Seorang wanita sedang berlari tergesa-gesa meninggalkan kamar hotel tempat ia di bawa. Ini ketiga kalinya wanita itu kabur dari anak buah Mami Niki, sang mucikari yang menjualnya kepada pria hidung belang. Meski dengan napas ngos-ngosan wanita itu masih terus berlari sejauh mungkin. Kali ini ia tidak boleh tertangkap lagi. Jika tidak ingin tamat riwayatnya.
Di dalam basement yang sepi itu, sekilas terdengar suara kegaduhan. Wanita itu langsung berhenti berlari, kemudian memilih bersembunyi di balik mobil-mobil yang terparkir ketika netranya menangkap adegan pengeroyokan oleh beberapa orang preman.
Astaga mengapa banyak sekali kejahatan di dunia ini. Batinnya.
Wanita itu semakin menunduk ketika melihat anak buah Mami Niki mendekat. Kedua pria yang tadi mengejarnya kemudian berbalik lalu pergi setelah melihat beberapa orang preman menghajar seseorang.
Wanita itu masih terus bersembunyi menyaksikan adegan pengeroyokan itu. Hampir saja ia menjerit saat melihat seorang preman menancapkan sebuah pisau di perut pria yang sudah tidak berdaya itu. Setelah itu mereka pergi begitu saja.
Setelah dua buah mobil preman itu pergi dan memastikan tidak ada orang lain di sana, wanita itu segera keluar dari persembunyiannya. Ia segera mendekat ke arah pria yang sedang terkapar. Pria itu merintih menahan kesakitan.
"Syukurlah masih sadar." wanita itu kemudian menggeledah pakaian pria itu ingin mencari ponsel untuk meminta bantuan. Tapi, ia lebih dulu menemukan kontak mobil di salah satu saku jas yang di kenakan pria itu. Di tengah kepanikannya wanita itu langsung menekan kontak mobil dan beruntung mobil itu tidak jauh dari sana. Dengan susah payah ia menyeret tubuh pria itu masuk ke dalam mobil. Setelah berhasil ia langsung masuk ke kursi pengemudi.
"Ini mobil mewah. Bagai mana ini ?" wanita itu mencoba menarik napasnya untuk menenangkan diri. Ia memang bisa menyetir tapi belum pernah menyetir mobil mewah.
"Oke. Fokus Ana. Kau pasti bisa." ia menyemangati diri sendiri.
Saat ini ia tidak lagi memikirkan tentang dirinya yang melarikan diri dari Mami Niki, fokusnya hanyalah bagaimana bisa menyelamatkan nyawa orang. Ia segera menyalakan mesin mobil dan menjalankan mobil itu keluar dari basemen untuk menuju ke rumah sakit terdekat.
"Woy, itu dia ! Jangan kabur !"
Dua orang anak buah Mami Niki ternyata masih ada dan sialnya ia melihat wanita itu mengendarai mobil. Wanita itu terus melajukan mobilnya meskipun di hadang oleh kedua pria itu. Jika saja keduanya tidak segera menyingkir, bisa di pastikan ia akan menabrak kedua orang itu.
Beberapa menit kemudian wanita itu sudah sampai di sebuah rumah sakit Medika Sejahtera. Sebuah rumah sakit milik keluarga Mark yang baru beberapa bulan di resmikan.
"Tolong, ada pasien darurat." jerit wanita itu begitu keluar dari mobil.
Beberapa orang perawat yang berjaga di ruangan UGD langsung sigap melakukan tugasnya, meskipun sebelumnya mereka sempat merasa heran.
Pria itu pun langsung di tangani, dokter segera melakukan operasi pada luka tusukan di perut pria itu. Seorang perawat menyerahkan barang milik pasien kepada wanita itu termasuk baju jas yang di kenakan oleh pria itu.
Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Wanita itu duduk di depan ruang operasi. Ia kemudian mengambil jas pria yang di tolongnya itu untuk menutupi tubuhnya yang hanya menggunakan gaun singkat tanpa lengan. Ia juga menaikkan kedua kaki telanjangnya ke atas kursi. Sepasang hels yang ia kenakan tadi entah ditinggalkannya di mana saat ia berlari dari kejaran anak buah Mami Niki.
Wanita itu menghembuskan napas berat. Setelah ini ia tidak tau harus pergi ke mana. Setiap kali melarikan diri, ia pasti akan tertangkap lagi oleh anak buah Mami Niki. Tapi setidaknya malam ini ia bisa tidur tenang dengan bersembunyi di rumah sakit ini. Lagi pula ia harus menyerahkan dompet dan ponsel milik pria yang di tolongnya tadi dan juga harus bertanggung jawab sebagai keluarga pasien.
Suara derap langkah dan bunyi khas peralatan rumah sakit mulai terdengar setelah keheningan yang terjadi semalam. Seorang wanita yang sedang tertidur di kursi depan ruangan operasi sejak tadi malam mulai mengerjabkan matanya.
"Astaga aku kesiangan." wanita itu segera bangun dan melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Ia membenarkan rambut dan pakaiannya, kemudian memanggil salah seorang perawat yang melewatinya.
"Mba, pasien yang di operasi tadi malam di mana ya ?" tanya wanita itu.
"Maaf, atas nama siapa ya ? coba anda tanyakan ke bagian informasi di depan." perawat itu baru berganti sif pagi ini, jadi ia tidak tahu siapa yang di maksud oleh wanita itu.
"Baik, terima kasih."
"Selamat pagi, nona." sapaan dari seorang perawat mengurungkan langkah kaki wanita itu untuk menuju meja informasi.
"Selamat, pagi." balasnya sopan.
"Nona sedang di tunggu Tuan Sky sekarang." wanita itu mengkerutkan keningnya ketika mendengar sebuah nama yang cukup asing itu.
"Silahkan ikut saya." lanjut perawat itu lagi yang membuyarkan pikirannya.
Wanita itu kemudian mengikuti perawat memasuki lift dan menuju ke lantai tujuh. Sesekali ia meringis merasakan sakit dan dingin di telapak kakinya yang tidak memakai alas sejak tadi malam. Wanita itu tertegun sejenak saat masuk ke ruangan yang katanya ruangan Tuan Sky. Apa ini di ruang rawat rumah sakit ? tapi lebih seperti kamar hotel. Wanita itu memperhatikan kesekeliling ruangan yang begitu mewah seperti kamar VIP hotel bintang lima.
"Apa ini orangnya ?" suara dingin seorang pria yang sedang terbaring di tempat tidur mengalihkan perhatian wanita itu.
Ia melihat wajah pria yang sedang terpasang infus pada tangan kirinya. Benar. Ini pria yang di tolongnya semalam. Sepertinya pria ini bukan orang sembarangan.
"Benar, Tuan." jawab seorang dokter laki-laki yang berdiri di samping tempat tidur. Dokter itu merupakan salah satu dokter yang menangani operasi tadi malam. Ia sempat melihat wanita itu di depan ruangan operasi saat masuk dan keluar dari ruangan itu.
Sky memindai wanita itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, membuat wanita itu menunduk karena malu. Ia ketahuan memakai jas mahal milik pria itu.
"Ah, maaf. Ini barang-barang milik anda, Tuan." wanita itu meletakkan dompet, ponsel dan kontak mobil di atas meja samping tempat tidur.
Kemudian ia meremat ujung jas yang ia kenakan. Tidak mungkin ia akan membuka jas itu karena pakaian yang ia kenakan sangat tidak sopan.
"Berikan imbalan untuknya." perintah pria itu pada seorang pria yang mengunakan setelan jas yang rapi. Mungkin itu asisten pria kaya ini.
"Maaf, Tuan. Saya tidak meminta imbalan berupa uang." kata wanita itu tiba-tiba. Otaknya berpikir cepat ingin bernegosiasi dengan pria itu.
"Jadi apa yang kau inginkan ?" suara dingin bercampur kesal dari pria yang sedang terbaring itu kedengarannya tidak seperti orang sakit.
Sky merasa kesal saat kebaikannya di manfaatkan oleh orang lain, apalagi oleh seorang wanita yang pasti meminta lebih dari dirinya.
"Bisakah kita bicara secara privat ?" wanita itu melirik ke arah dokter dan dua orang perawat yang ada di ruangan itu.
Sky mengembuskan napas kesal dengan banyaknya permintaan wanita itu. Padahal ia hanya ingin memberikan imbalan sebagai rasa terima kasihnya karena telah menyelamatkannya tadi malam. Sky kemudian memberi isyarat untuk menaruh semua orang keluar. Kecuali sang asisten yang tidak akan meninggalkannya dalam situasi apapun. Terlebih setelah kejadian tadi malam.
"Apa yang kau inginkan ?" tanya Sky lagi setelah semua orang keluar.
"Aku tidak minta imbalan uang. Aku hanya meminta perlindungan dari anda." Sky mengkerutkan keningnya mendengar permintaan aneh wanita itu. Tidak biasanya orang menolak jika di berikan uang.
Wanita itu kemudian menceritakan tentang dirinya yang ingin terbebas dari Mami Niki dan anak buahnya. Ia ingin hidup tenang dan sebagai gantinya ia akan bekerja pada Sky tanpa di gaji. Cukup hanya dengan memberinya tempat tinggal dan makan.
Sky menghela napas mendengar cerita tentang wanita itu. Jika saja bukan nyawanya yang diselamatkan oleh wanita itu, Sky mungkin tidak akan menuruti keinginan wanita itu yang ternyata hanyalah seorang wanita malam. Pantas saja penampilannya seperti itu.
"Baiklah." Wanita itu merasa lega setelah mendengar jawaban Sky.
"Terima kasih Tuan."
"Tom, bawa di ke rumah." perintah Sky kepada sang asisten.
Alensky Putra atau biasa di panggil Sky oleh semua orang dan di panggil Al oleh keluarganya adalah seorang dokter sekaligus direktur rumah sakit yang didirikan oleh Melvin Putra. Sepupunya Sky.
Sky merupakan putra pertama dan satu-satunya dari pasangan Marcelino Putra dan Helena. Ia dan kedua orang tuanya sejak dulu tinggal di luar negeri. Sky merupakan seorang pria tampan tapi dingin. Meskipun begitu banyak wanita yang menggilainya.
Saat ini ia di kabarkan dekat dengan seorang model cantik yang bernama Alula. Wanita itu mengklaim dirinya sebagai kekasih dari dokter tampan itu. Meskipun Sky tidak pernah menjelaskan tentang hubungan mereka.
"Sky, apa yang terjadi pada mu ?" suara heboh Alula memecah suasana hening di ruang rawat Sky. Sky yang baru saja ingin melelapkan mata kini kembali membuka matanya.
Alula meletakkan buket bunga yang ia bawa di meja nakas. Lalu ia langsung ingin memeluk sang kekasih.
"Jaga batasan mu, Alula." suara dingin Sky menghentikan gerakan wanita itu. Alula tidak jadi memeluk Sky. Padahal ini kesempatannya untuk melakukan kontak fisik dengan pria dingin itu, di saat Sky sedang lemah.
Sky memang tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis selain dari melakukan tugasnya sebagai seorang dokter. Jangankan untuk memeluk, Sky bahkan tidak pernah bergandengan tangan dengan Alula. Untung saja tampan dan kaya, jika tidak Alula sudah lama meninggalkan Sky.
"Sky, kau sudah sarapan ?" tanya Alula yang kini duduk di samping tempat tidur. Ia melihat semangkuk bubur di meja masih utuh.
"Aku tidak lapar." jawab Sky jujur. Terbaring lemah sebagai pasien memang menghilangkan nafsu makannya.
"Tapi kau harus makan biar cepat sembuh." kalimat yang selalu Sky ucapkan untuk pasiennya kini berbalik padanya.
Alula membujuk Sky dengan lembut, sehingga Sky pun menurut dan akhirnya mau makan meskipun hanya beberapa suap. Selain lembut, Alula juga penurut, karena itulah Sky menerima Alula. Tidak seperti wanita lain yang selalu bersikap over untuk mencari perhatiannya. Tapi, sampai saat ini Sky tidak memiliki perasaan yang lebih untuk Alula.
Sementara itu, saat ini Tom sudah tiba di rumah pribadi milik Sky. Rumah mewah yang tidak begitu besar tapi cukup nyaman untuk tempat tinggal.
"Siapa nama anda Nona ?" Tom bertanya kepada wanita yang ia bawa dari rumah sakit tadi.
"Nama ku Anastasia, Tuan." jawab wanita yang biasa di panggil Ana. Saat ini ia tidak memiliki satu pun identitas karena semuanya tinggal di rumah lamanya.
Tom kemudian menanyakan beberapa informasi mengenai Mami Niki dan sesuai kesepakatan antara wanita ini dan Tuannya maka Tom akan menemui Mami Niki untuk membebaskan Anastasia.
"Silahkan tanda tangan di sini." Tom menyerahkan surat perjanjian yang baru saja ia buat.
Anastasia tidak langsung menandatangani surat perjanjian itu. Wanita itu terlebih dulu membacanya. Ia tidak mau terjebak untuk ke dua kalinya.
Menjadi pembantu di rumah ini selama dua tahun. Tidak terlalu buruk bagi Anastasia dan ia pun segera menandatangani surat perjanjian itu.
Tom mengenalkan Ana kepada seorang wanita paruh baya yang bernama Bibi Mey, pembantu rumah tangga di sini. Sudah dua tahun Bibi Mey dan Pak Jono, suaminya bekerja di rumah Sky. Sejak Sky baru datang ke negara ini dan bekerja di sebuah rumah sakit. Sebelum akhirnya ia di angkat jadi Direktur Rumah Sakit Medika Sejahtera yang baru di resmikan beberapa bulan yang lalu.
Tom mengenalkan Ana sebagai pembantu baru di sini. Pria itu menyerahkan kepada Bibi Mey untuk memberitahukan tugas-tugas yang harus Ana lakukan. Bibi Mey sangat senang karena mendapatkan teman baru. Ana juga sepertinya anak yang penurut dan rajin.
"Sebaiknya kau membersihkan diri dulu, nak." kata Bibi Mey yang melihat penampilan Ana yang berantakan. Wanita paruh baya itu tidak kuasa untuk menanyakan apa yang terjadi kepada Ana.
"Bolehkah aku meminjam pakaian Bibi ?" pinta Ana sopan. Ia tidak memiliki apapun saat ini.
"Boleh. Nanti Bibi berikan."
Bibi Mey kemudian membawa Ana ke sebuah kamar yang tak jauh dari dapur. Kamar yang tidak begitu besar tapi cukup bersih dan nyaman.
Tak berapa lama kemudian, Bibi Mey datang lagi ke kamar Ana dengan membawa satu tas pakaian. Pakaian lamanya yang masih bagus hanya saja ukurannya sudah tidak muat lagi untuk Bibi Mey yang semakin berisi. Juga beberapa buah dalaman yang masih baru dan belum di pakai.
"Terima kasih, Bibi Mey." Ana dengan senang hati menerima pemberian dari Bibi Mey. Tidak masalah dia menggunakan pakaian bekas dari pada memakai pakaian bagus tapi sebagai Pelac*r.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!