NovelToon NovelToon

SLAVE to PANGERAN VAMPIRE

EPS. 1 Awal mula

Semua bahan dan keperluan desain sudah terkumpul, setelah dua Minggu bersantai hari ini Lucy tampak sangat sibuk dengan komputer dan juga berkas lainnya.

"Apa saja yang sudah dikerjakan?" Tanya Sabina, sahabat sekaligus rekan kerja Lucy.

"Hampir delapan puluh persen semuanya siap kok, Bi." Jawab Lucy sambil tersenyum.

Sabina menganggukkan kepalanya dan mulai merapikan mejanya karena memang waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh lima menit, malam.

"Lucy..." Panggil seseorang.

Baik Lucy maupun Sabina sama-sama menoleh ke sumber suara. Di depan pintu berdiri seorang pria tampan nan gagah dengan senyum manis terpampang diwajahnya yang simetris itu. Dia adalah Kenneth Wilson. Direktur utama di Big World Wide Property. Perusahan tempat Lucy bekerja.

"Bapak ada perlu sama saya?" Tanya Lucy ketika sampai dihadapan sang boss lalu menundukkan pandangannya hormat.

"Kenapa belum pulang? jam lembur sudah lewat sejak satu jam yang lalu, kan?"

Lucy meringis, membenarkan ucapan Ken. Sebenarnya juga lucy ingin segera pulang dan merebahkan otot-ototnya yang menegang sejak tadi di atas kasur empuknya, namun apa daya ketika pekerjaannya minta untuk diselesaikan hari ini juga.

"Ayo pulang, kamu balik sama siapa?"

"Sama saya pak," bukan Lucy yang menjawab melainkan Sabina, yang entah sejak kapan gadis berambut coklat sebahu itu sudah berdiri di samping Lucy.

"Ah... Iya pak, saya barengan sama Sabi kok baliknya, bapak tenang aja." Balas Lucy.

"Baiklah, kalau begitu saya duluan ya?"

Terkadang sikap manis dan perhatian dari Ken membuat banyak karyawati salah mengartikan sikap pria tersebut. Begitu juga yang terjadi pada Lucy di awal-awal bekerja. Dia merasa perhatian dan sikap Ken hanya istimewa untuknya, tetapi. Setelah beberapa bulan kemudian barulah Lucy menyadari bahwa Ken memiliki sikap baik dan juga ramah terhadap siapapun.

Lucy merasa geli sendiri bila mengingat ia pernah terbawa perasaan oleh sikap Ken.

"Jadi kamu enak banget ya Spen," Kata Sabina setelah melihat punggung kokoh milik Ken tenggelam dibalik pintu lift.

"Kenapa begitu?" Tanya Lucy.

"Udah cantik, pinter, kerja diposisi yang bagus, diperhatiin sama pak bos, lagi."

"Pak Ken kan bawaannya memang seperti itu toh, Bi."Lucy menggelengkan kepalanya menyadari tatapan aneh dari temannya itu.

"Oh iya Bi," Panggil Lucy.

Sabina menoleh.

"Aku baliknya seriusan bareng sama kamu ya?"

"Boleh, yaudah beresin dulu tuh perkakas kamu, aku tunggu di lobi."

Setelah memastikan meja kerja dan segala barang bawaannya siap, Lucy dengan sedikit berlari menuju lobi. Takut Sabina menunggunya terlalu lama.

Selama enam bulan bekerja di Big World Wide Property milik keluarga Ken dan menghabiskan waktu beberapa kali bersama Sabina, Lucy pikir gadis itu tulus ingin berteman dengannya. Tapi malam ini Sabina membuktikan kebenarannya.

Baru melaju sekitar lima puluh meter jauhnya dari halaman perusahaan, Sabina tiba-tiba menghentikan motor maticnya di pinggir jalan.

"Loh, kok berhenti Bi?" tanya Lucy sambil mengedarkan pandangannya. Apartemennya masih begitu jauh dari lokasi mereka saat ini, apalagi kini Sabina melewati gang kecil.

"Kamu turun di sini,"

"Hah?" Lucy melotot tidak percaya. Bukan karna jarak apartemennya yang masih jauh, tapi juga karna Sabina menurunkannya di jalanan yang sepi kendaraan dan rawan terjadi perampokan.

"Ih, kenapa Bi? apartemen aku masih jauh banget loh dari sini, mana kamu pake jalan kecil lagi." Ujar Lucy menyatakan protesnya.

"Dih, ngga tau diri banget, masih untung aku kasi tumpangan ya? buruan turun, aku baru inget mesti ke suatu tempat dulu sehabis kerja."

Lucy cemberut dan melangkah turun dengan terpaksa. "Ini seriusan kamu tinggalin aku sendirian, Bi?" tanya Lucy mengiba.

"Aelah tinggal jalan bentar lagi juga nyampe, jangan manja!" ketus Sabina.

Gadis itu kembali menyalakan motornya dan melaju tanpa perasaan telah meninggalkan Lucy seorang diri di jalanan sepi. Sebelum benar-benar pergi, Sabina sempat menoleh kebelakang dan berkata," Kamu orang baik, Spen. Tapi hadirnya kamu malah ngerebut semua perhatian yang seharunya jadi milik aku. Dan aku benci itu,"

****************

Langkah kaki Lucy terhenti ketika mendengar derap langkah seseorang. Seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Lucy mencengkram kuat-kuat tali tasnya dan berbalik perlahan. Benar saja, terlihat seorang laki-laki bertubuh besar, berambut cepmek, menggunakan tindik diarea hidung serta berbagai macam bentuk tato terukir di lengan dan juga lehernya.

Lucy panik, ia lalu memundurkan langkahnya dan mulai berjalan tak tentu arah hingga terjebak di gang buntu.

Si preman bertato naga pada lehernya menyeringai, "Mau kemana adik kecil?"

"Tolong biar kan aku pergi, aku harus pulang." Suara Lucy seakan menghilang di udara. Tubuhnya bergetar, bahkan kulitnya yang putih tampak kebiru-biruan saking takutnya.

"Silahkan, tapi sebelum itu temani aku bersenang-senang lebih dulu," ucap si preman yang sekarang sudah berhasil mencengkram kuat rahang Lucy.

"Tolong... Siapapun tolong aku!" teriak Lucy dengan suara tercekat saat si preman hendak menciumnya.

"Berteriak lah sebisa mu, karna sampai mati pun tidak akan ada yang datang menolong mu." Balasnya sarkas. Sebab sebelum melakukan aksinya preman tersebut sudah memastikan keadaan aman terlebih dahulu.

Lucy yang sudah lemas dan tidak tahu harus melakukan apalagi untuk membela haknya hanya bisa pasrah dan berharap akan ada pertolongan datang segera padanya. Namun, sepersekian detik lamanya akhirnya Lucy mendengar suara pukulan keras, serta cengkraman pada rahangnya terlepas.

Didepannya berdiri seorang pria mengenakan Hoodie hitam, jeans gelap dan sepatu berwarna senada dengan Hoodie yang dikenakan. Mata Lucy dan mata pria itu sempat bertemu beberapa detik sebelum pria itu menarik dan melempar tubuh si preman ke tembok.

Jauhnya jarak si preman terlempar membuat Lucy berdiri dengan mata takjub sekaligus heran.

"K-kamu siapa?" tanya si preman itu terbata. Tubuhnya bergetar hebat ketika melihat tembok bekasnya terdampar luruh begitu ia bangkit dari sana. Pantas saja tubuhnya terasa remuk semua pikirnya.

Pria yang ditanya tidak menjawab dengan kata-kata, namun tatapan tajamnya sudah menunjukkan bahwa pria itu bukan manusia biasa. Preman itu lantas merangkak mundur ketika melihat mata coklat pria didepannya berubah menjadi biru terang hanya dalam sekali kedip.

"T-tuan... Ku mohon lepaskanlah aku,"

Pria itu menyeringai sambil menggerakkan salah satu sudut bibirnya keatas, " Makanan seenak dirimu saya lepas? bagaimana bisa,"

Perkataan pria di depannya membuat sang preman bergidik. Dia menegakkan tubuhnya dan berusaha melarikan diri. Tapi, seperti hantu pria itu lagi-lagi sudah berdiri dihadapannya dan membuatnya terkejut.

Pemuda itu tersenyum sambil menjulurkan lidahnya keluar untuk menyentuh bibirnya, seperti sedang menikmati makanan lezat. melihat itu, si preman mengira bahwa pria yang kini berdiri dihadapannya adalah seorang psikopat. Senyumnya teramat menyeramkan.

"Kau tidak akan tega membunuh pria tua sepertiku kan?"

"Kenapa tidak? sudah sejak lama dari saat terakhir kali aku tidak meminum darah manusia,"

Setelah mengatakan kalimat terpanjangnya, tanpa basa-basi pria itu menarik leher sang preman kearahnya dan menggigit leher mangsanya dengan beringas dan melupakan bahwa di sana masih ada Lucy.

"Aarghh..." teriak Lucy saat melihat pemuda yang tadi menyelamatkannya menggigit leher preman itu dan darah mengalir deras bak air terjun membasahi seluruh tubuh pria dan preman itu.

Lucy benar-benar syok dengan apa yang barusan dilihatnya.

"Apa dia seorang vampir?" tanya Lucy pada diri sendiri, tangannya berusaha menutupi mulutnya agar tidak menarik perhatian sang vampir yang terlihat sangat menikmati darah korbannya.

Setelah itu, Lucy sekuat tenaga membawa langkahnya pergi dari sana. Mendengar jeritan dan langkah kaki membuat vampir itu tersadar dan ketika dia menoleh kearah gadis yang tadi ditolongnya itu, ternyata hendak melarikan diri tanpa mengucapkan terimakasih membuatnya kesal.

"Dasar manusia menyebalkan, tidak tahu berterimakasih!" dengusnya.

Pria itu langsung membuang mayat si preman dan mengejar Lucy. Sementar Lucy, dia terus berlari hingga tiba-tiba vampir itu berdiri di depannya dengan senyum sinis, "Mau kemana nona kecil?"

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG.!!!

Jangan lupa like, koment, share, vote dan juga rate ya bestie🙏🏻💜

EPS. 2

Vampir itu menatap Lucy dari ujung rambut hingga ujung kaki secara berulang, dan berhasil membuat gadis itu risih.

"Apa kamu bisu? kenapa tidak menjawab pertanyaan saya?" tanya pria itu tampak kesal karena diabaikan.

Lucy tetap diam dan terus mengabaikan pria itu. Baginya vampir lebih berbahaya dari preman. Dia mencoba lari kearah lain tapi pemuda itu begitu mudah menangkapnya lagi.

"Kenapa kamu mengabaikan saya? apakah itu caramu berterimakasih kepada seseorang yang telah menyelamatkanmu?"

"Baiklah, terimakasih karena sudah menolongku. Bisakah kamu pergi atau berikan aku jalan untuk pulang," kata Lucy.

"CK! semudah itu?" cibir vampir itu.

"Lalu apa lagi?" tanya Lucy frustasi.

"Karena kamu telah menyaksikan apa yang telah saya perbuat, maka kamu harus mati berkeping-keping." ungkap pemuda itu.

Mendengar itu, Lucy akhirnya benar-benar pasrah. Menutup mata dan tidak memikirkan apapun lagi. Mau melarikan diri pun percuma, pria tampan jelmaan mahkluk aneh ini pasti akan mudah menangkapnya seperti tadi.

"Tuhan, jika memang ini takdirku. Biarkanlah aku mati dengan damai." Batin Lucy bermonolog.

Pemuda yang hendak membunuh Lucy pun mengurungkan niatnya kala matanya melihat dengan seksama wajah Lucy. Tatapan polos dan pasrah yang gadis itu tunjukkan menyadarkannya bahwa Lucy adalah korban yang tidak bersalah.

"Saya harap, ini terakhir kalinya kita bertemu. Entah esok atau kapanpun itu semoga tidak lagi," setelah mengatakan kalimatnya, vampir itu segera pergi dari sana karena takut akan ada orang lain yang menyadari keberadaanya.

****************

"Aku tahu fakta bahwa kamu sangat dihormati di kerajaan ini, but. Kau tetap tidak bisa bertindak sesukamu Lauden! melihat apa yang terjadi hari ini rasanya aku tidak bisa diam lagi. Manusia pasti akan mencurigai adanya klan vampir diantara mereka. Dan ini semua salahmu!" suara Lethia begitu menggelegar di aula persidangan.

Semua anggota keluarga De Pompadour hanya bisa terdiam mendengarkan Lethia menumpahkan kemarahannya. Lethia adalah salah satu anggota keluarga Kerajaan, dia adalah adik dari Merqueen De Pompadour. Raja kerajaan vampir bagian selatan. Yang artinya dia adalah bibinya Lauden.

Teriakan Lethia membuat Lauden hanya bisa mengeram dalam hati karena tidak memiliki bukti untuk menyangkal setiap tuduhan yang Lethia berikan untuknya. Memang terhitung sudah sebanyak tiga kali dirinya kedapatan meminum darah manusia di kamera CCTV warga, dua diantarnya belum sempat menyebar karena berhasil diretas oleh petugas keamanan kerajaan.

Tapi untuk yang kemarin, ia benar-benar tidak menyangka akan kembali terekam dan menjadi viral.

"Manusia pasti akan memburu klan kita secara brutal dan aku pastikan setelahnya akan ada perang dahsyat antara kaum manusia dan klan kita," Timpal Orpheus, suami Lethia.

"Saya tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi," Kata Lauden tegas, ia bahkan mengepalkan kedua tangannya pada sisi tubuhnya.

"Benarkah? lalu bagaimana caramu mengatasi kekacauan yang telah terjadi ini?" tanya Lethia sinis.

Lauden diam, otak cerdasnya seketika buntu. Tidak tahu harus melakukan apa atas kasus hari ini.

"Beberapa tahun yang lalu kita telah menyepakati perjanjian untuk tidak meminum darah manusia lagi, kamu lupa atau memang sengaja melanggar?" tanya Orpheus.

Dalam hati Lauden terus menggerutu karna pikirannya malah melayang ke saat dia menyelamatkan Lucy, "CK! Ini semua karna wanita bodoh itu. Kenapa juga dia menjadi manusia yang sangat lemah? merepotkan saja."

Dengan tenang Lauden menjawab, " Tidak. Bahkan saya sangat mengingatnya. Peraturan kerajaan vampir tentang meminum darah manusia terdapat pada pasal 3, paragraf 5, nomor 22. Di sana menjelaskan bahwa kita diperbolehkan meminum darah manusia hanya jika dia melakukan kesalahan, benar?"

Lauden tidak ingin dianggap bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Menurutnya, manusia yang tega menyakiti manusia lain lebih baik mati daripada hidup tapi menjadi parasit.

"Bagus kamu mengingatnya, tapi kesalahan apa yang telah manusia itu perbuat padamu?" tanya Orpheus.

"Dia hampir memperkosa seorang gadis, bukankah itu suatu kesalahan yang besar?" Jawab Lauden.

Seorang nenek tua yang sejak tadi hanya mengamati jalanya pengadilan ini dari pojok aula tiba-tiba berdiri dan menghampiri Lauden.

"CCTV mungkin tidak bisa menunjukan bagaimana rupa mu karna kamu memunggunginya dan sudah pasti mereka akan sulit menemukan identitas mu karena mereka hanya dapat mengidentifikasi kamu sebagai pria yang misterius," Kata wanita tua itu.

Delila Patricia namanya. Nenek sekaligus ahli strategi di kerajaan. Saking kuatnya pengaruh Delila bagi kerajaan, Lethia dan panglima lainnya pun tunduk pada perintahnya.

Lauden langsung menghela nafas lega mendengar pembelaan sang nenek untuknya. Pikirnya, ia tidak perlu pusing lagi memikirkan solusi dari masalah ini.

"Tapi..." Jeda Delila.

Deg!

Jantung Lauden seakan terhenti mendengar kalimat lanjutan Delila yang menggantung. Ia menatap sang nenek dengan lirih,

"Tapi, ada saksi lain yang tidak kamu pertimbangkan dalam masalah ini. Wanita yang akan menjadi korban pemerkosaan itu pasti tahu identitas mu, kan? kamu pikir kamu berhak meloloskan dia begitu saja?"

Lauden meringis, apa yang dikatakan sang nenek memang benar adanya.

"Dia harus mati sebelum mulutnya memberitahu manusia yang lain!" teriak Delila.

Semua anggota pertemuan diruang pengadilan itu kompak menganggukkan kepala mereka, membenarkan ucapan Delila.

"Habisi dia!" perintah Delila.

Lauden bimbang, selama hidup ratusan tahun, tidak sekalipun ia membunuh seorang wanita. Jika ini harus, maka gadis itu adalah korban pertamanya. Tapi, pertanyaannya apakah dia sanggup membunuh gadis bermata lugu yang tidak bersalah itu?

.

.

.

.

.

BERSAMBUNG.!!!

Jangan lupa like, koment, share, vote dan juga rate ya bestie🙏🏻💜

EPS. 3

"Saya tidak akan membunuh siapapun tanpa sebab, apalagi gadis bodoh itu." Jawab Lauden setelah bertarung hebat dengan logikanya.

"Tapi apa yang dikatakan oleh ibuku itu ada benarnya, Lauden! jika wanita itu tidak kita bunuh hal ini akan berakibat buruk bagi klan kita, " timpal Lethia.

Kembali lagi para anggota pertemuan menganggukkan kepala mereka kompak.

Lethia yang sudah menjabat sebagai menteri pertahanan selama dua periode ini bukan lagi pertama kali mengeluarkan perintah demikian kepada mereka yang telah melihat keberadaan vampir. Namun, pada kasus ini ia sedikit kewalahan karna pelakunya adalah Lauden, keponakan sekaligus putra mahkota kerajaan.

"Baiklah, saya akan membunuhnya hanya jika dia menyebarkan identitas saya. Tapi jika sebaliknya, saya tidak perlu membunuhnya lagi, bagaimana?" tawar Lauden.

Melihat betapa inginnya orang-orang di ruangan ini untuk membunuh Lucy membuat sesuatu didalamnya bergejolak untuk melindungi.

"Bukankah pangeran kita sangat lucu? dia sangat menyukai darah tetapi menolak untuk membunuh gadis itu," ujar salah satu dari pria yang duduk di kursi peserta bagian kanan Lauden.

Celetukan yang pria itu dengungkan menimbulkan cekikan dari peserta lain.

"Apa yang membuatmu terasa berat untuk membunuh gadis itu? apakah kami juga yang harus mengeksekusinya untuk mu, begitu?" cecar Orpheus.

"No!" teriak Lauden.

"Jika kamu tidak bisa mengangkat pedangmu terhadap gadis itu, baiklah. Aku yang akan turun tangan.

"Bukan itu maksud saya, Uncle."

Entah kenapa perasaan Lauden tiba-tiba resah hingga kata-kata yang keluar dari bibirnya terbata-bata.

"Lalu, bagaimana maksudmu?" Kali ini Delila, Si nenek tua yang bertanya.

"Bagaimana saya bisa membunuhnya jika nama dan tempat tinggalnya saja saya tidak tahu," Jawab Lauden.

Tiba-tiba pintu di bagian timur aula terbuka dengan sendirinya. Banyak pasang mata menoleh, kepo. Muncul dua orang yang merupakan klan vampir juga tengah menyeret masuk seorang gadis dengan mata tertutup kain, tangan diikat, dan juga mulut yang disumpal dengan kain kedalam aula.

Gadis itu berontak dengan menggeleng kepala ribut dan menjerit yang sayangnya hanya terdengar seperti gumaman, "Hmm... Hmm..."

Mata Lauden membelalak, melihat siapa yang dibawa oleh dua penjaga kerajaan. Seolah mendapat tontonan menarik, seluruh peserta pengadilan di aula bersorak dan bertepuk tangan ketika kedua penjaga tadi melempar Lucy ketengah-tengah aula. Berjarak sekitar lima meter di depan Lauden berdiri.

"CK, gadis ini lagi!" batin Lauden bergumam.

"See? kamu tidak bisa menghindar lagi dengan dalih tidak mengetahui siapa dan dimana dia tinggal karena kami telah membawanya kemari untukmu. Jadi, lakukanlah tugasmu." Kata Delila.

"Heh! nenek tua, apakah kamu bercanda? untuk apa membawanya kemari, bagaimana jika dia mengetahui lebih banyak tentang kita?" seru Lauden keheranan.

Delila tertawa, "Dia tidak akan pernah tahu jika kita menghabisinya lebih dulu."

Kata-kata yang baru saja Delila ucapkan berhasil membuat tubuh Lauden bergetar. Harus Lauden akui jika dia memang membunuh, tapi. Untuk membunuh orang yang tidak bersalah bukanlah dirinya.

Lauden menatap Lucy yang terduduk didepannya dengan kasihan. Lauden ingat bagaimana polos dan pasrah pandangan Lucy saat ia juga ingin membunuh gadis itu.

"Karena masalah ini kamu yang memulainya, maka kamu juga yang harus menyelesaikannya." Kata Delila.

"Apa maksudmu?" tanya Lauden.

"Kill her!"

Lauden berdiri dengan perasaan yang campur aduk. Antara kasihan, kesal dan marah menjadi satu ketika salah satu dari dua orang yang tadi menyeret Lucy masuk memberikan sebilah pedang. Dengan tangan yang seolah membeku dia menerimanya bak orang bodoh yang tidak tau harus melakukan apa.

"Apalagi yang kau tunggu? cepat habisi dia," Perintah Lethia.

"Pemimpin itu harus bisa melindungi rakyatnya, buktikan sekarang bahwa kamu memiliki kemampuan itu." Tambah Delila mengompori.

"Bunuh dia! Bunuh dia!"

semua orang bersorak agar Lauden segera membunuh Lucy.

"Apa yang salah denganmu, jika kamu memang tidak sanggup mengayunkan pedangmu terhadapnya biar aku saja." Kata Lethia sambil menarik pedangnya sendiri. Baik Lethia, Delila dan Orpheus, suaminya. Merasa bahwa Lauden engan membunuh manusia di depannya.

Lucy merasa ketakutan ketika langkah kaki yang bercampur dengan suara nyaring dari bilah pedang Lethia yang bergesekan dengan lantai. Dia ingin menangis, hatinya ngilu dan jantung yang berdetak kencang. Dia tahu bahwa manusia pada akhirnya akan kembali pada sang pencipta, tapi tidak pernah ia bayangkan takdirnya setragis ini.

.

.

.

.

BERSAMBUNG.!!!

Jangan lupa like, koment, share, vote dan juga ratingnya ya bestie🙏🏻💜

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!