NovelToon NovelToon

Selimut Hangat

Bab 1

Wanita cantik nan manis, berkulit putih dan tubuh yang cukup berisi, terduduk lesu pada sebuah kursi tunggu stainless yang terbuat dari besi putih. Pandangannya terpaku ke arah depan dengan tatapan kosong, embusan nafas sejenak tertahan lalu mengeluarkannya dengan kasar. Sejurus itu pula ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, membiarkan rambutnya yang sedikit berantakan terburai ke depan. Tubuhnya terlihat bergetar, ada suara tangis tertahan yang berasal dari diri wanita tersebut.

Dia adalah Arunika Cendiani, berusia 24 tahun, beberapa bulan lagi usianya akan menginjak hampir seperempat abad. Dirinya baru saja mendapat kemalangan yang menimpa suaminya, Rama, terlibat dalam kecelakaan antar sebuah mobil yang sengaja menabrak suaminya hingga berlalu pergi tanpa ingin mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Arunika semakin tertekan kala dokter mengungkapkan cedera parah di otak dan salah satu betis kaki yang dialami suaminya. Pria malang itu harus ditangani dengan operasi untuk kembali memulihkannya, dan Arunika harus membayar biaya Rumah Sakit kepada pihak administrasi.

'Total seluruhnya enam puluh juta, ya, Nona. bisa bayar mukanya sekitar dua puluh juta.'

Kalimat itulah yang terngiang-ngiang dipikirannya sekarang ini, lima belas juta ia rogoh dari hasil tabungannya selama bekerja, lima juta ia pinjam pada rekan kerjanya, hingga salah satu dari mereka menyarankan Arunika untuk meminjam uang sisanya kepada Presdir Virendra, boss tempatnya bekerja.

Arunika mengusap wajahnya dengan kasar, ia menatap ke depan, lampu ruang operasi masih menyala dan sudah dipastikan suaminya masih dalam tahap ditangani.

"Mungkin sebaiknya aku coba saja meminjam kepada Presdir, siapa tahu dikasih. Potong gaji pun tidak apa-apa." gumamnya, lirih.

Arunika beranjak bangkit berdiri, menarik nafas dalam-dalam lalu ia hembuskan secara perlahan. kemudian melangkahkan kaki ingin bertandang menuju perusahaan tempatnya bekerja.

Arunika bekerja sebagai Cleaning Service, semenjak menikah dengan Rama ia mulai mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

***

Tok tok tok

Dengan sangat yakin Arunika mengambil langkah ini, meminta bantuan kepada orang nomor satu di Perusahaan tempatnya bekerja. Tanpa ragu ia mengetuk pintu milik ruangan Presdir Aksara Group, hingga terdengar sahutan dari dalam oleh suara bariton milik seorang laki-laki.

Ceklek,

Arunika mendorong daun pintu, sembari melangkah masuk ia juga mengedarkan pandangan menatap isi ruangan yang terlihat sangat elegan dengan perabotan mahal tersusun rapi pada tempatnya. Kemudian pandangannya beralih kepada sosok tampan yang sedang sibuk dengan berkas dihadapannya.

Lelaki itu meliriknya sekilas. "Hei, Arunika." sapanya, begitu spesial sekali wanita ini sampai pria itu hafal namanya

Sebenarnya Arunika sedikit risih dengan sapaan manis itu, sekelebat bayangan saat dirinya dipeluk oleh lelaki ini secara agresif membuat tubuhnya bergidik geli.

"Apa ada sesuatu yang membuatmu kemari?" Ia kembali membuka suara saat melihat wanita itu tetap diam tanpa membuka mulutnya

"Hmmm ... maaf sebelumnya, Tuan. saya kesini ingin meminta bantuan dari Tuan, jika boleh." katanya

Virendra terkesiap, ia menghentikan sejenak kegiatannya.

"Apa itu?"

"Su-suami saya mengalami kecelakaan dan sekarang sedang di operasi. Biaya rumah sakit menjadi penghambat untuk saya, maka dari itu--saya ingin meminjam sejumlah uang sebesar lima puluh juta kepada Tuan." ungkapnya dengan penuh yakin

Virendra terdiam sejenak setelah menyimak keluhan salah seorang pegawainya ini, terdengar sangat malang dan jiwa dermawannya seketika meronta ingin membantu.

Tapi--sesuatu yang lain tengah merasukinya kala memandang tubuh molek itu, bisikan devil berhasil memengaruhinya saat ini juga.

Virendra tersenyum miring, "Saya akan memberikannya, tapi--dengan sebuah syarat."

Arunika terkesiap. "Syarat apa, Tuan? jika saya mampu, saya akan memenuhinya."

"Jadilah teman malamku, menghangatkan tubuhku diatas singgasana surga." ujarnya dengan kalimat ambigu

Arunika mengerutkan dahinya, mencoba menelaah kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Serahkan tubuhmu kepadaku, Arunika. just one weeks." Pria itu memperjelas kalimat sebelumnya yang tidak dimengerti wanita ini

Arunika mendelik, sekilas ia mulai mengerti. "Maksud anda--

"Ini." Virendra memperagakan kedua jari telunjuknya saling berbenturan, ekspresi wajahnya tersenyum sensual

Sontak saja Arunika terbelalak melihatnya, darahnya langsung saja mendidih dan mungkin kepulan asap sudah keluar dari rongga telinganya. Dia mengeram kesal, merasa dilecehkan.

"Kau gila, ya, Tuan! Saya sudah bersuami dan saya bukan wanita murahan seperti yang anda kira! dasar pria mesum! saya tidak minta bantuan anda lagi!!" Arunika melenggang pergi meninggalkan ruangan tersebut, dadanya naik turun merasa sesak setelah mengeluarkan amarahnya.

Pria kurang ajar yang sudah lancang merendahkannya, seolah telah melecehkannya dengan kata-kata seperti itu. jika saja dia bukan bossnya, mungkin saja wajah mesum itu sudah Arunika lempar dengan sepatunya.

~Bersambung~

Bab 2

Arunika menangis histeris disebuah taman, ia begitu bingung akan meminjam uang tambahan kepada siapa. Mertuanya, tidak mungkin. Ia tidak ingin menyusahkan mereka, apalagi mengetahui kondisi putranya. Lagi pula--mana mungkin mereka memiliki uang sebesar itu. Yang ada hasilnya nihil dan akan memperkeruh suasana.

"Apa yang harus aku lakukan? hiks hiks hiks,"

"Pinjam uang ke bank, mana mungkin. tidak ada jaminan yang akan aku gadaikan."

"Arunika harus apa, Ya Rab? nggak mungkin aku menerima tawaran gila itu." Ia menggelengkan kepalanya sembari menyeka air mata yang merembes deras menyapu kedua pipinya. Ia benar-benar bingung, jika biaya rumah sakit tidak dilunasi, suaminya akan dipulangkan dalam kondisi yang tidak memungkinkan.

Lama ia berdiam diri di taman, hiruk piruk kendaraan terdengar ramai dan riuh disekitarnya, namun bukan berarti mengganggu kesendiriannya yang sedang terbawa oleh lamunan. Bahkan air matanya pun sudah mengering akibat terlalu lama melamuni nasib sial yang menimpanya.

Tit tit tit!

Arunika tersentak kaget dan Ia hampir terlonjak tatkala bunyi klakson yang terdengar nyaring ditelinga berhasil membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke belakang, wajah pria gila itu kembali memenuhi indra penglihatannya.

Arunika melengos, membuang wajahnya ke arah lain sembari melangkahkan kaki ingin meninggalkan tempat tersebut.

"Pria nggak tau malu, nggak punya muka dan nggak ada harga diri! bisa-bisanya Tuan Aska menyerahkan pimpinan kepadanya." Arunika terus berdecak disela langkahnya, tidak peduli dengan statusnya sebagai seorang pegawai yang sudah bersikap kurang baik kepada atasannya. Namun karena sikap pria itulah yang membuat sikap hormatnya telah mati.

"Arunika!" teriak Virendra, ia keluar dari kendarannya, berniat ingin mengejar. namun sayang sekali, perempuan tersebut telah lebih dulu menaiki ojek yang kebetulan mangkal ditepi jalan.

"Oh, ****!" umpat Virendra

Virendra Aksara, baru saja menginjak usia 25 tahun, lulusan S2 di Universitas ternama luar negeri. Setahun terakhir ia masih bergelut dalam melatih diri untuk menjadi seorang pimpinan di perusahaan ayahnya. hingga tepat pada usia 25 tahun, sang pemilik perusahaan langsung menyerahkan pimpinan kepada sang putra, Virendra.

***

Arunika termenung menatap tubuh suaminya yang terbujur kaku diatas ranjang brankar dengan alat infus yang menusuk kulit punggung tangan kekarnya, perban putih meliliti dahi dan juga betis kiri kakinya, terlihat sungguh malang sekali.

Arunika mengerjap-ngerjapkan kedua mata, sepasang netranya terasa berat dan perih sehabis menangis. Ia membungkuk, menyandarkan kepalanya pada ranjang milik suaminya. hingga kemudian, ia memejamkan mata yang dirasa sudah sangat lelah.

"Arunika." lirih suara bariton yang terdengar lemah, Rama, sang pemilik suara memanggil-manggil nama istrinya. pria itu sudah siuman setelah berjam-jam terlelap karena efek bius yang masuk ke dalam tubuhnya. ia menoleh ke kanan, wanita yang ia cintai tengah terlelap disisinya. Rama mengulum senyum, tangannya terulur ingin mengelus puncak kepala sang istri.

Sesuatu menyentuhnya membuat ia terganggu, Arunika membuka kelopak matanya lalu menarik kepalanya.

"Kamu sudah siuman, Mas?" ia terkesiap sekaligus senang

Pria itu mengangguk.

"Aku panggil Dokter, ya?" tanpa menunggu jawaban, Arunika berlari ingin memanggil Dokter

Pria itu sedang diperiksa keadaannya, Arunika kembali bingung memikirkan biaya pengobatan yang belum lunas. lagi dan lagi perempuan itu kembali melamun dan membawa bebannya entah kemana. hingga Arunika tersadar kala dokter menyapa dan memberitahukan keadaan suaminya.

Arunika berdiri disamping Rama, tangannya yang bergetar mencoba untuk menggenggam tangan sang suami. menatap mata Rama saja sungguh membuat jantungnya berdegup kencang, bibirnya sedikit bergetar kala kalimat demi kalimat ingin ia lontarkan. namun, hal ini harus ia ungkapkan sekarang juga, tidak mungkin untuk terus mengulurnya.

"Ada apa?"

Aaah, ternyata pria itu berhasil menangkap keraguan sang istri

"Hmmm, Mas, i-izinkan aku--menyerahkan tubuhku kepada seseorang, cuma satu minggu. hanya dengan cara itu kita bisa mendapatkan uang secara kilat."

Pertanyaan tak senonoh akhirnya tercuat jua dari bibir Arunika. ucapannya terdengar lirih dan berat setelah merenung cukup lama akan ke mana lagi ia mencari biaya pengobatan suaminya yang baru saja selesai di operasi akibat kecelakaan tabrak lari ketika dia sedang menyeberangi jalan.

'Serahkan tubuhmu kepadaku, Arunika. just one weeks.'

~Bersambung~

Bab 3

Arunika memejamkan mata sembari menghela nafas panjang tatkala pikirannya kembali teringat perihal persyaratan yang diajukan atasannya, Presdir gila berotak mesum, tak memiliki hati nurani dan seenak jidatnya saja memberikan syarat sehina itu kepada seorang wanita bersuami.

"Maaf, aku sudah menyusahkan kamu akan kondisi ku seperti ini. jangan lakukan itu, lebih baik kita pulang saja sekarang, ya?" pinta Rama, suami Arunika yang sudah ia nikahi selama hampir dua tahun ini

Arunika tersentak mendengar permintaan itu, mana mungkin ia membolehkan Rama untuk menyudahi perawatannya kini. Mengingat Rama yang baru saja mengalami pendarahan di otak, ditambah lagi patah tulang pada kakinya.

"Tidak! kamu yang benar saja! kondisi kamu seperti ini harus butuh perawatan ekstra." bantah Arunika

Rama hanya bisa menghela nafas panjang yang terdengar berat. Ia termenung sebentar memikirkan permintaan istrinya yang konyol itu. bagaimana bisa seorang Arunika yang lugu ini memikirkan cara seperti itu, entah siapa yang memengaruhi pikirannya. Tapi, dengan cara itu pula keduanya bisa membiayai pengobatan Rama dari proses operasi hingga proses penyembuhan yang tidak mengenal biaya sedikit.

"Baiklah, terserah kamu saja." Rama pun pasrah

"Mas serius?" ada rasa lega yang hinggap dihatinya, ada rasa bersalah telah menyelimuti perasaannya. Arunika memasang wajah sendu dan juga kaget mendengar keputusan suaminya

"Ya, asal dengan syarat ..."

"Apa itu?"

"Dia pakai pengaman dan membayar kamu dua miliar, tidak termasuk biaya pengobatan ku." tegasnya

Arunika mengangguk pelan, berat sebenarnya untuk melakukan hal sehina itu. Ia bahkan seperti wanita ****** yang tidak berharga walau dibayar mahal.

***

Arunika melangkah ragu menuju ruangan Presdir Virendra, pria gila tak punya hati dan tak memiliki rasa malu, secara gamblang menawarinya untuk menjadi teman tidur bersama. Rasa menyesal pun menyelinap didalam hati Arunika ketika ia meminta bantuan sang presdir untuk memberikannya pinjaman, potong gaji sebagai angsuran pembayaran hutang.

Namun takdir berkata lain, tawaran gila yang tak pernah ia bayangkan sontak membuatnya kaget bagai tersambar petir disiang bolong.

Arunika tercenung sebentar tepat didepan pintu berbahan aluminium, kepala tertunduk tengah berpikir apakah niatnya kali ini benar? menerima tawaran yang tak semestinya ia harapkan. seandainya ia tak memiliki suami, sudah dipastikan takdir hidupnya tidak seperti ini. apakah ini yang namanya goresan takdir? takdir hidupnya di Lauhul Mahfudz telah tergores tinta pena hingga sedikit melenceng dan mengubah jalan hidupnya menjadi selimut hangat bagi pria lain.

Arunika membuka matanya sesaat ia memejam untuk berpikir ulang. tarikan nafas dalam-dalam ia lakukan sebelum berhadapan dengan sang penguasa di gedung ini. tangannya terulur dengan jari yang terkepal, bersiap-siap mengetuk daun pintu dengan penuh keyakinan.

Tok tok tok

Sesaat kemudian, sayup-sayup terdengar sahutan dari dalam. menandakan Arunika harus bergegas masuk setelah mendapat izin. "Masuk!"

Ia membuka pintu dengan sedikit ragu, jantungnya berdegup kencang tiap kali bertemu dengan pria itu. telapak tangan yang basah ia remat, alih-alih menghapus rasa kegugupannya.

"Hai, datang juga kemari." senyum cerah menghiasi wajah Presdir yang memiliki rupa tampan nan menawan ini, namun tidak dengan hatinya bagi Arunika. ia sangat membencinya, ingin sekali mengutuk lelaki tersebut menjadi kodok.

Sosok berjas hitam yang duduk dengan angkuh, sebelah kaki ia tumpu diatas lutut, kedua tangan menautkan jari jemarinya membentuk kepalan. hingga sepasang mata beriris kecoklatan itu menatap kagum pada sosok cantik nan menggoda dihadapannya.

"Iya, Tuan, seperti yang anda lihat." ketus Arunika tanpa memandang wajah lelaki itu

Virendra tersenyum miring, ia senang berurusan dengan wanita ini. "Jadi bagaimana? datang menemuiku artinya iya, bukan?"

"Ada syarat!" tegas Arunika

"Wow!" Virendra terlonjak. Ia bangkit dari duduknya, melangkah santai mengitari tubuh wanita bersuami ini. "Apa itu?" sambungnya, Arunika bergidik geli merasakan sapuan hangat di tengkuk lehernya. ia merasa risih dan berdecak kesal didalam hati

"Saya minta dibayar dua milyar rupiah dan anda harus kenakan pengaman untuk mengantisipasi sesuatu yang tidak boleh terjadi. ditambah empat puluh juta untuk pengobatan suami saya." tekannya tanpa keraguan, terdengar tegas dan menantang ditelinga lawannya

"Hmmm ... begitu, ya?" Virendra tampak menimbang-nimbang, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pelipis seolah tengah berpikir

"Bagaimana, tuan pebinor?" tanya Arunika, menekankan kata pebinor kepada pria tersebut

Virendra mendelik. "Apa katamu? pebinor?" geram Virendra, mengurung tubuh mungil wanita ini diantara badannya dan meja kerja. bahkan kini jarak keduanya sangatlah dekat, sampai Arunika dapat menghirup aroma khas maskulin dari tubuhnya.

"Is, bisa menjauh, nggak, Tuan?" Arunika sangat risih, tangan kanannya membentengi jarak keduanya agar tidak terlalu menempel, sedangkan tangan kirinya berpaku pada sisi meja

"Katakan sekali lagi, apa yang kau bilang barusan!"

"Pebinor, pengganggu bini orang." jelasnya dengan tegas

"Heuh!" Virendra menghembuskan nafas dengan kasar, merasa tidak suka dijuluki dengan sebutan seperti itu.

Arunika segera mendorong tubuh gagah dihadapannya dengan sekuat tenaga yang ia bisa, tak sudi bila tubuhnya disentuh oleh lelaki lain. bisa-bisa nanti Virendra akan melakukan hal yang kurang ajar padanya mengingat jarak keduanya sangatlah dekat.

"Jadi gimana, setuju, nggak?" ulangnya

Jika bukan karena butuh biaya untuk pengobatan suaminya, Arunika jelas tidak sudi menjadi wanita murahan untuk pria dihadapannya ini. pria gila tak punya hati, dengan lancangnya meminta ia untuk menghangatkan ranjang. padahal jika dipikir, miliknya tidak serapat punya wanita perawan, namun entah mengapa lelaki ini lebih menginginkan dirinya untuk ditemani tidur selama satu minggu yang sudah dijelaskan tempo lalu.

"Saya setuju, asal dengan syarat."

~Bersambung~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!