NovelToon NovelToon

Demi Yumna

Wasiat Kakak

"Tapi kenapa harus menikah? Aku sudah katakan pada ibu anda jika kalian bebas menemui Yumna kapan saja, aku tak akan membatasinya."

"Kamu pikir hanya sesekali bertemu cukup untuk kami, terutama ayah dan ibuku untuk meluapkan rasa rindu pada cucu yang baru saja mereka temukan? Lagi pula almarhum kakakku, ayah kandung Yumna berwasiat kepadaku untuk membawa Yumna ke rumah kami."

"Tapi bagaimana mungkin kita akan menikah?"

"Kamu tenang saja. Hanya pernikahan formalitas. Hanya agar Yumna bisa tinggal bersama kami dan kamu tetap bisa bersama dengan Yumna. Jika kamu menolak, tentu saja kami akan dengan mudah mengambil Yumna. Keluarga kami akan mengajukan hak asuh anak."

Naya terhenyak. Mengajukan hak asuh anak? Sudah pasti dirinya akan kalah, mereka orang kaya dan terpandang, bisa melakukan apapun dengan uang yang mereka miliki, sedangkan dirinya? Hanya seorang guru TK yang tidak mempunyai apa-apa.

"Bersyukurlah aku masih mau menikahimu setelah apa yang kamu lakukan pada kakakku. Aku melakukan ini demi Yumna, kami tahu jika di usianya yang masih kecil, dia tak akan sanggup untuk berpisah darimu."

Naya menelan ludahnya.

"Baiklah. Aku bersedia menikah denganmu. Ini aku lakukan agar aku tak berpisah dengan Yumna. Dia adalah hidupku. Aku tak sanggup jika harus berjauhan dengannya."

Naya terus mengingat percakapannya dengan Kevin waktu itu, saat dimana dirinya akhirnya menerima ajakannya untuk menikah demi Yumna.

Hari ini. Hari pernikahan yang telah disepakati telah tiba. Naya dengan mengenakan dres putih panjang, dilengkapi dengan pashmina yang bertengger di pundaknya, mendatangi KUA bersama Wati dan beberapa rekan gurunya. Tak lama Kevin datang hanya dengan kedua orang tuanya saja.

Pernikahan akan segera dilaksanakan, pihak KUA sudah mempersiapkan semuanya. Prosesi akad dimulai, Kevin mengucapkan ijab qobul dengan lancar, sehingga kini Naya telah sah menjadi istrinya. Proses dilanjutkan dengan menandatangani kelengkapan administrasi pernikahan.

Tak ada pancaran gurat kebahagiaan dari wajah semua orang, karena mereka tahu sabab musabab pernikahan dilakukan, hanya Yumna si gadis kecil itu yang terus tersenyum bahagia.

"Selamat. Kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri." Kepala KUA menyalami keduanya.

Cahyo dan Yanti, kedua orang tua Kevin langsung memeluk Yumna, cucu mereka. Bersyukur karena akhirnya kini mereka akan tinggal bersama, cucu yang baru mereka temukan ini sudah pasti akan menjadi obat atas kepergian putra mereka, ayah kandung Yumna yang telah tiada sebulan yang lalu.

Sementara Naya, tak ada yang memperdulikannya, bahkan itu Kevin yang kini telah sah menjadi suaminya.

Namun tak mengapa baginya. Sekarang kebahagiaan Yumna adalah yang terpenting. Kini putrinya itu pasti bahagia karena keinginannya selama ini untuk mempunyai seorang ayah telah terlaksana. Bukan hanya ayah, Yumna bahkan mempunyai kakek dan nenek yang pasti akan melimpahinya dengan kasih sayang.

***

Beberapa hari sebelumnya

"Ya Allah. Cepatlah turunkan ayah untuk Yumna.” Gadis kecil itu menengadahkan kepalanya keatas ketika dia ingat jika 3 hari lagi akan ada perlombaan keluarga di sekolahnya.

Bi Wati yang mendengar langsung menghampiri Yumna sambil tersenyum.

“Sudah doanya? Kalau sudah cepat pakai sepatu, Bunda sudah menunggu Yumna di depan.”

Yumna segera memakai sepatunya, setelah itu dia berlari lincah menuju teras dimana ibunya tengah bersiap menghidupkan mesin motornya.

Raut wajah bi Wati seketika berubah sedih. Entah untuk keberapa ratus kalinya dia telah mendengar Yumna terus berdoa meminta seorang ayah.

Sungguh malang nasib gadis kecil itu pikirnya. Di umurnya yang sudah menginjak usia 5 tahun, Yumna harus tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah, hal itu juga yang membuat dirinya merasa berbeda dengan teman sebayanya yang lain yang mempunyai keluarga yang lengkap.

Walaupun awalnya kaget dan sedih dengan pertanyaan sang putri, namun lama kelamaan Naya sang ibunda akhirnya terbiasa dan menjawab jika Allah belum mengirimkan ayah untuknya dan meminta putrinya itu untuk terus rajin berdoa akan Allah SWT segera mengabulkan keinginannya.

“Bunda. Tiga hari lagi kan ada perlombaan di sekolah. Semua murid harus mengajak ayah dan ibunya untuk ikut lomba, terus Yumna ajak siapa dong?” tanya Yumna yang duduk di belakang sang ibunda yang sedang mengendarai sepeda motor.

Naya tersenyum. “Kayaknya kita ga ikut lomba dech sayang.”

“Kenapa?”

“Bunda kan guru di sekolah Yumna, jadi bunda jadi panitia lomba, panitia kan ga boleh ikut lomba sayang.”

Yumna langsung cemberut.

“Tapi kan Yumna mau ikutan Bun,” rengeknya sambil melirik sekilas sang ibu.

“Iya. Nanti Yumna ikutan. Kita sama om Aziz aja ya, gimana?”

Yumna terdiam dan akhirnya mengangguk.

Naya tersenyum melihat putrinya yang tidak merengek lagi, sebagai ibu dia tahu jika putri kesayangannya itu tak akan lama-lama merengek dan membuatnya kesal.

Yumna putrinya adalah anak yang pintar dan penurut.

Di usianya sekarang, Yumna juga tumbuh menjadi anak yang lincah dan ceria, dengan rasa ingin tahunya yang besar, tak jarang dia membuat ibunya kewalahan menghadapi berbagai pertanyaan dan celotehan lucunya.

Naya sang ibu merasa bersyukur melihat tumbuh kembang putrinya, walaupun harus membesarkannya seorang diri, dia memastikan jika sang putri tidak akan kekurangan kasih sayang maupun yang lainnya. Naya akan membuat Yumna tumbuh seperti anak lainnya yang mempunyai keluarga yang lengkap.

Setibanya di sekolah, seperti biasa keduanya langsung memasuki kelas, Yumna dengan ceria menyapa teman-temannya yang lain, sementara Naya sang ibu mempersiapkan diri untuk mengajar.

Namun tanpa mereka sadari dari kejauhan ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dari dalam mobil.

Kevin terus melihat gadis kecil itu dengan seksama, wajahnya yang mirip dengan sang kakak membuatnya yakin jika memang anak itulah yang selama ini dicari olehnya. Walaupun tanpa hasil DNA dia akan sangat yakin jika anak itu adalah putri kandung kakaknya karena wajah keduanya bak pinang dibelah dua.

“Saya sudah memastikannya, anak itu adalah keponakan anda.” Detektif itu menyodorkan kertas pada Kevin sambil bercerita jika dia berhasil mengambil sampel DNA anak itu ketika dia secara diam-diam mengambil sehelai rambutnya saat dia sedang bermain di taman TK. Detektif itu berpura-pura menolong ketika anak itu terjatuh saat berlarian.

Kevin membaca hasil laporan DNA itu yang menyebutkan jika sampel DNA anak itu dan kakaknya adalah 99% sama. Dia menarik napas lega, bersyukur karena akhirnya dia bisa menemukannya.

“Lalu itu ibunya?” tanya Kevin menunjuk seorang guru yang sedang memanggil semua anak-anak untuk masuk kelas.

“Iya. Itu ibunya, dia bekerja sebagai guru TK. Ini biodatanya.” Detektif itu kembali menyodorkan kertas padanya.

Kevin hanya membaca kertas di tangannya sekilas lantas memperhatikan kembali wanita yang diam-diam dinikahi oleh kakaknya itu.

Entah mengapa tiba-tiba dirinya merasa geram. Entah apa juga yang sebenarnya telah terjadi dulu, tapi menurutnya tak seharusnya wanita itu meninggalkan kakaknya, apalagi disaat dirinya sedang mengandung. Mengingat perjuangan kakaknya yang rela membohongi orang tua mereka hanya demi untuk menikahinya.

Padahal dia sangat yakin jika kakaknya pasti telah memperlakukan istrinya dengan sangat baik, tak mungkin menyakitinya apalagi mengkhianatinya. Terbukti walaupun telah berpisah bertahun-tahun sang kakak masih terus berusaha mencari keberadaan keduanya dan tetap setia pada sang istri dengan menolak ketika akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya.

“Namun ada yang aneh, almarhum Pak Danendra mengatakan jika nama istrinya adalah Kayla, tapi ibu dari anak itu bernama Nayara.”

“Dia pasti sengaja mengganti namanya untuk menghindari kakakku,” jawab Kevin dengan sedikit kesal sambil terus menerka-nerka apa alasan wanita itu sebenarnya sampai tega meninggalkan kakaknya.

“Oh iya. Mungkin saja seperti itu.” Detektif itu mengangguk-angguk sendiri.

Tak lama terdengar bunyi ponsel Kevin berdering. Setelah mengangkatnya wajahnya nampak cemas dan panik.

“Aku akan segera kesana Bu,” ucapnya sebelum menutup telepon.

Perlombaan Ayah

Cahyo berbaring lemas di atas ranjang Rumah Sakit, sang istri yang terus setia menemaninya tampak sangat sedih melihat keadaan sang suami.

Tak lama pintu ruangan terbuka, Kevin berjalan dengan cepat menghampiri kedua orang tuanya.

“Apa yang terjadi Bu?” tanyanya panik.

“Ayahmu terkena serangan jantung ringan.”

Kevin kaget. Dia lalu menatap wajah ayahnya yang tampak lemah tak berdaya.

Kevin lalu memegang tangan sang ibu yang tampak sangat bersedih, dia lantas memeluknya dan mengatakan jika ayahnya pasti akan baik-baik saja.

Sepeninggal kakaknya karena kecelakaan sebulan yang lalu, keadaan berubah drastis, keceriaan dan kegembiraan seolah menghilang dari hidup mereka. Kesedihan ditinggal sang putra pertama seolah membuat mereka tak lagi bergairah untuk melanjutkan hidup, ayahnya menjadi sering sakit-sakitan dan ibunya yang sering termenung seorang diri.

Sementara dirinya juga terpaksa harus mengambil alih semuanya, memimpin perusahaan yang dulu dipimpin oleh sang kakak, kini dia harus mengambil alih semua tanggung jawab itu dan memastikan jika perusahaan mereka harus tetap berjalan seperti biasanya.

“Kamu kemana saja nak. Tadi ibu menelepon sekretarismu, tapi katanya kamu tidak ada di kantor.”

Kevin terdiam. Rasa-rasanya ingin sekali dirinya menceritakan tentang keberhasilannya menemukan putri kakaknya yang hilang, ingin rasanya dia mengatakan jika sebenarnya kedua orang tuanya telah menjadi seorang kakek dan nenek, kakaknya yang telah pergi untuk selama-lamanya itu ternyata mempunyai keturunan yang akan menjadi penerus keluarga mereka, namun kemudian Kevin berpikir jika saat ini mungkin belum saatnya, melihat kondisi sang ayah yang terbaring tak berdaya.

Orang tua mana yang tak kaget ketika mengetahui jika ternyata anaknya telah menikah secara diam-diam, terlebih wanita yang menjadi menantu mereka adalah wanita yang telah mereka tolak sebelumnya.

Cahyo, ayah mereka memiliki watak yang keras. Dia telah dengan tegas menolak dan tidak merestui hubungan putranya dengan seorang gadis dari kalangan biasa-biasa saja. Sebagai seorang pengusaha muda dan sukses yang telah berhasil membuat perusahaan mereka semakin maju, sang ayah ingin agar putranya menikah dengan wanita yang sederajat dengan mereka, wanita yang telah dipilihkan olehnya yang menurutnya cocok dengan tingkat sosial mereka.

Namun bukannya menuruti keinginan sang ayah, Danendra yang sangat mencintai kekasihnya waktu itu malah menikahinya diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya terutama sang ayah, walaupun akhirnya pernikahan mereka hanya berjalan sebentar karena tiba-tiba tanpa tahu alasannya, Danendra ditinggalkan oleh sang istri yang saat itu tengah mengandung anak mereka.

Kevin menjadi tahu, dibalik hidup kakaknya yang tampaknya bahagia dan sempurna, sang kakak menyimpan sendiri penderitaannya karena telah ditinggal oleh orang yang dikasihinya hingga sampai akhir hayatnya dia tak sempat untuk melihat putri kandungnya sendiri.

“Kakak. Sesuai keinginanmu aku akan membawa pulang anakmu ke rumah kita. Aku sudah berjanji dan akan aku penuhi janjiku itu.”

***

Tiga hari kemudian.

Dari dalam mobilnya, Kevin tertegun keheranan melihat Yumna yang duduk di atas ayunan dengan wajahnya yang sedih, sungguh sangat kontras dengan wajah anak-anak lainnya yang terlihat ceria dan bersemangat.

Dia segera turun dari mobil, melihat mimik wajah keponakannya yang seperti itu membuatnya penasaran, namun kemudian dia menyadari sesuatu, hari ini TK tampak lebih ramai dari biasanya, banyak mobil-mobil yang terparkir juga para orang tua murid yang datang.

Kevin memanfaatkan situasi ramai itu untuk mencoba mendekati taman bermain, dia ingin melihat sang keponakan dari dekat untuk pertama kalinya. Akhirnya dia sampai di hadapan Yumna yang termenung sendirian di ayunan, masih dengan mimik wajah sedihnya, dengan sorot mata sendunya, keponakannya tampak termenung duduk sambil menundukkan kepalanya.

Kevin memberanikan diri untuk menghampiri Yumna lebih dekat, dengan ragu berjongkok di hadapan sang keponakan, dengan sorot mata haru, Kevin menatap wajah Yumna yang keheranan melihatnya.

“Hai.” Kevin tersenyum.

Yumna menatap Kevin dengan polos.

“Om siapa?”

Kevin terus tersenyum.

“Nama kamu Yumna kan?”

Yumna mengangguk.

“Om culik ya?” tanyanya lagi masih dengan mimik wajah polosnya.

Kevin menahan tawanya.

“Bukan. Om bukan culik, om orang baik kok.”

Tiba-tiba terdengar pengumuman jika perlombaan akan dimulai, semua orang tua murid dan anaknya diharuskan untuk bersiap. Mendengar pengumuman itu, raut wajah Yumna kembali terlihat sedih. Membuat Kevin akhirnya tahu alasan keponakannya bersedih sedari tadi. Dia melihat sekeliling, para anak bersama orang tua mereka tengah bersiap untuk mengikuti perlombaan.

“Apa kamu mau ikut lomba?”

Yumna menunduk semakin sedih sambil mengangguk.

“Tapi Yumna tidak punya ayah.”

Kevin tersenyum getir. Dia langsung mengingat sang kakak yang telah tiada. Apa yang dikatakan keponakannya ini memang benar, dia sudah tidak mempunyai ayah karena ayahnya memang sudah pergi untuk selama-lamanya.

“Bagaimana kalau Yumna ikut lomba sama om saja?”

Yumna melihat Kevin.

“Tidak mau. Om bukan ayahnya aku.”

Kevin terdiam sejenak.

“Bagaimana kalau Yumna anggap om ini adalah ayahnya Yumna?”

Yumna nampak berpikir.

“Apakah om ini ayah yang dikirim oleh Allah untuk aku karena aku selalu berdoa meminta ayah?” Yumna seketika ingat semua doa-doanya selama ini.

Kevin langsung mengangguk sambil menahan haru, tak menyangka jika selama ini ternyata keponakannya sangat menginginkan sosok seorang ayah.

Mata keponakannya berbinar seketika. Raut wajahnya berubah drastis menjadi sangat senang.

Tiba-tiba Yumna berdiri dan menarik tangan Kevin, dengan cepat mengajaknya untuk berjalan mendekati arena perlombaan.

Yumna terus menarik tangan Kevin dan memberitahu teman-temannya jika itu adalah ayahnya.

Tingkah Yumna langsung menjadi perhatian banyak orang. Selain karena mereka kaget mendengar Yumna yang tiba-tiba mempunyai ayah, tentu saja juga karena sosok Kevin yang menjadi ayahnya. Dengan setelan jas mewah dan elegan, membalut tubuhnya yang tinggi lagi tegap, tampak berdiri dengan gagah dan menyempurnakan wajah tampannya yang mempesona hampir semua wanita disana.

Seperti yang lainnya, Naya sang ibunda yang sedari tadi sibuk menjadi panitia lomba juga kaget tak kepalang melihat putrinya bersama seorang pria, dia langsung menghampiri sang putri dengan setengah berlari.

“Yumna!” Naya mencoba menghentikan Yumna yang terus berjingkrak-jingkrak kegirangan.

“Bunda. Kenapa bunda tidak bilang kalau hari ini ayah Yumna akan datang?”

Naya langsung menarik Yumna ke arahnya.

“Sayang. Tidak boleh seperti itu, dia bukan ayah kamu.” Naya berjongkok mendekati telinga Yumna, berbicara dengan sedikit pelan sambil melihat Kevin dengan sungkan.

Kevin ikut berjongkok, menarik Yumna ke-pelukannya.

“Ayo sayang kita mulai perlombaannya,” ucapnya tak menghiraukan Naya yang keheranan.

Yumna kembali berjingkrak kegirangan, mereka berdua lalu mendekati garis start dimana perlombaan ayah lari sambil menggendong anak segera dimulai.

Kevin segera menyiapkan diri, membuka jasnya lalu menggulung lengan kemejanya, dengan ditatap penuh keheranan oleh Naya juga orang-orang, Kevin segera menaikkan Yumna ke atas pundaknya.

Naya hanya bisa tertegun keheranan melihat pria itu mengikuti lomba demi lomba dengan penuh semangat bersama putrinya, keduanya tampak sangat kompak dan bekerja sama dengan baik. Hingga mereka akhirnya bisa memenangi beberapa perlombaan.

“Wah ibu guru ini pintar sekali cari ayah untuk Yumna,” goda seorang ibu, membuat Naya kaget.

“Iya, dia sangat tampan, dia juga sepertinya kaya. Ibu guru pintar cari pacar. Pokoknya kalian berdua sangat cocok, cantik dan ganteng,” goda ibu lainnya.

Naya hanya tersenyum risih, apalagi ketika ibu-ibu lainnya juga menimpali dan membuatnya semakin bingung.

Menikahi Ibunya

Naya menyodorkan Kevin sebotol air mineral dingin. Kevin yang sepertinya kelelahan juga kepanasan hingga membuat wajah putihnya memerah dengan keringat yang mengalir deras segera membuka dan meminum botol air di tangannya.

Naya terus memperhatikan gerak-gerik pria di depannya dengan seksama, rasa-rasanya dia sudah tak sabar ingin bertanya tentang siapa dirinya sebenarnya.

“Bunda. Ayahku hebat kan, ayahku memenangkan semua perlombaan.” Yumna yang datang tiba-tiba menarik tangan Naya sambil melompat kegirangan.

Naya segera berjongkok dan memegang pundak putrinya.

“Sayang. Sudah bunda katakan jika dia bukan ayahmu.”

Raut wajah Yumna meredup seketika. Melihat hal itu membuat Kevin ikut berjongkok dan membisikkan sesuatu pada Yumna, membuat Yumna langsung berlari dengan ceria.

Naya dan Kevin kembali berdiri dengan saling melihat.

“Kamu hanya akan menyakiti hatinya jika mengatakan itu terus.” Kevin memalingkan wajahnya kesal dari Naya.

Untuk kali pertamanya dia akhirnya bisa melihat dari dekat wanita yang dicintai oleh kakaknya ini, wanita yang membuat kakaknya tergila-gila hingga berani melawan kehendak ayah mereka dengan tetap menikahinya walaupun secara diam-diam tanpa restu.

Kakaknya memang mempunyai selera yang bagus, wanita di depannya ini memang lumayan cantik, penampilannya sederhana namun menarik, usianya juga sepertinya masih muda, membuat orang tak akan menyangka jika sebenarnya dia adalah seorang ibu satu anak.

“Sekarang bisa tolong katakan siapa anda sebenarnya, kenapa anda mengaku-ngaku sebagai ayahnya anak saya.”

“Saya tidak mengaku-ngaku, saya memang datang untuk menjadi ayahnya.” jawab Kevin ketus.

“Apa maksud anda?” Naya tak mengerti.

“Saya pamannya Yumna. Saya adalah adiknya Danendra.”

Mendengar nama Danendra disebut, Naya langsung terkesiap hingga membelalakkan matanya sambil melihat Kevin tak percaya.

Melihat reaksi Naya, Kevin langsung tersenyum sinis.

“Kakak saya sudah meninggal,” ucap Kevin lagi membuat Naya semakin kaget.

“Iya. Suami yang kamu tinggalkan sudah tidak ada. Telah pergi bahkan tanpa sempat untuk bertemu dengan putri yang selama ini dicarinya.”

Naya sontak mundur dengan mata berkaca-kaca.

“Kali ini kamu akan lebih kaget lagi jika mendengar wasiat terakhir kakakku,” ucap Kevin lagi sambil tersenyum.

Naya mendengarkan dengan mimik wajah tegang

“Kakakku ingin aku mengambil putrinya darimu.”

Naya langsung melihat Yumna yang berlari ke arah mereka sambil membawa jas Kevin.

 

***

 

Naya menatap wajah polos Yumna yang tengah tertidur pulas, sesekali membelai lembut rambut putrinya dengan penuh kasih sayang.

Hari ini untuk pertama kalinya dia melihat putrinya begitu bahagia karena menganggap seorang ayah telah datang untuknya. Yumna bahkan mengatakan pada semua orang yang ditemuinya jika dirinya kini sudah memiliki seorang ayah.

Bi Wati yang sedari tadi melihat di ambang pintu lalu menghampiri Naya dan duduk di sampingnya.

“Lalu apa yang akan kamu lakukan nay?” Bi Wati, orang yang selama ini membantunya mengurus dan merawat Yumna ikut cemas ketika Naya menceritakan tentang kejadian tadi siang.

“Aku tidak tahu Bi. Aku bingung. Jika mereka mengajukan hak asuh anak, dengan uang dan kekuasaan yang mereka miliki mereka pasti akan dengan mudah mengambil Yumna dariku.”

Bi Wati langsung mengangguk menyetujui perkataan Naya.

“Tapi aku tak bisa melepas Yumna begitu saja pada mereka, aku harus melakukan sesuatu.” Naya memikirkan sesuatu.

“Apa yang akan kamu lakukan nak?” Bi Wati melihat Naya heran.

“Apa saja Bi. Asalkan Yumna bisa tetap bersama kita.”

“Karena walau bagaimanapun, aku takkan sanggup jika harus berpisah dengan Yumna.” Naya menunduk sedih. Air mata menetes dari kedua kelopak matanya

Bi Wati mengelus punggung Naya dengan lembut.

 

***

 

“Bunda. Apa kita mau kerumah ayah Yumna?”

Naya terdiam mendengar pertanyaan putrinya. Dia lalu kembali bertanya pada supir taksi apakah alamat yang diberikannya tadi masih jauh atau tidak.

“Bunda..” Yumna kelihatannya benar-benar ingin tahu kemana ibunya akan membawanya.

“Kita sudah sampai Bu.” Sopir taksi menghentikan mobilnya lalu menoleh ke belakang.

Naya lalu bergegas mengajak putrinya untuk segera turun, setelah melakukan pembayaran dan sopir taksi itu pergi Naya lalu melihat rumah besar nan mewah di depannya.

“Bunda. Rumah ini besar sekali. Ini rumah siapa Bun?”

Naya kembali tak menjawab sang putri, dia hanya menatap nanar wajah putrinya lalu menghela napas panjang sambil menatap rumah mewah di depannya, berharap jika keputusannya ini adalah yang paling tepat.

Naya lalu berjalan memapah sang putri mendekati gerbang yang menjulang tinggi, setelah membunyikan bel, seorang petugas keamanan membuka gerbang dan bertanya akan tujuannya.

“Saya ingin bertemu dengan Ibu Yanti dan Bapak Cahyo.”

Petugas keamanan itu nampak mengerutkan keningnya.

“Katakan saja jika cucu mereka ingin bertemu.” Naya tahu jika tidak mengatakan itu, sulit baginya untuk bertemu dengan mereka.

Petugas keamanan itu kaget dan langsung melihat Yumna, melihat wajah anak kecil di depannya membuatnya merasa tak asing. Membuatnya yakin jika perkataan wanita di hadapannya ini bukanlah bualan semata.

Cukup lama Naya menunggu di depan gerbang, sambil harus terus melayani pertanyaan dan celotehan sang putri yang terus bertanya banyak hal padanya.

Hingga akhirnya pintu gerbang terbuka, petugas keamanan tadi meminta keduanya untuk masuk.

Naya memapah putrinya yang kegirangan karena akhirnya bisa masuk kerumah besar itu, sang putri dengan polosnya terus mengatakan jika rumah yang mereka masuki sangat besar dan bagus.

Akhirnya dengan diantar oleh seorang ART keduanya sampai di ruang tamu, Yumna tampak semakin girang melihat berbagai macam pajangan dari kristal berbentuk bermacam-macam hewan yang sangat indah.

Selagi Naya mencoba menghentikan putrinya yang berusaha untuk memegang semua pajangan itu, seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri keduanya dengan langkah cepat, dengan wajah menelisik, wanita itu terus memperhatikan gadis kecil yang terus merengek ingin memegang semua koleksi pajangan miliknya.

Melihat tuan rumah datang, Naya meminta putrinya untuk diam. Keduanya saling bertatapan sejenak karena kemudian nyonya rumah menurunkan pandangannya pada gadis kecil di hadapannya.

Jantung Yanti berdebar kencang melihat Yumna, walaupun sekilas dia bisa melihat dengan jelas kemiripan antara almarhum putranya dan gadis kecil itu, dia lalu berjongkok untuk memastikan, menatap lebih lekat wajah gadis kecil itu dengan seksama, langsung mengingatkannya akan wajah putranya yang sudah tiada pada saat kecil dulu.

Air matanya langsung merembes keluar sambil mencoba memegang pundak Yumna yang berdiri keheranan.

Yanti sangat ingin memeluknya, namun Yumna bergeser dan memeluk kaki sang ibu disampingnya.

Yanti lalu berdiri sambil menyeka air matanya, melihat Naya dengan mata sembab.

“Kamu siapa?”

“Apa ini anaknya Danendra?”

“Apa ini cucuku?” Yanti menunjuk Yumna dengan menahan tangisnya.

Naya tertegun sejenak lalu kemudian mengangguk pelan.

Tangis Yanti pecah seketika. Dia kembali berjongkok sambil terus menatap wajah sang cucu dengan tak percaya.

Di tempat lain.

Kevin menatap sebuah foto di tangannya, melihat dengan seksama dimana keponakannya sedang tertawa riang sambil digendong oleh seorang pria yang sepertinya seumuran dengannya. Keduanya tampak sangat akrab dan itu sedikit mengganggunya.

“Siapa pria ini?” tanyanya pada detektif.

“Saya tidak yakin tapi bisa saja kan jika pria ini adalah pacar dari guru itu.”

Mendengar itu rahangnya mengeras. Dia langsung tersenyum sinis sambil melirik pengacara disampingnya

“Siapkan berkas untuk pengajuan hak asuh anak. Tak akan kubiarkan keponakanku harus hidup dengan pria asing.”

***

“Kita tak bisa memisahkan seorang ibu dengan anaknya nak.” Yanti menatap wajah Kevin.

“Urungkan niatmu untuk mengambil hak asuh Yumna agar jatuh kepada kita, biarkan dia tetap bersama ibunya.” Yanti menangis sedih.

“Tapi ibu, apakah ibu tidak ingin agar anaknya kakak tinggal bersama kita? Dan juga ini adalah wasiat kakak agar aku membawa putrinya ke dalam rumah ini.”

“Tentu saja ibu sangat ingin dia tinggal disini bersama kita agar kita bisa merawat dan membesarkannya apalagi kehadirannya akan mengobati rasa kehilangan kita atas kepergian kakakmu, dia adalah pengganti kakakmu yang telah tiada, tapi kita tak boleh egois, kebahagiaannya adalah tetap bersama ibunya.” Yanti menangis.

“Sebagai seorang ibu. Ibu tahu jika seorang anak tak bisa jauh dengan ibunya, begitu pula sebaliknya.”

“Lagi pula, kasihan anak itu, selama ini dia tumbuh tanpa sosok seorang ayah di sampingnya, jika kita mengambilnya, dia mungkin akan merasakan kasih sayang yang berlimpah dari kamu pamannya juga ayah dan ibu sebagai kakek dan neneknya namun justru dia harus kehilangan peran seorang ibu. Tidak nak, kehilangan sosok seorang ibu akan menjadi penderitaan terbesar di hidupnya.”

Kevin tersentak karena dia tidak memikirkan hal itu sama sekali. Dia termenung memikirkan semua kata-kata sang ibu.

Keduanya diam beberapa saat.

“Oh iya. Ayahmu belum tahu hal ini kan?” tanya Yanti tiba-tiba sambil menyeka air matanya.

Kevin melihat ibunya sambil menggelengkan kepala.

“Kita harus segera memberitahunya. Ayahmu pasti akan sangat senang jika mengetahui kalau sebenarnya dia sudah menjadi seorang kakek.” Yanti tersenyum sendiri sambil terus menyeka air matanya.

“Dia pasti akan langsung sembuh, bahkan bisa langsung berjalan, berlari, memangku dan memeluk cucunya.” Yanti terus tersenyum membayangkannya.

Kevin menatap wajah sang ibu yang hanya membayangkannya saja sudah membuat kedua mata ibunya berbinar bahagia.

Dia tertegun sejenak.

“Ibu. Ada satu cara agar Yumna bisa tinggal bersama kita tanpa dia harus berpisah dengan ibunya.”

Yanti langsung melihat putranya.

“Aku bisa membuat Yumna hidup bahagia dengan memberikannya keluarga yang utuh. Aku akan membuatnya merasakan hidup dengan sosok seorang ayah disampingnya karena aku akan menjadi ayahnya untuk menggantikan kakakku, ibu dan ayah juga akan hadir di hidupnya menjadi kakek dan neneknya yang akan selalu menyayangi dan memanjakannya. Mulai saat ini dia akan merasakan semua itu tanpa harus kehilangan sosok ibunya.”

“Apa maksudmu nak?”

“Aku akan menikahi ibunya.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!