Jika ada yang bisa mendapatkan penghargaan manusia paling sabar di dunia, ini bolehkah jatuh kepada gadis cantik yang di usianya baru menginjak 19 tahun sudah banyak melalui rasa sakit dan kepedihan yang mampu meruntuhkan akal sehat.
Dia Maria Isnawan yang sering disapa Ria, lahir dari keluarga yang bukan kalangan atas namun cukup dibilang mampu, membuat kehidupan Ria awal nya baik-baik saja, seperti keluarga lain nya.
Namun karena sebuah kesalahan menyebabkan keluarganya bangkrut dan ayah sebagai kepala keluarga sakit, membuat Maria harus kuliah sambil mencari nafkah untuk membantu ekonomi keluarga, dengan bermodalkan keyakinan diri dan ijazah SMA dia bekerja sebagai Waiters di salah satu café sederhana milik salah seorang tetangga.
Cobaan yang datang tidak memutuskan semangat Maria dalam menuntut ilmu, walaupun dia harus kuliah sambil bekerja tapi dia sangat bertanggung jawab dengan tugas sekolah nya itu.
Ria buktikan dengan prestasi yang ia dapatkan dalam Pendidikannya, Maria selalu mendapatkan peringkat pertama dan tentu saja hal tersebut membuat Maria dapat melanjutkan Pendidikan ke jenjang berikutnya melalui beasiswa.
Tapi mampukah Maria terus bertahan dikala cobaan datang silih berganti ??
Atau malah Maria akan menyerah dengan kehidupan yang menyesakan dadanya ??
“Ria tolong bantu ibu untuk membelikan obat ayah pulang kuliah nanti, ini uangnya nak” ibu Inka adalah ibu sambung Maria setelah ibu kandung Maria pergi entah kemana saat umur Maria masih 3 tahun.
“Uang ini….” Ucapan Maria menggantung setelah melihat uang pecahan sepuluh ribu, yang Maria tahu itu adalah uang tabungan ibu untuk membayar hutang dan modal usaha untuk memperbaiki kehidupan mereka.
“Tidak apa-apa nak nanti ibu akan cari lagi uang untuk mengganti tabungan ini, yang penting ayah mu sembuh dan tidak kesusahan dalam pengobatannya” ucap sang ibu menjawab kegundahan Maria.
“Bukan itu maksud Ria bu” dia menyentuh tangan ibu dengan muka yang sedih.
“Maaf Ria belum banyak membantu, Ria usahakan untuk mencari pekerjaan lain lagi untuk menambah pendapatan kita.” Ria bertekad kuat untuk lebih serius lagi dalam kuliah nya, dia ingin segera selesai berkuliah agar bisa mencari pekerjaan yang lebih layak lagi.
“Tidak nak, kamu fokus saja dengan kuliah mu! dan jadilah orang yang berguna kelak, minimal untuk dirimu sendiri” Ucap bu Inka sambil mengusap rambut Maria.
“sudah sana cepat pergi kuliah dan jangan lupa belikan ayah obat.” Menepuk Pundak Maria sambil menampilkan senyuman hangat, khas senyuman seorang ibu kepada anaknya.
Ya, walaupun ibu sambung. Bagi Maria ibu Inka adalah segalanya, bahkan jika bisa memilih bolehkan Maria lahir dari Rahim ibu Inka?
Bolehkah ibu Inka menjadi surganya?
Dibandingkan dengan ibu kandungnya yang bahkan Ria tak ingat wajahnya. Bukan.. bukan.. bukan tak ingat, Ria tak mau mengingatnya karna bagi Ria untuk apa dia mengingat seseorang yang bahkan tak mengingatnya.
“ Baik bu, nanti Ria beli setelah pulang kuliah.. Ria akan mampir kerumah sebelum berangkat ke kafé ” Maria tersenyum kepada ibu Inka kemudian ia mencium tangan ibunya untuk pamit pergi membeli obat ayahnya sekalian untuk pergi ke kampus.
Maria melangkahkan kakinya sambil menatap langit, sejumput asa ingin mengeluh tetapi kadang tak mampu. Kadang Ria menguatkan diri nya, bahwa masih ada yang lebih susah di bandingkan ujian yang dia terima.
Namun saat ayah nya yang kesakitan, kekurangan biaya untuk membeli obat, kadang membuat Ria bertanya-tanya, apa makhluk sepertinya tidak diberikan kesempatan untuk sekedar menunjukan rasa sedihnya ?
Ayahnya yang semula baik-baik saja tiba-tiba sakit setelah tuduhan kasus korupsi menimpanya,
ya.. dulu ayah Ria bekerja sebagai kepala cabang di salah satu Bank Swasta.
Namun karena karyawan di kantor ayah Ria menggelapkan sejumlah uang yang cukup fantastis nilai nya, membuat ayah mereka kehilangan pekerjaan, harta dan bahkan rumah.
Sekarang mereka tinggal dirumah kontrakan, memang tidak terlalu buruk dan cukup dibilang layak. Tapi untuk sang ayah yang sakit parah tentu saja itu tidak layak, tak ada cahaya matahari yang masuk, jalanan yang hanya muat di lalui oleh satu orang saja membuat mereka kesulitan saat harus membawa sang ayah ke Rumah Sakit.
Ria mempunyai 1 orang adik Bernama Mario dari hasil pernikahan ayahnya dengan ibu Inka, tentu saja Mario atau yang sering dipanggil Rio masih sangat kecil untuk membantu kehidupan keluarga dan Ria ingin Rio hanya fokus belajar dan bermain.
Dari situlah kisah menyedihkan Maria dimulai, hidupnya yang Bahagia berubah, ditambah dengan kondisi ayahnya yang sakit-sakitan setelah kasus korupsi karyawannya.
Ria sudah pasti takan tega, melihat kondisi cinta pertamanya yang sedang sakit terbaring dikasur, lemah tak berdaya. Bahkan untuk sekedar tersenyum pun seakan tak dikehendaki oleh dunia.
Hati Ria selalu teriris seolah tak mampu utuh dan kuat setiap melihat kondisi ayahnya, ayah yang dulu gagah dan tampan kini kurus, tulang tulang di tubuh nya tampak terlihat, hangat jemari yang biasa menggenggam tangan kecil Ria, menjadi dingin dan melemah. mata Ria selalu mengembun kala melihat kondisi ayah yang lemah dikasur.
Ya, ayah terkena serangan jantung yang juga berdampak membuat ayah menjadi stroke.
“Ayah jika boleh meminta, Ria hanya ingin ayah sembuh tidak ada lagi yang Ria miliki selain ayah.” Kalimat itu yang selalu terucap dalam hati Ria di iringi oleh butiran air yang seolah tak mampu untuk ditahan agar tak keluar.
Seumur hidup Ria sampai bertemu dengan ibu Inka hanya ditemani oleh ayah nya, masa kecil yang biasanya dihiasi oleh tangan lembut dan kasih sayang hangat dari seorang ibu tidak Ria dapatkan.
Hal itu seolah tabu bagi Ria, hidup berpindah tempat untuk mencari kehidupan yang layak sedari kecil sebenarnya hal biasa bagi Ria.
Hingga saat usia Ria 5 tahun ayah bertemu dengan ibu Inka dan menikah, sampai akhirnya tak lama setelah menikahi ibu Inka ayah bekerja di salah satu Bank Swasta dan pekerjaan ayah terus berkembang menjadi kepala cabang.
Tanpa terasa kaki Maria melangkah, diri nya sudah sampai di Halte Bus. Beginilah keseharian Maria ia akan berangkat pagi dengan berjalan kaki dari rumah untuk sampai ke Halte Bus, kemudian ia akan pergi ke kampus menggunakan Bus kota, selain murah dan terjangkau ini satu-satunya kendaraan yang bisa Ria andalkan untuk mengantarnya ke berbagai tempat.
.
Sesampainya di kampus Maria langsung menuju kelasnya, karna pagi ini dia ada satu mata kuliah dan Maria sebagai Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa untuk kuliah tentu tidak mau sampai tertinggal pelajaran berharga yang tidak akan ia dapatkan jika sampai terlambat masuk kelasnya.
“Ria gawat, ini gawat banget” ucap Akila salah satu teman Ria di kampus.
Ria tak cukup sering berbaur dengan Mahasiswa/I lainnya, tentu saja karena Ria tak punya cukup waktu untuk sekedar bermain dengan teman-temannya.
Tapi Akila dan Marsha cukup mengerti dan mau berteman dengan Ria karena bagi mereka Ria sosok gadis yang baik, pintar dan juga tidak toxic seperti kehidupan pertemanan lainnya.
Akila dan Marsha berasal dari keluarga yang berada, berbeda dengan Ria yang kini hidup serba kekurangan.
“Ada apa sih masih pagi udah heboh?” tanya Ria yang heran dengan kedua teman nya yang heboh saat ia memasuki kelas.
“Pagi ini Bu Septi tidak masuk karna masuk cuti lahiran, dan kamu tahu? Yang menggantikan katanya Professor muda, gimana ini.. aku belum keramas kalau sampai dosen tersebut tampan mana bisa aku tebar pesona karena rambut lepek ini ” Jawab Akila yang di angguki oleh Marsha sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang terlihat baik-baik saja menurut Ria.
“Ya ampun kalian ini mau kuliah atau mencari jodoh sih, ganti dosen cowo aja langsung pada panik takut gagal tebar pesona” Jawab Ria malas dan langsung duduk di kursinya.
“ya sekalian kali, sambil menyelam minum es.. iya gak kila?” Marsha merespon dengan jawaban nya yang kadang suka lucu menurut Ria.
“Minum air Marsha bukan minum es “ jawab Akila yang membuat Ria semakin tersenyum melihat tingkah lucu temannya.
Tak lama seluruh teman-teman kelas Ria mulai berhamburan masuk kedalam kelas, yang menandakan dosen akan segera memasuki kelas. Semua mahasiswa/I mulai menuju ke tempat duduk nya masing-masing.
Dan mulai lah terlihat sosok Dosen tampan yang memasuki ruang kelas itu, dengan aura yang sangat dingin, tatapannya sangat tajam dia hanya menatap sekilas pada satu arah, tubuh nya yang tinggi dan gagah membuat para gadis di kelas terlena dengan ketampanan dari Dosen baru tersebut.
Dosen tampan itu memiliki alis yang tercetak jelas, rahangnya keras, matanya tajam.
Siapakah Dosen tampan itu?
TBC🌝
Dafa Selome Morrone. Ya, dari nama nya saja sudah sangat perpaduan antara nama Indonesia dengan Italian, yang tentunya sudah dapat ditebak Dafa adalah anak dari perkawinan Indonesia-Italia.
Mama Dafa adalah orang Indonesia asli dia berasal dari Sukabumi dan Papa Dafa adalah orang Italia, mereka bertemu saat Maya Safitri Mama Dafa sedang berlibur ke Negeri romantis Italia dan kemudian berkenalan dengan Papa nya Dafa Lukaz Morrone.
Bagaimana bisa seseorang yang sedang berlibur malah mendapatkan jodoh? Kita tidak bisa menebak bagaimana cara tangan Tuhan bekerja.
Dafa menatap ke arah murid-muridnya kemudian dia terdiam sebentar, tak ada yang tahu apa yang membuat Dafa terdiam dengan raut wajah yang sulit dimengerti, kemudian dia segera mengenalkan diri nya.
“Selamat pagi semua, saya Dafa yang akan menggantikan sementara ibu Septi selama cuti melahirkan, saya mungkin akan lebih tegas dari bu Septi dan saya tidak menerima keterlambatan dalam memasuki kelas.” Perkenalan yang mungkin lebih terlihat seperti sebuah ancaman bagi teman sekelas Ria.
“Duh ya ampun pak Dafa ganteng tp galak.” ,
“Gapapa deh kalau dosen nya galak yang penting ganteng ga bosenin” ,
“Kalau begini sih bisa betah di matkul bu Septi hehe”
Begitulah suara gumaman para murid gadis di kelas, siapa yang tidak tergoda dengan ketampanan Dafa.
Walaupun tidak terlalu muda di usianya yang 33 tahun tapi sudah menjadi Professor tubuh Dafa yang tinggi gagah, rahang yang jelas dan aura yang sangat maskulin, menjadi idaman para gadis di kampus.
Tapi tentu saja itu tidak termasuk Ria, yang sama sekali tidak berniat memberikan pujian ataupun komentar tentang perkenalan dosen penggantinya seperti teman perempuannya di kelas.
Namun Dafa seperti tertarik pada satu arah, dia menatap pada salah satu kursi di sana yang di duduki oleh gadis yang menampilkan wajah darar nya saat sesi perkenalan.
Dia melihat ke arah Ria yang tetap fokus disaat gadis lainnya berebut perhatian dari Dafa dan bagi Dafa itu cukup menarik. Dafa yang biasanya tidak ingin tahu banyak mengenai muridnya di kampus bahkan sekedar nama, kini mulai mengabsen satu persatu murid kelasnya.
Sampai……
“Maria Isnawan” Dafa memperhatikan seisi kelas, kemudian ia merasa seperti mendapatkan jawaban dari apa yang ia cari sedari tadi.
“Saya pak” jawab Ria sambil mengangkat tangannya dengan sedikit tersenyum, bagi mahasiswi yang kuliah dengan beasiswa tentunya Ria tidak ingin mencari keributan dengan siapapun yang berhubungan dengan perkuliahan nya.
“cantik” tentu saja itu hanya terucap dalam hati Dafa.
Ada apa dengan diriku kenapa aku begitu penasaran dan terkesima oleh gadis itu.
Itu yang ada dalam pikiran Dafa, yang seolah tersadar akan sikap anehnya selama ia hidup. Dafa adalah sosok pria yang dingin kerap kali Dafa terlihat acuh dengan kehidupan orang lain, dalam kamusnya hanya kuliah dan bekerja saja.
Setelah mata kuliah Dafa berakhir, Maria segera melangkah pergi keluar dari kelas karena ia harus ke Rumah Sakit untuk menebus obat ayahnya disaat gadis lainnya masih betah berdiam diri dikelas sambil menunggu Dafa membereskan buku dan perlengkapannya.
Kepergian Ria tentu saja memancing perhatian dari Dosen tampan ini, Dafa terus memperhatikan Maria yang keluar dari kelas sampai tak terlihat lagi.
Saat perjalanan menuju Rumah Sakit entah mengapa tiba-tiba kepala Maria terasa berputar, tubuhnya mendadak lemas dan ia merasa sesak di dada nya, namun Ria tetap memaksakan langkahnya.
Sesampainya di Rumah Sakit sebenarnya maria ingin memeriksakan dirinya, namun ia merasa sayang jika uangnya yang tak seberapa harus dipakai untuk ia berobat, lebih baik nanti dia membeli obat di warung saja.
Setelah selesai menebus obat sang ayah Ria melangkah pergi meninggalkan Rumah Sakit.
Namun baru kakinya melangkah sampai di depan lobby tubuh Ria terasa tak seimbang sehingga akhirnya Ria jatuh pingsan, beruntung ada lengan seseorang yang dengan sigap merangkul tubuh Maria.
Dia adalah Dafa yang baru saja sampai Rumah sakit, Dafa pergi ke Rumah Sakit untuk bertemu dengan pamannya yang merupakan seorang Direktur Utama di Rumah Sakit tempat biasa Maria menebus obat untuk ayahnya.
Sebuah kebetulan bukan? Ya tentu saja, seperti cerita-cerita novel lainnya, Dafa adalah anak dari keluarga berada yang mempunyai bisnis dimana-mana termasuk memilik Rumah Sakit dimana Ria sering menebus obat milik ayah nya.
Namun karna faktor usia nya Papa Lukaz, dia memberikan tanggung jawab sebagai Direktur utama kepada adik dari mama Maya, karena Dafa menolak jabatan itu lebih senang mengajar dan belajar dibandingkan harus mengurus perusahaan ataupun Rumah sakit.
Padahal papa Lukaz selalu meminta Dafa untuk menggantikannya.
Kini Dafa menatap gadis yang baru saja jatuh pingsan didekapan nya “Gadis ini” Ungkap Dafa sambil terus menatap Maria sambil menunggu perawat yang sedang berlarian membawa kursi roda.
Setelah di bawa dan di rawat oleh Dokter dan juga perawat, Maria tersadar dari pingsan nya.
Penglihatannya yang masih buram berangsur menjadi jelas Ria, menatap ke sekitar melihat dia melihat tembok berwarna putih dan aroma khas dari Rumah sakit.
Kepalanya masih terasa berat dan tubuhnya masih terasa lemas, tapi hal tersebut terkalahkan dengan keterkejutan Ria saat sadar posisinya yang terbaring dikamar rumah sakit. Kemudian Ria mencoba bangun dari posisi tidurnya.
“eemmh..” lenguhan Ria terdengar oleh seseorang yg berada tak jauh dari posisinya saat ini, melihat Ria yang sedang mencoba bangun membuat seseorang itu tak mampu untuk hanya berdiam diri
“tiduran saja dulu, badanmu belum cukup kuat untuk bangun.”
Ria mencoba melihat kearah suara yang baru saja berbicara padanya.
“Ba-bapak? Kenapa saya ada disini? Ke-kenapa juga bapak ada disini?” tanya Ria terbata karna masih merasa pusing dan lemas namun tak bisa membendung rasa terkejut nya.
“kamu jatuh pingsan didepan rumah sakit, apa saya harus diam saja melihat seseorang pingsan dan tidak membawanya masuk untuk diobati?” tanya seseorang itu yang sudah pasti kita ketahui adalah Dafa.
“ Ta-tapi saya tidak punya cukup uang untuk dirawat disini..” Ria bergumam sambil menatap sekitar kamar yang sedang ditempatinya, dia menerka-nerka berapa jumlah uang yang harus dia bayar jika ia menginap dan diobati disini.
“Tidak bisa, Saya harus pulang sekarang pak saya tidak bisa disini.” Ria terus berusaha untuk bangun dari posisinya saat ini.
Namun tiba-tiba Ria terkejut saat bahunya di tahan oleh Dafa.
“Mau kemana kamu dengan tubuh yang lemah seperti itu? Apa kamu tidak mau bertanya kenapa kamu sampai pingsan?” Tanya Dafa dengan sorot mata yang tajam.
TBC🌝
Ada apa dengan dia kenapa dia terlihat marah sekali, padahal kan ini tubuhku dan.. bagaimana aku bisa diam saja sedangkan untuk membayar rumah sakit dengan kamar semewah ini aku punya uang darimana ? Ria terheran dalam batin nya menggerutu kesal dengan sikap Dafa.
Ria hanya mampu menatap wajah Dafa yang juga masih menatapnya dengan pandangan seperti seorang suami yang kesal melihat istrinya sedang sakit tapi tak mau menjalani perawatan
Apa ini ? apa dia tidak mengerti bahwa aku tidak punya uang? Ria terus bergumam dalam hati sampai akhirnya bertanya kepada Dafa “me-memangnya sa-saya kenapa pak?” tanya Ria yang sebenarnya juga ingin tahu juga ada apa dengan tubuhnya.
“Kamu sakit, apa kamu sering mengalami gejala ini sebelumnya? Apa kamu tau penyakit apa yang ada dalam tubuhmu?” Ria menggeleng pelan seolah menjawab ketidak tahuannya.
“ada masalah dengan ginjalmu.” Singkat dan padat penjelasan Dafa tentang penyakitnya cukup membuat Ria terkejut, selama ini dia memang tidak pernah memeriksakan tubuh nya ketika sakit.
Apa lagi ini Tuhan, ayah saja belum sehat sepenuhnya mengapa sekarang ditambah dengan penyakit dalam tubuhku ini? Bagaimana aku bisa membantu ibu dalam mencari uang.
Lama Ria terdiam, Seolah diam nya menjadi kekuatan setelah sadar posisinya yang sangat tidak menguntungkan Ria mencoba bangun Kembali dari tidurnya.
“Tidak apa-apa pak, saya akan baik-baik saja. Emmh.. tapi kalau boleh saya minta tolong pak?” tanya Ria dengan hati yang resah, dia ingin meminta tolong kepada pria dihadapannya yang ia kenal adalah Dosennya.
“Apa yang kamu inginkan?” wajahnya tegas membuat Ria sedikit mengurungkan niatnya.
“Saya akan bantu sebisa saya.” Cepat Dafa menjawab kegundahan Ria.
“Ap-apa boleh saya minta tolong untuk biaya rumah sakit dibayarkan dulu pak? Ketika saya gajihan saya akan menggantinya saya janji.” wajah Ria harap-harap cemas menanti jawaban dari Dafa, dia berharap Dafa mau membantunya dan percaya bahwa dia akan mengganti uang tersebut.
“Saya akan mengurus segalanya, tapi kamu harus tetap dirawat sampai 2 hari kedepan setidaknya tubuhmu akan di observasi untuk melihat penyakitmu.” Ungkap Dafa memberi sedikit rasa lega untuk Ria.
“sa-saya harus pulang pak, orang tua saya pasti mencari saya.” Ria terdiam teringat bagaimana jika ibu tahu bahwa dia sedang sakit, dan tentu saja bukan penyakit biasa yang bisa sehat hanya dengan obat warung. Ibu pasti akan sedih dan Ria tidak ingin menambah beban bagi keluarganya.
“sa-saya juga tid-dak mau mereka tahu tentang penyakit saya.” Ria menghembuskan nafasnya, dada nya sesak seolah beban dihidupnya tak pernah berkurang.
“tidak bisa!” ucap Dafa dengan tegas.
“kamu harus tetap dirawat” sorot mata Dafa yang menatap Ria dengan posisi berdiri dan Ria yang tertidur di kasur rumah sakit, cukup kuat untuk menindas seseorang.
“ Tolong mengerti saya pak, saya tidak bisa untuk terus disini. Saya akan berobat jalan, jadi saya harus pulang dan tolong bantu saya.” Ria memohon agar dosennya ini mau berbaik hati membantunya.
“oke baik, saya akan coba bicarakan dengan Dokter. Tapi kamu harus terus berobat dirumah sakit ini dalam pengawasan saya. Dan besok, besok kamu harus temui saya di kampus.” Ucap Dafa mencoba mencari solusi dari sikap keras kepala gadis dihadapannya ini, Ria mengangguk tanda dia setuju dengan usul Dosen nya.
Akhirnya Dafa mencoba berbicara dengan Dokter yang menangani Ria, dengan memberikan jaminan bahwa Ria akan terus kontrol ke Rumah Sakit akhirnya sang Dokter mengizinkan Ria pulang dengan memberikan resep obat yang harus di konsumsi nya.
Flashback on
“Cepat! Tolong bantu bawa dia kedalam.” Ucap Dafa pada perawat yang baru saja sampai membawa kursi roda untuk mengangkut Ria kedalam. Setelah sampai di ruang UGD Dafa meminta kepada Dokter yang berjaga untuk memeriksakan Ria.
“Dia tidak apa-apa hanya kelelahan dan kekurangan cairan. Dia juga terlihat seperti kekurang gizi dalam tubuhnya. Kalau di lihat, sepertinya lambungnya sering dibiarkan kosong.” Ucap Dokter yang sedang bertugas di ruang UGD.
“Benarkah? Coba periksa ulang dan Bisakah kau membantuku?” tanya Dafa dengan raut wajah yang sulit dimengerti, Dokter itupun menatap wajah Dafa dengan raut wajah ragu, siapa yang tidak kenal dengan Dafa ? anak dari pemilik Rumah sakit dimana dia sedang bekerja saat ini.
Entah rencana apa yang sedang dibuat oleh Dafa, apakah rencana itu bersangkutan dengan Ria yang secara kebetulan sedang diperiksa oleh dokter tersebut?
Flashback off
Sepanjang perjalanan pulang hanya ada kesunyian didalam mobil Dafa, sesekali Dafa menatap pada Ria yang duduk disampingnya.
Entah apa yang ada dalam pikirannya, tapi rasanya Dafa mulai menggila kepada Ria, dia pun tidak mengerti mengapa bisa sampai segila ini pada seorang gadis yang baru di kenal. Dan mungkin akan lebih menyedihkan jika Ria tau sebuah rahasia besar dalam hidupnya setelah bertemu dengan Dafa.
“saya turun disini saja pak, rumah saya masuk kedalam gang sempit akan sulit parkir disana. Terimakasih bapak sudah mau membantu saya dan mengantarkan saya.” Suara Ria yang berbicara panjang lebar memecah keheningan didalam mobil, Dafa menepikan mobilnya, Ria segera melepaskan seatbelt, bergegas membuka pintu mobil sampai tangannya dicegah oleh Dafa saat ia hendak turun dari mobil.
“Tunggu” Ria diam menatap pria dewasa yang kini sedang meyentuh lengan nya.
“Jangan lupa obatnya diminum dan temui saya besok. Selamat beristirahat” ucap Dafa yang dijawab dengan senyuman oleh Ria yang kemudian keluar dari mobil Dafa.
“Si*al! ada apa denganku” Dafa mencengkram kemudi mobil nya, kemudian menundukan kepalanya seolah sedang merenungi apa yang baru saja dia perbuat.
Dia mulai berpikir dan kembali menatap sosok gadis yang sedang berjalan lemas memasuki gang sempit, betapa malang dan menyedihkannya dia bila mengetahui sesuatu yang telah sangat merusak kehidupannya baru saja diperbuat oleh Dafa.
Ria melangkahkan kakinya menyusuri jalan kecil menuju rumahnya. Kembali, dijalan ini dia selalu berjalan sambil merenungi nasib hidupnya.
Gagal ginjal? Ria cukup pintar untuk tahu bahwa itu adalah jenis penyakit yang berbahaya dan memakan uang cukup banyak.
Tapi rasa nya dia tidak ingin tahu lebih banyak, baginya untuk apa tahu kalau dia sendiri tidak bisa mengobati penyakitnya.
Sesampainya dirumah, Ria masuk kedalam dan untuk ukuran rumah yang sederhana dia dapat langsung menemukan keberadaan ibunya yang sedang berada di dapur.
“Assalamualaikum bu..” Inka langsung menoleh saat suara yang ia kenali menyapanya.
“Waalaikumsalam sayang kamu sudah pulang?” ucap Inka sambil tersenyum, namun senyuman diwajahnya cepat sirna setelah melihat putrinya yang terlihat begitu lemas, seolah tahu anaknya sedang dalam masalah inka pun mulai bertanya “Ada apa Ria kenapa wajahmu bersedih?”
Namun bukan Ria Namanya jika dia mau membagi kesusahannya pada orang lain, walaupun itu orang tuanya sendiri. “Tidak apa-apa bu aku hanya lelah, aku akan melihat ayah dulu.”
Ria langsung bergegas pergi ke kamar dimana ayahnya berada. Matanya mulai mengembun, kala berada didepan pintu kamar ayahnya seolah kaki Ria tak mampu untuk sekedar melangkah masuk, apalagi untuk bercerita mengenai penderitaan yang baru saja dia terima hari ini.
Dadanya sesak, hatinya rapuh kala tempatnya berbagi cerita biasanya. Kini sedang tertidur lemah di atas Kasur lusuh, dia tak tahu lagi harus membagi beban nya kemana walaupun hanya untuk sekedar bercerita.
Bahu yang selama ini menguatkannya, tangan yang selama ini menghapus air matanya, menggenggam erat tangannya dan selalu membuatnya Bahagia, kini lemah terkulai bahkan untuk sekedar menggerakan jarinya saja sang ayah tak mampu.
Ya, ayah Ria mengidap kelumpuhan total hasil dari Stroke yang dideritanya.
“Ayyyaah..” Panggil Ria dengan suara yang pelan, walaupun sang ayah tak membuka matanya namun dia yakin sang ayah mampu mendengar suaranya.
“Ayah Ria mampir sebelum pergi ke kafe, Ria sudah menebus obat ayah.” Ria menggenggam tangan ayahnya yang masih belum mau membuka matanya, sedangkan mata Ria sudah mengembun dan butiran air yang mengalir tak mampu Ria tahan setiap melihat kondisi ayahnya.
“Ria baik-baik saja ayah, anak ayah kuat kita sudah terbiasa hidup dengan cobaan kan ayah? Ayah selalu bilang jika Ria bersabar Ria pasti Bahagia kelak.” Ria berbicara seolah sang ayah bisa mendengar dan membuatnya tenang.
Mencoba tersenyum, walaupun jika sang ayah membuka matanya tentu ayah akan tahu bahwa anaknya sedang berbohong.
“Ria akan kuat dan bersabar, Ria akan membuat ayah sehat Kembali dan membuktikan pada dunia bahwa kita bisa Bahagia ayah.” Pandangan matanya terus mengarah pada wajah yang sedang terpejam itu.
Ria menundukan kepala nya, membenamkan wajah nya ke tubuh sang ayah. Air mata nya luruh, terjun bebas. Rasa nya Ria tak sanggup lagi, dia membutuhkan sang ayah, dia ingin kehidupan nya yang dulu bahagia.
Namun dia sadar itu adalah hal yang tak mungkin, Ria memejamkan mata nya, mencoba tuk melupakan segala kenangan buruk yang menerpa nya setelah sang ayah jatuh sakit.
“Ria pergi lagi ayah, sebentar lagi Ria harus bekerja di café. ayah lekas sembuh Ria menunggu ayah.” Ria menghapus kasar air matanya, dia mencoba tersenyum Seraya mencium tangan dan juga dahi ayahnya.
Ria pun bergegas meninggalkan ruangan ayah nya itu, sebelum langkahnya menjauh Ria kembali membalikan pandangan nya pada sang ayah. Berharap saat itu sang ayah mendadak membuka pandangan nya.
“Ibu.. Ria pergi lagi ya.” Inka menyambut uluran tangan putrinya itu sambil menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan
“Ria.. apa tidak sebaiknya kamu berhenti bekerja? Badanmu sekarang terlihat kurus nak.” Ria kemudian menatap ibunya dengan senyuman yang dia berikan.
“Ibu ini bicara apa, kalau Ria tidak bekerja bagaimana kita mendapatkan uang tambahan lagian Ria kurus bukan karna kelelahan. Ria sengaja diet bu, sekarang lagi trend badan seperti Ria.” Senyuman terus terukir selama Ria berbicara kepada ibunya itu.
“benar kamu tidak berbohong pada ibu? Lagian kalau benar diet jangan berlebihan juga. Kamu lebih terlihat cantik jika badanmu sedikit berisi.” Ria Kembali tersenyum kepada ibunya, dan langsung bergegas meninggalkan rumah untuk pergi ke café.
Ya, Ria tidak beristirahat dirumah sesuai perintah dari Dafa. Melainkan dia tetap menjalankan kesehariannya dengan pergi bekerja di kafe setelah pulang kuliah.
TBC🌝
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!