Pria berbadan tegap itu terburu-buru memasang dasi di lehernya, sedari tadi ngedumel sendiri, ada saja yang membuatnya kesal ketika berada di rumah, wajahnya sedang marah tapi tidak memudarkan ketampanannya. Berkali-kali ia memanggil pembantu, tapi panggilannya tak diindahkan.
"Bi Ningsih," teriaknya.
Ia berdecak kesal, ingin rasanya berteriak lebih kencang lagi pada wanita paruh baya itu, tapi akan ada teguran dari Maminya bila Bi Ningsih diperlakukan buruk. Di pantulan cermin ada sosok gadis asing yang ingin memasuki kamarnya, saat itu pintu kamarnya sengaja ia buka lebar.
"Ya ampun," pekiknya.
Dia membalikkan badan ke arah gadis itu, matanya melotot seakan ingin menerkam.
"Tuan ..ini kopi hitamnya."
"Siapa kamu?!"
Gadis itu membungkukkan badan, lalu menjawab, "Nama saya Sarah, Tuan. Anak Bi Ningsih, saya menggantikan Ibu karena dia sakit."
David, nama panggilannya, dia hanya mengangkat bibir sebelah tak merespon pengenalan Sarah. David kembali merapikan dasinya, sedangkan Sarah masih berdiam diri di tempat, memegang secangkir kopi panas dengan dua tangan.
Ponsel David berdering, dilayar tertera nama Gani, asisten pribadinya. David melirik ke Sarah, suasana hatinya sangat tidak baik, ditambah kehadiran Sarah yang belum tahu aturan yang ditetapkannya.
"Taruh kopinya disini," pintanya. David yang menyisir rambutnya tak mempedulikan panggilan Gani.
Dengan hati-hati Sarah meletakkan secangkir kopi di meja rias David, akibat terlalu grogi, kopi yang dipegangnya tumpah mengenai ponsel David. Sarah mendelik, kopi yang dipegangnya malah kembali jatuh ke lantai, pecah beling berserakan dimana-mana.
"Astaga! Kau ceroboh! Sial!"
"Maaf, Tuan. Maafkan saya .." Ucap Sarah mengelap ponsel David dengan bajunya.
Tak terima barang pribadinya di sentuh orang lain, David merampasnya dengan kasar.
"Kau! Ck," kesalnya sembari memukul meja.
Sarah tak ingin mengecewakan Ibunya, dia memohon maaf tanpa henti kepada David. Seolah dirinya terlihat kejam, David tak menggubris permintaan maaf Sarah. Dia memeriksa ponselnya yang memiliki banyak data penting, tak ada yang terhapus.
"Apakah Bi Ningsih tidak memberitahumu? Di rumah ini ada aturannya, kau harus tahu!"
David memandang Sarah penuh amarah, akhir-akhir ini ia memang sangat sensitif, ada masalah moral yang harus ia hadapi seorang diri. David keluar dari kamar meninggalkan Sarah, gadis itu masih sibuk membersihkan sisa kopi dan pecahan beling di lantai.
Di bawah, ada Mami Greta menunggu, Ibu David keturunan Thailand yang sudah menetap di Indonesia setelah menikah dengan Pak Salim, Ayah David.
"Kamu gak sarapan, Dav? Udah siap loh," ujar Mami Greta.
"Males, Mi. Tuh, urusin pembantu Mami," sahut David berlalu. Ada Gani di luar sudah menyiapkan mobil untuknya.
Mami Greta geleng-geleng kepala, akhir-akhir ini sikap anaknya rawan emosi, biasanya David bersikap dingin dan acuh. Mami Greta memanggil Sarah, gadis itu turun dengan membawa kepingan gelas di nampannya, Mami Greta terhenyak.
"Kamu tumpahin kopi David?"
"Maaf, Nyonya. Tuan David yang tadi nyenggol saya," sahut Sarah yang tak ingin melulu di salahkan. David yang memang tadi menyenggol tangannya.
"Pantas saja David marah-marah, kalau melayani Tuan muda, hati-hati," ketus Mami Greta.
Ada banyak yang harus Sarah pelajari, termasuk memahami karakter-karakter majikannya. Ini kali pertama menjadi asisten rumah tangga, jika bukan menggantikan peran Ibunya, Sarah lebih memilih menjadi pelayan toko kelontong saja.
Di dalam mobil David memeriksa berbagai berita, topik Headline menggambarkan pernikahan pengusaha teman Papinya, David mengumpat, ada kedengkian di hatinya melihat foto pernikahan kolega bisnisnya itu. Gani yang duduk di jok depan bersama sopir hanya mendengarkan saja.
"Batalkan semua kerja sama dengan perusahaan Sam," ujar David.
"Baik, Bos." Gani tak dapat membantah. Keputusan David memang seharusnya seperti itu.
Koleganya itu sudah merebut kekasih David, Fanny diam-diam berpacaran dengan David lima bulan yang lalu, tetapi Fanny malah menikahi Sam, setelah pertemuan di Bali pada waktu ia berlibur bersama David. Ternyata Fanny menjalin hubungan dengan Sam, pria yang usianya lebih tua.
***
Menjelang subuh, Gani dan sopir pribadi membopong David, kediaman Pak Salim tampak sepi karena keluarga David saat itu menginap di hotel karena menyusun acara pertunangan Aleta, Kakak David. Malam itu hanya ada Sarah di rumah, Gani berkali-kali mengetuk pintu agar terdengar oleh anak Bi Ningsih itu.
Berlari sembari mengikat rambutnya, Sarah bergegas membuka pintu utama. Di baliknya ada Gani dan sopir sedang membopong David. Aroma alkohol menyengat dari tubuh anak bungsu Pak Salim itu. David mabuk berat hingga tak sadarkan diri.
"Langsung di bawah ke atas, Pak?" tanya Pak Arif ke Gani
"Kayaknya kita gak sanggup deh, Pak. Di kamar tamu saja," sahut Gani. David mereka gotong ke kamar tamu.
David dibaringkan di ranjang, mulutnya meracau tak jelas, Gani melepaskan sepatu bosnya, sedangkan Sarah merapikan barang-barang David yang di bawa oleh Pak Arif, sopirnya.
"Kamu jaga, Tuan David. Nanti kalau sadar, jelaskan bahwa dia kami antar dari klub malam, terus jamu jangan beritahu Nyonya dan Tuan besar, " kata Gani mewanti-wanti.
Sarah mengangguk, Gani pulang ke rumahnya, sedangkan Pak Arif juga kembali ke rumahnya. Hanya Sarah yang duduk di lantai menjaga David yang tertidur. Sarah takut jika meninggalkan David, dipikirannya yang polos, orang mabuk kadang berjalan tanpa sadar.
Dua jam menunggu, tapi tak ada tanda-tanda David melakukan hal aneh, Sarah pikir tuan mudanya itu memang sudah tertidur lelap. Sebelum keluar dari kamar, Sarah menyempatkan diri menutupi seluruh tubuh David dengan selimut.
"Ahhkk.. kudapatkan kamu," tiba-tiba David menarik tangan Sarah, gadis itu dipeluknya dengan erat.
"Kamu nikah dengan dia, dasar wanita ******!" Umpat David dengan mata tertutup.
Sarah tahu David sedang mengigau, dia berusaha melepaskan diri dari majikannya itu.
"Tuan, saya Sarah .." Ucap Sarah. Bukannya terlepas, pelukan itu semakin dikencangkan oleh David, bahkan dia menciumi pundak Sarah.
Sarah memberontak, dia berteriak meminta tolong, sedangkan David masih meracau, sesekali mengatakan pria ****** menyebut nama "Fanny".
"Saya bukan Fanny, Tuan. Saya Sarah," ucap Sarah sambil menahan wajah David agar tidak menciumnya.
Karena sudah terlalu panik, Sarah menonjok wajah David sangat keras. David memekik memegang wajahnya, seketika dia tersadar, matanya mendelik mendapati Sarah ada di atas tubuhnya.
"Kau! Sedang apa kau disini?" tanya David terkejut..
Tubuh Sarah di dorong hingga jatuh ke lantai, David melototi Sarah, gadis itu menutupi wajahnya seraya menangis ketakutan. David meraba tubuhnya sendiri, meraba bagian bawahnya, tak ada jejak bahwa dia telah melakukan perbuatan senonoh terhadap Sarah. David turun ke lantai, mengangkat wajah Sarah.
"Hei, aku tidak memperkosa mu 'kan?" tanyanya.
Sarah mengangguk, lelehan air matanya membasahi pipinya.
"Lalu kau kenapa menangis? Peristiwa ini jangan sampai kamu bocorkan ke siapa-siapa, termasuk keluarga ku, sudahlah keluar dari kamar ini!" Sergah David.
Sarah bergegas keluar dari kamar itu, dia berlari sempoyongan menuju dapur lalu mengunci rapat kamarnya. Sarah menangis karena mulai diselimuti rasa trauma. Namun ia harus tetap tegar, Sarah harapan satu-satunya keluarga untuk mencari nafkah, dengan menyerah untuk tidak bekerja di rumah Pak Salim, sama halnya ia mengecewakan Ibunya di kampung.
Keesokan harinya..
Mami Greta kebingungan karena Sarah belum juga ke hotel. Pembantunya itu cukup diandalkan dalam segala kegiatannya, Sarah memiliki daya tangkap cepat sehingga memahami perintah Mami Greta.
"Sarah belum datang, Mi?" tanya Aleta yang sedang di rias.
"Iya, Nih. Anak itu kok belum angkat telpon," keluh Mami David itu.
Dari luar ada Sarah yang datang dengan nafas tersengal-sengal, Mami Greta lega karena pembantunya itu datang juga.
"Maaf, Nyonya. Tadi macet," ucap Sarah, alasan macet hanya menutupi kejadian yang sebenarnya. Sarah menunggu David terlebih dulu pergi dari rumah, sehingga ia lebih leluasa tanpa bertatap muka dengan tuan mudanya itu.
Pesta pertunangan itu akan berlangsung di hotel bintang lima, semua sudah sibuk dengan tugas masing-masing. Sarah juga menemani majikannya di ruang rias, ada Mami Greta yang masuk ke rumah rias itu, dia membawa sebuah paper bag yang berisi gaun biru.
"Sarah, kalau pekerjaan kamu sudah selesai semua, pakai gaun ini, kamu juga harus ikut dalam pesta Aleta," kata Mami Greta. Sebagai majikan, dia harus memperlakukan Sarah dengan baik. Sarah sudah banyak membantunya menyiapkan keperluan Aleta.
Sarah diberikan gaun biru itu, cukup mewah bagi Sarah yang hanya seorang gadis yang berasal dari Desa.
Aleta di bawah keluar oleh Maminya, sementara Sarah mengganti baju. Terdengar suara pembawa acara pertunangan memulai, Sarah tergesa-gesa menyisir rambutnya. Sama sekali tak memakai riasan, setelah itu Sarah keluar untuk mendampingi majikannya. Dia berada di sudut hotel untuk melihat Nona Aleta dari kejauhan.
Matanya malah tertuju pada seorang wanita yang juga bergaun biru saat itu, dia Fanny, Kakak kelas Sarah sewaktu di Desa. Fanny hidup berbanding terbalik dengannya, Fanny sudah sukses dengan bisnisnya karena di dukung oleh suami yang kaya raya, Sam. Fanny menikah dengan pengusaha properti, Sam yang usianya terlampau jauh darinya.
"Fanny udah sangat cantik sekali," gumam Sarah memandang Fanny dari kejauhan.
Sarah ditawari minuman oleh salah satu pelayan hotel, gadis polos itu malah meneguknya sampai habis, tak mengetahui bahwa minuman itu mengandung alkohol.
"Hei!" Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari arah belakang, Sarah terkejut membalikkan badan, ternyata itu Fanny.
"Sendirian saja?" tanya Fanny sambil mengamati penampilan Sarah dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Sarah hanya mengangguk, cara pandang Fanny tetap saja sama seperti dulu, memiliki sifat angkuh, selalu memandang Sarah sebelah mata.
"Masih jadi pembantu? Iya sih, gak jauh-jauh amat dari skill kamu," ujar Fanny menyindir.
Sarah enggan membalas ucapan Fanny, dia selalu membiarkan Fanny berucap semaunya, bahkan sejak SMP mereka memang tidak saling menyukai, membalas cercaan Fanny hanya buang-buang energi saja, pikir Sarah.
"Okylah, kalau begitu, aku pergi dulu, kamu habiskan semua makanan lezat yang tersaji disini, kamu pasti suka 'kan?" ketus Fanny dengan tersenyum miring.
"Iya, Fanny. Bahagia selalu," sahut Sarah.
"Ya ampun, sial banget gue samaan gaun Ama lo, Sar .."
Sarah hanya menghela nafas, dia tak memasukkan kalimat Fanny ke dalam hatinya. Setelah Fanny enyah dari hadapannya, Sarah tak sengaja menyenggol pelayan hotel. Sarah terciprat kuah makanan sehingga mengotori gaunnya. Pelayan hotel itu justru marah, dia melontarkan caci maki kepada Sarah.
"Kamu yang salah, Kok." Sarah membela diri.
Sarah berlari ke toilet untuk membersihkan gaunnya. Saat itu dia berpapasan lagi dengan Fanny, perempuan berambut pirang itu baru saja keluar dari di toilet. Ia membuang pandangan dari Sarah karena tak ingin pamornya jatuh karena mengenali seorang pembantu.
"Lagi-lagi ketemu dia," ketus Fanny.
Setelah Sarah keluar dari toilet, tiba-tiba sekelompok pria berbaju hitam membekap mulutnya dari belakang, Sarah dibius hingga tak sadarkan. Wajah Sarah ditutup kain hitam lalu digotong keluar hotel. Sekelompok pria itu memasukkan Sarah ke dalam mobil Jeep.
"Bos, perempuan itu sudah kami amankan, kami akan membawanya ke tempat tujuan," kata salah satu pria itu ditelepon.
"Bawa secepatnya sebelum ada yang curiga," sahut suara pria dibalik telepon.
Sarah dibawa ke salah satu klinik terbesar di Jakarta. Sekelompok pria itu membawa Sarah langsung ke ruang tindakan. Ada beberapa perawat dan seorang dokter yang telah bersiap-siap menindaklanjuti Sarah.
"Lakukan secepatnya, bos kami sudah menunggu hasilnya," ujar pria bertubuh kekar itu pada dokter.
"Silahkan kalian keluar, ini hanya butuh setengah jam saja," sahut dokter muda itu.
Dokter itu melakukan tahap Inseminasi kepada Sarah, menyemburkan benih seorang pria dengan alat ke dalam rahim gadis bermata sipit itu. Ada rasa bersalah, karena dokter itu mengetahui Sarah masih suci, belum tersentuh oleh pria manapun. Namun karena tak ingin melanggar perjanjian dengan seorang bos besar, terpaksa dia melenyapkan rasa iba nya.
"Dok, dia masih perawan," ucap perawat itu.
"Kita jalankan saja, itu bukan urusan kita," jawab dokter itu. Dia tak peduli, yang dipikirkannya hanyalah bayaran mahal dari bos besar.
Proses Inseminasi itu berjalan lancar, untuk sementara waktu Sarah dibiarkan tertidur karena pengaruh obat biusnya. Sarah diletakkan di ruang rawat, para pihak medis seolah-olah akan bersikap seolah-olah tak melakukan apa-apa.
"Prosesnya sudah selesai, sepertinya 89% akan berhasil pembuahan, karena gadis itu subur," ucap dokter itu pada sekelompok pria yang menculik Sarah.
"Baiklah, jaga rahasia ini, jika tidak, klinik mu ini akan tutup."
***
Mami Greta keliling ruangan mencari Sarah, tapi dia malah berpapasan dengan anak laki-lakinya, David. Anak keduanya itu baru saja datang di acara Kakaknya.
"Baru nongol, kamu itu, kebiasaan kalau ada acara keluarga, kamu selalu belakangan hadir," protes Mami Greta.
"Tadi ada urusan, Mi. David samperin Kak Aleta dulu ya," sahutnya.
"Iya, Mami cari Sarah dulu, anak itu dari tadi gak terlihat, kemana coba," keluh Mami Greta yang selalu mengandalkan Sarah jika ada keperluan mendesak.
David tak peduli itu, dia masih dendam dengan cara Sarah. David bergegas ke Aleta yang dikerumuni para tamu undangan. David membawa bunga kesukaan Kakaknya, dia menerobos ke kerumunan itu tanpa merasa bersalah menginjak kaki orang lain. Menyapa Kakaknya dengan panggilan ejekan.
"Hei Kakakku yang bermulut rusa, ini hadiah untukmu," ucap David menyerahkan kotak hadiah beserta bunga ke Aleta.
"Kamu!" Aleta menepuk keras pundak adiknya.
Pandangan David malah tertuju pada perempuan bergaun biru, yang tak lain adalah Fanny, mantan kekasihnya yang tengah bergandengan dengan suaminya. David membelalakkan mata, dia terkejut dengan yang disaksikan. Karena panik, David segera enyah dari samping Aleta, dia menepi untuk menelpon anak buahnya.
"Apa yang kalian kerjakan?! Katanya sudah membawa Fanny ke klinik?" tanya David membentak.
"Kami sudah membawanya, Bos. Bahkan proses Inseminasi sudah selesai," sahut pria itu dibalik telepon.
"Hah?! Jangan main-main! Fanny masih ada di hotel, dia masih bersama suaminya, yang kalian bawa itu siapa?" David mengusap wajah dengan kasar.
"Hah Kok bisa, Bos? Tapi kami bawa gadis bergaun biru," sahut anak buahnya.
"Tolol! Kalian harus bertanggungjawab! periksa wanita yang kalian bawa!"
David terburu-buru menutup teleponnya,ada Mami Greta yang akan menghampirinya, Maki Greta mengajak David untuk bergabung di kumpulan keluarga besar, karena tak ingin mencurigakan, David menuruti Maminya.
"Dari tadi Mami Cari Sarah, kok anak itu gak ada ya," ucap Mami Greta.
"Tahu 'kan pembantu Mami itu lelet, ganti aja, Mi.. " Sahut David.
"Gak ah, sulit cari pembantu yang jujur dan rajin seperti dia," sergah Mami Greta.
David tersenyum masam, pikirannya berkecamuk karena kepikiran dengan kesalahan yang dilakukan oleh anak buahnya. Entah siapa gadis yang sudah jadi korban kesalahan inseminasi mereka.
David duduk di meja bundar bersama keluarga besarnya, ada beberapa sepupu jauh David yang ingin Pak Salim jodohkan dengan anaknya itu. Namun David malah tak menggubris, tangannya di bawah meja sibuk mengirimkan pesan kepada anak buahnya.
'Tolol! Yang kalian bawa itu siapa? Kirim fotonya! '
berharap David segera tahu siapa perempuan yang telah menerima benihnya. Beberapa menit kemudian, pesannya terbalas, David berdehem seolah-olah memperhatikan keluarganya yang sedang mengobrol.
"Apa?! " David memekik di tengah-tengah keluarganya setelah melihat foto yang dikirim oleh anak buahnya.
Pak Salim berserta keluarganya menoleh serentak ke David, "Ada apa, David? " tanya Pak Salim.
David gelagapan, dia meminta pamit ke toilet dengan perasaan yang tak karuan. Berjalan ke toilet sembari menghubungi anak buahnya.
"Kalian benar-benar ya, kenapa harus Sarah? Shiittt!"
Memang benar, gadis yang menerima benihnya ialah Sarah, pembantunya sendiri. David bahkan tak habis pikir mengapa Sarah selalu saja berhubungan dengan rasa kesalnya.
"Bos, yang keluar dari toilet bergaun biru itu dia," sahut anak buahnya lewat telepon.
"Saya tidak mau tahu, Sarah tidak boleh sampai tahu kejadian ini, mengerti?!"
David mengakhiri teleponnya, ia tak dapat bepikir jernih lagi. David geli membayangkan bila Inseminasi itu berhasil terhadap Sarah. Semua berantakan, dia tidak dapat membalaskan dendamnya terhadap Fanny, yang ada malah Sarah yang masuk jebakannya.
"Sial! Semoga pembantu itu gak sampai hamil! " Umpatnya.
***
Sarah tersadar dari pingsannya, matanya terbelalak karena menyadari dia berada di ruang rawat pasien. Meraba sekujur tubuhnya mencari luka, tak ada satupun alat medis yang melekat. Ketika turun dari ranjang periksa, dia merasakan sedikit nyeri di bawah alat vitalnya.
"Auh, ini kenapa tiba-tiba nyeri," gumamnya.
Dari luar ada perawat yang masuk menyapanya, "Mbak Sarah silahkan pulang, tadi Mbak Sarah pingsan, jadi ada seseorang yang membawa Mbak ke klinik kami."
Karena dia gadis yang polos, Sarah mempercayai itu, dia tak menyimpan kecurigaan apapun tentang yang telah terjadi padanya. Sarah bergegas keluar dari klinik, dipikirannya hanya tentang pesta pertunangan Aleta, dia yakin Mami Greta pasti sudah menunggunya, tenaganya sangat diperlukan untuk membantu segala keperluan Aleta.
Dari jauh para anak buah David menguntit, ada rasa bersalah karena Sarah menjadi korban kecerobohan mereka. Belum lagi kemarahan David yang tak berkesudahan. Di tengah perjalanan, ponsel Sarah kembali berdering, itu panggilan Mami Greta, wanita paruh baya itu sedari tadi mengkhawatirkan Sarah.
"Syukur kamu angkat, Sar. Kamu kemana sih? Saya dari tadi cari kamu, mana banyak tugas kamu terbengkalai," ucap Mamu Greta bernada protes.
"Maaf, Nyonya. Tadi katanya saya pingsan lalu di bawa ke klinik, ini saya sudah menuju ke hotel," sahut Sarah yang ketakutan bila majikannya marah.
"Kamu tidak usah ke hotel, langsung ke rumah saja, acara hampir selesai, bersihkan rumah dan lainnya," titah Mami Greta lalu menutup panggilannya.
Di samping Mami Greta ada David yang diam-diam menguping, dia berharap benihnya tak dapat membuahi rahim Sarah
'Ini hari tersial yang pernah aku dapat,' umpatnya dalam hati.
Usai acara pertunangan Aleta, keluarga Pak Salim pulang ke rumah. Suara mobil keluarga konglomerat terdengar terparkir dihalaman rumah, Sarah keluar meyambut majikannya. Seluruh keluarga Salim masuk ke rumah dengan raut wajah yang lelah. Saat itu ada David yang masuk paling akhir, dia melirik Sarah yang berdiri di depan pintu.
"Tuan .." sapa Sarah seperti biasanya.
David melewati Sarah begitu saja, pembawaannya memang selalu dingin, terlebih lagi kepada pekerja di rumahnya. Sementara Sarah keluar menuju ke sopir keluarga, Pak Abi memberikannya barang-barang Mami Greta agar di bawa oleh Sarah ke kamar.
Saat Sarah melewati kamar David, dia merasakan nyeri lagi di selangkangannya, rupanya bekas Inseminasi masih berefek pada alat vital Sarah. David yang ingin masuk ke kamarnya menemukan Sarah sedang menahan nyeri. Sesaat David mengabaikannya, tetapi melihat Sarah meringis kesakitan, dia pun menghampiri pembantunya itu.
"Kamu kenapa?" tanya David.
"Tidak, Tuan. Hanya sedikit nyeri saja," sahut Sarah seraya memegang perut bawahnya.
David menebak, jika pembantunya itu sedang merasakan efek dari Inseminasi. Karena tak ingin ulahnya ketahuan oleh keluarganya, David pun menyusun rencana, dia menyuruh Sarah untuk istirahat terlebih dulu.
"Kamu istirahat, biar saya yang bawa barang Mami," kata David.
Sarah menolak, dia tetap ingin membawa barang Mami Greta, tetapi tatapan David menciutkan nyalinya. Akhirnya Sarah mengindahkan perintah David, dia kembali ke kamar belakang untuk istirahat. David meneliti cara jalan Sarah dibalik tembok, terlihat kaku. Dia segera menelepon dokter yang menangani Inseminasi Sarah Ada sesuatu hal yang juga mengusik pikirannya.
"Saat kau Inseminasi gadis itu, apakah dia masih per*wan?" tanya David yang sangat ingin tahu.
"Iya, Pak David. Tapi kami tidak sampai memecahkan selaput darahnya, makanya dia mungkin hanya nyeri biasa." Jelas Dokter itu.
David tertegun, ternyata pembantunya itu bukanlah gadis yang liar ataupun yang merusak dirinya di luar pernikahan, David semakin merasa bersalah, seorang gadis suci sudah jadi korban kelalaiannya. David menutup telepon tanpa pamit dari dokter itu, dia mondar-mandir di dalam kamarnya mencari solusi untuk Sarah.
"Gila, gue bisa gila mikirin ini," gerutunya.
David tak bisa tinggal diam saja, tak dapat menanti kemungkinan itu. David memutuskan untuk menemui Sarah. Ia menuju ke kamar di bagian dapur. Mengetuk pintu kamar Sarah dengan pelan, tak ingin keluarganya sampai tahu keberadaan dirinya di kamar pembantu.
Di balik pintu, Sarah memunculkan dirinya dengan wajah memelas, tubuhnya berkeringat dingin.
"Tuan .." lirihnya.
David mengamati Sarah benar-benar sedang sakit, sejenak dia memastikan keadaan benar-benar aman, barulah dia menerobos masuk ke kamar pembantunya itu. David mengunci pintu dari dalam. Sarah yang tadinya lemas terkejut dengan aksi aneh dari majikannya.
"Diam! Suara kita jangan sampai di dengar keluargaku!" David mengancam.
Sarah ketakutan, dia menundukkan wajahnya. Sementara David bingung harus mulai darimana menyampaikan musibah itu.
"Bisakah kau berhenti bekerja di rumahku?" tanya David. Ada rasa tidak tega bertanya hal itu, tetapi demi keamanan dirinya, Sarah harus pergi dari rumahnya.
Sarah mengangkat wajahnya, dia menatap David dengan mimik kebingungan, "Apa salah saya, Tuan?"
David menghela nafas, dia sudah merasa menjadi manusia paling jahat di muka bumi, sebab kesalahannya, Sarah yang malah mendapatkan akibatnya. David enggan menjawab, dia mengeluarkan sejumlah uang dari kantong celananya, ada uang sejumlah 50 juta untuk diberikan kepada Sarah.
"Ambillah ini, pulanglah ke kampung halaman mu tanpa memberitahu siapapun," pinta David meletakkan uang itu di atas kasur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!