Selamat! Membaca 🤗
"Alesha, sini Nak,"panggil seorang wanita berkulit putih dan memiliki senyum yang sangat indah dan teduh, pada Putrinya.
Ia adalah Aliya. Wanita berusia 35 tahun yang memiliki kepribadian dan wajah bagai Bidadari Khayangan.
"Iya Bu,"dengan berlari kecil, Gadis yang bernama Alesha menghampiri Ibunya.
"Alesha, Ibu mau ke Butik dulu ya Nak. Tetap di Rumah bersama Bibi, dan jaga Adik-adikmu,"pesan Aliya pada Putri sulungnya.
"Iya Bu, tapi..! Apa Ibu akan pergi lama, aku ada Les Piano jam 03.00 sore nanti, Ibu akan mengantarkan aku kan?"
"Aku juga ada latihan bola jam 04.00 sore nanti Bu, Ibu antarkan aku ya?"
Sahut Albara, yang muncul dari lantai atas menuruni anak tangga di Rumah mewah yang ditinggali keluarga Aliya, 11 tahun silam.
Albara adalah. Anak kedua Aliya.
"Iya sayang, Ibu akan mengantarkan kalian, dan Ibu akan mengusahakan untuk pulang sebelum jam 03.00 sore,"sahut Aliya pada Anak-anaknya.
Ketika Aliya ingin melangkahkan kakinya keluar Rumah, tiba-tiba Almaira menangis meminta Ibunya untuk tidak pergi.
Almaira, Putri Bungsu Aliya.
"Ade di sini saja ya, kan ada Kak Alesha dan Kak Albara,"kata Bi Rina yang sudah bekerja di Rumah itu sejak 9 tahun silam.
Almaira tetap menangis dan tidak mengijinkan Ibunya pergi. Meskipun sudah di bujuk dengan Bi Rina dan kedua Kakaknya.
Karena Almaira menangis tanpa henti, Aliya pun memutuskan untuk membawa serta Putri Bungsunya itu.
🌺🌿🌺🌿
Sepanjang perjalanan menuju butik, Almaira. Balita imut yang masih berusia 4 tahun itu masih saja rewel, bahkan ia meminta turun dari mobil yang dikendarai Pak imam, Sopir Aliya.
Pak Imam lah yang biasa mengantarkan Aliya kemanapun pergi, termasuk ke Butiknya.
Aliya.
Wanita cerdas dengan segudang prestasi dan juga cantik, ia sangat pandai dalam berbisnis dan segala hal. Salah satu bisnisnya yang tengah berkembang pesat adalah Butik yang ia bangun 5 Tahun yang lalu, bukan hanya satu cabang. Sudah ada beberapa cabang yang Aliya miliki di berbagai Kota.
Meskipun Aliya wanita karir yang sangat sukses, tapi ia selalu mengutamakan keluarganya, ia tidak pernah melewatkan sedikitpun momen penting bersama Suami dan Anak-anaknya.
Setiap hari Aliya meluangkan waktu untuk membuat sarapan, menyiapkan keperluan Suami dan Anaknya, mengantar Sekolah dan menemani belajar Putra-putrinya.
Aliya.
Wanita lembut penuh dengan kasih sayang.
Anak-anaknya selalu menggambarkan sosok Aliya bagi seorang Pri dengan sejuta keindahan dan kebaikan.
Aliya juga selalu memanjakan Anak-anaknya, sedikitpun ia tidak pernah membentak apalagi memarahi Putra-putrinya.
Selain memiliki 3 orang Anak yang lucu dan pintar, Aliya juga memiliki Suami yang sangat pengertian dan penuh kasih sayang.
Iya adalah Alwin, lelaki berusia 38 tahun.
Alwin sosok Pria yang bertanggung jawab dan penyayang, Alwin terlahir di keluarga sederhana, ia memiliki usaha Bengkel Motor sederhana yang ia bangun dengan jerih payah sendiri.
Dan lokasinya tidak jauh dari Rumah yang dia tinggali bersama Anak Istrinya.
Di bengkel itulah hari-hari Alwin dihabiskan, dia hanya akan berada di Rumah ketika malam hari saja, tapi meskipun begitu ia akan tetap meluangkan waktu bersama Anak dan Istrinya.
"Sebentar lagi ya sayang, kita akan sampai ke Butik,"ujar Aliya menenangkan Almaira.
"Turun! Ade mau turun Bu, turun di sini saja Ade tidak mau naik mobil ini Bu. Ayo kita turun,"rengek Anak itu sambil menarik-narik tangan Ibunya.
"Bagaimana Bu, apa kita turun di sini dulu agar Non Almaira tenang?"tanya Pak Imam.
"Tidak perlu Pak, kita langsung saja ke Butik. Sebentar lagi juga sampai. Karena Suni sudah menungguku sejak tadi."
Ya.
Seharusnya hari ini Aliya tidak pergi ke Butik, karena sudah ada Suni yang menangani urusan Butik, tapi karena ada beberapa masalah di Butik, Asistennya itu menghubungi Aliya. Meminta segera datang ke Butik.
"Baik bu,"kata Pak Imam, dan terus melajukan mobilnya.
Namun,
ketika sampai di Tikungan.
Sebuah Mobil Truk melaju dengan kecepatan tinggi, bukan hanya melaju dengan kecepatan tinggi, tapi Truk itu terlihat hilang kendali dan berada di jalur yang salah.
Bertepatan dengan datangnya mobil yang dikendarai Pak Imam,
meskipun Pak Imam tidak mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, namun karena ada di tikungan tajam membuat Pak Imam terkejut melihat ada mobil Truk yang berada di jalurnya.
Pak Imam segera menginjak Rem. Meskipun mobil itu tidak mungkin langsung berhenti karena jarak kedua mobil itu sudah teramat dekat,
dan mobil Truk itu pun melaju dengan cepat.
BRAK....
BRAK..
Aaaaaaa....
Kecelakaan pun tidak terhindari.
Mobil Truk yang hilang kendali itu menabrak mobil yang dikendarai Pak Imam.
Mobil yang berwarna putih itu terguling sampai beberapa kali sebelum akhirnya membentur pembatas jalan.
🌺🌿🌺🌿🌺🌿
"Dok, bagaimana dengan keadaan Istri dan Anak saya?"tanya Alwin dengan wajah yang sedih dan panik bercampur aduk.
"Maaf Pak,"sahut Dokter, dengan raut wajah yang sangat sedih.
"Maaf!"Alwin mengulangi kata yang di ucapkan Dokter, dengan seluruh tubuh yang bergetar ketika mendengar kata maaf yang terucap dari sang Dokter yang sudah 1 jam berada di Ruang Gawat Darurat,"apa maksud Dokter?"
"Yang sabar ya Pak, tabahkan diri Anda. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun yang memegang kendali atas kehidupan seseorang tetaplah yang Maha Kuasa. sekali lagi kami para Dokter yang membantu Ibu Aliya, meminta maaf atas ketidakberdayaan kami. Ibu Aliya sudah meninggal dunia."
JELEGERRRR.......
Bagai sambaran Petir yang tepat mengenai hati Alwin, dan hatinya seketika hancur lebur mendengar kabar mengerikan dari Dokter.
"Yang sabar ya Pak Alwin, ini sudah kehendak Tuhan," Dokter itu menepuk pundak Alwin, yang seperti sudah tidak bertulang. Karena Alwin merasa lemas di sekujur tubuhnya, ia merasa seluruh tulang yang melekat di tubuhnya terlepas secara paksa dari daging dan kulitnya.
BRUK!
Alwin menjatuhkan diri di lantai, karena ia sudah tidak mampu menopang badan dengan kedua kakinya yang seperti tak bertualang itu.
"Tidak! Ini tidak mungkin, Aliya. Tidak, Aliya tidak mungkin pergi,"racau Alwin dengan air mata yang sudah membendung di kedua netra nya.
Kecelakaan yang terjadi beberapa jam lalu merenggut kebahagiaan di keluarga Alwin.
Dalam sekejap, ia kehilangan wanita yang sangat ia cintai, yang ia pinang 12 Tahun silam
Inilah Takdir!
Tidak ada yang bisa menyalahkan dan mengalahkan sebuah takdir.
Semua manusia yang hidup di Bumi pasti akan mati, hanya cara dan waktunya saja yang berbeda.
Tapi Alwin masih bisa bersyukur karena di kecelakaan itu putri bungsu mereka Almaira masih selamat, begitupun dengan Pak Imam sopir yang sudah mengabdikan diri di keluarga itu selama 10 Tahun.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Suara tangis dandan ucapan duka, terdengar sangat jelas dan memenuhi kediaman Alwin dan almarhumah Aliya.
Bersambung...
🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿
Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Minta dukungannya ya 🙏
Tolong koreksi jika ada Kesalahan dalam tulisan ini 🙏🤗
Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
Selamat! Membaca 🤗
Aliya sudah yatim piatu, karena ia sudah ditinggalkan kedua Orang Tuannya ketika usianya masih 15 tahun, dan ia pun tidak memiliki sanak saudara di Kota itu.
Tapi banyak orang yang menangisi kepergian wanita baik dan lembut itu, terutama kedua Anaknya, Alesha dan Albara,
kakak beradik ini duduk bersimpuh di samping jenazah Aliya yang terbujur kaku dengan wajah yang ditutupi kain putih sedikit transparan dan dibaringkan di Ruangan depan Rumahnya.
"Ibu, bangun Bu," Albara mengguncang lengan Ibunya, dan ia beralih pada Kakaknya,"Kak kenapa Ibu tidak mau membuka matanya dan kenapa Ibu tidur di sini, dan kenapa di sini banyak orang yang menangis ketika melihat Ibu tidur?"tanya Albara pada Kakaknya Alesha yang sejak tadi memandang jasad Ibunya dengan tatapan kosong.
Albara belum begitu mengerti dengan yang namanya kematian dan saat ini ia hanya mengira jika Ibunya tengah tertidur,
namun karena banyaknya orang di Rumah mereka yang menangis Aliya, Anak berusia 7 Tahun itu pun ikut menangis sambil terus mengguncang tubuh Ibunya, agar berpindah tidur ke dalam Kamar.
"Kakak, kenapa Kakak diam saja? kenapa Ibu tidak mau bangun Kak? Ibu harus pindah tidak boleh tidur di sini, karena di sini banyak orang yang menangis,"ujarnya kembali bertanya pada Alesha dengan air mata yang mulai membendung dan menetes di pipinya.
Alesha yang masih tidak percaya jika Ibunya tidak akan pernah bangun lagi, terlihat sangat Syok dan terpukul.
Wajahnya pucat dengan tatapan kosong, ia diam tidak bicara sepatah kata pun tapi di dalam hatinya, menangis dan menjerit sekencang-kencangnya,
hatinya sakit luar biasa seperti dihantam batu besar.
Alesha satu-satunya yang diam tanpa jeritan dan tangisan di Ruangan itu. Namun bendungan air mata yang sangat nampak di kedua bola matanya sudah mampu menggambarkan jika Gadis kecil itu sangatlah terpukul.
Tapi sekuat hati Alesha tidak menangis meskipun ia merasakan sakit yang luar biasa di hatinya,
ia mengingat pesan Ibunya beberapa hari yang lalu sebelum Aliya meninggal dunia.
Entah apa yang dipikirkan Aliya, atau mungkin ia sudah mempunyai firasat, Aliya mengatakan pada Alesha, Putri sulungnya yang sudah berusia 10 Tahun.
Aliya meminta Alesha untuk tidak menangis bahkan mengeluarkan air mata jika ia tiada nanti.
"Jangan menangis, bersedih, apalagi terpuruk ketika Ibu tidak ada nanti. Tunjukkan wajah tegarmu di hadapan kedua Adikmu, jaga baik-baik adikmu, karena dengan begitu Ibu akan bahagia."
Itulah beberapa kata yang Aliya ucapkan pada Alesha beberapa hari yang lalu ketika Aliya menemani Alesha tidur.
"Ibu akan tetap bersama kami, Ibu tidak akan pernah pergi kemanapun. Kami sangat membutuhkan dan menyayangi Ibu,"itulah yang Alesha katakan pada Ibunya.
Bukan hanya itu saja,
sudah beberapa hari.
Aliya juga, mengajarkan Alesha agar menjadi Anak yang mandiri.
Aliya memanggil Alesha yang tengah bermalas-malasan di depan TV, hanya untuk memberitahu Gadis kecil itu cara menyalakan Kompor, menggunakan Mesin Cuci, memanaskan air untuk membuat susu Almaira dan memasak nasi.
Alesha selalu mengeluh.
"Untuk apa Bu, kan ada Bibi yang melakukan ini semua."
Namun, meskipun Putrinya mengeluh dan melayangkan protes, Aliya tetap meminta Alesha untuk mempelajari semua itu.
Ia seperti sedang mempersiapkan Anak-anaknya, untuk menjalani kehidupan yang akan datang setelah ia pergi.
"Alesha, Albara. Mulai dari sekarang kalian harus belajar mengerjakan PR sendiri dan menyiapkan perlengkapan Sekolah sendiri Alesha, Ibu juga akan mengajarimu bagaimana cara berangkat ke Sekolah dan tempat Les, menggunakan kendaraan umum."
"Kenapa kami harus melakukan itu semua bu! Kan ada Ibu, yang membantu kami menyiapkan perlengkapan Sekolah dan mengantar kami pergi ke sekolah dan tempat latihan?"
"Karena, Ibu tidak bisa selamanya bersama kalian Nak. Jadi kalian harus bisa menjadi Anak yang mandiri tanpa bergantung pada orang lain."
Alesha tak kuasa lagi menahan bendungan Air mata di kedua netranya,
ketika mengingat kata-kata yang diucapkan Aliya beberapa hari yang lalu. Ia menyesal karena selalu mengeluh pada Ibunya, ketika Aliya mengajiranya mandiri.
Karena tak tahan dengan sakit yang ia rasakan di hati, Alesha pun menangis sambil memeluk jasad Ibunya.
"Kakak, kenapa Kakak ikut menangis?"tanya Albara dengan polos, namun tanpa ia sadari ia pun meneteskan air mata ketika melihat Kakaknya menangis.
"Yang sabar, ya Alesha dan Nak Albara, doakan Ibu kalian agar dimudahkan perjalanannya, dan ditempatkan di Surga terbaik,"ucap seorang wanita tua yang menjadi tetangga Aliya selama ini.
🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿
Beberapa orang mengiringi perjalanan Aliya menuju tempat peristirahatan terakhirnya.
Alwin yang mengangkat keranda Istrinya tak kuasa menahan tangis dan air mata yang terus mengalir dari kedua matanya.
Albara tidak ikut serta ke pemakaman Ibunya, karena ia masih terlalu kecil.
hanya Alesha yang ikut dengan Ayahnya mengantar Aliya menuju pembaringan terakhir.
Dengan wajah pilu dan penuh duka ia kembali menahan sakit dan sedih yang luar biasa di hatinya sambil memeluk foto Aliya yang tersenyum indah.
Kesedihan dan kepiluan Alesha semakin memuncak ketika.
Secara perlahan Jenazah Aliya diturunkan di liang lahat, oleh Ayahnya dan beberapa orang yang membantu.
Ia berteriak ketika kumpulan orang-orang di sana mulai menutupi liang lahat itu dengan tanah.
"Tidak! Jangan! Jangan lakukan itu, kembalikan Ibuku. Tolong kembalikan Ibuku."
"Sabar Non Alesha, ikhlaskan Ibu Non, " Bi Rina langsung memeluk Alesha yang histeris.
"Bi, tolong Ibu Bi. Tolong kembalikan Ibu padaku,"ucapnya dengan tersedu-sedu karena hatinya yang sakit dan dada yang mulai terasa sesak menahan sedih yang luar biasa.
"Sabar Non, ikhlaskan Ibu. Agar Ibu Aliya tenang di sana."
Alesha masih terus menangis di tengah-tengah iringan doa yang terus mengalir dan mengiringi prosesi pemakaman Aliya.
Aliya wanita baik dan dermawan.
Semua warga berbondong-bondong mendatangi pemakaman untuk memanjatkan doa terbaik agar ia di tempatkan di tempat yang terbaik di Surga Tuhan.
Tatapan iba mereka tunjukkan pada Alesha yang benar-benar hancur.
"Sabar ya Nak, doakan Ibumu. Beliau orang baik, pasti ditempatkan di tempat terbaik pula,"itulah beberapa penggalan kata, yang mengalir dan terdengar di telinga Alesha untuk menyemangati Gadis kecil itu.
Namun Alesha seperti tidak mendengar kata-kata yang mereka ucapkan karena ia terus saja diam sambil mengguyurkan Air mata di kedua pipinya, dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun, selain tersedu.
🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿
"Bi, titip Anak-anak ya. Saya mau pergi ke Rumah Sakit untuk menjemput Almaira,"ucap Alwin pada Bi Rina yang tengah memasak.
"Baik Tuan."
Ini adalah hari ke 3, setelah Aliya berpulang.
Suasana duka masih sangat terasa di Rumah itu.
Bukan hanya suasana duka, di Rumah itu pun sudah tidak terdengar lagi keceriaan dan canda tawa dari ke 3 anak yang selalu riuh dan cerewet ketika berada di Rumah besar itu.
Karena Alesha dan Albara sudah 3 hari mengurung diri di dalam Kamar, sementara Almaira. Sudah 3 hari dirawat di Rumah Sakit karena mengalami beberapa luka pasca kecelakaan itu.
Dan hari ini Alwin menjemput Putri bungsunya karena Dokter sudah menyatakan jika Almaira sembuh dan boleh dibawa pulang.
Bersambung.....
🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺
Terima kasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Minta dukungannya ya 🤗
Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini 🙏
Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
Selamat! Membaca 🤗
"Non, Non Alesha buka pintunya Non, ini sudah siang, Non Alesha belum makan sejak pagi tadi, ayo Non makan dulu, bibi temani ya,"ujar Bi Rina sambil mengetuk pintu Kamar Alesha.
Namun seperti biasa yang sudah terjadi selama 3 hari ini.
Alesha tidak menjawab dan menghiraukan ketukan serta ajakan dari Bi Rina, ia masih meratapi kepergian Ibunya. Hingga membuatnya enggan untuk beraktivitas.
Bu Rina berpindah ke Kamar yang letaknya persis di sebelah Kamar Alesha.
CKLEEK....
"Den, Den Bara?"panggil Bi Rina. Iya tidak bisa melihat langsung Albara karena Kamar anak itu sangat gelap tidak ada penerangan sedikitpun, semua lampu di padamkan dan jendela pun ditutup rapat.
Bi Rina panik karena ia sangat tahu jika putra satu-satunya Aliya dan Alwin itu sangat takut dengan kegelapan.
"Den, Den Bara ada di mana?"sambil meraba-raba dan terus memanggil Albara Bi Rina menuju jendela kaca besar yang ada di Kamar itu.
BREEET....
Ia membuka tirai tebal yang menutupi kaca jendela, Bi Rina juga menyalakan lampu agar ruangan itu semakin terang.
"Den Bara!"panik Bi Rina yang melihat Albara tengah meringkuk di pinggir lemari pakaian dengan wajah yang ia tenggelamkan di kedua lututnya, sedangkan kedua tangannya menutupi telinga.
"Den Bara kenapa? Den Bara takut ya, sudah tidak apa-apa jangan takut Bibi sudah menyalakan lampunya,"ujar Bi Rina sambil memeluk Albara.
Albara mengangkat wajahnya dan membuka tangan yang menutupi telinganya, anak itu menatap sekeliling.
"Bi, aku takut Bi,"ujarnya.
"Jangan takut Den, Bibi ada di sini dan bibi sudah menyalakan semua lampu di sini. Kenapa Den Bara mematikan lampu dan menutup jendela?"tanya Bi Rina sambil menguraikan pelukannya.
Albara menunduk sedih, dan Bi Rina membantu anak itu bangun dan mendudukkan Albara di sisi ranjang.
Setelah Albara mulai merasa tenang karena ada Bi Rina di sampingnya ia pun mulai menceritakan alasannya yang mematikan lampu dan menutup gorden jendela padahal ia sangat takut gelap.
"Kak Alesha bilang, kalau Ibu dimasukkan ke dalam lubang besar yang ada di dalam tanah lalu ditimbun dengan tanah sampai tertutup rapat, aku kasihan pada Ibu Bi. Ibu pasti ketakutan di sana karena di dalam lubang itu sangat gelap, Ibu pasti takut. Jadi aku ingin merasakan apa yang Ibu rasakan di dalam sana, mungkin Ibu dimasukkan di dalam sana karena salahku yang selama ini nakal,"kata bocah itu dengan polos.
Bi Rina kembali memeluk Albara, ia tak kuasa menahan tangis dan sakit di hatinya, tapi sekuat mungkin dirinya menutupi kesedihannya apalagi sampai menangis di depan Albara.
"Bi, apa Ibu akan segera kembali? Kenapa Ibu dimasukkan ke dalam tanah, aku tahu aku nakal. Aku berjanji tidak akan nakal lagi asalkan Ibu kembali ke Rumah,"Albara kembali bertanya pada Bi Rina yang matanya sudah berkaca-kaca.
"Tidak Den, Den Bara anak baik, Den Bara tidak nakal. Den Bara doakan Ibu terus ya agar Ibu bahagia di sana."
"Ibu akan pulang kan Bi, lalu kapan Ibu pulang?"
Bi Rina tidak bisa menjawab pertanyaan Albara, karena ia juga bingung harus menjawab apa.
Ia tidak mungkin mengatakan jika Ibu anak itu tidak akan pernah kembali lagi sampai kapanpun, ia takut kalau ia mengatakan itu membuat Albara Syok dan semakin terpukul, tidak mengetahui Ibunya meninggal saja Albara sudah nekat menghukum dirinya sendiri dengan berada di ruangan gelap. Apalagi jika Albara mengetahui kalau Aliya sudah pergi untuk selama-lamanya dan tidak akan pernah kembali.
Dan dengan terpaksa Bi Rina pun hanya diam. Meskipun Albara terus saja menanyakan hal itu secara berulang-ulang padanya.
🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺
2 Minggu berlalu.
Almaira sudah terlihat sehat setelah pulang dari Rumah Sakit 3 hari yang lalu, luka-lukanya sudah mengering dan sembuh.
Tapi, anak yang masih berusia 4 tahun itu selalu menangis mencari Ibunya.
Ya.
Tentu saja Almaira belum mengetahui jika Ibunya sudah pergi untuk selama-lamanya.
Bahkan, sekalipun ia diberi tahu. Anak itu tidak akan pernah mengerti akan hal itu.
Setiap malam ia menangis memanggil Ibunya, dan ketika bangun tidur pun Almaira akan menangis mencari ibunya.
Karena di setiap hari, setiap pagi Aliya selalu menyediakan susu untuk Anak itu.
Alwin yang masih berduka atas kepergian Istrinya menjadi uring-uringan dan lebih banyak diam, bahkan ia juga tidak memperdulikan dan memperhatikan Anak-anaknya yang saat ini sangat membutuhkan dukungan dan perhatian.
Semua ia serahkan pada Bi Rina.
Ia akan pergi di pagi hari dan akan kembali di tengah malam.
Saat ia kembali ke Rumah, ia selalu mendengar suara tangisan Almaira yang mencari Ibunya, di saat itu jugalah Alwin kembali mengingat Istrinya.
Bukannya membantu Bu Rina dan Alesha yang tengah menenangkan Almaira, Alwin malah kembali pergi dari Rumah itu untuk menenangkan diri.
dDa mencari kesibukan dan ketenangan di luar agar bisa melupakan Istrinya, tapi ia tidak sadar jika apa yang ia lakukan ini justru salah. Karena ia mengabaikan Anak-anaknya yang juga sangat berduka dan terpukul setelah Ibunya pergi.
"Bi, kenapa Bibi tidak telepon Ibu saja. Ade tidak akan bisa diam jika tidak digendong oleh Ibu,"ujar Albara dengan polos yang semakin menyayat hati Bi Rina dan Alesha.
"Iya Den, Bibi akan segera menelpon Ibu."Sahutnya dengan lembut.
"Biar aku saja,"kata Albara dengan semangat.
Ia segera turun dari Ranjang, dan meraih ponsel Bi Rina yang tergeletak di meja.
Dengan polosnya anak itu menekan nomor yang bertuliskan nama. IBU Aliya dengan Foto Frofil Aliya bersama tiga Anaknya.
"Ini nomor Ibu kan Bi?"tanpa menunggu jawaban dari Bi Rina, dengan yakin dan penuh semangat Albara melakukan panggilan.
TUT......
TUT.....
TUT......
Hanya suara itulah yang tertangkap di indra pendengaran Albara.
Bukan cuma satu kali, anak itu sudah berulang kali melakukan panggil pada nomor Ibunya yang tidak akan pernah mungkin dijawab oleh Aliya.
Albara yang merasa kecewa bertanya pada Alesha.
"Kak, kenapa Ibu tidak menjawab teleponku?"
"Ibu tengah beristirahat, kau jangan mengganggunya Bara. Biarkan Ibu tenang di sana,"sahut Alesha.
Selama dua minggu ini Alesha berubah.
Ia sudah membuka diri dan mau berbicara dengan Bi Rina, meskipun di wajahnya masih terlukir kesedihan tapi Gadis itu mencoba untuk tegar dan melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Tidak hanya melakukan aktivitasnya, Alesha juga menggantikan peran Ibunya untuk merawat dan menyiapkan susu Almaira setiap pagi dan malam, ia juga membantu Albara mengerjakan PR dan mulai melakukan tugas Rumah tangga seperti yang biasa Bi Rina lakukan.
Itu semua ia lakukan agar Aliya bahagia di sana, melihat Putri sulungnya ini sudah mandiri dan bisa menjaga Adik-adiknya.
Bersambung...
🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺🌿🌺
Terimakasih sudah berkunjung ke cerita ini 🙏
Minta dukungannya ya 🤗
Tolong koreksi jika ada kesalahan dalam tulisan ini 🙏
Lope banyak-banyak untuk semuanya ❤️❤️❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!