Widya sedang membereskan rumah dan semua isinya, tiba-tiba ponselnya berdering. Widya langsung meraih ponsel yang ada di kantong celananya. Wanita itu pun membukanya, keningnya berkerut, terlihat panggilan masuk dari wali kelas anaknya, Noval.
Widya yabg penasaran langsung mengangkatnya.
[“Assalamualaikum Bu ustadzah?”] sapa Widya memulai pembicaraan.
[“Waalaikumsalam. Maaf sebelumnya Bu kalau mengganggu waktunya.”]
[“Nggak apa-apa Ustadzah. Ada apa ya Ustadzah?”] tanya Widya dengan perasaan was-was, karena tidak pernah wali kelas Noval menelponnya, karena tidak biasanya dan jika tidak ada yang darurat pasti ada hal penting yang akan di sampaikan. Widya merasa takut akan terjadi sesuatu pada anaknya Noval.
[“Begini bu Widya, saya mau memberitahu agar ibu hari ini datang ke sekolah.”]
[“kesekolah? Memangnya ada apa Ustadzah?”] tanya Widya semakin penasaran.
[“Anak Ibu si Noval berkelahi dengan teman sekelasnya.”]
Jantung Widya berdetak kencang karena terkejut.
[“Apa? Jadi gimana keadaan anak itu Ustadzah?”] tanya Widya panik.
[“Teman sekelasnya yang dipukul itu bernama Bastian dan sekarang Bastian sedang di bawah ke rumah sakit.”]
[“Astagfirullahaladzim...”] ucap Widya bingung.
[“Jadi hari ini juga Ibu harus datang ke sekolah.”]
[“Kira-kira gimana keadaan temannya yang dipukul Noval itu ya Ustadzah?”] tanya Widya tidak sabar.
[“Tadii kakinya berdarah sepertinya sedikit robek dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Jadi begitu aja ya Bu, saya harap Ibu secepatnya datang ke sekolah biar sekalian ketemu dengan orang tua Bastian.”]
‘Ya Allah... cobaan apa lagi yang Engkau berikan padaku.’
Widya langsung terduduk di lantai dengan wajah pucat dan badannya terasa lemas semua. Rika yang merupakan rekan kerjanya langsung mendekati Widya.
Tak lagi di dengarkan nya ucapan ustadzah wita selanjutnya.
Mendengar teriakan Widya adiknya segera keluar dari dapur,
“Mbak Widya kenapa?” tanya Rika memegang pundaknya.
Widya tidak dapat menjelaskan, bibirnya masih bungkam, hanya air mata yang keluar dari sudut matanya.
"Mbak, mbak kenapa mbak?" tanya Rika ketakutan.
Tak kehabisan akal.gadis itu berjalan ke dapur dan emnganbil air hangat lalu memberikannya pada Widya.
"Minum mbak" Widya meminumnya kemudian tangisnya pecah.
“Mbak harus pergi ke pesantren Noval sekarang juga,” ucap Widya lirih
“Loh, Kenapa Noval, Mbak?”
“Mbak nggak tau Rik. Kata wali kelasnya, Noval berantem dan melukai teman sekelasnya sehingga kaki temannya mengalami robek dan sekarang sedang dibawa ke rumah sakit,” jelas Widya sambil menangis.
"Ya Allah," ucap Rika tak kalah kaget
"Mbak harus kesana,"
"Iya mbak, Mbak yang sabar ya,” ucap Rika menenangkan Widya.
***
Widya bersiap-siap untuk berangkat ke pesantren.
Letak pesantren Noval lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Untuk sampai ke pesantren itu membutuhkan perjalanan sekitar tiga jam naik bus sampai di simpang. Dari simpang ke pesantren harus naik go-jek atau becak sekitar setengah jam.
Widya takut tidak kedapatan bus ketika pulang nanti, maka dia pun buru-buru berangkat sekarang ke pesantren supaya dapat menaiki bus terakhir karena bus terakhir berangkat sekitar jam dua siang dari simpang pesantren itu ke kampung halaman Widya. Kalau lewat jam dua siang, sudah tidak ada lagi bus yang berangkat ke kampung Widya.
“Hati-hati ya Mbak, jangan banyak pikiran. Serahkan semuanya pada Allah,” ucap Rika menenangkan Widya yang akan berangkat ke pesantren.
Widya dan Rika sudah lama bekerja di Indomaret dan Rika salah satu teman dekat Widya. Setiap ada masalah Widya selalu cerita pada Rika membuat Rika tau banyak tentang kehidupan Widya yang sangat pahit.
Ketika anaknya baru berumur sepuluh tahun Widya sudah bercerai dengan suaminya dan sekarang Widya bekerja keras untuk menghidupi anak satu-satunya yaitu Noval.
Saat sidang perceraian memutuskan hak asuh berada di tangan ibunya, tapi untuk biaya hidup Noval suaminya harus memberikan setiap bulannya yang tidak ditentukan berapa jumlahnya. Di awal perceraian, suami Widya selalu mengirim uang belanja untuk Noval tapi belakangan ini ketika kebutuhan Noval semakin banyak suaminya tidak pernah lagi mengirim uang belanja. Bahkan terdengar kabar kalau suaminya telah menikah lagi. Widya yang tidak mau ribut dengan suaminya mengenai jatah bulanan anaknya hanya diam saja dan memikirkan sendiri dengan perasaan ikhlas. Widya berusaha sendiri mati-matian mencari biaya hidup untuk anaknya. Widya yang merupakan pramuniaga di Indomaret ketika pulang kerja dia mencari penghasilan tambahan dengan membuat keripik ubi atau pun keripik pisang yang dikirim ke warung-warung yang ada di dekat rumahnya. Yang ada dalam pikiran Widya bagaimana dia bisa menyekolahkan Noval sampai sarjana, walaupun dia harus membanting tulang demi anaknya.
Begitu mendapat kabar dari wali kelasnya kalau Noval telah membuat masalah di sekolahnya membuat Widya sangat kecewa. Perasaannya sangat hancur karena anak yang dibangga-banggakan dan diharapkan kedepannya bisa menjadi anak yang baik tapi sekarang aja sudah membuat masalah.
Widya tidak begitu percaya dengan berita tentang kenakalan Noval karena Noval terkenal anak yang baik dan cerdas. Bahkan sejak SD Noval selalu menjari juara umum di sekolahnya membuat Widya yakin kalau Noval dapat mengikuti pelajaran ketika di pesantren.
Sepanjang perjalanan di dalam bus pikiran Widya tidak tenang. Dia tidak menyangka anaknya dapat melakukan perbuatan yang kejam sampai melukai teman sekelasnya sendiri.
Memang sejak orang tuanya bercerai, kepribadian Noval berubah sekali. Dulunya dia anak yang ceria dan banyak bercanda tapi sekarang Noval menjadi pribadi yang pendiam. Bahkan kalau tidak ditanya dia tidak akan mau bercerita.
Widya terkadang merasa sedih melihat pribadi anaknya yang sangat berubah drastis. Widya dapat merasakan perubahan sikap Noval akibat dari perceraian orang tuanya. Walaupun dalam hati kecil Widya menyesalkan perceraian itu, tapi tidak ada yang bisa dilakukan dia selain harus bercerai dari pada dimadu. Keputusan yang diambil Widya dengan bercerai karena tidak mau dimadu ternyata telah melukai hati anaknya yang membuat sikap anaknya langsung berubah.
Memang ketika proses sidang perceraian Noval pernah meminta pada ibunya agar ibu dan ayahnya jangan bercerai, tapi Widya yang sudah tidak tahan dengan sikap suaminya dan tidak menghiraukan permintaan Noval. Widya berharap dengan dia bercerai maka perasaan dan jiwanya akan tenang. Memang pikirannya lebih tenang karena sudah tidak hidup bersama dengan suaminya yang sangat kejam dan sering marah, bahkan mau memukul.
Setelah bercerai dengan suaminya, Widya merasa bebas tidak ada yang bisa memarahi atau memukulnya ketika dia melakukan kesalahan. Tapi muncul problem baru yaitu sikap Noval yang langsung berubah menjadi anak yang pendiam.
Di dalam bus Widya banyak menangis ketika mengingat nasib putra satu-satunya. Widya juga merasa bersalah karena tidak bisa mendidik anaknya menjadi anak yang baik.
Tanpa terasa bus sudah sampai di terminal. Widya langsung menghapus air matanya dengan ujung jarinya dan kemudian turun dari bus.
Setelah itu Widya mencari becak untuk sampai ke lokasi pesantren Noval karena tidak ada angkutan umum yang ke sana.
Tidak lama kemudian becak yang dicari Widya pun tiba dan Widya langsung naik ke becak itu.
“Kita ke pesantren Darul Arqom ya Pak,” pinta Widya pada si abang becak.
“Baik Mbak,” jawab si abang becak dan langsung melajukan becaknya menuju pesantren Darul Arkom yang cukup terkenal di kabupaten itu.
Widya tiba di pesantren Bangunan yang cukup luas dan megah, apalagi ini adalah pesantren modern terkenal do kotaku, siswa ya g masuk kesini juga harus melewati persaingan yang cukup ketat,
Widya terus berjalan masuk untuk menemui ustadzah Tami yang merupakan wali kelas Noval.
“Assalamualaikum Bu, bisa saya ketemu dengan ustadzah Tami?” tanya Widya pada salah seorang guru yang sedang berjalan di depan kantor guru.
“Waalaikumsalam Ibu. Mari Bu biar saya antar ke ruang ustadzah Tami.” Wanita itu kemudian membawa Widya menuju ruang BK.
Sampai di ruang BK ternyata ustadzah Tami sedang ngobrol dengan guru bimbingan konseling Noval yang bernama bu Nani.
“Assalamualaikum...” ucap Widya saat sudah berdiri di depan pintu ruang BK.
“Waalaikumsalam. Mari Bu silakan masuk.” Bu Nani yang merupakan guru BK Noval terlihat sangat ramah dan mempersilahkan Widya masuk.
“Terima kasih Bu.”
Widya langsung menyalami ustadzah Tami dan Bu Nani. Setelah dipersilakan duduk, Widya langsung duduk.
“Maaf Bu sebelumnya, sebenarnya gimana kejadiannya sehingga Noval bisa memukul teman sekelasnya?” tanya Widya pada kedua guru yang duduk di depannya.
Kemudian ustadzah Tami menjelaskan awal kejadiannya.
“Tadi setelah apel pagi murid-murid langsung masuk ke ruangannya. Tiba-tiba kami guru yang masih berada di kantor mendengar kalau ada keributan di kelas Noval yang kebetulan bersebelahan dengan kantor guru. Saat kami pergi ke kelas Noval semua siswa sudah ribut karena menyaksikan perkelahian antara Noval dan Bastian. Kaki Bastian berdarah sehingga kami buru-buru membawanya ke rumah sakit. Menurut informasi dari teman sekelasnya, Noval menendang kaki Bastian dengan kursi. Pemicunya apa belum diketahui. Tapi menurut informasi dari temannya mereka yaitu Raka dan Dimas yang melihat kejadian bahwa tiba-tiba Noval menendang kaki Bastian dengan kursi yang didudukinya,” jelas ustadzah Tami.
“Ya Allah, kenapa Noval bisa senekat itu,” ucap Widya pelan.
“Hal ini perlu kita telusuri lagi Bu. Kita cari tau penyebabnya, kenapa Noval bisa berbuat senekat itu. Pasti ada alasannya dan hal inilah yang perlu kita cari tau,” jelas bu Nani guru BK Noval.
“Tapi saya nggak habis pikir, kenapa Noval bisa berbuat seperti itu, padahal setau saya Noval itu orangnya penakut,” ucap Widya kesal.
“Biasa Bu anak-anak kan seperti itu di depan orang tuanya kelihatan baik, tapi ketika di belakang orang tuanya belangnya baru kelihatan,” jelas bu Tami ketus.
Mendengar penjelasan bu Tami perasaan Widya semakin tidak karuan. Dia merasa tersudut dengan ucapan bu Tami yang menyalakan Noval sepenuhnya.
“Ustadzah Tami maaf ya. Ibu nggak bisa berbicara seperti itu. Kita harus selidiki dulu dan mencari tau apa penyebabnya. Saya yakin Noval berbuat seperti itu pasti ada alasan yang jelas, apalagi yang saya tau Noval itu anaknya baik, penurut dan tidak banyak omong. Sementara ibu kan tau sendiri Bastian dan teman-temannya selalu membuat keributan. Kelompok mereka itu orang-orang berada sehingga selalu sepele dengan teman lainnya,” jelas bu Nani.
“Ibu harus hati-hati bicara Bu jangan sampai ucapan Ibu terdengar oleh kepala sekolah.” Ustadzah Tami mengingatkan.
“Memangnya kenapa Ustadzah?” tanya bu Nani heran.
“Ibu kau tau penanam modal di pesantren kita yang paling besar itu dari keluarga Bastian. Kakek Bastian salah satu pendiri pesantren ini bahkan orang tua Bastian sering memberikan sumbangan yang begitu besar terhadap pesantren ini,” ucap ustadzah Tami.
Hati Widya semakin sedih mendengar penjelasan wali kelasnya Noval. Ternyata Bastian dari keluarga berada, bahkan keluarga Bastian merupakan pemilik modal di pesantren ini dan sering memberikan sumbangan. Sementara Novel dari keluarga yang tidak mampu karena ibunya hanya seorang pramuniaga yang gajinya tidak terlalu besar.
“Tapi kita harus bersikap adil ustadzah Tami. Jangan karena pemilik pesantren ini bisa sesuka hatinya terhadap teman-teman lainnya,” jelas bu Nani.
“Maksud bu Nani gimana?” tanya ustadzah Tami.
“Maksud saya kita harus menegakkan keadilan. Siapa yang bersalah harus ditindak meskipun keluarga anak itu telah berjasa pada pesantren ini contohnya Bastian. Kalau Bastian bersalah maka Bastian harus ditindak begitu juga kalau Noval yang melakukan kesalahan ini, Noval harus ditindak secara adil dan kita juga harus mendengarkan penjelasan dari keduanya. Kita tidak bisa mendengar hanya dari satu pihak. Contohnya kita hanya mendengar dari teman dekat Bastian, tentu teman dekat Bastian akan membela Bastian kalau Bastian salah. Jadi kita harus mencari informasi juga dari teman-teman yang lain yang menyaksikan kejadian itu,” jelas bu Nani.
Widya yang berada di antara mereka hanya bisa terdiam dengan pikiran yang sedang kacau. Dia khawatir kalau Noval harus pindah dari pesantren ini karena menurut penjelasan ustadzah Tami, kepala sekolah sangat marah dan menginginkan agar Noval pindah dari sekolah ini supaya tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan .
“Bu.... bisa saya ketemu dengan anak saya Noval? Saya ingin menanyakan langsung,” pinta Widya.
“Sebentar ya Bu akan saya panggil,” jawab bu Nani keluar ruang itu.
Tidak lama kemudian Noval pun datang bersama bu Nani. Melihat wajah ibunya yang tampak sedih Noval hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia merasa kasihan terhadap ibunya karena telah membuat ibunya khawatir bahkan harus pergi ke pesantren ini sementara jarak rumah dengan pesantren sangat jauh.
Noval langsung menyalam tangan ibunya. Widya yang melihat kesedihan di mata anaknya tidak dapat membendung air matanya. Dia langsung menangis di depan anaknya sambil mengelus kepala Noval. Melihat ibunya menangis Noval langsung memeluk ibunya.
“Maafkan Noval ya Bu kalau telah mengecewakan Ibu.”
Widya berusaha tegar walau hatinya sangat sedih dan sakit.
“Sekarang ibu mau mendengarkan dari mulut kamu Noval. Sebenarnya gimana kejadiannya sampai kamu bisa mencelakai Bastian,” tanya ibunya.
Noval tidak dapat menjawab, dia hanya menangis sedih.
“Kenapa kamu diam? Kamu harus menceritakan pada ibu kejadian yang sebenarnya Noval.”
Akhirnya Noval mulai bercerita. “Noval diejek-ejek sama Bastian Bu.”
“Kalau dia mengejek kamu balas dengan ejekan juga. Tidak perlu dengan kekerasan,” jelas ibunya.
“Tapi Bastian sudah beberapa kali melakukan hal ini Bu. Bahkan semalam dengan sengaja dia menumpahkan isi nasi yang ada di piringnya ke baju Noval, katanya tidak sengaja sehingga baju Noval semuanya kena saus dan sambal,” jelas Noval.
Widya merasa sedih mendengarkan cerita anaknya.
“Jadi kenapa tadi sampai kamu tendang kakinya Bastian sehingga kakinya terluka?”
“Tadi saat Noval sedang membaca buku pelajaran tiba-tiba kursi yang Noval duduki ditariknya dan Noval hampir terjatuh Bu.”
“Tapi Noval belum sampai terjatuh kan?”
Noval langsung menggelengkan kepalanya.
“Kalau Noval belum sampai terjatuh nggak perlu emosi seperti itu Nak. Noval harus ingat ibu. Noval kan tau gimana ibu bersusah payah mencari uang supaya Noval bisa sekolah, jadi Noval jangan melakukan hal seperti ini lagi ya. Kamu harus bisa tahan emosi kamu.”
Mendengar ucapan ibunya tangis Nova semakin menjadi. Begitu juga dengan bu Nani yang duduk di dekat mereka merasa sedih karena bu Nani tau sendiri bagaimana kelakuan Noval. Noval terkenal anak yang baik, rajin dan juga pintar. Dia juga anak yang pendiam makanya bu Nani tidak yakin kalau Noval mencederai Bastian kalau tidak ada alasan yang jelas.
Tidak lama kemudian datang pak Doni yang merupakan guru olahraga di pesantren itu.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam....” jawab ustadzah Tami, bu Nani dan Widya secara bersamaan.
“Bu Nani, saya dipesankan sama bapak kepala sekolah agar orang tua Noval menghadap kepala sekolah sekarang karena orang tua Bastian sudah menunggu disana.”
“Oh iya Pak, terima kasih atas informasinya.”
Kemudian Widya dengan diantarkan bu Nani pergi ke ruang kepala sekolah. Jantung Widya berdetak sangat kencang dan dadanya seakan sesak karena merasa takut kalau anaknya harus pindah sekolah. Karena bagaimana pun yang namanya pindah sekolah pasti akan membutuhkan biaya yang tidak kecil, sementara ekonomi Widya sangat pas-pasan.
“Itu Bu ruang kepala sekolah yang pintunya tertutup. Ibu ketuk aja ya .” Bu Nani menunjuk ruang yang tertutup pintunya itu.
“Terima kasih Bu,” ucap Widya.
Bu Nani langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Widya langsung mengetuk pintu itu.
“Tok, tok.... Assalamualaikum.”
Terdengar sahutan dari dalam.
“Waalaikumsalam, silakan masuk.”
“Ceklek.” Widya langsung membuka pintu dan berjalan mendekati meja kepala sekolah.
“Silakan duduk Bu,” ucap kepala sekolah.
Terlihat orang tua Bastian yaitu ayahnya sudah duduk di depan kepala sekolah. Tapi Widya yang merasa takut kalau anaknya harus dipindahkan sehingga dia tidak berani menatap ayah Bastian. Dia langsung mengambil posisi duduk di samping ayah Bastian dengan menundukkan kepala.
“Maafkan atas kesalahan anak saya Pak,” ucap Widya sambil tetap menunduk.
Mendengar suara Widya yang tidak asing di telinga Andre, dia langsung menoleh ke arah wanita yang duduk di sampingnya.
Andre terkejut, napasnya memburu hingga membuat dadanya terasa sangat sesak dan jantungnya berdetak sangat kencang. Wanita disampingnya adalah wanita yang selama ini hadir dalam mimpi-mimpinya berada di sampingnya. Wanita yang telah coba ia lupakan, namun takdir mempertemukan mereka kembali, dalam situasi seperti sekarang ini.
Muncul perasaan sedih mengingat kejadian empat belas tahun yang lalu. Kemudian Andre buru-buru keluar dari ruang itu karena dia tidak sanggup untuk bertemu dengan wanita itu.
"Loh Pak,' tegur kepala sekolah namun Andre tidak menghiraukan nya.
Dengan perasaan sedih dia keluar ruangan dan berjalan ke ruang perpustakaan untuk menemui bu Rina yang merupakan pengelola pesantren ini.
“Ibu sudah tau kan apa yang telah dilakukan anak Ibu pada anak bapak tadi?” tanya bapak kepala sekolah pada Widya
“Iya Pak, saya tau,, dan saya minta maaf atas nama.anak saya” jawab Widya sambil tetap menundukkan kepalanya.
Karena dia sadar anaknya memang bersalah sehingga dia tidak berani menatap wajah bapak kepala sekolah.
“Sya tau anak saya bakal tapi pak saya mohon dengan kerendahan hati Bapak agar memaafkan Noval dan tetap memberikan izin pada Noval untuk tetap belajar di pesantren ini.”
Menurut penjelasan ustadzah Tami bahwa kepala sekolah sangat marah dan menginginkan agar Noval pindah dari pesantren ini.
“Tapi bisa Ibu lihat sendiri kan, orang tuanya Bastian sangat marah sehingga ayahnya tadi langsung keluar. Ibu pasti sudah tau bahwa keluarga Bastian adalah salah satu pemilik pesantren ini.”
“Maaf Pak. Bolehkah saya langsung meminta maaf pada ayah Bastian agar anak saya tidak dipindahkan dari pesantren ini,” pinta Widya.
“Gimana Ibu mau menemui ayahnya Bastian sementara Ibu lihat sendiri barusan kalau ayahnya Bastian sangat marah sehingga dia tidak menginginkan bertemu dengan Ibu. Makanya ayahnya Bastian tadi langsung keluar melihat kedatangan Ibu.”
Perasaan Widya sangat sakit dan sedih mendengar penjelasan bapak kepala sekolah. Widya hanya bisa terdiam dan meneteskan air mata membayangkan harus mencari uang agar Noval bisa pindah dari pesantren ini dan masuk ke sekolah yang lain.
“Saran saya, coba dari sekarang Ibu cari sekolah yang bisa menerima Noval. Setelah sudah pasti Noval dapat pindah di sekolah itu baru Ibu kemari lagi mengurus surat pindahnya,” jelas kepala sekolah.
Perasaan Widya yang sangat sakit akhirnya dia bertekad untuk tetap kuat dan tegar dalam menghadapi masalah ini.
‘Aku harus kuat dan aku tidak boleh cingeng menghadapi masalah ini semua. Akan aku lakukan demi kebaikan Noval,’ batin Widya dengan perasaan berat.
Dia langsung bangkit dari duduknya. Tiba-tiba bu Rina pengelola pesantren masuk.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam. Ada apa bu Rina?” tanya bapak kepala sekolah.
Melihat kedatangan bu Rina, Widya langsung permisi.
“Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak,” ucap Widya dan akan membalikkan badannya tapi langsung dihalangi oleh bu Rina.
“Maaf Bu, Ibu duduk lagi aja karena ada yang harus saya bicarakan,” ucap bu Rina.
Widya langsung menatap bu Rina dengan pandangan heran. Begitu juga dengan kepala sekolah merasa heran dengan ucapan bu Rina barusan.
“Ada apa bu Rina?” tanya bapak kepala sekolah.
“Begini Pak. Tadi papinya Bastian menemui saya di ruang perpustakaan. Dia menyuruh saya untuk menyampaikan kepada Bapak dan juga kepada ibunya Noval agar kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita semua,” jelas bu Rina.
“Maksud bu Rina apa?” tanya bapak kepala sekolah heran.
“Sesuai dengan permintaan papinya Bastian agar Noval jangan dikeluarkan dari sekolah ini dan pesan papinya Bastian kepada ibunya Noval agar ibu jangan terlalu memikirkan masalah ini.
Mendengar penjelasan bu Rina Widya Langsung menangis.
“Terima kasih Bu, terima kasih atas pengertian Bapak dan Ibu di sini. Kalau boleh saya ingin ketemu dengan ayahnya Bastian Bu dan saya ingin minta maaf langsung atas kesalahan yang telah diperbuat oleh anak saya,” ucap Widya.
“Maaf ya Bu, papinya Bastian baru saja pulang. Dia hanya berpesan pada saya untuk menyampaikan hal ini pada Ibu dan bapak kepala sekolah,” jelas bu Rina.
“Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak, Bu.” Widya langsung pamit dari hadapan bapak kepala sekolah dan bu Rina.
Kepala sekolah langsung menggangguk sambil tersenyum.
“Hati-hati Bu dan Ibu harus tetap sabar,” ucap bu Rina sambil menepuk pundak Widya.
Widya langsung berjalan keluar menuju gerbang depan perasaannya yang sempat kecewa dan sedih berubah menjadi senang karena papinya Bastian ternyata telah memaafkan anaknya.
Sampai di gerbang Widya berdiri tepat di pinggir jalan menunggu becak yang lewat sedangkan Andre dari kejauhan memperhatikan Widya dari dalam mobilnya. Perasaan Andre sangat sedih melihat kehidupan Widya saat ini. Berdasarkan informasi yang diterima Andre dari bu Rina bahwa Widya telah bercerai dengan suaminya tiga tahun yang lalu dan sekarang Widya harus banting tulang untuk menghidupi Noval putra satu-satunya.
Mendengar kehidupan Widya seperti ini Andre merasa sangat bersalah bahkan Andre sepertinya tidak berani untuk bertemu dengan Widya. Tapi perasaan cintanya yang terlalu dalam membuat dirinya ingin selalu berada di sampingnya seperti saat empat belas tahun yang lalu dimana keduanya sangat dekat di mana ada Widya pasti selalu ada Andre. Semboyan itu selalu diucapkan oleh teman kuliah Andre.
Begitu Widya naik becak Andre mengikutinya dari belakang sampai tiba di suatu terminal terlihat Widya turun dari becak dan langsung menuju loket ke arah rumahnya. Tapi ternyata bus terakhir baru saja berangkat.
“Maaf Mbak busnya sudah berangkat barusan saja.”
“Memangnya jam berapa bus terakhir berangkat Pak?” tanya Widya pada petugas penjual karcis.
“Bus terakhir berangkat jam dua Mbak. Mbak sudah terlambat 5 menit,” jelas petugas bagian karcis.
Widya langsung kebingungan. “Ya Allah, kenapa aku bisa seperti ini. Kenapa tadi aku tidak buru-buru. Kalau tadi aku cepat sampai kemari, pasti aku tidak terlambat. Aku harus ke mana sekarang?” batin Widya sambil memegang keningnya berpikir keras.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!