Seorang wanita berjalan terburu-buru melewati lorong sebuah Hotel mewah. Ia hendak menuju suatu kamar. Sesampainya di depan kamar tujuannya, ia berhenti dan menatap tajam pintu tersebut. Kedua tangannya mengepal, darahnya serasa mendidih.
"Sialan! bisa-bisanya ... " gumamnya menahan tangisan.
Ia mengambil napas dalam-lama, lalu mengembuskan napas panjang. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu.
Tok ... tok ... tok ...
Pintu diketuk. Wanita itu menunggu penghuni kamar membukanya. Adelle terus menatap ke arah pintu, bersiap menerjang, jika pintu sudah dibuka.
Benar saja, sesaat setelah pintu terbuka, Ia mendorong kuat dan menerobos masuk pintu. Ia dengan cepat berjalan menuju tempat tidur.
"A-Adelle! kamu sedang apa di sini? " tanya seseorang yang tak asing lagi, yakni suami Adelle, James.
Adelle berdiri di sisi tempat tidur, "Kamu sungguh mengesankan, James. Apa ini yang kamu maksud dengan bekerja lembur?" tanya Adelle menatap tempat tidur, di mana ada seorang wanita di sana.
Wanita yang berbaring tempat tidur mendekap selimut dan langsung duduk. Ia terkejut akan kedatangan Adelle yang tiba-tiba.
"Adelle ... " panggil James memegang tangan sang istri.
Adelle langsung menepis tangan James, "Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu, James!" sentak Adelle marah.
Adelle menarik selimut dan membuka selimut itu, sehingga wanita dalam selimut berteriak mengatai Adelle.
"Hei, kamu gila, ya? Wanita gila!" kata Wanita itu.
"Aku gila?" ulang Adelle mengernyitkan dahinya, "Hahaha ... " lanjutnya tertawa keras.
Adelle melihat segelas air di nakas, ia mengambil, lalu menyiramkan air ke arah muka dari wanita itu.
"Kamulah yang gila! beraninya menggoda suami orang dan merayunya. Berapa hargamu, hah? wanita tidak tahu diri!" kata Adelle mengatai wanita itu.
"Hentikan, Adelle. Dia sedang hamil. Kamu tidak boleh menyakitinya," kata James membela selingkuhannya. Ia langsung mendekap tubuh kekasih gelapnya.
Bak tersambar petir. Tidak cukup dengan perselingkuhan, ia dihadapkan dengan pukulan lain. Suami yang sudah hidup bersamanya selama lima tahun, menghamili wanita lain.
"A-apa? kamu bilang apa?" sentak Adelle dengan tubuh gemetar.
"Ya, yang kamu dengar itu kebenaran. Sekarang Lisa sedang mengandung anakku," jawab James.
"Sialan! Beraninya kamu melakukan ini padaku. Dasae pria busuk!" kata Adelle kesal.
Plakkk ....
Adelle menampar wajah James, lalu hendak menarik rambut Lisa, tetapi dicegah oleh James. Tangan Adelle langsung ditepis oleh James.
Adelle menatap tajam ke arah James dan Lisa, "Sepertinya aku buta. Bagaimana bisa aku menikahi pria sampah sepertimu, James. Bisa-bisanya kau berselingkuh dan menghamili selingkuhanmu ini. Menjijikan!" kata Adelle penuh emosi.
Adelle melepas cincin di jari manis tangan kanannya dan melemparkan cincin itu ke arah James.
"Aku tak bisa kau perlakukan seenak hatimu. Mari kita bercerai. Kita akhiri semuanya, James." kata Adelle dengan tatapan mata dingin.
James kaget, "A-apa? be-bercerai?" gumam James seperti kebingungan.
"Ya, kita bercerai! kenapa? apa kamu berharap aku sudi menerima perselingkuhanmu ini dan menganggapnya tidak terlihat? Jangan harap, James." jawab Adelle.
Adelle melihat pakaian James dan kekasih gelapnya. Ia pun memunguti pakaian itu.
"Mau kamu apakan pakaianku?" tanya James. Melihat pakaiannya di tangan Adelle.
"Kenapa? Aku akan buang pakaian ini. Pulanglah dengan jubah mandi itu. Kamu bisa tidak tahu malu berselingkuh, maka kamu juga harus tidak tahu malu pergi dari sini dengan jubah mandi, kan. Aku akan segera mengurus perceraikan kita." kata Adelle. Ia pun berjalan ke balkon dan membuka pintu. Dengan segera ia melempar pakaian James dan Lisa yang tadi dipungutnya.
"Adelle ... Adelle ... " teriak James. Ia berlari menghampiri Adelle. Ia melihat pakaiannya jatuh berserakan di bawah sana. "Sialan!" umpat James kesal.
Adelle pun pergi, ia meninggalkan James dan Lisa. Baru saja selangkah keluar dari pintu, air mata Adelle langsung berhamburan. Adelle tidak mampu lagi membendung kesedihannya. Hatinya sakit, telah dikhianati sang suami.
"Pria sampah! aku tak akan pernah memaafkanmu. Bedebah sialan!" gumam Adelle mengumpat karena sakit hati dan kesal.
Adelle berjalan cepat menuju lift sembari menyeka air matanya. Ia tidak menyangka, orang yang selama ini ia percaya dan bersumpah setia padanya berkhianat.
***
Di sebuah restoran. Adelle menemui sahabat baiknnya. Di sana ia menangis tersedu-sedu dan menceritakan semuanya.
"Dia benar-benar menjijikan. Tebal sekali mukanya sampai bicara seperti itu padamu, Adelle. Aku tak akan biarkan dia menyakitimu," kata Ellie. Sahabat baik Adelle.
"Aku tidak apa-apa, El. Hanya saja aku merasa telah salah mengambil keputusan menikah dengannya. Aku sudah dibutakan oleh cinta." kata Adelle dengan sedihnya.
"Tidak bisa dibiarkan. Aku tidak akan mengampuni si James bedebah itu." kata Ellie kesal.
Ellie mendengar semua keluhan sahabat baikknya. Ia berusaha menguatkan Adelle dengan memberinya semangat.
"Jadi, apa yang selanjutnya kamu lakukan?" tanya Ellie.
"Aku akan bercerai," jawab Adelle.
"Bercerai? itu keputusan bagus. Daripada kamu terpuruk dalam kesesakan karena diselingkuhi, lebih baik kamu putus hubungan saja dengan sampah masyarakat itu." omel Ellie kesal.
"Ya," jawab Adelle diikuti anggukan kepala. Ia menyeka air matanya, berusaha menenangkan diri.
Ellie memberikan pendapatnya. Ia mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. Sebagai teman baik dari kecil, ia tahu seperti apa Adelle dan memahami perasaan Adelle. Tidak ada yang tidak Ellie ketahui tentang Adelle.
Adelle sudah mulai tenang. Ia mendengarkan pendapat sahabat baiknya dengan seksama. Pikirannya yang kacau mulai membaik, ia benar-benar ingin mengakhiri hubungan dengan James dan memulai kehidupan barunya.
***
Satu bulan kemudian. Perceraian James dan Adelle diresmikan. Kini keduanya sudah tidak memiliki hubungan apa-apa satu sama lain. James mengakui dan meminta maaf atas perbuatannya. Ia tidak ingin dicap sebagai laki-laki jahat oleh Adelle. Walau bagaimanapun, Adelle adalah wanita yang dulu pernah ia cintai dan sayangi.
"Adelle ... maafkan aku. Aku sudah melakukan kesalahan besar padamu. Sungguh, aku tidak berniat sedikitpun melakukan ini," kata James.
Adelle menatap James, "Sudahlah. Semua sudah terjadi. Kamu tidak bisa lagi berbalik dan mengulang waktu. Jadilah suami dan Ayah yang baik, James. Aku harus pergi, selamat tinggal." kata Adelle. Yang berbalik dan langsung pergi meninggalkan James.
James hanya diam menatap kepergian mantan istrinya itu. Entah mengapa, ada perasaan bersalah dan rasa sakit yang datang bersamaan.
"Apa ini yang terbaik? kenapa aku tidak senang?" batin James mengepal erat kedua tangannya.
***
Adelle ada di dalam mobilnya. Ia menunduk dan menangis. Berat sekali baginya bercerai dengan James, mengingat kenangan indah yang mereka lewati bersama selama lima tahun.
"Apa ini? kenapa aku harus menangisi pria sialan itu? ah, dasar gila!" kata Adelle, menyeka air matanya.
Adelle menggelengkan kepala, "Tidak, tidak, tidak. Aku tidak mau mengingatnya lagi. Kami sudah bercerai, kami tidak lagi memiliki hubungan yang istimewa sampai aku harus memikirkannya. Ya, kami bukan siapa-siapa lagi sekarang." gumam Adelle. Ia kembali menyeka air matanya. Setelah itu, ia mengemudikan mobilnya pergi.
Keseharian Adelle mulai berjalan baik. Sedikit demi sedikit, ia mampu menutup luka hatinya. Kini ia hanya akan fokus pada pekerjaannya. Ia ingin menunjukkan pada dunia, jika ia baik-baik saja tanpa sosok suami di sisinya.
"Apa ini daftar nama orang yang memesan produk kita?" tanya Adelle pada Sekretarisnya.
"Ya, Bu. Hm, sebenarnya ada penawaran besar yang baru datang kemarin. Hanya saja ... " jawab Sekretaris tampak bingung.
Adelle manatap Sekretarisnya, "Jessy, ada apa?" tanyanya ingin tahu.
Jessica menatap Adelle. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskan napas perlahan-lahan. Kemudian ia menceritakan sesuatu yang ia ketahui tentang pelanggan tersebut pada Adelle.
"Oh, maksudmu dia itu penipu?" tanya Adelle menangkap isi cerita Jessica.
"Ya, kurang lebih seperti itu. Makadari itu saya masih belum melaporkan pada Anda." jawab Jessica ragu-ragu.
Adelle terdiam sesaat. Ia lantas berdiri dari tempat duduk dan berjalan mendekati rak buku yang terletak tak jauh dari meja kerjanya.
"Aku mengerti maksudmu, Jessy. Kalau seperti itu, mereka hendak merugikan perusahaan ini, kan. Sampaikan jawabanku, kalau kita sudah tidak menerima pesanan apapun sampai satu tahun kedepan. Kita menolak segala jenis pemesanan yang diajukan perusahaan itu. Kamu pasti paham selanjutnya harus seperti apa," kata Adelle memberikan perintahnya. Ia mengambil sebuah buku dan membawanya ke meja kerjanya.
"Baik, Bu. Saya akan sampaikan sesuai perkataan Bu Direktur. Oh, ya, Bu. Hm ... i-itu, ada satu hal lain yang ingin saya sampaikan pada Anda." kata Jessica mencuri pandang ke arah Adelle yang sedang membaca buku.
"Ada apa lagi? Katakan saja," jawab Adelle.
"Tu-tuan besar dan Nyonya besar menghubungi saya. Beliau berdua bertanya kenapa akhir-akhir ini Anda sulit dihubungi. Karena saya tidak tahu harus menjawab apa, saya mengatakan, jika Anda sibuk. Banyak pertemuan penting dan peninjauan pabrik. Ma-maaf, Bu. Saya tidak bermaksud buruk dengan asal menjawab pertanyaan beliau berdua. Hanya saja ... " kata-kata Jessica terpotong oleh Adelle.
"Tidak apa-apa. Aku justru senang kau mau membantuku. Maaf, ya. Aku merepotkanmu. Aku hanya belum bisa mengatakan kebenarannya pada Papa dan Mamaku soal perceraianku. Kalau mereka tahu, menantu kebanggan mereka berselingkuh sampai selingkuhannya hamil, bukankah mereka akan shock?" kata Adelle tersenyum masam menatap Jessica.
Jessica kaget. Ia seketika melebarkan matanya mendengar pengakuan Adelle. Ia tidak menyangka, jika mantan suami Bossnya adalah seorang bedebah gila.
"Hah? apa kata Bu Adelle barusan? Pak James berselingkuh sampai kekasihnya hamil? dasar pria gila. Aku kira dia adalah pria baik yang sopan dan ramah. Ternyata dia hanya kotoran sampah!" umpat Jessica dalam hati.
Tampak wajah Jessica yang tidak senang. Melihat wajah Sekretarisnya yang masam, Adelle hanya tersenyum.
"Hei, hei ... kenapa kamu pasang wajah bersungut seperti itu? tersenyumlah, beli kopi dan lanjut bekerja." kata Adelle.
"Oh, i-iya, Bu. Maafkan saya melamun. Apa Anda juga mau kopi?" tawar Jessica.
Adelle menganggukkan kepala, "Boleh. Satu es Americano," jawab Adelle.
"Baik, Bu. Saya akan segera beli kopi. Permisi," pamit Jessica pergi meninggalkan ruang kerja Adelle.
Adelle sesaat menatap kepergian Sekretarisnya. Ia kemudian mengalihkan pandangan menatap buku di atas meja kerjanya. Ia lanjut membaca buku tersebut.
***
Di tempat lain. Di sebuah Hotel mewah. Sebuah mobil mesuk dan berhenti di lobby Hotel. Penjaga pintu utama segera membukakan pintu mobil bagian belakang. Dari dalam mobil tampak seseorang yang keluar.
Seorang pria tampan dengan stelan jas abu-abu, menginjakkan kaki di lantai. Ia berdiri di lobby menatap jauh ke dalam Hotel tempatnya berpijak. Di belakang pria itu muncul seseorang lain.
"Pak, apa ada sesuatu yang salah?" tanya seseorang berbisik.
Pria tampan berjas abu itu diam sejenak menatap sekitar. Sebelum ia menjawab pertanyaan pria lain di sisinya.
"Tidak ada. Aku hanya ingin menikmati keindahan Hotelku saja," jawab pria itu dengan suara dingin yang khas.
Pria itu pun melangkahkan kaki masuk ke pintu utama Hotel. Di dalam, seorang pria paruh baya dan beberapa staf berjajar menyambut kedatangan Pria berjas abu-abu itu.
"Selamat siang, Pak. Selamat datang," kata seseorang tersenyum.
"Ah, Hallo Pak Manager. Senang bertemu Anda kembali. Bagaimana keadaan di sini? ada masalah?" tanya pria itu menatap lawan bicaranya.
"Tidak ada, Pak. Semua berjalan lancar, sesuai laporan yang tertulis." jawab Manager.
"Baguslah," jawab pria berjas abu-abu itu.
"Ah, Anda pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Si-silakan, Tuan. Kamar Anda sudah dibersihkan." kata Manager.
"Ya,"jawab pria itu.
Pria itu pun kembali berjalan dan pergi menuju lift. Ia akan menaiki lift untuk pergi ke kamarnya.
Sementara itu, beberapa langkah dibelakang. Manager dan pria lain yang merupakan Asisten pria berjas abu-abu sedang berbincang.
"Pak, Anda benar-benar menjalankan apa yang saya sampaikan, kan?" tanya si Asisten.
"Be-benar, Pak. Saya meminta petugas kebersihan mengulang membersihkan kamar Pak Presdir sampai tiga kali. Saya sudah pastikan semuanya bersih," jawab Manager.
"Baiklah, aku percaya padamu. Kamu pasti sudah tahu, apa yang akan terjadi, jika Pak Presdir melihat kamarnya kotor dan tidak rapi. Kalian semua akan berakhir," kata si Asisten.
"Saya mengerti," jawab Manager Hotel.
Keduanya mengikuti pria berjas abu-abu. Mereka hendak mengantarnya sampai ke kamar. Mereka menaiki lift. Manager menekan tombol di lift sesuai dengan lantai kamar yang dituju. Suasana tenang, semua orang hanya diam. Sampai si pria berjas abu-abu membuka pembicaraan.
"Manager ... " panggil pria itu.
"Ya, Pak Presdir." jawab sang Manager.
"Tolong siapkan ruangan untuk rapat sore nanti. Dan tolong berikan daftar perusahaan furniture yang bisa Anda rekomendasikan." kata pria tersebut.
"Baik, saya akan berikan daftarnya sebelum rapat. Apakah ada hal khusus yang perlu disiapkan selain ruangan?" tanya Manager manatap atasannya.
"Tidak perlu," jawab pria itu.
Tidak lama mereka sampai di lantai tujuan. Pria berjas abu-abu dan Asistennya keluar dari dalam lift. Sementara Manager berpamitan untuk kembali bekerja.
"Saya hanya mengantar sampai di sini, Pak. Silakan hubungi saya secara pribadi, jika membutuhkan sesuatu. Saya permisi," pamit Manager.
"Ya, terima kasih sudah mengantarku." jawab Pria itu.
Pria itupun mengeluarkan sebuah kartu dari balik jasnya, ia segera menempelkannya ke pintu kamar. Pintu terbuka, terlihat sebuah ruangan super besar. Dalam ruangan, terdapat ruang tamu, sebuah kamar, kamar mandi, ruang olah raga, ruang bersantai dan ruang makan. Kamar hotel dengan fasilitas super mewah dan lengkap itu dibuat khusus hanya untuk pemilik Hotel. Itu adalah Suite Room khusus Presdir.
"Silakan istirahat, Pak. Kita sudah melakukan perjalanan panjang, Anda pasti lelah. Saya akan pergi dan kembali lagi satu jam sebelum rapat jam empat sore nanti. Saya permisi," pamit sang Asisten.
"Ya, kamu juga istirahatlah." jawab Pria itu.
Asisten pergi meninggalkan pria itu seorang diri. Pria itu melepas jasnya dan meletakan jas di sofa. Ia melonggarkan dasinya, melepas dasinya, juga melepas kancing kemeja paling atas. Sembari menggulung lengan kemejanya, ia berjalan mendekati lemari pendingin. Dibukanya dan diambilnya sebotol air mineral. Pria itu lantas berjalan mendekati jendela dan melihat ke arah luar dari kamar tempat tinggalnya.
"Akankah semuanya baik-baik saja?" batinnya.
***
Adelle sedang dalam perjalanan menuju apartemennya. Hari itu ia terlambat pulang karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan di kantornya, sehingga ia harus menambah jam kerjanya beberapa jam.
"Apa memang jalanan di sini sesepi ini? apa perasaanku saja yang tidak enak?" guman Adelle menatap sekitaran.
Pada saat mobilnya belok ke kiri, ia menabrak seseorang. Adelle kaget dan cepat-cepat turun dari dalam mobilnya.
"A-apa itu? aku menabrak orang?" kata Adelle panik.
Adelle menutup pintu mobilnya perlahan dan melihat seseorang yang ditabraknya. Seseorang itu jatuh duduk, Adelle menghampiri, lalu menolongnya berdiri.
"Ma-maaf. Apa Anda baik-baik saja? apa terluka? pe-perlu ke rumah sakit?" tanya Adelle dengan cemasnya.
"Aku tidak apa-apa. Maaf, Nona. Boleh aku menumpang mobilmu? tolong atar aku ke Star Hotel." kata pria itu.
"A-apa? Star Hotel?" gumam Adelle menatap aneh seseorang dihadapannya.
"Ya, Star Hotel. Tolong antarkan aku ke sana segera. Akan kuberikan upah berapapun yang kamu inginkan. Ayo, cepat." kata seseorang itu. Ia segera menarik tangan Adelle mendekati pintu mobil sisi kemudi.
Sosok misterius itu membuka pintu mobil belakang dan segera masuk ke dalam mobil. Adelle bingung, ia membuka pintu mobil depan dan masuk, lalu menutup kembali pintu mobilnya. Setelah mengenakan sabuk pengaman, ia segera mengemudikan mobil menuju tujuan orang misterius itu.
***
Di perjalanan. Adelle sesekali melirik ke kaca mobilnya. Ia melihat sosok misterius yang duduk di belakang mobilnya.
"Apa dia buronan? atau penjahat? penampilannya aneh," batin Adelle.
Adelle melihat seseorang misterius itu mengenakan pakaian serba hitam. Memakai masker dan topi hitam. Bahkan mengenakan sarung tangan hitam. Membuat Adelle berpikir negatif.
"Ouchh ... sial! hhhh ..." desis seseorang itu memegang perutnya.
Adelle melihat seseorang tersebut terluka. Ia segera menghentikan laju mobilnya dan berbalik ke belakang.
"Kamu terluka? pe-perutmu berdarah. Bagaimana bisa kamu bilang baik-baik saja tadi," kata Adelle mulai panik.
"A-aku baik-baik sa-ja. Ce-cepat antar aku ke ho-hotel. Ahh ... " kata seseorang itu terbata-bata.
Adelle menggigit bibir bawahnya karena cemas. Ia tidak bisa membiarkan seseorang terluka begitu saja. Ia pun segera turun dari dalam mobil dan membuka pintu mobil belakang. Adelle membuka paksa jaket, ingin melihat luka orang misterius itu.
"Tu-tu-tunggu. A-apa yang ingin kamu lakukan?" tanya seseorang yang terluka itu.
"Diam dulu. Biar aku lihat lukamu. Jika lukamu sangat dalam akan bahaya. Bagaimana jika kamu meninggal di mobilku? apa kamu pikir aku akan biarkan itu? yang benar saja, aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh." kata Adelle mengomel.
Adelle menaikan kaus seseorang itu dan melihat perut sisi kiri seseorang misterius itu terluka gores. Merasa tidak nyaman, seseorang itu melepas topi dan maskernya. Ia menepis tangan Adelle yang menyentuhnya sembarangan.
"Nona, cukup. Tolong hentikan. Aku memintamu mengantarku segera ke Hotel, tapi kamu malah berhenti dan seenaknya memegangku seperti ini. Kamu tidak sopan," kata seseorang itu dingin. Ia berbicara sambil menahan rasa sakit karena terluka.
Adelle kaget, ia sejenak menatap kearah seseorang tersebut. Tepat dihadapannya ada seorang pria tampan rupawan yang tidak dikenalnya. Adelle merasa aneh, ia pun segera keluar dari mobil dan berdiri di luar mobil.
"Ma-maaf. Aku tidak bermaksud macam-macam. Aku ... aku ... ah, lupakan saja. Aku akan mengantarmu ke Star Hotel. Entah kamu ini buronan polisi, perampok atau pembunuh berantai. Aku tidak peduli. Sesampai di lobby hotel, aku akan pergi meninggalkanmu." Kata Adelle mengomel lagi. Ia menutup kasar pintu mobil bagian belakang dan segera masuk ke dalam mobil.
Adelle yang sedikit kesal pun segera menginjak pedal gas. Ia mengemudi mobilnya pergi menuju Star Hotel. Sesekali ia menambah kecepatan laju mobilnya. Ia ingin segera tiba dan menurunkan pria misterius aneh yang menumpang di mobilnya.
***
Mobil Adelle memasuki lobby Hotel. Mobil perlahan berhenti dan menepi. Adelle segera turun dan membukakan pintu mobil bagian belakang. Pria misterius itu sudah merapikan penampilannya, masker dan topi pun kembali dikenakannya.
Pria itu turun dari dalam mobil dan mengulurkan tangan. Ia seperti meminta sesuatu pada Adelle.
"Berikan ponselmu," pinta pria itu.
"A-apa? ponsel? kamu mau apa dengan ponselku?" tanya Adelle mengernyitkan dahi.
"Cepat, berikan saja. Tolong jangan banyak bertanya, Nona. Lukaku sudah tak bisa kutahan lagi," kata pria itu.
Adelle segera membuka pintu mobil dan menarik tasnya yang ada di bangku sisi kemudian. Ia mengambil ponsel yang ada di dalam tas, lalu memberikan pada pria tersebut.
Pria misterius itu menekan angka dan menghubungi nomor telepon yang ditulisnya. Tidak lama ada suara dering ponsel dan pria itu mengeluarkan ponsel dari dalam saku jaketnya.
"Aku akan transfer biayanya. Terima kasih sudah mengantarku," kata pria itu.
"Ti-tidak perlu mentransfer atau apapun itu. Aku tidak mau terlibat denganmu. Sudah aku mau pulang. Sini ponselku," kata Adelle mengambil paksa ponsel di tangan pria misterius itu.
Adelle segera masuk ke dalam mobil dan mengemudikan mobilnya pergi meninggalkan pria misterius itu. Pria itu terdiam. Ia tiba-tiba merasa kesakitan, dengan cepat pria itu masuk ke dalam Hotel dan menghubungi seseorang diperjalanan menuju kamarnya.
"Hallo ... " jawab seseorag di ujung panggilan.
"Ah, Julio. Cepat panggil dokter ke Hotel. Aku terluka ... " kata pria itu.
"Apa? ba-bagaimana bisa An ... " kata-kata pria di ujung panggilan di potong pria misterius itu.
"Nanti saja aku jawab pertanyaanmu itu. Sekarang cepat panggilkan Dokter, jika kau tidak ingin menemukanku tak bernyawa. Ahhh ... " kata pria misterius itu yang masuk ke dalam lift. Bersamaan dengan itu ia mengakhiri panggilannya.
Pria itu menahan diri dari rasa sakit yang luar biasa. Ia beberapa kali melihat ke atas lift. Rasanya seperti menyesakkan saat ia harus menunggu lift membawanya ke lantai yang ditujunya.
Tidak lama kemudian, lift pun tiba di lantai tujuan. Pintu terbuka, dengan cepat pria itu mengeluarkan kartu dan menempelkan dipintu. Pintu kamar terbuka, dan pria itupun masuk. Langkahnya sudah terhuyung. Ia melepas topi, masker, jaketnya dan membuangnya ke lantai begitu saja. Ia juga segera melepas kaus putih yang sudah berlumuran darah. Ia menggulung kausnya dan menekan luka di perutnya kuat-kuat.
"Ouchhh ... sialan! Sakit sekali," gumamnya.
"Hhahh ... hhh ...."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!