Seorang pria tengah mengendarai Pa**ro putihnya dengan sangat hati-hati. Ia selalu memastikan bahwa sabuk pengamannya terpasang sempurna, rem, kopling, lampu sign dan spion berfungsi dengan baik, berjalan di jalur yang benar dan selalu mematuhi rambu lalu lintas dan batas kecepatan maksimal.
Gambaran sempurna tentang seseorang yang sangat disiplin dan selalu mematuhi aturan lalu lintas. Tapi tiba-tiba saja,
Ciiiiiiit...........
Ia menginjak pedal remnya dalam-dalam. Ia baru saja menghindari seseorang pria yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan sangat mengejutkan.
Bukannya bergegas turun untuk menolong, ia justru sibuk memastikan bahwa kamera dashboardnya menyala dan merekam dengan baik kejadian yang dialaminya tadi. Ia tidak mau disalahkan atas kesalahan yang tidak dilakukannya.
Tok! Tok! Tok!
Beberapa orang mengerubungi dan mengetuk kaca mobilnya.
“Turun woi! Tanggung jawab dong!”
Pria itu membenahi kacamatanya, membuka pintu mobilnya dengan tenang, merapikan dasi dan jasnya, baru kemudian memeriksa keadaan pria yang hampir menabrak mobilnya itu.
Dengan tenang dan mantap ia membungkuk lalu bertanya, “Bapak ngga papa?”
***
Ya, itulah Alfa Sandi Cokrokusumo. Seorang pengacara muda berusia tiga puluh tahun yang sangat tunduk dan patuh terhadap aturan, waspada dan antisipatif terhadap segala hal. Selain itu, penampilan dan kerapian selalu menjadi prioritas baginya.
Alfa adalah seorang pengacara muda yang cukup populer, bukan karena keberhasilan karirnya melainkan lebih karena wajah dan penampilannya.
Dengan bermodalkan minat dan kemampuan yang cukup mumpuni di bidang hukum, di usianya yang baru menginjak tiga puluh tahun, ia memberanikan diri membuka sebuah firma hukum bersama kakak sepupunya yang bernama Handoyo.
Namun nyatanya, kemapuan dan wajah tampan saja tidak cukup bagi Alfa untuk membesarkan firma hukumnya. Sejak magang di firma hukum milik bibinya hingga bisa membuka firma hukum sendiri Alfa belum pernah sekalipun dipercaya untuk menangani kasus kejahatan besar.
Selama ini ia hanya menangani kasus perkelahian, pencemaran nama baik, perceraian dan perebutan harta gono gini. Sehingga ia seringkali dikenal sebagai pengacara urusan keluarga daripada pengacara kriminal yang selama ini didalaminya.
Hari itu, ia harus menemukan seorang saksi penting dalam kasus perceraian seorang pengusaha wanita yang sedang ditanganinya. Kabarnya saksi itu sedang bersembunyi di sebuah tempat di Jogja.
Kasus perceraian itu akan menjadi kasus kedua puluh lima yang ditanganinya sejak memulai debut karir sebagai pengacara. Dan ia tidak ingin memasukkannya dalam daftar kegagalan pertama pada sejarah karirnya.
***
Sepertinya semua aman. Bapak-bapak itu menggeleng sambil berjongkok memeluk seorang bocah laki-laki kecil yang tak henti-hentinya menangis.
Kemudian seorang wanita datang berlari menghampiri mereka dan membawa bocah laki-laki kecil yang baru saja diselamatkan oleh Bapak-Bapak itu.
Untuk memenuhi rasa kemanusiaannya, Alfa membantu Bapak itu berdiri tapi sia-sia. Pria paruh baya itu berkali-kali mlorot dan terjatuh setiap kali berusaha berdiri. Sepertinya kakinya terluka saat terjatuh tadi.
Karena desakan warga yang terus menyudutkannya, Alfa terpaksa membantu dan membawa Bapak itu ke rumah sakit terdekat.
***
Seorang gadis berkulit putih dengan tinggi sekitar seratus enam puluh lima centi, masih mengenakan seragam putih abu-abunya, lengkap dengan poni dan rambut kuncir ekor kuda berlarian sambil menangis memasuki salah satu bilik di ruang IGD.
“Bapak! Bangun Pak! Ini Elea, Pak!"
“Maaf, adek ini siapa ya?”
Gadis itu menghentikan tangisnya, lalu menoleh ke arah pasien wanita yang sepertinya sedang hamil karena perutnya buncit.
“Maaf, tadi saya kira –“
“Elea!”
“Bapak kok ngga bilang sih kalau sudah bisa bangun? Kan aku jadi malu pak?”
“Makanya lain kali tuh kalau mau nangis lihat-lihat dulu.” Ledek Alfa yang tak kuasa menahan tawa melihat tingkah konyol Elea.
“Oh, jadi om ini yang nabrak Bapak?”
Pak Sukarto menggoyangkan kedua telapak tangannya, “ Bukan –“
“Eh, dek. Jangan sembarangan kalau ngomong ya? Bapak kamu yang tiba-tiba nabrak mobil saya. Syukur-syukur saya masih mau antar Bapak kamu kesini.”
“Wah! Om ini sudah nabrak orang masih aja ngerasa sok jadi pahlawan.”
“Hah?!”
Ada banyak eksepsi yang ingin Alfa sampaikan. Pertama, ia bukan subjek tapi objek. Dia yang ditabrak, bukan menabrak. Kedua, dia tidak bersalah. Ketiga, dia bukan sok tapi memang pahlawan. Dan keempat ada hal yang harus segera Alfa luruskan.
Alfa menepuk pundak Elea yang kembali membelakanginya, “Maaf, sejak kapan saya nikah sama tante kamu?”
***
Pak Sukarto dan Elea tinggal di sebuah ruko berlantai dua berukuran lima kali sepuluh meter. Lantai satu dipergunakan sebagai warung ayam cepat saji sedangkan bagian atas digunakan sebagai rumah tinggal. Ibu Elea sudah meninggal tujuh tahun lalu, jadi ia hanya tinggal bersama ayahnya di ruko itu.
Karena kakinya masih sakit dan harus menggunakan tongkat untuk berjalan, Pak Sukarto jadi kesulitan ketika harus memasak sambil melayani pembeli yang makan di tempatnya.
“Pak, Bapak duduk aja. Biar Elea yang bantu Bapak.”
“Jangan El. Besok kamu harus ikut ujian kenaikan kelas. Kamu harus belajar. Bapak pengen kamu naik kelas tiga dengan nilai memuaskan."
“Terus gimana Pak? Kita ngga mungkin merekrut pegawai karena ngga bakal mampu bayar gajinya. Apa kita tutup aja untuk sementara waktu? Sampai kondisi Bapak membaik?”
Pak Sukarto menggeleng, “Mau makan apa kita kalau warungnya ditutup?”
Sebenarnya hal semacam itu sama sekali bukan urusan Alfa. Tapi melihat kedua bapak dan anak itu kesulitan, lagi-lagi rasa kemanusiaannya terpanggil.
Alfa mulai mempertimbangkan banyak hal. Ruko itu cukup strategis, terletak diperempatan jalan utama yang cukup ramai. Meskipun tidak besar, ruko itu akan memberinya lebih banyak kebebasan daripada harus tinggal di rumah kakek buyutnya.
Selain itu, pelanggannya juga banyak dan terlihat berasal dari banyak kalangan. Akan sangat membantunya dalam menemukan orang dicarinya jauh-jauh ke kota kecil itu.
“Pak, karena saya rasa saya juga sedikit bersalah sampai Bapak jadi seperti ini, biar saya saja yang membantu Bapak mengurus warung ini sampai kondisi Bapak membaik.”
“Beneran? Berapa Bapak harus membayar kamu?”
“Ngga usah pikirin soal itu Pak. Saya hanya minta tempat untuk tinggal sementara waktu.”
“Dih, modus!”
“El!” Pak Sukarto berusaha menghentikan celotehan putrinya, “Cepat bereskan kamar Bapak. Biar Nak Alfa tidur disitu.”
***
Pagi itu Elea bersiap untuk mengikuti ujian kenaikan kelas tiga di salah satu sekolah menengah atas di kotanya.
“Dih, salah kostum tuh, Om!” Elea menahan tawa melihat Alfa mengenakan setelan rapi dibalik celemeknya. "Om kira ini acara masak-masakan di tivi? Ngapain jualan pake jas gitu?”
Alfa memandangi penampilannya yang harus tetap rapi dan tampan meskipun mengenakan celemek. Sementara Elea kembali ke atas dan turun dengan membawa kaos oblong milik Beni, kakak sepupunya.
Elea kemudian melepas celemek Alfa dan memintanya mengganti baju dengan kaos oblong yang dibawanya.
“Kamu mau apa? Saya ngga mau pake baju orang lain!”
“Tapi Om bakal menggoreng ayam, membuat minuman, lari kesana kemari melayani pelanggan. Apa ngga sayang kalau jasnya kena minyak atau tumpahan saos? Lagipula warung ini ngga pake AC.” Elea menunjuk empat kipas angin yang menggantung di atas plafon. “Siangan dikit Om bakal kepanasan.”
“Itu urusan saya! Ah, dan satu lagi. Jangan panggil saya Om!!”
“Lalu? Pak? Kak? Mas? Mas Al?!” goda Elea tapi Alfa memilih pergi dan tidak menggubris bocah iseng itu.
Ternyata apa yang Elea katakan benar. Baru pukul sembilan pagi, tapi Alfa sudah sangat kegerahan. Ia kemudian melepas jasnya dan mengganti dengan kaos polo berwarna putih bersih. Ia tidak mau menggunakan kaos oblong yang bisa mengurangi penampilan paripurnanya.
Warung jadi semakin ramai sejak kedatangan Alfa. Banyak pelanggan wanita yang rela mengantri panjang demi bisa bertemu dan dilayani langsung oleh Alfa.
Elea tidak menyangka bahwa pesona om-om itu luar biasa juga, seperti daya magnet besar yang menarik para pembeli untuk memenuhi warung ayam cepat sajinya.
“Apa kalian mengenal Bagus Prastowo?” tanya Alfa diantara kerumunan pelanggan wanita.
“Prastowo? Apa mungkin Pak Pras ya?”
“Pak Pras yang biasanya naik sedan mewah warna hitam?”
“Atau Pak Pras yang rumahnya di Jalan Bambu?”
Alfa tidak paham dengan apa yang gadis-gadis itu bicarakan, “Siapapun itu, yang penting bernama Bagus Prastowo.”
Elea mengamati Alfa dengan seksama. Apa sebenarnya tujuannya datang ke kotanya? Apa hubungannya dengan Bagus Prastowo? Ia kemudian menghampiri Alfa.
“Mas Al cari orang ini tho?” Elea menunjukkan sebuah foto di ponselnya.
“Benar. Apa kau bisa memberitahuku dimana dia berada?”
***
Alfa menceritakan tentang kasus perceraian yang ditanganinya dan tujuannya mencari Bagus Prastowo. Karena penjelasan Alfa cukup meyakinkan, Elea kemudian bersedia untuk membantu Alfa bertemu dengan Bagus Prastowo.
Pak Sukarto merasa sangat senang dengan kehadiran Alfa. Selain karena Alfa tampan dan gagah, pemuda itu telah membawa banyak berkah kepada keluarganya. Warungnya jadi semakin ramai dan Elea jadi lebih penurut. Ia jadi banyak berharap pada pemuda yang datang entah darimana itu.
***
Elea sudah menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya dan hanya tinggal menunggu pengumuman penerimaan saja. Jadi ia menghabiskan waktu liburnya untuk membantu ayahnya melayani pelanggan yang hampir tidak pernah sepi berdatangan ke warung mereka.
Gadis berponi yang suka menguncir rambutnya itu sangat sederhana meskipun kadang ceroboh dan sedikit pemalas. Ia tidak pernah mau membantu cuci piring dan bersih-bersih.
Warung jadi sering kacau dan berantakan karena tidak jarang Elea menjatuhkan sisa makanan yang hendak dibuangnya, atau menumpahkan sisa minuman di meja atau bahkan tidak tepat memasukkan sampah ke tempatnya.
Jadi banyak sampah berserakan di sekitar tempat sampah. Hal yang sangat dibenci Alfa yang selalu teratur, tertib, disiplin dan menyukai kebersihan dan kerapian.
Meskipun jorok, Elea sangat membantu Alfa dalam menuntaskan urusannya dengan Bagus.
Malam itu, Elea mengajak Alfa mengunjungi sebuah rumah remang-remang di kawasan Sark*m. Ia kemudian menanyakan tentang keberadaan Bagus Prastowo yang biasanya menyewa kamar VVIP milik mereka.
Meskipun mengenal para penjaga di sana, tapi Elea tetap tidak diijinkan masuk ke ruangan pribadi Bagus Prastowo.
“Apa kamu yakin pria itu berada di sana?”
Elea mengangguk yakin. Beberapa minggu ini ia sering melihat pria berjamban itu berkeliaran di sana bersama dengan gadis-gadis malam yang disewanya.
Karena tidak bisa menemui Bagus Prastowo dengan cara itu, ia terpaksa meminta bantuan seorang wanita paruh baya yang katanya cukup populer dan disegani di wilayah itu. Wanita itu berkali-kali menoleh ke arah Alfa, jadi ia yakin bahwa Elea sedang membicarakannya.
Tak lama kemudian, Elea mengajaknya masuk dan wanita itu berhasil mengajak Bagus Prastowo ke hadapan mereka.
Awalnya pria itu menolak untuk bersaksi karena telah menerima suap dari suami klien Alfa. Tapi tiba-tiba saja Elea membuat keributan dan pura-pura terjatuh, lalu reflek pria itu menangkapnya dan Alfa mendapatkan angle yang pas untuk fotonya.
Elea menakut-nakuti Bagus Prastowo dengan undang-undang pelecehan seksual terhadap anak yang akhirnya membuatnya menyerah dan mau bekerjasama dengan Alfa.
Berkat Elea yang bisa meyakinkan Bagus untuk bertemu dan mau bekerjasama dengan Alfa. Kini ia bisa segera kembali ke kotanya dengan tenang sembari menatap kemenangan di depan mata.
***
Sementara itu, kaki Pak Sukarto sudah mulai membaik dan bisa berjalan lagi. Jadi, Alfa tidak punya alasan lagi untuk tinggal lebih lama di Jogja.
Malam itu, Alfa berniat untuk berpamitan kepada Pak Sukarto yang memberinya tempat tinggal selama berada di Jogja beberapa hari ini. Pak Sukarto menyeduhkan kopi murni yang dibelinya dari pedagang kopi langganannya di pasar. Aroma kopinya sangat nikmat dan rasanya pas di lidah Alfa.
“Jadi kamu sudah mau pergi?”
“Iya Pak. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan di Jakarta.”
Pak Sukarto menyeruput kopinya, “Terima kasih sudah mau membantu Bapak disini.”
“Oh, tidak masalah. Saya juga senang karena Elea membantu saya menyelesaikan pekerjaan saya.”
Alfa benar-benar merasa simpati dengan ketulusan Pak Sukarto yang bahkan rela tidur di ruang tamu atau di kursi warung demi mengijinkan Alfa tidur di kamarnya.
Malam itu Sukarto terlihat pucat dan mengeluarkan banyak keringat dingin. Ia juga tiba-tiba kesulitan bernafas.
“Pak, Bapak kenapa?” Alfa mulai panik sementara Elea sedang menginap di rumah temannya.
Alfa langsung membawa Pak Sukarto ke rumah sakit dan segera mengabari Elea tentang keadaan ayahnya.
Sekitar satu jam kemudian Elea datang dengan keadaan menangis dan langsung menghampiri ayahnya yang lagi-lagi terbaring lemah di ruang rawat inap.
“Maaf, Pak. Apa anda keluarga pasien?” tanya dokter kepada Alfa
“Apa?”
“Anak itu masih terlalu kecil untuk memahami apa yang akan saya sampaikan. Apa anda bisa menghubungi keluarga pasien?”
Alfa tidak tahu siapa yang harus segera ia hubungi, “Ah, saya keluarga pasien. Dokter bisa bicara dengan saya.”
“Pasien sudah lama menderita gagal ginjal. Belakangan penyakit diabetes semakin memperparah kondisinya. Terakhir pasien kesini, saya sudah mengingatkan bahwa kondisinya bisa saja semakin memburuk dan susah untuk ditangani. Tapi pasien memaksa untuk pulang dan menolak dirawat.”
“Apa?! Bukannya beliau hanya mengalami kesleo?”
“Kesleo?! Ada peradangan di kakinya dan pembusukan akibat diabetesnya. Jika dibiarkan maka kaki pasien harus diamputasi. Sekarang kondisi ginjalnya juga semakin memburuk.”
“Dokter, apa bisa dilakukan transplantasi?”
“Kami sudah berusaha sejauh ini. Tapi sampai saat ini, kami belum menemukan pendonor ginjal yang cocok untuk pasien.”
***
“Kak, dokter bilang apa?” tanya Elea.
“Bapak harus dirawat beberapa hari sampai kondisinya membaik.”
“El, bisa tolong belikan Bapak air mineral di kantin?” pinta Pak Sukarto seakan paham dengan maksud perkataan Alfa.
Elea bergegas pergi.
“Al, Bapak tahu kamu berbohong. Bapak tahu bahwa tidak mudah menemukan pendonor ginjal yang cocok untuk Bapak.”
“Pak, Bapak akan sembuh jika rutin minum obat, cuci darah dan olahraga.”
“Al, Bapak tahu kamu orang baik. Bapak tidak ingin kamu memikirkan tentang kesehatan Bapak. Bapak sudah siap mati dan Bapak tahu waktu Bapak akan segera tiba.”
“Pak –“
“Bapak Cuma mau minta tolong satu hal sama kamu. Tolong jaga Elea! Dia tidak punya siapa-siapa lagi. Bapak tidak rela dia tinggal dan diasuh oleh bibinya. Tapi Bapak juga tidak bisa meninggalkan Elea sendirian.”
“Tapi Pak –“
“Nikahi Elea! Bawa dan jaga dia untuk Bapak!”
“Apa?! Tapi kan Elea baru kelas tiga SMA, Pak?”
“Sebentar lagi usianya delapan belas tahun dan masuk SMA. Bapak tidak bisa membiarkannya tinggal bersama pria lain tanpa pernikahan. Hanya sampai dia lulus SMA. Setelah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri, Bapak ikhlas jika kau ingin menceraikannya dan menikahi gadis lain.”
“Tapi –“
Pagi itu kondisi kesehatan Pak Sukarto kian memburuk. Beliau berkali-kali mengalami penurunan kesadaran sehingga harus melakukan cuci darah lagi.
Elea kian panik dan histeris melihat kondisi ayahnya. Ia terlihat sangat ketakutan dan putus asa. Meskipun berat, Alfa berusaha menjalaskan keadaan ayahnya yang sebenarnya karena Elea berhak tahu semuanya.
“Apa?” Elea kembali menangis pilu dan tak berdaya di hadapan Alfa.
Entah kenapa gadis itu seakan membuatnya de javu. Elea terus saja mengingatkannya pada seseorang. Dan ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi seperti itu.
Sejak kisah cinta pertamanya berakhir mengerikan, Alfa tidak pernah sekalipun memikirkan untuk mendekati gadis lain apalagi menikah. Tapi melihat Elea dan ayahnya membuat Alfa tidak berdaya.
“El, Bapak ingin kita menikah.”
“Apa?”
“Itu yang Bapak katakan semalam. Melihat kondisi Bapak yang seperti ini, saya rasa tidak ada salahnya kita memenuhi keinginan beliau.”
Alfa tahu bahwa tindakannya melanggar hukum dan prinsip yang selama ini dipegangnya dengan teguh, tapi ia tidak tega melihat kondisi Pak Sukarto.
“Ngga, Bapak ngga akan mati!” Elea meringkuk di depan pintu ruangan ayahnya.
Pintu terbuka dan dokter baru saja keluar, “Pasien berhasil melewati masa kritis. Tapi tidak ada jaminan bahwa hal semacam ini tidak terjadi lagi.”
“Dok, apa ayah saya akan meninggal?”
“Berdoa saja ya Elea? Kita upayakan yang terbaik bagi pasien.”
Beberapa jam kemudian, Elea melihat ayahnya mulai sadar. Ia kemudian bergegas lari ke rumahnya untuk mengambil kebaya milik ibunya. Ia juga mengajak kedua sepupunya, Beni dan Tora serta seorang penghulu ke rumah sakit.
“Pak, Elea akan menikah. Bapak pengen lihat Elea nikah kan?”
Pak Sukarto hanya bisa mengedipkan matanya perlahan. Penghulu kemudian menikahkan Alfa Sandi Cokrokusumo Bin Nafan Cokrokusumo dengan Elea Naeswari Binti Sukarto dengan mas kawin uang tiga juta empat ratus dua puluh ribu rupiah dibayar tunai.
Beni kemudian mengabadikan momen itu dengan memotret kedua mempelai bersama Pak Sukarto yang tengah terbaring dengan alat bantu nafas di hidungnya.
Dan satu lagi foto kedua mempelai, Elea dengan kebaya putih milik ibunya dengan rambut masih dikuncir dua dan Alfa yang selalu tampil rapi dan necis dengan setelan jas yang sudah dua hari itu belum sempat digantinya.
Setelah menyaksikan putrinya menikah, Sukarto akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan mudah dan tenang. Elea kembali menangis histeris memeluk jasad ayahnya.
***
Alfa tidak bisa meninggalkan Elea sendiri di ruko kecil itu. Bagaimanapun juga Sukarto sudah menitipkan gadis kecil itu kepadanya. Jadi ia memutuskan menunda kepulangannya beberapa hari sampai masa berkabung Elea berlalu.
Sembari menunggu, ia menghabiskan waktu untuk mengeksplor kota kelahiran istri kecilnya itu dan menyempatkan diri mengunjungi bibi Elea, satu-satunya kerabat yang dimiliki istrinya.
Mereka tinggal disebuah rumah kecil berukuran enam kali dua belas meter dengan satu kamar tidur, satu kamar mandi, gudang dan dapur yang menyatu dengan ruang tengah sekaligus ruang tamu yang menjadi tempat tidur, bermain, makan dan bermalas-malasan kedua sepupu laki-lakinya, Beni dan Tora.
Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya keluar dari dapur dengan mengenakan tank top warna fanta dan hotpants. Rupanya wanita itu adalah mucikari yang membantu Elea menemui Bagus Prastowo di rumah bordir waktu itu. Sekarang Alfa tahu kenapa Sukarto tidak ingin Elea tinggal bersama bibinya.
Beberapa hari kemudian Elea dinyatakan naik ke kelas tiga dengan nilai yang sangat memuaskan. Alfa segera mengurus surat kepindahan sekolah Elea ke kota.
"Aku sudah mengurus kepindahan sekolah kamu ke kota. Aku ngga bisa ninggalin kamu disini sendirian dan membuat Bapak kamu khawatir disana."
"Jangan khawatir. Aku sudah berjanji untuk ikut Mas Al. Soal hasil ujian itu ngga usah dipikirkan. Aku mendapatkan nilai bagus itu hanya demi memenuhi keinginan Bapak. Sama halnya dengan menikahi Mas Al."
***
Karena mobil Alfa sangat nyaman dan dikemudikan dengan sangat baik dan hati-hati, maka Elea sangat menikmati delapan jam perjalanan jauh pertamanya itu dengan tertidur lelap, tidak bangun-bangun.
Alfa terpaksa membangunkan Elea ketika mereka sudah tiba di parkiran bawah tanah sebuah apartemen. Alfa kemudian mengajaknya masuk ke pintu bernomor lima kosong lima di lantai lima.
“Adiknya ya, Pak Al?” tanya petugas keamanan ketika mereka berpapasan.
Alfa terpaksa mengangguk karena tidak ingin urusannya jadi tambah panjang.
Elea terperangah melihat apartemen Alfa yang sangat rapi dan nyaman. Semua perabot tersusun rapi dan indah dipandang. Ada sebuah foto Alfa berukuran besar mengenakan setelan rapi dan berpose keren ala aktor korea.
“Apik tenan yo, Mas?”
“Ini kamar kamu. Dan itu kamar saya. Kamar mandi ada disana, itu dapur dan ini meja makan.”
Elea mengikuti Alfa mengelilingi seisi rumahnya.
“Ada beberapa aturan di rumah ini. Pertama, letakkan semua barang kembali ke tempatnya semula. Kedua, saya tidak suka mengantri kamar mandi. Ketiga, gunakan ruangan sesuai fungsinya. Saya tidak ingin kamu makan di ruang tamu atau di dalam kamar. Keempat, saya tidak suka kebisingan. Kelima dan yang paling penting, selama disini kamu adalah adik saya. Tidak boleh ada yang tahu bahwa kita sudah menikah karena kamu masih sekolah dan saya akan dikenai sanksi karena menikahi anak di bawah umur.”
Elea hanya manggut-manggut saja mendengar penjelasan Alfa yang panjang kali lebar kali tinggi. Ia sangat menantikan datangnya saat makan karena perutnya sudah sangat keroncongan.
Melihat Elea tidak fokus dan hanya memegangi perutnya dengan wajah lesu, Alfa yakin gadis itu pasti sedang kelaparan. Ia kemudian masuk ke kamarnya, mandi, ganti baju lalu menyiapkan makan malam untuk mereka.
Wajah Elea terlihat kembali berbinar melihat makanan yang tengah dimasak Alfa. Ia bahkan tidak sungkan mengusap liur di bibirnya berkali-kali. Alfa memintanya menyiapkan minuman, jadi Elea bergegas membuka kulkas.
Gelandangan di dalam perut Elea seketika meronta-ronta melihat bahan makanan, buah dan aneka camilan tersusun rapi di kulkas Alfa. Ia berkali-kali harus menelan ludahnya karena takut Alfa marah jika ia tiba-tiba saja menghabiskan seisi kulkas itu.
“El!”
“Oh, iya. Sebentar.” Ia mengambil sebotol air putih lalu mengikhlaskan semua makanan yang menggoda imannya untuk tetap dengan sabar menunggunya di dalam kulkas.
Elea tidak menyangka bahwa Alfa ternyata juga jago memasak. Nasi goreng yang dibuatnya malam itu jauh lebih enak dari pada abang nasi goreng yang biasa lewat di depan rumahnya.
“Ngomong-ngomong, nanti aku sekolah dimana, Mas?”
“Besok aku ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Jadi kurasa baru lusa aku bisa mengantarmu melihat-lihat SMA.”
Selesai makan, Alfa langsung mencuci perabot makannya, membersihkan meja makan dan membuat dua cangkir kopi untuk menemani mereka ngobrol.
Sebenarnya Elea tidak terbiasa minum kopi, tapi karena Alfa membuatkannya dan ia adalah tamu yang baru pertama kali datang ke rumah itu, ia terpaksa meminumnya.
Keduanya banyak membicarakan tentang kenangan Elea bersama keluarganya sampai akhirnya Alfa merasa lelah dan memutuskan untuk segera tidur.
“Apa?! Tidur? Gimana mungkin Mas Al pergi tidur setelah nyuruh aku minum kopi?”
“Memangnya kenapa? Apa masalahnya?”
“Aku tidak akan bisa tidur setelah minum kopi.” Elea terlihat ragu, “Mungkin bisa sampai dua hari ke depan.”
“Kurasa itu masalahmu, Nona kecil.”
“Masalahku? Baiklah.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!