NovelToon NovelToon

Cinta Di Tengah Pernikahan Terpaksa

Bab 1

Menangis di dalam derasnya air hujan sedikit membuat hati wanita cantik yang tengah mengenakan gaun pengantin itu merasa tenang.

Wanita cantik yang bernasib malang. Wanita itu mempunyai nama panjang Riska Pratiwi dengan usia yang baru menginjak 23 tahun, harus menikah dengan pria yang tidak di cintainya karena faktor orang tua.

Sudah banyak cara untuk Riska menggagalkan pernikahan yang tidak di inginkan ini, tapi Tuhan berkehendak lain. Hari ini, tepat di hujan yang deras ini, Riska harus melepas status lajang nya dan menggantinya dengan status baru yaitu, istri dari pria yang bernama Hilma Santosa, pria berumur hampir memasuki 30 tahun.

Hilman adalah pria tampan dan mapan. Kehidupannya yang selalu terpenuhi membuatnya tidak terbiasa dengan kata penolakan. Tapi sayangnya, pria seperti Hilman sangat sulit di taklukkan karena sikapnya yang sangat kaku. Mencintai bagi Hilman bukanlah hal yang biasa. Tapi di saat Hilman mengenal Riska, tiba-tiba jantungnya terus berdegup kencang memberikan beberapa sinyal cinta.

Setelah kata 'Sah' menggema di ruangan. Kini Hilman sedang menunggu kedatangan wanita yang baru saja merubah statusnya menjadi suami.

Semua tamu undangan menatap sosok wanita cantik yang menggunakan gaun pengantin berwarna putih sedang menuruni satu persatu anak tangga dengan anggun.

Riska berusaha menampilkan senyum terbaiknya di saat beberapa tamu menatapnya dengan kagum.

Hilman, pria kaku itu hanya menatap sekilas wanita yang sudah menjadi istrinya. Samar-samar dia mendengar suara para tamu yang memuji kecantikan istrinya.

'Riska benar-benar seperti ratu di hari pernikahannya. Lihatlah gaun yang di pakai dirinya harganya tidak main-main. Aku yakin, suaminya sangat mencintai riska.' celetuk salah satu tamu undangan yang tengah menatap kagum pengantin wanita.

'Iya. Walaupun Riska sangat beruntung.'

Bisikan bisikan itu terdengar sampai telinga Riska yang baru saja duduk di kursi pelaminan.

Hilma memasangkan cincin pernikahan di jari manis istrinya begitu juga sebaliknya.

Suara tepuk tangan membuat pesta pernikahan Riska dan Hilman semakin meriah.

Tak ada obrolan atau percakapan dari sepasang pengantin.

Hilman yang terlalu kaku sampai tak tahu bagaimana caranya mengontrol degup jantungnya yang berdetak terlalu kencang saat bersandingan dengan sang istri. Dan Riska yang tengah menangis batin karena menikah dengan pria yang tidak di cintainya.

Acara semakin meriah saat sepasang pengantin melempar buket bunga.

Pertama kali setelah pernikahan, tangan mereka di pertemukan di buket bunga.

Suara MC yang heboh pun sesekali membuat ke dua sudut bibir Riska tertarik ke atas.

Pesta pernikahan hanya berlangsung 4 jam. Setelah 4 jam, semua tamu yang datang sudah berbondong-bondong untuk pulang.

"Hilman, Ibu titip Riska, ya! Ibu harus menjaga Ayah Riska yang masih belum sadarkan diri di rumah sakit luar negeri." titah Dewi, wanita yang berstatus sebagai ibu kandung dari Riska Pratiwi.

"Bu Dewi tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya." jawab Hilman.

"Apa aku boleh ikut, Bu? Aku juga mau menjaga Ayah di rumah sakit luar negeri." pinta Riska dengan nada memohon.

Dewi tersenyum tipis, dia memeluk putri semata wayangnya erat. "Sayang, sekarang kamu sudah menikah dan tugas seorang istri adalah melayani dan berbakti pada suaminya. Kamu tidak bisa meninggalkan suamimu sendirian di sini. Apalagi kalian pengantin baru. Kamu doakan saja, semoga Ayahmu cepat sembuh dan kita bisa berkumpul lagi di sini. Dan satu lagi, ibu tidak sabar bermain dengan cucu-cucu ibu." jawab Dewi sembari melepas pelukannya. "Ingat, jadilah istri yang baik. Kita harus berterimakasih pada suamimu karena suamimu lah yang membayar semua biaya rumah sakit Ayah mu di rumah sakit." sambungnya lagi.

"Ibu hati-hati ya. Jika ada kabar terbaru tentang Ayah, ibu langsung beritahu aku." ucap Riska yang mendapat anggukan kecil dari Dewi.

"Iya, sayang, ibu janji. Mulai sekarang, kamu harus memprioritaskan suamimu. Ayah dan ibu akan baik-baik saja. Kalau begitu, ibu pamit, ya! Taksi ibu sudah datang." titah Dewi.

"Aku antar, Bu!" ucap Riska. "Acara pernikahan sudah selesai. Bolehkan kalau aku mengantar Ibu ku sendiri?" ucapnya lagi.

Dewi tertawa kecil saat melihat sikap manja putrinya. "Kenapa harus meminta izin dengan ibu? Mintalah izin dengan suamimu. Apa suamimu mengizinkanmu atau tidak?"

"Pasti mengizinkannya, Bu." jawab Riska kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Hilman.

Dengan menundukkan wajahnya dan mengaitkan beberapa jemarinya, Riska mulai memberanikan diri meminta izin.

"Apa aku boleh mengantarkan ibu?" tanyanya ragu.

"Antarkan saja! Setelah itu, masuklah ke kamarmu." jawab Hilman, "Dan ibu tidak perlu khawatir, aku akan kirim uang setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan ibu di luar negeri."

"Terimakasih, Hilman. Ibu senang sekali mempunyai menantu sepertimu." jawab Dewi kemudian berjalan keluar rumah dengan menggandeng putri semata wayangnya.

Setelah melihat kepergian istri dan ibu mertuanya, Hilman berjalan masuk ke dalam rumah.

"Ibu, ibu kenapa tidak menolak uang pemberian Mas Hilman. Aku tidak mau kita terlalu banyak berhutang budi. Cukup Ayah saja yang biayanya di tanggung oleh Mas Hilman." bisik Riska.

"Hilman orang yang baik, Ris. Kelihatannya dia sangat mencintaimu."

"Dia tidak mencintaiku, Bu. Dia menikah karena dia ingin memanfaatkan keluarga kita saja. Dia mencari celah melalui Ayah yang koma." kesal Riska.

"Memangnya, kamu tahu dari mana kalau Hilman tidak mencintaimu, Ris? Tidak mungkin orang seperti Hilman mempunyai niat buruk kepada keluarga kita. Almarhum orang tua Hilman menitipkan Hilman pada keluarga kita. Seharusnya, kamu tidak boleh termakan gosip yang tidak jelas. Hanya karena umurnya yang hampir 30 tahun, kamu sudah berpikir kalau Hilman memanfaatkan keluarga kita. Justru kita yang sudah memanfaatkan Hilman untuk membiayai semua biaya rumah sakit ayahmu. Sekarang, ibu minta tolong padamu, tolong hilangkan pikiran burukmu tentang Hilman. Dia suamimu!"

"Terserah ibu saja. Tapi aku tidak pernah mencintai Mas Hilman. Aku menikah dengannya karena balas budi bukan semata-mata aku mencintainya. Aku juga berharap, Ayah bisa cepat sadar." jawab Riska yang di abaikan oleh Dewi.

Dewi masuk ke dalam taksi dan taksi pun mulai berjalan meninggalkan Riska seorang diri.

Setelah taksi yang di tumpangi ibunya menghilang, Riska berjalan masuk menuju rumah suaminya.

'Aku harus bagaimana? Aku tidak mau satu kamar dengannya. Atau aku berpura-pura sakit parah? Mungkin Mas Hilman akan jijik atau ilfill denganku?' batin Riska lalu melihat sang suami yang sedang menuruni tangga.

Dengan rasa percaya diri, Riska berpura-pura mengeluh kesakitan.

"Aduh, perut dan kepalaku sakit. Mungkin penyakitku kambuh. Aku tidak bisa menaiki tangga." ujar Riska mengeraskan suaranya agar terdengar sampai telinga Hilman. "Aduh!"

Bab 2

Setelah sampai di lantai dasar, Hilman langsung berjalan ke arah istrinya yang tengah mengeluh kesakitan.

"Mas, aku tidak bisa naik tangga. Kepala dan perutku tiba-tiba sakit. Sebaiknya, aku tidak di kamar bawah saja, ya. Kamu tahu sendiri kalau aku sakit seperti apa, kan? Aku bisa saja mengeluarkan semua isi dalam perutku ini. Dan aku juga bisa berguling-guling seperti-- Aaaa ..." pekik Riska saat tubuhnya di gendong oleh Hilman. "Turunkan aku, Mas! Aku tidak mau di gendong olehmu!" pekiknya sembari memukul dan mencubit lengan Hilman.

"Diamlah! Aku hanya membantumu!" jawabnya dengan datar.

"Membantu?" gumam Riska. 'Apa yang terjadi? Kenapa Mas Hilman tidak ilfil dengan sikapku yang lebay ini? Kata ibu dan teman-teman, Mas Hilman tipe orang yang sangat membenci orang bersikap lebay?' batin Riska.

Hilman merebahkan tubuh Riska di ranjang king size nya.

"Luruskan kakimu. Dan tunggu aku!" titah Hilman melepas high heels yang terpasang di kaki Riska.

Riskan menggeser posisi kakinya, "Tidak perlu, Mas. Aku bisa melakukan semua ini sendirian. Sebaiknya kamu keluar dari kamar ini. Dan satu hal lagi, kamu tahu sendiri aku sedang sakit. Apa sebaiknya kita pisah kamar saja dulu? Em ... jangan tersinggung dengan semua ucapanku. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Mas. Aku tidak mau kamu ikut sakit sepertiku." ucap Riska dengan senyum manisnya.

"Hem," jawab Hilman kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Mendengar jawaban yang membahagiakan dari suaminya. Riska langsung beranjak berdiri dari ranjang dengan berkata 'Yes, Yes.'

"Yes, akhirnya dramaku tidak sia-sia. Aku bisa menundanya. Itu artinya, aku harus mencari cara untuk drama berikutnya. Menurutku semua ucapan teman-temanku yang mengenal Mas Hilman memang benar. Dia tipe orang yang kaku dan sangat serius. Apalagi dengan usianya yang sudah dewasa, pasti pikirannya sudah dewasa, dong? Tidak mungkin orang seperti Mas Hilman tidak mempunyai kekasih. Aku yakin, sebenarnya dia mempunyai kekasih. Hanya saja, dia malu mengatakannya ke ibu karena mau bagaimana pun, orang tua Mas Hilman sudah menitipkan Mas Hilman ke ibu. Ah, sial! Kenapa orang tua Mas hilman kecelakaan? Andai tidak ada kecelakaan, pasti sekarang hidupku jauh lebih bahagia dengan status lajangku. Apa aku berpura-pura istirahat lalu jika ada kesempatan, aku akan kabur dari rumah ini? Aku juga butuh refreshing. Sebaiknya, aku hubungi teman-temanku dulu." gumam Riska meraih ponselnya dan mengetik di sebuah pesan grup nya.

'Aku akan traktir kalian, asalkan kalian mau menemaniku malam ini?' send grup.

Drt ...

'Maaf Riska, aku tidak bisa. Besok aku harus bekerja. Ajak yang lain saja.' balasan dari Nilla.

'Sama, aku juga tidak bisa. Lagi pula, malam ini malam pertamamu dengan suamimu kan? Berbaktilah pada suamimu. Layani dia dan berikan kita keponakan yang lucu-lucu.' balasan dari Rachel membuat Riska meletakkan ponselnya ke atas meja.

"Argkh! Apa mereka tidak tahu, kalau aku menikah karena terpaksa? Seharusnya, mereka tahu, karena aku sudah menceritakan semuanya. Tapi kenapa tidak ada yang mendukungku? Apa salahku? Aku tidak mencintai Mas Hilman dan aku tidak bisa melakukan malam pertama seperti yang di bicarakan oleh mereka. Apa aku pergi sendiri saja? Aku tidak butuh mereka untuk menemaniku. Baiklah, aku pergi sendiri, sekarang aku harus ber drama lagi." gumam Riska lalu melihat pintu kamar mandi yang terbuka. Segera Riska merebahkan tubuhnya kembali seperti posisi sedia kala.

Hilman keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah sang istri.

"Aku bantu!" titah Hilman mengulurkan tangannya.

"Bantu? Bantu untuk apa, Mas?" tanya Riska kebingungan.

"Berendam air hangat bisa membuat perutmu rileks. Aku sudah menyiapkan air hangat dan biarkan aku membantumu." jawab Hilman yang lagi dan lagi membuat Riska terkejut.

'Apa aku tidak salah dengar? Mas Hilman mau membantuku? Apa dia benar-benar mencintaiku? Tapi aku rasa, semua yang dia lakukan hanya karena permintaan orang tuanya sebelum meninggal.' batin Riska. "Tidak perlu, Mas. Kamu bisa tinggalkan aku sendirian. Aku mau istirahat. Terimakasih sudah membantuku. Oh, iya, Mas. Bukankah pernikahan ini pernikahan yang tidak di inginkan oleh kita berdua?" ucapnya lagi.

'Kita berdua? Aku yang meminta Bu Dewi menikahkanmu denganku tanpa sepengetahuanmu. Dan mengatasnamakan balas budi untuk menutupinya agar aku tidak malu.' batin Hilman.

"Mas, aku tidak pernah mencintaimu, dan aku juga tahu kalau kamu tidak pernah mencintaiku. Bagaimana kalau kita akhiri saja pernikahan ini tanpa sepengetahuan ibu? Dan aku berjanji, aku akan mengembalikan semua uang pengobatan Ayahku. Kamu tidak perlu mengirim uang untuk ibuku. Biar aku saja yang mengirimnya. Aku tidak mau kamu tertekan menghadapi pernikahan dan sikapku yang seperti anak kecil. Aku juga tahu, kalau kamu mempunyai kekasih di luar sana. Aku bisa menerimanya. Aku juga bisa menjelaskan pada kekasihmu, bagaimana?" tawar Riska yang tanpa sengaja membuat emosi Hilman muncul.

Hilman mengepalkan tangannya erat sembari mengontrol emosinya yang sudah berada di ubun-ubun.

"Bangkitlah, aku akan bantu melepaskan gaunmu." titah Hilman mengalihkan topik pembicaraan istrinya.

"Tidak perlu, Mas. Aku bisa sendiri. Aku mohon, Mas. Kita bercerai, ya! Selama ini aku diam, tapi bukan berarti aku tidak pernah melakukan sesuatu untuk menggagalkan pernikahan ini. Sudah berapa cara aku lakukan untuk menggagalkan pernikahan ini, tapi cara itu selalu gagal. Kita sangat berbeda. Aku yakin, kamu merasakan perbedaan itu, kan? Mulai dari usia, sifat, sikap dan pemikiran kita. Tidak ada kecocokan diantara kita." ujar Riska panjang lebar.

"Jangan buang waktumu untuk melakukan hal yang tidak berguna. Sekarang, bersihkan tubuhmu dulu. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu. Dan izinkan aku membantumu untuk melepas gaun pernikahanmu." titah Hilman yang mendapat gelengan kecil dari istrinya.

"Aku tidak mau tubuhku terlihat polos di depanmu, Mas. Aku tidak mau menggoda pria asing. Apalagi kita hanya berdua. Biarkan aku melakukan semuanya sendiri."

"Aku tidak yakin kau bisa melakukan semuanya sendiri dengan keadaanmu yang sedang sakit. Aku tidak ingin mendengar pengaduanmu ke ibumu tentangku." jawab Hilman.

'Benar apa yang dikatakan temanku, kan? Mas Hilman bersikap manis dan baik padaku karena ibu, saja. Aslinya Mas Hilman orang yang kaku. Banyak orang kantor yang takut padanya. Apalagi kalau sedang marah. Berapa banyak barang yang di pecahkan di ruangannya? Ibu, ibu, kenapa anakmu harus mendapatkan jodoh seperti Mas Hilman.' gumam Riska dalam hati.

"Putar tubuhmu!" titah Hilman yang tak sabar menghadapi sikap istrinya yang suka melamun.

"Tidak mau, Mas. Aku bisa melepas gaun ini sendiri. Sebaiknya, Mas--"

"Aku tidak butuh kata Tidak!" ketus Hilman.

Bab 3

'Apa-apaan ini, kenapa dia memaksaku? Ini kan tubuhku? Ini juga gaun pengantinku. Seharusnya, dia tidak perlu memaksaku. Aku bisa melakukannya sendiri. Dan aku hanya berpura-pura sakit agar Mas Hilman tidak melakukan hal yang seharusnya terjadi di malam pertama pernikahan kita.' gumam Riska dalam hati. 'Tapi kalau aku terus menolak dan Mas Hilman marah lalu membunuuhku, bagaimana? Apa aku siap ma ti sekarang? Kata Rachel, Mas Hilman tipe orang yang tidak bisa di kendalikan jika sudah emosi. Dia berubah menjadi iblis yang mengerikan. Aku juga pernah melihat amarah Mas Hilman yang memecat karyawan kantornya yang membuat kesalahan kecil. Kata-kata kasar itu selalu keluar dari mulutnya. Aku jadi takut,' gumamnya lagi dalam hati.

"Iya, Mas." jawab Riska pasrah. Dia memutar tubuhnya agar memunggungi suaminya.

Perlahan tangan Hilman menarik resleting gaun istrinya.

Riska mengerucutkan bibirnya sembari tangannya memegang rambutnya yang tergerai.

'Sudahlah, aku sudah menggoddanya dengan menunjukkan punggung tubuhku yang polos.' batinnya.

Setelah resleting itu turun sempurna, Hilman langsung meminta istrinya melepas gaun pengantinnya di hadapannya.

"Sekarang, lepaslah gaun ini dan aku akan menggendongmu ke dalam--"

"Tidak perlu, Mas. Tiba-tiba perutku sudah sembuh. Lihatlah, aku sudah bisa berjalan dan kepalaku sudah tidak sakit lagi." potong Riska memutar tubuhnya agar menghadap sang suami.

"Baiklah. Sekarang bersihkan dirimu. Aku sudah menyiapkan lemari yang berisi pakaianmu. Letaknya ada di samping lemariku." titah Hilman.

"Iya, terimakasih, Mas." jawab Riska.

"Sekarang, aku harus mengecek beberapa file yang di kirimkan oleh sekertarisku." titah Hilman lagi yang kemudian berjalan menuju pintu dan keluar.

Riska menghembuskan napasnya lega saat melihat kepergian suaminya. Di hempaskan pantatnya di tepi ranjang.

"Huh, untunglah Mas Hilman cepat-cepat keluar dari kamar ini. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku harus bertelanjaang di depannya. Sebaiknya aku pergi mandi dan pergi dari kamar ini!" gumam Riska berjalan menuju kamar mandi dengan sebelumnya melepas gaun pengantinnya.

Hilman terdiam saat melihat aksi istrinya dari CCTV di ruang kerjanya.

"Apa wajahku terlalu menakutkan baginya? Apa semua perhatian yang aku berikan padanya tidak bisa membuktikan bagaimana perasaanku padanya? Aku bukan tipe yang romantis atau humoris. Aku tidak bisa menyatakan cinta dengan orang yang aku cintai. Aku hanya bisa melindungi orang yang aku cintai saja. Bahkan sudah menjadi istriku saja, dia masih memintaku untuk menceraikannya? Riska, aku sudah tertarik dan jatuh hati padamu setelah kepergian orang tuaku. Ibumu memperlakukanku dengan baik. Dia tidak membeda-bedakan aku dan dirimu. Dan aku bahagia saat orang tuaku mengatakan aku harus menjagamu. Melalui pernikahan ini, aku bisa menjagamu setiap saat." gumam Hilman tanpa berkedip menatap CCTV kamarnya.

Di dalam kamar mandi, Riska mengambil dan memakai jubah mandinya setelah menyelesaikan ritual mandi ala hewan bebek karena dirinya tidak mungkin menyia-nyiakan waktu untuk kabur dari suaminya.

Riska membuka pintu kamar mandi dan mencari pakaian di lemari yang sudah di sediakan suaminya. Alangkah terkejutnya dirinya saat melihat banyaknya pakaian baru yang berjejer.

"Apa dia benar-benar menyiapkan pakaian untukku, atau sebenarnya dia menyiapkan semua pakaian ini untuk kekasihnya?" gumam Riska mengambil salah satu dress pendek selututnya. "Ish, ini tidak baik. Tidak mungkin aku kabur menggunakan dress. Bisa saja, aku jatuh di tengah jalan dan lututku berda rah. Sebaiknya, aku cari celana jeans atau lainnya yang nyaman di gunakan untuk kabur." gumamnya lagi.

Hilman mendengar dan melihat semua gerak gerik istrinya. Bahkan dirinya tidak melakukan tindakan apapun saat istrinya mengatakan akan kabur dari kediamannya.

Tubuuh ppollos istrinya bisa membangunkan sesuatu yang sedang tertidur nyenyak, membuat Hilman sedikit terpancing.

Di dalam kamar.

Riska memakai pakaiannya dengan menyanyi lagu dangdut yang di sukainya. Beberapa goyangan yang dia tonton di salah satu acara televisi pun dia praktekkan tanpa di sadari ada kamera CCTV yang sedang mengintainya.

"Hae, Hae, di goyang!" teriak Riska melampiaskan semua rasa yang bercampur aduk di dalam hatinya.

Hilman mengganti channel CCTV nya. "Beruntung semua pintu dan jendela sudah aku kunci. Jadi aku pastikan, kamu tidak bisa kabur dariku, Riska." gumam Hilman yang mengganti channel CCTV nya lagi memperlihatkan kamarnya.

Hilman dapat melihat Riska yang tengah mengendap-endap dan sangat berhati-hati membuka pintu kamarnya.

Senyuman yang jarang sekali dia tunjukkan akhirnya di tunjukkan juga saat melihat tingkah istrinya yang menurutnya sangat menggemaskan.

Riska membuka pintu kamar dengan hati-hati. Setelah pintu kamar terbuka, Riska keluar dan menutup pintu kamar itu berharap sang suami tidak curiga. Dia juga menuliskan di selembar kertas yang mengatakan jika dirinya tidak bisa di ganggu karena kelelahan lalu di tempelkan di depan pintu kamar.

"Sudah selesai. Aku yakin, Mas Hilman percaya dengan rencanaku ini." ucapnya dengan bangga.

Hilman menggelengkan kepalanya. "Otaknya terlalu pintar. Dia berharap kalau aku akan mempercayainya begitu saja?" gumamnya langsung menutup rekaman CCTV di komputernya.

Hilman berjalan keluar ruang kerjanya dan melihat pergerakan istrinya yang sedang berupaya kabur.

Dengan langkah yang sangat hati-hati, Riska menuruni satu persatu anak tangga.

"Semoga saja Mas Hilman tidak menyadari." gumam Riska.

Setelah sampai di lantai bawah, Riska langsung berlari menuju pintu utama.

Krek!

Krek!

"Pintu ini terkunci?" gumam Riska mencari kunci pintu utama yang menancap di lubang kunci. "Tidak ada kunci. Lalu aku keluar lewat mana?" keluhnya lagi yang membuka tirai jendela. "Ish, jendela ini sangat menyusahkan. Aku tidak bisa keluar lewat jendela."

"Coba saja lewat pintu belakang!" titah Hilman yang berada di belakang istrinya.

"Ah, benar. Lewat pintu belakang. Pasti pintu belakang tidak di kunci. Waah, terimakasih sudah--" ucapan Riska terhenti setelah menyadari suara suaminya yang membantunya untuk kabur. Perlahan Riska memutar tubuhnya menghadap sang suami.

"Lewat belakang saja!" titah Hilman santai.

"M-mas Hilman, a-aku--"

"Mau kabur, kan? Ya, sudah, lewat pintu belakang saja. Akan ku beri kunci pintu belakang. Atau kau mau aku bukakan pintu utama ini?" ucap Hilman.

"Mas, aku minta maaf tapi aku--"

"Aku apa? Pergilah dari rumah ini tapi jangan salahkan aku, jika aku menghentikan semua biaya pengobatan ayahmu. Dan kembalikan semua uang yang sudah aku keluarkan selama ini untuk keluargamu sekarang juga!" titah Hilman.

"Apa, Mas?" pekik Riska tak percaya.

"Kenapa? Apa yang aku ucapkan salah? Kamu sendiri yang mengatakan itu padaku sewaktu di kamar. Jadi, apa salahku?" tanya Hilman dengan santainya.

'Ish, kenapa mulutku harus salah bicara, sih? Aku tidak punya uang sebanyak itu.' batin Riska.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!