Pagi hari, setelah sholat subuh. Arini bergegas kedapur.
Ia membuat sarapan untuk mereka sekeluarga.
"Ini kopi untuk mas Ilham, Teh untuk Ibu, dan susu untuk Siska." ucapnya sumringah.
"Terimakasih!" jawab mereka serempak.
"Aku akan pulang agak malam. ada rapat dengan bagian pemasaran di kantor." ucap Ilham sambil mengunyah sarapannya.
"Kalau Ibu ada pertemuan dengan ibu- ibu pengajian dari kampung sebelah," ujar Bu Lastri tak mau kalah.
" Aku juga akan pulang terlambat. ada tugas kelompok yang harus di kerjakan di rumah teman." kata Siska.
"Baiklah.. kalau begitu aku sendiri akan terlambat juga!"
Semua mata memandangnya aneh.
" Aku juga terlambat hari ini, karna cucian dan pekerjaan rumah yang lainya menumpuk!" mendengar gurauan Arini
mereka tertawa bersama.
"Aku pikir...." ucap Ilham lega.
"Rin, siapkan tas dan payung iBu!"
Dengan cekatan Arini menyiapkan yang mertuanya minta.
Lalu dia menyiapkan tas kantor dan bekal untuk suaminya.
"Mas, ini bekal makan siangnya, di makan ya!"
Ilham mengangguk dan berkata,
"Terima kasih Rin!"
Sebelum berangkat tak lupa Ilham mencium kening istrinya.
Arini melepas kepergian suaminya dengan penuh cinta.
Setelah semuanya pergi, kini ia sendirian di rumah. bersih- bersih rumah mengepel mencuci memasak dan sebagainya.
itulah rutinitas yang ia jalani setiap harinya. Namun Arini tak pernah mengeluh sedikitpun.
Dia bahagia menjalaninya.
Kadang kalau lagi dapat bonusan dari kantornya, Ilham mengajaknya keluar. walaupun hanya sekedar makan di warteg, itu sudah sangat membuatnya tersenyum bahagia.
"Rin, apa kamu bahagia dengan hidupmu sekarang ini?" pernah pertanyaan itu terlontar dari sahabatnya, Melinda.
Dan apa jawaban Arini saat itu?
"Mel, kebahagiaan tidak bisa di ukur dengan materi dan jabatan atau sejenisnya.
mungkin kau melihatku hanya seorang ibu rumah tangga biasa. tapi aku enjoy menjalaninya, tidak ada paksaan. mungkin itulah yang membuatku bahagia.
kau belum merasakan bagaimana rasanya menyiapkan sarapan, bekal makan siang dan menyambut suami saat pulang,"
"Aah sudahlah jangan mulai berfilsafat, ini bukan seminar!" ledek Melinda saat itu.
"Riin, tolong ambilkan minyak urut di lemari Ibu!" teriak Bu Lastri membuyarkan lamunan Arini.
Ia bergegas mendekati mertuanya dengan minyak di tanganya.
"Rasanya pegal sekali. berjam-jam harus berdiri karena kekurangan tempat duduk!" omel wanita paro baya itu.
"Kalau tau begitu, kenapa Ibu tidak pulang duluan saja?" ucap Arini sambil memijat kaki mertuanya dengan minyak urut.
"Kalau bisa, tidak mungkin Ibu sampai merasakan pegal seperti ini.!" jawab Bu Lastri kesal.
"Iya, sudah. Arini pijitin biar berkurang pegelnya."
Saat itu Siska nongol di pintu.
"Mbak, bisa bikinin nasi goreng?" ucapnya memohon.
"Jangan manja! gak lihat Arini lagi pijetin Ibu? belajar bikin sendiri kenapa?" bentak ibunya.
"Bukannya aku manja Bu, tapi setiap aku bikin tak seenak buatan mbak Arini!" keluh Siska.
" Iya sudah, biar mbak bikinin. ibu tunggu sebentar ya..!" Arini meninggalkan mertuanya yang ngedumel sendiri.
Saat sibuk di dapur. Ilham datang dan memeluknya dari belakang.
"Setiap hari , setiap saat kau selalu sibuk, kalau tidak dengan Ibu, pasti dengan Siska." Ilham bergumam kesal.
"Maas, kok gitu ngomongnya? mereka ibu dan adikmu lho!" canda Arini.
"Memaaang... tapi aku sebagai suamimu juga butuh di perhatikan!" ucap Ilham merajuk.
"Pokoknya setelah ini, aku tunggu di kamar." bisik Ilham di telinga istrinya.
Arini tersenyum melihat tingkah suaminya.
"Mbaak, udah jadi belom?" teriak Siska dari ruang makan.
Arini bergegas mengantar sepiring nasi goreng kepada Siska.
Dengan lahapnya gadis itu menyendok nasi goreng ke mulutnya.
tanpa basa-basi ataupun terimakasih.
Namun Arini sudah terbiasa dengan semua itu.
Setelah itu dia bergegas kekamar karna Ilham sudah menunggunya.
"Riin, sudah jadi nasi gorengnya?" teriakan Bu Lastri menghentikan langkah Arini yang sudah di depan pintu.
"Iya, sudah Bu." katanya sembari mendekati orang tua itu.
"Ibu butuh sesuatu?"
"Ibu hanya butuh di pijat sedikit, kamu bisa, kan?"
Arini menjadi bingung hendak menjelaskan pada mertuanya, kalau Ilham sedang menunggunya di kamar.
"Tapi mas.. ". belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Bu Lastri sudah memotongnya.
"Kalau tidak bisa, ya sudah sana!" ucap wanita itu setengah merajuk.
Arini tak tega melihatnya.
"Baiklah, Bu."
Pada akhirnya dia memijat kaki mertuanya sampai wanita itu tertidur.
Perasaan Arini tidak enak. ia membayangkan kejengkelan suaminya yang lama menunggu.
Benar saja. saat Arini Masuk kamar, Ilham sudah tertidur dengan membelakanginya.
Ia mendesah pelan.
Arini sudah hafal betul
kalau Ilham sampai ngambek, bisa betah sampai 2 hari akan mendiamkannya.
"Maafin aku Mas!" ucapnya penuh penyesalan.
****
Esok harinya,
Ilham masih mendiamkannya.
Arini tetap beraktifitas seperti biasa.
Tak lupa dia menyiapkan kotak bekal untuk suaminya itu.
Hati-hati ya Mas!" ucapnya sambil mencium tangan suaminya itu.
Namun Ilham tetap cuek.
"Kenapa dengan Ilham Rin?" tanya Bu Lastri yang melihat gelagat tidak enak dari putranya.
Arini merasa bingung bagaimana menjelaskannya.
"Aah.. sebenarnya tidak apa-apa Bu, nanti juga baik sendiri," jawab Arini seadanya.
"Oh ya, Rin. nanti siang ada teman Ibu yang mau datang. tolong masak yang enak ya!"
ucapnya setengah memerintah.
Arini hanya mengiyakan setiap apapun yang di minta ibu dan suaminya.
Siang itu Seorang teman ibunya benar- benar datang.
Arini menyalami wanita berhijab besar itu dengan santun.
"Ini siapa Bu Las?" tanyanya menunjuk ke arah Arini.
"Ini Menantu saya jeng!" jawaban Bu Lastri terdengar lamat-lamat sampai di telinga Arini yang sedang sibuk di dapur.
"Menantu? dia kerja, begitu?" ucap wanita itu, Bu Lastri menggeleng.
"Maksud saya, Bu Lastri beruntung, di zaman sekarang masih ada menantu yang mau bekerja di dapur. kebanyakan sekarang para menantu itu wanita karier. seperti menantu saya, dia bekerja, sambil mengurus anak dan suami!" ucap wanita itu semangat.
Bu Lastri termenung di buatnya.
Arini tersenyum tipis mendengar nya.
"Dia kira aku tidak tau dunia kerja?"
Kemudian dia sengaja menghampiri kedua wanita yang beda generasi dengannya itu.
"Ibu, makanannya sudah siap!" ucap Arini hormat.
Ketika hendak kembali masuk, wanita itu menahannya.
" Kau bisa temani kami mengobrol disini?"
"Maaf sekali Tante, di dalam masih banyak pekerjaan." Arini menolaknya dengan halus.
"Kalau menantuku itu, gajinya lumayan banyak! setiap akhir pekan dia selalu mengajak kami jalan-jalan!" ucapnya semakin menyombongkan diri.
Bu Lastri mulai mencerna kata-kata temanya itu.
Dari awal Ilham menikah sampai sekarang, dia belum pernah merasakan yang namanya jalan-jalan. kalau kebetulan Ilham dan Arini pergi, paling pulangnya dia hanya di belikan martabak atau bakso.
"Jangan sampai Ibu kemakan bualan temanya itu," pikir Arini khawatir.
💞Hai para readers.. mohon dukungan like komen dan votnya ya 🙏🙏
"
T
Obrolan mertua dan temanya itu semakin membuat panas telinga Arini.
"Kalau Menantuku, memang tidak kerja kantoran, tapi dia pintar masak, ngurus rumah dan sebagainya,. tapi memang siih aku tidak pernah di ajak jalan-jalan oleh anak dan menantuku!" tukas Bu Lastri mendesah kecewa.
"Pintar ngurus rumah itu memang penting bu Lastri. tapi kalau menantu bisa cari uang juga kan lebih membanggakan." Bu Lastri terdiam.
"Apalagi di usia kita ini, sangat perlu di manja oleh anak menantu dan cucu?" timpalnya lagi.
Cucu? seketika mata Bu Lastri menyipit.
"Kenapa Bu?" tanya temannya.
"Ah tidak apa-apa, silahkan di cicipi makanannya!" jawab Bu Lastri. ia mencoba menyembunyikan perubahan wajahnya.
kata-kata terakhir temannya itu telah menganggu pikirannya.
Sampai tamunya pamit untuk pulang pun wajah Bu Lastri masih murung.
Arini bisa membaca kegelisahan mertuanya itu.
"Ini pasti gara-gara di singgung soal cucu." pikir Arini gelisah.
Menginjak usia pernikahannya yang sudah empat tahun. memang wajar seorang ibu mertua mempertanyakan cucu. tapi Arini tak kurang usaha. dengan mendatangi berbagai dokter spesialis. walaupun Ilham tidak terlalu menuntutnya untuk punya anak. tapi Arini merasa khawatir juga.
"Aku tidak mau ikut periksa kesehatan. aku sehat Rin!" ucapnya waktu itu
Arini tak mau memaksa. ia faham hal semacam itu sangat sensitif bagi seorang pria. harga dirinya akan terluka bila hasilnya menyatakan dia yang bermasalah.
Arini sangat menjaga perasaan suaminya itu.
"Sudahlah, buang-buang uang saja! kalau belum di kasi oleh yang kuasa emang kenapa? tidak usah ngoyo! toh kita tetap bahagia walaupun tanpa kehadiran seorang anak. iya, kan?" begitulah selalu cara Ilham menenangkannya.
Tapi mengingat waktu dan usia yang terus berjalan, tak urung membuat Arini khawatir juga.
Suaminya mungkin bisa di beri pengertian, tapi mertuanya?
Arini merasa pusing memikirkan hal itu.
"Bu, ini teh hangatnya!"
Arini meletakkan secangkir teh lengkap dengan camilannya.
Bu Lastri menatapnya sebentar.
"Rin, Ibu mau dengar suara tangis anak kecil disini!" ucapnya tiba-tiba.
Arini mendesah panjang.
"Ibu, nanti kita bicarakan lagi ya, sekarang ibu tenang dulu!" bujuk Arini.
Namun Bu Lastri menepis tangannya.
"Aku mau istirahat, jangan ada yang ganggu!" ucapnya ketus.
Arini mengelus dada.
Hari sudah sore saat Arini melihat sebuah mobil mewah memasuki halaman rumah.
"Siapa ya, tidak mungkin Siska!" gumamnya penasaran.
Dengan hati penuh tanya, Arini mendekati mobil itu.
Arini kaget saat melihat suaminya keluar di papah oleh seorang wanita cantik.
Dia mencoba menata hatinya. dia masih berpikiran positif.
"Mas Ilham kenapa?" tanyanya panik.
" Mas Ilham tiba- tiba pingsan di tempat rapat." ucap wanita yang terlihat cantik terawat itu.
Ilham duduk di kursi ruang tamu. wajahnya terlihat pucat.
"Kenapa bisa seperti ini mas?" tanya Arini cemas.
"Tidak usah khawatir Rin, aku tidak apa-apa, cuma pusing saja."
Jawab Ilham dengan suara lemah.
Mendengar suara ribut-ribut di ruang tamu, membuat Bu Lastri keluar dari kamarnya.
"Eeh Ilham kenapa?" ucapnya cemas saat melihat keadaan putranya.
"Ibu tenang saja, aku hanya pusing sedikit," kilah Ilham.
Mata Bu Lastri menelisik sosok wanita yang duduk tidak jauh dari Ilham.
"Oh iya, ini Ratna, dia teman kantor ku, Bu!" ucap Ilham .
Ratna menyalami Bu Lastri dan Arini.
"Ini pasti Arini, kan?" tebaknya saat menyalaminya.
"Mbak tau darimana?" tanya Arini penasaran.
"Mas Ilham selalu cerita tentang istrinya."
Arini tersenyum melirik suaminya.
"Rin bikinkan minuman buat tamu kita!!" perintah Bu Lastri.
Arini bergegas kedapur untuk membuat minuman.
Sementara itu Bu Lastri mengobrol hangat dengan Ratna. ia sangat kagum dengan sosok wanita di depannya.
"Jadi kalian satu kantor?"
"Iya, Bu. bahkan kami satu tim." ucap Ratna tersenyum.
Bu Lastri tersenyum sambil membathin.
" Dia sangat cantik, penampilannya juga mewah!"
"Silahkan mbak!" Arini meletakkan secangkir teh di meja.
Sangat jelas terlihat mertuanya itu mengagumi Ratna. senyum Bu Lastri tak pernah hilang dari bibirnya.
"Terimakasih sudah mengantarku pulang Rat, maaf aku tinggal kekamar dulu!"
"Oh, silahkan mas!" ucap wanita itu sambil bangkit hendak memapah Ilham.
Namun dengan spontan Ilham menolaknya.
"Maaf!" ucap Ratna salah tingkah.
"Rin antar aku kekamar!"
Ilham meraih tangan istrinya.
Setelah Ilham dan Arini masuk kekamar, Ratna terlihat tidak enak hati.
Bu Lastri menghiburnya.
"Tidak Apa-apa nak Ratna, tidak usah di pikirin!" ucap Bu Lastri menepis tanganya ke udara.
Merasa mendapat angin. Ratna menjadi semakin nyaman mengobrol dengan Bu Lastri.
"Arini tidak kerja Bu?" Ratna mulai melancarkan serangannya.
"Tidak, tapi dia mengurus rumah tangga dengan baik kok!" ucapnya bangga.
"Oh gitu ya, memang sebagai wanita kita tidak boleh melangkahi kodrat. tapi akan lebih baik lagi jika seorang wanita bisa mengerjakan dua-duanya sekaligus!." ucapnya tersenyum kecil.
"Contohnya saya, walaupun sibuk di kantor tapi pekerjaan rumah juga tidak terbengkalai!"
"Wah hebat sekali nak Ratna ini!" Bu Lastri semakin di buat kagum.
"Kamu kerjakan sendiri pekerjaan rumah walau sambil kerja?"
"Eehem..!"
Ratna dan mertuanya seketika diam saat mendengar Arini berdehem.
"masih disini mbak? kirain sudah pulang?" sindir Arini.
"Dia sudah mau pulang, tapi ibu yang menahannya!" sergah Bu Lastri tidak suka.
"Kalau begitu, saya permisi dulu mbak Arini, Bu!" ucapnya membungkuk dan keluar dari kamar tamu.
Bu Lastri mengantarnya sampai halaman.
" Tak seharusnya kau bersikap begitu sama orang yang telah menolong suamimu!" ucap Bu Lastri dengan nada kesal.
" Lho memangnya aku ngomong apa Bu?" tanya Arini membela diri.
"Sudahlah, berdebat sama kamu itu nggak akan ada habisnya!" Bu Lastri berkata sambil menutup pintu kamarnya dengan keras.
Arini sampai menutup kedua telinganya.
"Sangat menjengkelkan hari ini! tadi tamunya ibu, sekarang temannya mas Ilham, keduanya membawa dampak yang tidak baik di keluarga ini!" keluh Arini.
Setelah kepergian Ratna, Siska datang berboncengan dengan seorang pria.
"Selamat sore mbak!" ucap Rendi teman Siska.
"Kalian darimana, jam segini baru pulang?". tegur Arini dengan nada di atur setenang mungkin.
"Kalian harus jaga sikap. jangan suka keluyuran, kalau jam kuliah sudah usai langsung pulang!" nasehat Arini lembut.
"Kami habis mengerjakan tugas kelompok mbak!" jawab Siska bete. ia terlihat tidak suka dengan kerewelan Arini.
"Ketimbang mbak ceramah, mendingan ambilin kita minum kenapa? kami haus!" Siska memegangi lehernya yang terasa kering.
Arini menghela nafas panjang.
Kalau tidak ingat Ilham sangat menyayanginya. rasanya tak sudi melayani Siska.
Arini kembali keruang tamu sambil membawakan nampan berisi minuman.
Ia terkejut melihat Siska dan Rendi yang langsung berdiri dengan salah tingkah.
Siska terlihat merapikan rambut dan bajunya yang berantakan.
Arini memandang mereka bergantian
"Maaf mbak! aku tidak ,ngapa-ngapain!" ujar Siska ketakutan.
❤️Dukunganya ya say!!🙏🙏
"
Arini menghela nafas panjang.
"Mbak, jangan bilang ibu atau mas Ilham ya!" ucap Siska dengan sorot mata memohon.
Arini masih terpaku di tempatnya berdiri.
"Maaf Ren, bisa kami bicara berdua saja?" ujar Arini pada Rendi.
"Saya mohon pamit mbak!" ucapnya lalu lari terbirit-birit.
"Siska.. kamu sudah mbak anggap sebagai adik mbak sendiri. karena itu, mbak ingin bilang, jangan rusak masa depan mu dengan berbuat di luar norma" ujar Arini duduk di samping Siska.
"Iya, mbak, aku salah! tapi boleh nggak, ceramahnya nanti aja. aku mau ke kamar!" ucap Siska acuh sambil menyeruput minuman dari nampan Arini.
Arini menghembuskan nafas berat.
Lalu ia kembali ke kamar melihat keadaan suaminya.
Ilham terlihat berusaha mengoles punggungnya yang lecet. tapi ia terlihat kesulitan.
Arini mengambil alih salep itu.
"Kenapa bisa lecet disini Mas?" tanya Arini sambil mengoleskan salepnya.
"Aku juga tidak tau, mungkin pas jatuh pingsan membentur sesuatu." jawab Ilham.
Arini tertegun sejenak. bau apa ini? ia seperti mencium bau yang lain seperti biasanya dari tubuh suaminya.
ini jelas bukan parfum suaminya.
ini seperti parfum wanita.
"Ah, aku tidak boleh berprasangka buruk, mas Ilham orang jujur. dia sangat mencintaiku!" hibur hatinya sendiri.
"Makasih ya, Rin!" ucap suaminya itu seperti biasa.
Arini berusaha bersikap seperti biasa pula.
Ia juga ingin menceritakan tentang keluhan ibunya, tapi melihat kondisi Ilham Arini mengurungkan niatnya.
Hari sudah sore menjelang magrib.
Arini teringat kalau persediaan gula sudah habis. biasanya sebelum tidur suaminya akan minta di buatin kopi.
"Sebaiknya aku beli ke warung Mpok ipah sebelum hari gelap."
ucapnya sendiri.
Karna di lihatnya sepi, Arini pergi diam-diam tanpa pamit pada siapapun.
"Mpok, gulanya 2 kelo saja!' ucapnya pada Mpok ipah si pemilik warung.
"Untung warung lagi sepi. biasanya jam segini berjubel orang belanja!" pikir Arini.
"Iya, Neng, Eh sudah tau belum berita yang lagi viral di kompleks kita ini?" tanya Mpok Ipah semangat.
Arini menggeleng. dia memang tidak tau, bahkan tidak ingin tau.
" Sayang sekali. keluarga yang kelihatan harmonis itu harus berpisah!" ucapnya pelan.
"Berpisah? maksudnya cerai Mpok?" tanya Arini terpancing juga.
"Iya, mas Farhan suaminya neng Tuti itu lho,. dia kedapatan selingkuh oleh istrinya. kasian neng Tuti. padahal dianya istri yang penurut dan baik. masih tega saja suaminya selingkuh." Mpok Ipah masih menggerutu.
"Bukannya gimana-gimana Mpok, saya prihatin atas apa yang sudah menimpa mereka, tapi alangkah baiknya kita tidak usah ikut memperbesar masalah dengan menyebarkan gosip. kita doakan yang terbaik buat mereka." kata Arini seraya membayar belanjaannya.
Mpok Ipah terlihat tidak senang oleh tanggapan Arini.
"Sok alim! suaminya sendiri yang selingkuh baru tau rasa!" bathin Mpok Ipah.
Ia memang terkenal suka bergosip dan menggunjing. tapi Arini tak pernah menghiraukannya, mungkin karna itu pula Mpok Ipah kurang respek padanya.
Di perjalanan pulang, kata - kata Mpok Ipah kembali terngiang.
"Mas Farhan, orang yang terkenal supel, dan ramah. suka membantu orang yang lagi kesusahan. apalagi istrinya si Tuti sangat cantik. apa mungkin dia selingkuh? apa kurangnya Tuti?
Arini jadi teringat dengan kejadian tadi saat mengoleskan salep di punggung suaminya.
Apa benar itu bau parfum wanita?
"Aah.. tidak mungkin!" tangannya menepis ke udara
Arini mempercepat langkahnya karna hari mulai gelap.
****
Sesampai dirumah, masih terlihat sepi lampu ruang tengah pun belum menyala.
"Apa ibu masih marah dan mengurung diri di kamarnya?" pikirnya heran.
Arini membuka pintu kamar Bu Lastri perlahan. di sana terlihat sepi.
Setelah meletakkan gula di dapur. Ia melangkah ke kamarnya untuk mengajak suaminya sholat. tapi langkahnya tiba-tiba terhenti karna samar-samar ia mendengar suara dari dalam.
Arini merasa penasaran, dengan siapa gerangan suaminya bicara pelan di kamar tertutup pula.
walau sudah menempelkan telinganya di pintu, ia tidak bisa mendengar dengan jelas.
Setelah beberapa menit Arini merasa tidak sabar.
Ia mengetuk pintu dengan pelan.
" Masuk!" jawab Ilham dari dalam.
Arini membuka pintu, ia melihat Ilham dan Bu Lastri duduk berhadapan di sofa kamarnya.
"Ibu mau mandi dulu,!"
Bu Lastri ngeloyor pergi begitu saja tanpa melihat ke Arini sedikitpun.
" Darimana Rin?" tanya Ilham seolah tak memperdulikan sikap ibunya.
"Beli gula Mas! itu tadi, ibu kenapa? dan apa yang kalian bicarakan di kamar tertutup pula?" tanya Arini beruntun.
Ilham meraih tanganya dan mengajaknya duduk bersebelahan.
"Ibu menanyakan, kapan kita akan memberinya cucu?' jawab Ilham tenang.
Arini menghembuskan nafas lega.
"Memang dari tadi siang ibu risau soal itu Mas! lalu kau jawab apa?" tanya Arini lagi
"Apa lagi? aku bilang kita sudah berusaha, kalau belum di kasi juga ya harus bersabar.
Dan kalau ibu memang sudah kebelet sekali aku suruh minta ke Siska!" Ilham bicara panjang lebar. ia tertawa sumbang.
Arini mencubit pinggangnya.
"Ada- ada saja! minta ke Siska." ucapnya mengulang kata -kata suaminya itu.
Sekilas Arini jadi teringat kejadian tadi sore di teras, antara Siska dan Rendi pacarnya.
Tapi sudahlah! dia berniat akan menceritakannya lain kali saja.
Arini merasa yakin ada yang di sembunyikan oleh suaminya saat itu.
Arini berusaha melupakan apa yang terjadi sepanjang hari itu. ia bersikap seperti biasanya.
Ia teringat kembali gosip yang di sebar Mpok Ipah. tapi dia menepis jauh-jauh prasangka buruknya.
Saat di meja makan pun Bu Lastri tak banyak mengoceh seperti biasa.
Arini yang biasa di cereweti jadi tak enak hati.
Siska juga tidak kelihatan.
"Mana Siska?" itulah satu satunya pertanyaan yang keluar dari mulut mertuanya.
"Biar aku panggil di kamarnya!" Arini bangkit dan melangkah ke kamar iparnya.
"Sis, ayo makan malam dulu!" ujarnya lembut.
namun tidak ada jawaban.
Siska, ibu dan Mas mu menunggu!" ucap Arini agak keras.
"Kalian makan saja! aku sudah kenyang!" teriak Siska dari dalam.
Arini mengalah. dia kembali ke meja makan.
"Gimana?" tanya Ilham penasaran.
"Dia belum mau membuka pintu kamarnya. aku juga tidak tau kenapa."
Tanpa banyak cakap, mereka bertiga menyelesaikan makannya.
Setelah beberes bekas makan di dapur, Arini membuatkan kopi untuk suaminya dan teh hangat untuk mertuanya.
"Bu, ini teh hangatnya,
jangan lupa minum obatnya ya!" ucapnya sambil meletak kan teh hangat dan obat buat mertuanya.
Saat hendak melangkah keluar, Bu Lastri mencegahnya.
"Rin, apa kau masih betah melayani keluarga ini?"
Degh! dada Arini berdegup kencang.
"Kenapa ibu bertanya begitu?" tanyanya antusias.
"Apa aku sudah melakukan kesalahan Bu?" tanyanya lagi.
Bu Lastri menggeleng.
"Sudah, lupakan saja!" ucap Bu Lastri sambil menepiskan tanganya ke udara.
Arini mendesah pelan.
ia keluar sambil menutup pintu dengan pelan.
Rupanya feeling nya benar, bahwa suaminya telah menyembunyikan sesuatu.
Arini membawakan makan malam Siska ke kamarnya.
"Sis.. mbak bawakan makanan kesukaanmu.!" ucapnya sambil membuka pintu yang ternyata tidak di kunci.
Raut wajah Siska masih terlihat jutek.
"Di makan ya!"
Arini meninggalkan kamar iparnya itu.
Hatinya semakin gelisah. apa sebenarnya yang sudah terjadi yang tidak dia ketahui.
💞Mohon dukungannya! dengan like komen dan vote nya🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!