. Ayo dimakan, kakak bantu ya~"

Seorang perempuan tampak membantu seorang anak kecil perempuan yang tengah kesulitan karena gangguan penglihatan yang dia dapatkan setelah kecelakaan yang merenggut seluruh anggota keluarganya, dan menyisakan anak kecil malang itu, dan tidak ada siapapun yang mau mengadopsi anak manis itu, karena matanya yang tidak lagi bisa melihat (Tunanetra).

Perempuan itu, Felitha Mishelia, seorang perawat paling muda, dengan ekspresi yang begitu riang, dan paling bersemangat merawat para anak dan orang lainnya yang mengidap disabilitas. Motto Felitha hanya satu, membantu mereka yang memiliki kekurangan fisik, karena itulah cara kita untuk mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.

Karena itulah, hidup Felitha di serahkan sepenuhnya menjadi perawat di salah satu Rumah Sakit terkenal di Jakarta, yakni Rumah Sakit Penuh Cinta, yang memang di berdiri kan untuk anak-anak atau pengidap disabilitas untuk di rawat disini, dan di berikan bantuan tertentu. Bekerja disini, adalah suatu hal yang sangat membanggakan bagi Felitha, membantu para anak-anak, lansia yang memiliki kekurangan fisik, selain itu Felitha juga sangat senang membantu seluruh temannya.

Karena itu, hampir semua perawat sangat menyayangi Felitha, meskipun dia masih sangat muda, yakni berusia 21 tahun, dan sudah mendapatkan sebuah SIKP, karena kecerdikan dan niatnya yang memang sudah mantab dari awal.

"Felitha.. Pak Bagas manggil kamu ke ruangan."

Seorang perawat bernama Cindy, tiba-tiba saja datang menghampiri Felitha yang tengah asyik mendulang anak kecil manis bernama Rani itu, Felitha sedikit bingung dengan panggilan itu, apakah dia melakukan kesalahan pada laporan atau apa ??

"Eh ?? Aku dipanggil ?? Memang ada masalah apa ??"

Cindy mengangkat bahunya, sembari menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak tahu, tapi.. kayanya tadi Keluarga Sagara juga datang sih kesini. Coba aja kamu ke ruangannya."

Felitha mengangguk, kemudian dia menyerahkan sebuah mangkuk berisikan sebuah bubur makanan kepada Cindy, sembari berbicara pada Cindy dan juga Rani bocah kecil malang itu.

"Cindy, tolong ya.. Kamu suapin dulu, Rani."

"Rani, kamu sama kak Cindy dulu ya.."

"Oke.." Secara bersamaan Cindy dan Rani menjawab ucapan Felitha yang sepertinya sudah berlalu dari sana.

Jika bersangkutan dengan nama Bapak Bagas, maka Felitha tidak akan menunda lebih lama, jadilah dia langsung segera menuju ke arah ruangan Pemilik Rumah Sakit Penuh Cinta itu. Dalam perjalanan, Felitha sempat berpapasan dan menyapa temannya secara singkat dan sedikit cepat, dia memang terkenal sangat ramah kepada siapapun, membuat beberapa orang menyayanginya.

Hingga kakinya berada di depan ruangan milik Bapak Bagas, dengan perlahan dia mengetuk pintu ruangan itu, hingga terdengar suara perintah dari dalam kantor tersebut.

"Masuk."

Felitha membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan, betapa terkejutnya dia melihat dua pasangan yang tidak lain dan tidak bukan adalah Tuan Tirta Sagara, dan istrinya Nyonya Cantika Sagara. Siapa sih yang tidak mengenal keluarga Sagara ?!

Memiliki bisnis berjejer, dan juga kekayaan yang benar-benar membuat siapapun akan merasa ngiler, Ibarat mereka sedang makan, pasti bahan makanan mereka adalah uang dan emas. Selain itu, Keluarga Sagara juga dinobatkan sebagai Keluarga paling harmonis dan begitu di kagumi oleh banyak orang-orang bangsawan atau terkenal di Indonesia bahkan di luar negeri.

"Mohon maaf, apa Bapak Bagas memanggil saya kesini ??"

Lelaki tua berkacamata itu tersenyum, saat Felitha sedikit menunduk dan berbicara dengan nada sopan. Meskipun menjadi perawat paling muda, tapi Felitha adalah sosok yang sopan, lembut dan halus. Maklum saja, Felitha ini berasal dari Kota Solo, Surakarta yang terkenal akan keanggunan dan kelembutan para perempuannya. Meskipun begitu, Felitha sudah lama tinggal, dan bekerja di Jakarta, jadilah aksen bicaranya tidak lagi medok seperti orang Jawa Tengah pada umumnya.

"Felitha, ini adalah Tuan Tirta Sagara dan juga, istrinya, Nyonya Camila Sagara. Kedatangannya kemari adalah mencari seorang perawat yang mau merawat kelima putranya." Ujar Bapak Bagas menjelaskan secara jelas tapi singkat, membuat Felitha merasa sedikit bingung dan heran, kenapa malah memanggilnya kemari ?? Bukankah jika menyewa seperti ini, seharusnya memanggil perawat lama yang sudah berpengalaman ??

"Tapi kenapa, anda memanggil saya kemari ?? Dan.. Apa hubungannya dengan saya ??"

Pertanyaan polos ini, sempat membuat perempuan yang sudah berumur tapi tetap cantik itu, tertawa pelan seakan terhibur akan kepolosan dari Felitha itu sendiri, dan melihat istrinya sepertinya sudah memiliki ketertarikan dengan Felitha, dia segera berbisik ke arah istrinya itu.

"Bagaimana menurutmu ??"

"Aku sangat suka dengan perilaku dan cara bertutur katanya. Aku akan memilih Felitha." Ujar Nyonya Camilla tersenyum dan itu membuat Felitha merasa bingung, senang, bahagia tapi juga gugup.

DIA YANG TERPILIH ?! OMG !! BEKERJA PADA KELUARGA ORANG PALING KAYA DAN SUKSES ?! BAGAIMANA JIKA DIA GAGAL ?! BAGAIMANA JIKA DIA MALAH MEMPERMALUKAN NAMA RUMAH SAKIT INI ?! kira-kira seperti itu isi jeritan batin Felitha saat ini, yang masih bingung dan juga kaget itu, matanya berkedip beberapa kali dengan ekspresi yang tetap diam meskipun hatinya berteriak tidak karuan disana.

"Ehh.. Tapi-"

"Baiklah kalau begitu, kesepakatan akan dimulai. Nah Felitha, kau bisa bekerja dengan mereka mulai besok ya." Bapak Bagas tahu betapa minder perawat yang satu ini, padahal sudah banyak orang yang ingin meminjam jasanya untuk merawat putra atau putri mereka yang mengidap disabilitas di rumah, tapi Felitha selalu menolak secara halus dengan alasan jika dia belum begitu berpengalaman.

Bapak Bagas hanya ingin, Felitha mendapatkan pengalaman bekerja di luar sana, dan sesekali bekerja di luar Rumah Sakit, agar bisa membantu lebih banyak orang lagi disana. Dan, dari pekerjaan di luar, Felitha mendapatkan gaji dan bonus tambahan dari bos baru mereka. Jadilah Bapak Bagas sengaja memotong ucapan Felitha dan langsung meng'iya'kan keputusan itu meskipun sebenarnya tidak adil, karena tidak membiarkan Felitha berbicara.

"Ba..Baiklah kalau begitu.. saya permisi dulu.." Ujar Felitha menunduk memberikan hormat dengan sedikit gugup dan bingung menanggapi kesepakatan tersebut.

Setelah keluar ruangan, dan sedikit jauh dari ruangan Pak Bagas, barulah Felitha bertingkah seperti cacing kepanasan, antara senang panik dan gugup. Dan itu membuat teman-teman nya yang sedang duduk bersantai setelah melakukan beberapa pekerjaan, melihatnya dengan tatapan aneh dan bingung.

"Fel.. Kenapa ?? kerasukan, kah ??" Tanya Puja dengan sedikit bingung dan merasa aneh.

"Gak salah makan, kan ??" Lanjut Tania dengan bingung juga.

"Itu anak paling habis kejedot dinding, makanya jadi gitu." di antara semua orang yang bingung, hanya Xena yang malah memberikan respon candaan, karena anak itu memang sangat jarang sekali serius.

"Eh Guys !! gila !! Ada kabar gila !!" Ujar Felitha dengan sedikit panik dan juga bingung.

"Kabar apaan ??"

"Aku bakal di sewa, dan kerja sama orang. Gimana ini ?!"

"Akhirnya.. syukuran kita.. syukuran.." Ujar Tania mendengarkan ucapan Felitha.

"Heh !! harusnya tuh seneng, di sewa dan bisa kerja di luar Rumah Sakit, malah bingung gitu." Ujar Xena memasukkan makaroni ke dalam mulutnya.

"Masalahnya yang nyewa dan butuh bantuan itu dari Keluarga Sagara."

"WHAT ?!"

Kedua

Felitha sudah mengemasi beberapa barang miliknya yang berada dalam kamarnya sendiri. Oh iya, disini Felitha mendapatkan sebuah mess sendiri di rumah sakit, karena memang jam kerja yang cukup lama itu membuat pihak rumah sakit, memberikan mess atau tempat tinggal sendiri bagi para perawat dan dokter.

Felitha tersenyum sendu, tidak menyangka sebentar lagi dia tidak akan tidur di kamar yang sudah dia tinggali hampir 3 tahun, bahkan Felitha tidak ingat kapan pertama kali dia memasuki kamar yang bernomer 35 itu. Dia bertanya dalam hati, mungkinkah di tempat tinggal yang baru, dia akan mendapatkan kamar yang nyaman seperti saat di mess ini.

Jika kalian memikirkan tentang kemewahan, itu salah besar. Felitha menyukai tempat yang membuatnya merasa nyaman adalah saat dia bersama dengan orang-orang yang baik, dan peduli padanya. Apakah di rumah baru nanti, dia akan bertemu orang-orang yang baik dan peduli padanya ?? Entahlah semua masih terlihat buram baginya.

"Huft.. Ini terakhir aku tidur di kamar ini, malam ini malam terakhirnya.. Besok pagi, bahkan aku sudah di jemput dan di bawa ke rumah yang baru. Semoga di sana terdapat orang-orang yang baik." Ujar Felitha sebelum dirinya menutup tas koper yang ada di pangkuannya itu.

Felitha meletakkan koper itu ke bagian bawah kasurnya dan memasukkannya ke dalam lorong di bawah kasur, setelah semua sudah selesai. Felitha kemudian mulai mencoba untuk mematikan lampu dan tertidur, menutupi tubuhnya dengan selimut, memeluk guling hingga gumaman selamat malam dia ucapkan secara perlahan, seakan memberikan ucapan pada dirinya sendiri.

"Jangan lupa kirim kabar ya." Ujar Cindy saat dia dan beberapa teman perawat lainnya, melihat Felitha akan pergi untuk bekerja di tempat lain, beberapa dari mereka sedikit bersedih kehilangan teman paling baik mereka itu, tapi ada juga yang senang karena akhirnya Felitha bisa mendapatkan pengalaman dan juga uang tambahan.

Perawat yang sering mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan tugas untuk merawat di luar rumah sakit, akan dianggap sebagai perawat senior yang besar kemungkinan akan naik gaji jika kembali ke Rumah Sakit Penuh Cinta, atau mungkin akan selamanya tinggal bersama orang yang mempekerjakan mereka. Tapi lebih dari itu, merawat lebih banyak orang yang membutuhkan adalah suatu keberkahan bagi mereka.

"Tenang, aku tetep bakalan ngasih kabar ke kalian." Ujar Felitha tersenyum sembari memegang koper di tangannya, dan menunggu jemputan dari calon majikannya yang baru, atau calon atasan nya yang baru di luar lobby rumah sakit.

"Ntar kalau balik ke sini lagi, kita rayain deh. Felitha kan ntar naik pangkat, kita adain acara makan-makan !!" Ujar Xena dengan penuh semangat, terutama mengenai makanan.

"Makan mulu !! Ntar jadi gendut, ngambek !" Ujar Tania menggeplak kepala temannya dengan pelan, tapi tetap saja karena gerakan tangan yang mendadak membuat Xena tidak siap akan serangan kecil itu, dan kaget. Sembari memegang kepalanya yang di geplak oleh Tania.

"Sakit~"

"Manja !!"

"Biarin !! Wlee !!"

Cindy, dan Puja hanya menggelengkan kepala mereka melihat tingkah kedua temannya yang memang sering tidak akur dan selalu berkelahi itu. Felitha hanya bisa tersenyum tipis, dia yakin akan merindukan keempat sahabatnya yang selalu bersama dengannya, selama bekerja di rumah sakit ini. Ada perasaan berat meninggalkan rumah sakit yang sudah dia anggap sebagai rumah sendiri.

Tidak lama, sebuah mobil berwarna hitam datang dan masuk ke Lobby Penjemputan. Mobil itu berhenti tepat di hadapan Felitha dan perawat lainnya, kaca mobil kemudian diturunkan dan terlihat seorang lelaki yang masih muda tersenyum dan bertanya kepada Felitha.

"Felitha Mishelia ya ??"

Felitha mengangguk, lalu lelaki muda itu tersenyum.

"Okee.. naik aja, ke kursi depan." Ujar Lelaki muda itu dengan nada yang ceria, dan itu sedikit membuat Felitha bingung dan kaget.

"Tenang, aku bukan penculik. Perkenalkan, Aku Damar Sagara. Makanya naik ke bagian depan aja, ntar aku dikira supir." Ujar lelaki bernama Damar Sagara yang ternyata adalah anak dari Keluarga Sagara juga, membuat Felitha kemudian menunduk meminta maaf.

"Eh.. Maaf tuan.. Aku tidak bermaksud untuk-"

"Jangan panggil tuan. Aku itu masih muda, panggil aja mas atau kak gitu. Udah gak papa, ayo naik."

Felitha mengangguk, sementara teman perawat lainnya hanya bisa tersipu malu, dan merasa terpesona. Sepertinya Keluarga Sagara memang adalah Keluarga yang terpilih, karena seluruh anggota keluarga mereka memiliki wajah good looking. Cindy, Xena membatin betapa beruntungnya, Felitha mendapatkan jemputan dari sosok pangeran kaya dan tampan, sementara Tania, dan juga Puja hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Aku pergi dulu, semua."

"Hati-hati."

Felitha kemudian beralih ke pintu yang sebelah, lalu masuk ke dalamnya. Seperti perintahnya, dia duduk di samping supir itu. Setelah memastikan jika Felitha sudah masuk dan siap, Damar tidak lupa berpamitan pada teman-teman Felitha yang berada di luar.

"Tenang, aku bakalan jagain temen kalian kok. Duluan ya~"

"Iya, kak."

Damar menutup jendela kaca, dan kemudian mulai menginjak gasnya secara perlahan. Mobil berwarna hitam nan mengkilap itu terlihat mulai keluar dari halaman rumah sakit, dan menuju ke arah jalan raya.

Selama perjalanan, Damar sesekali mengajak berbicara Felitha, agar kondisi tidak terlalu kaku. Dan lagi, Damar ternyata adalah sosok yang sangat ramah dan baik, meskipun dia tidak terbiasa berbicara formal, dan cenderung lebih santai tapi hal itu membuat hubungan nya dengan siapapun sangat dekat, bahkan Felitha juga menjadi tidak canggung lagi.

"Mama kemarin bilang, katanya suka banget sama Felitha. Makanya aku aja yang jemput, sekalian perkenalan duluan. Gak papa, kan ??"

"Gak papa kok, aku cuma tadinya agak kaget."

"Pasti mikir ya, kok sopirnya muda dan ganteng kek gini, hahahahaha... Aku ada waktu luang, makanya aku jemput aja, daripada di rumah bosan."

"Oh iya.. Kalau sampai di rumah nanti, jangan kaget ya sama perilaku kakak. Soalnya mereka tuh ansos banget orangnya." Lanjut Damar menjelaskan sedikit mengenai sosok yang mungkin akan menjadi pasien atau orang yang dirawat oleh Felitha nantinya.

"Ansos ??"

Damar mengangguk, meskipun matanya memandang ke arah depan, tapi dia bisa menjawab dan bahkan fokus pada ucapan dari Felitha, tanpa harus melihat ke arah gadis di sebelahnya itu.

"Iya.. Ansos banget, kadang dingin, kadang ramah, tapi untuk yang lain masih agak mending sih, daripada Kak Alto. Udah nanti kalau ketemu, intinya jangan kaget, itu aja pesenku." Ujar Damar membuat Felitha penuh dengan tanda tanya, mungkinkah dengan bekerja pada Keluarga Sagara dan bertemu dengan orang baru, dia akan mendapatkan tantangan tersendiri ??

Terlebih kebanyakan orang atau pasien yang dia rawat dan layani, memiliki sifat yang cukup ramah dan terbuka, jarang sekali ada pasien yang bertingkah acuh atau dingin. Biarlah ini menjadi tantangan tersendiri baginya.

Ketiga

“Nah, kita sampai !!”

Mobil mereka memasuki sebuah halaman yang cukup luas dan besar, Felitha terpesona akan kemegahan rumah milik Keluarga Sagara, rupanya tidak jauh berbeda dari yang muncul pada berita di handphone, rumah berwarna putih yang sangat megah, besar, dan mirip seperti istana ini tampak sangat mengaggumkan.

Damar kemudian memarkirkan mobilnya pada halaman yang berada dekat dengan pintu masuk, lelaki itu kemudian menoleh menyadari jika Felitha masih sibuk mengaggumi hingga tidak menyadari jika mobil mereka sudah sampai pada tujuan. Hal itu membuat Damar sedikit geli karena perilaku Felitha sangat mirip seperti anak kecil yang diberikan sesuatu yang indah dan bagus. Damar kemudian menyentuh pundak Felitha, untuk menyadarkan gadis itu jika mereka sudah sampai.

“Ehm.. Felitha~”

“Eh ?? i..iya ??”

“Kita udah sampai lho, gak mau turun ??”

“E..Eh.. maaf tuan.”

“Lha, kan panggil tuan lagi. Jangan tuan, kak aja. Aku masih muda lho.”

“E..eh iya maksudnya, iya kak.. hehehe..”

Dengan canggung dan penuh rasa malu, Felitha keluar dari mobil menutupi wajahnya yang memerah malu, karena ketahuan sudah menganggumi rumah milik bos barunya itu. Sementara Damar yang mengetahui tingkah dari Felitha justru tertawa geli, karena gadis itu benar-benar lucu.

“Astaga.. Lucu sekali tingkahnya, rumah ini akan semakin menyenangkan dengan kedatangan Felitha.” Sembari melepaskan sabuk pengaman, Damar sudah bisa membayangkan jika kehadiran Felitha bisa sedikit membantu kakaknya yang dingin dan acuh itu.

Damar kemudian keluar dari mobilnya dan mendapati Felitha yang berdiri menunggunya. Damar kemudian mengunci mobilnya dengan alarm, dan melangkah menuju tempat Felitha berdiri.

“Udah, ayo masuk. Semua pasti sudah menunggu di dalam.”

Felitha mengangguk, tapi dia masih sedikit merasa malu karena tingkahnya sendiri, jadilah perempuan itu belum berani menatap ke arah Damar. Felitha padahal biasanya bisa begitu bersosialisasi tapi disini bersama dengan orang yang masih asing, gadis itu berubah menjadi sosok yang sangat-sangat pemalu dan pendiam. Felitha memutuskan untuk mengikuti Damar dari belakang, matanya tidak berhenti kagum memandangi rumah bagian dalam yang benar-benar megah dan indah, dekorasi yang terpasang di dinding serta vas bunga indah di setiap ruangan. Rasanya seperti memasuki istana dalam film disney, ditambah lagi, sosok Kak Damar sebagai anak pemilik rumah terlihat tampan bak pangeran, eh tunggu Kak Damar bilang jika dia memiliki seorang kakak.

“Hai, semua !!! Aku datang !!”

Damar dengan tangan terangkat menyapa beberapa orang di ruang santai, disana terlihat Nyonya Cantika duduk di sofa, dengan seorang lelaki yang duduk di kursi rodanya, lalu lelaki lainnya yang sedang duduk di sofa sembari menatap layar handphone seakan tidak peduli dengan kehadiran Damar, dan satu lagi sosok lelaki yang juga duduk di sofa paling pojok menoleh ke arah Damar, dan juga sosok gadis Felitha itu di belakangnya.

“Akhirnya muncul juga tuh bocah, kirain ilang kemana.” Ujar lelaki yang duduk di kursi roda, saat menatap ke arah Damar.

“Gitu amat, Kak Arya ke adik sendiri.” Ujar Damar dengan nada dibuat-buat, membuat sosok bernama lelaki yang disebut sebagai Kak Arya itu memutar matanya malas.

“Semoga kamu betah ya, ngurusin anak-anak ini.” Ujar Cantika yang akhirnya membuka suara melihat berdebatan anak-anaknya itu, dan perkataan itu sukses membuat Felitha sedikit tertawa, sementara Damar, dan juga Arya menatap dengan cemberut kesal.

“Kita bukan anak-anak ?!” Ujar kedua lelaki itu dengan nada manja yang dibuat-buat, sementara Felitha sendiri hany bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah lucu para lelaki di depannya.

Tapi sedikit yang membuat Felitha bingung adalah sosok lelaki yang sibuk dengan handphonenya seakan tidak terganggu dengan suara di sekitarnya itu. Dan sosok yang duduk di sofa pojok hanya bisa terdiam dan tersenyum melihat tingkah saudara-saudaranya yang lain.

“Oh iya, perkenalan dulu. Itu Kak Arya namanya, aku gak usah jelasin ya.” Bisik Damar membuat Felitha mengangguk, dia tahu maksud perkataan Damar yang dimana lelaki itu tidak perlu menjelaskan apapun saat melihat Arya duduk di atas kursi roda, sudah menjelaskan mengenai kondisi fisiknya.

“Itu, namanya Kak Adnan. Kak Adnan !!”

Arya menyenggol pundak Adnan yang membuat sosok itu terkejut dan menoleh ke arah Damar dengan ekspresi kaget seakan melihat sosok hantu.

“Lho ?? Damar ?? Sejak kapan kamu datang ??” Ujar Adnan bingung, sementara Damar menepuk dahinya dan menatap datar ke arah kakaknya itu.

“Nah, kan. Kak Adnan gak dengerin kata dokter, pasti Kak Adnan gak pasang alat bantunya.”

“E-eh… Gi..gimana ??”

Arya meraih handphone milik Adnan dan mengetik sesuatu di layar handphone itu, lalu menunjukkan pada saudaranya itu, dengan tatapan datar dan kesal. Adnan hanya terkekeh malu, dan menyadari kesalahannya. Dia kemudian meraih sesuatu di dalam kantongnya, Felitha langsung mengenali alat yang di pakai oleh Adnan yang kemudian di pasang di dalam telinganya.

“Nah, sekarang udah bisa denger. Coba ngomong sekali lagi ??” Ujar Adnan selesai memasang dan menyalakan alat itu.

Felitha langsung mengetahui kondisi fisik dari beberapa lelaki di depannya, Arya dengan kelumpuhan pada kakinya, Adnan dengan kondisi pendengaran yang parah, bahkan lelaki itu tidak bisa mendengar apapun tanpa bantuan dari alat kecil tersebut, dan satu lelaki lagi yang masih tidak di ketahui kondisi fisiknya dan namanya.

“Jadi, dia adalah Felitha. Dia yang bakalan ngerawat kakak-kakak tercintaku~” Ujar Damar menjelaskan membuat Adnan membulatkan matanya dan menatap ke arah wanita yang masih cantik meskipun sudah menginjak usia 50 tahun lebih.

“Mama ngapain nyewa perawat ?! kita ini udah besar mah !!” Ujar Adnan dengan sedikit cemberut.

“Nah, setuju !! Lagian tanpa perawat kita bisa ngurus diri sendiri. Iya, kan ?? Jun ??”

Lelaki di pojokan yang di panggil Jun itu mengangguk mantab, seakan dia setuju dengan ucapan saudaranya itu. Sementara Cantika menggelengkan kepalanya dengan tegas, dan mulai berbicara kepada ketiga putranya yang keras kepala itu.

“Gak usah alasan ! Arya, kamu itu sering ceroboh sampai pernah jatuh ke kolam renang Cuma gara-gara handphone ! Dan kamu Adnan, kamu kalau gak diingetin masalah alat bantu, sering lupa pakai ! Dan Kamu juga Arjun !! hadehh kalian bertiga ini selalu ceroboh dan mama gak mau ada tragedi jatuh ke kolam renang, dan jangan lupa Adnan hampir ketabrak gara-gara lupa pakai alat bantu !!”

Nyonya Cantika berbicara dengan nada tegas, dan itu membuat ketiga putranya hanya bisa menunduk mendengarkan celotehan ibu mereka yang memang benar adanya. Terlebih Adnan yang hampir saja ketabrak karena tidak mendengarkan suara klakson motor dari belakang. Cantika hanya khawatir akan keselamatan kelima putranya itu saja, dia tidak bermaksud untuk mengekang atau apapun itu.

“Pokoknya, mulai sekarang Felitha yang bakalan jagain dan ngerawat kalian, jangan membantah ! Juga jangan jahilin Felitha !! Oke ??”

“Iya, ma..” Ujar Arya dan Adnan dengan nada pasrah, sementara Arjun hanya bisa mengangguk pelan seakan tidak berdaya untuk mengelak ucapan ibunya itu. Felitha kini paham, kenapa Arjun sedari tadi hanya terdiam, rupanya lelaki itu adalah seorang tunawicara, atau seseorang yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi.

Untuk kasus yang satu itu memang belum memiliki teknologi yang memadai. Hanya teknologi bagi seorang tunarungu saja, yaitu alat yang di pasang ditelinga seseorang untuk bisa membantu mereka mendengarkan suara. Sementara untuk Tunawicara sendiri belum ada teknologi yang membantu mereka berbicara, semoga saja akan tercipta teknologi itu untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!