..."Kehadirannya membawa penasaran, diamnya membuatku tertarik, dan keanehannya membuatku terpaku untuk lebih jauh mengenal siapa dia."...
...~~~...
Iklima Karimatun Nazwa, siapa yang tidak kenal dengan dia? Gadis yang memiliki paras cantik dan populer di SMAN Galaksi. Kepintarannya sudah membuat banyak orang mengetahuinya.
Tidak hanya itu, Iklima juga banyak disukai oleh para kaum Adam, bukan hanya cantik, tapi dia juga pintar. Namun, belum ada satu pun yang bisa memikat hatinya.
Iklima merupakan anak tunggal dari pasangan yang sangat harmonis, yakni ayah Adam dan mama Nadira. Dia berasal dari kalangan berada, ayahnya memiliki perusahaan dan menjabat sebagai CEO Alfarizi Property Groups.
Meskipun begitu, Iklima tidak menjadi sembong dengan apa yang ia punya. Dia selalu sederhana dan apa adanya, berteman pun tidak melihat dari kalangan apa saja. Baginya, selagi nyaman dan seling menyayangi saja sudah cukup menjadi temannya.
Menjadi anak tunggal membuat Iklima mendapatkan perhatian, dan kasih sayang penuh dari kudua orang tuanya. Meskipun dimanjakan, ia tidak menjadi anak yang terus bergantungan kepada orangtuanya. Iklima bisa mandiri dan menjadi pribadi yang sangat membanggakan keluarganya.
...****************...
Suasana pagi hari di SMAN Galaksi terlihat sangat ramai, para siswa dan siswi saling berdatangan karena pintu gerbang sekolah akan segera ditutup.
Dari kejauhan, tiga gadis cantik nampak berjalan masuk ke dalam kawasan sekolah, dengan saling bercangkrama.
Tiba-tiba, seorang laki-laki berjalan melewati ketiga gadis tersebut sembari tertunduk, menatap ke arah jalan, tanpa menoleh ke mana saja.
"Masya Allah, ganteng sekali laki-laki itu, tapi sayang tingkahnya sangat aneh," gumam Naina kepada kedua temannya.
"Ada apa, Nai?" tanya Wardah yang langsung menatap kepada Naina.
"Siapa yang aneh, Nai?" Iklima juga ikut penasaran, dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu.
"Siapa lagi kalau bukan Hadwan. Laki-laki aneh yang ada di SMAN Galaksi ini," jawab Naina sembari membenarkan rambutnya yang terkena angin.
"Hadwan? Siapa dia? Kayaknya aku baru mendengar namanya," kata Iklima penasaran.
"Masa seorang Iklima, gadis paling cantik di SMAN Galaksi tidak mengetahui siapa itu Hadwan? Sungguh membingungkan," papar Naina sembari menggoda Iklima.
"Enggak ada salahnya sih, Nai. Lagian selama ini, Hadwan jarang terlihat di kalangan para siswa di sini, maka wajar saja jika Iklima tidak mengetahuinya." Wardah menepuk pelan pundak Naina yang sedikit pendek darinya.
"Hehe ... iya, aku lupa." Naina cengengesan, mendengar perkataan dari Wardah.
Iklima hanya terdiam, memikirkan sosok laki-laki yang dikatakan oleh Naina tadi. "Siapakah dia?" batin' Iklima bertanya, dengan sangat penasaran.
"Jangan terlalu dipikirkan, tidak penting juga," ujar Wardah mengagetkan Iklima.
"Emm, iya." Iklima pun kembali melanjutkan langkahnya bersama Wardah dan Naina, masuk ke kelasnya yang kebetulan satu kelas.
***
Waktu istirahat telah tiba. Seperti pada bisanya, Iklima dan kedua sahabatnya pergi ke kantin bersama. Di perjalanan, Iklima kembali melihat sosok Hadwan yang sedari tadi membuatnya penasaran.
Hadwan berjalan melewati koridor sekolah sembari menatap jalanan yang dipijaknya, dan mulutnya nampak berkumat kamit, entah apa yang diucapkannya.
"Lihat, kan? dia menang aneh," ucap Naina di saat Hadwan sudah pergi jauh dari hadapannya.
"Sut! Jangan bicara begitu, mungkin saja dia sedang menghafal rumus matematika. Tidak baik juga membicarakan orang lain." Iklima menegur Naina, sembari memberi nasihat kepada sahabatnya supaya tidak membicarakan orang lain.
"Maaf deh, aku salah. Enggak akan lagi kok," ujar Naina sembari menampakkan senyum lebarnya.
"Makanya jangan asal bicara. Dengerin tuh kata Iklima," sahut Wardah yang sedikit gemas dengan tingkah Naina.
Naina mendengus kenal, dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Lain kali jangan lagi ya," ucap Iklima sembari tersenyum manis.
Mendengar ucapan dari Iklima, lantas Naina pun kembali berbalik menatapnya dan langsung memeluk tubuh Iklima sebagai tanda terima kasihnya. Untuk itu, Wardah pun ikut tersenyum melihat kedua sahabatnya yang tidak pernah bertengkar, dan selalu akur.
"Ehem, sudah ya. Kalau kayak gitu terus, kapan kita ke kantinnya?" tanya Wardah dengan menggoda.
"Iri ya? Makanya jangan cari masalah dengan Naina," ujar Naina dengan angkuhnya yang hanya candaan saja.
"Ih, siapa juga yang iri? Iklima juga sayang sama aku." Wardah terbawa emosi, walaupun sudah sering begitu.
"Sudah, jangan dilanjutkan lagi! Mendingan kita ke kantin saja." Iklima merelai pertengkaran yang terjadi di antara kedua sahabatnya.
Wardah dan Naina pun mengangguk, menyetujui ucapan dari Iklima karena tidak ada gunanya juga bertengkar.
Sesampainya ketiga gadis cantik itu di kantin, Iklima dan kedua sahabatnya duduk di kursi paling pojok, karena itulah satu-satunya kursi yang masih kosong.
"Iklima, Naina, kalian mau pesen apa?" tanya Wardah yang hendak pergi ke ibu pemilik kantin.
"Aku seperti biasa saja, mie ayam sama air putih," jawab Naina sembari memopong kedua tangannya di dagu.
Wardah pun melihat kepada Iklima yang sedang melamun. "Kalau Iklima mau apa?" tanyanya dengan serius.
Iklima yang menyadari suara dari Wardah, lantas langsung menjawabnya, "Aku samakan saja seperti pesanan Naina," jawab Iklima dengan santai.
"Baiklah, tunggu di sini. Saya mau ke sana dulu," ujar Wardah sembari beranjak dari tempat duduknya.
"Oke," jawab Naina dengan tersenyum, dan melihat sekeliling kantin yang ramai siswa berdatangan.
Namun, bersenda dengan Iklima, ia lebih terdiam dan tidak ceria seperti biasanya.
Di saat seperti itu, tiga orang laki-laki menghampiri meja mereka. Dia tidak lain adalah, Daniel dan teman-temannya yang sering kali menggangu Iklima.
"Halo cantik, berdua saja. Mau aku temenin?" tanya Daniel dengan gayanya yang kekinian.
Daniel Saputra, siapa yang tidak kenal dengannya? Laki-laki paling disukai para wanita, karena ketampanannya dan juga merupakan anak dari Saputra Prasetyo, pemilik SMAN Galaksi. Siapa pun yang berurusan dengannya, maka akan mendapatkan hukuman dari Daniel dan kawan-kawannya.
Tidak ada yang mau mengadukannya kepada pihak sekolah, karena takut dengan ancaman Daniel. Walaupun terlahir dari seorang pengusaha besar, Daniel tetap mendapatkan julukan nol besar di sekolah. Sifat dan karakternya sangat berbanding terbalik dengan ayahnya yang baik dan ramah.
Daniel selalu membuat onar di sekolah ayahnya, bahkan guru-guru di SMAN Galaksi sudah tidak bisa membuat Daniel berubah. Namun, ada satu wanita yang mampu membuatnya luluh. Dia adalah Iklima, gadis yang disebut sebagai primadona sekolah. Siapa pun yang melihatnya, pasti akan terhipnotis dengan kecantikannya.
"Gak! Tidak ada tempat kosong. Kalau mau, silakan cari tempat duduk yang lain saja," jawab Iklima ketus. Wajahnya dibuat sebal melihat kedatangan Daniel.
"Iya, tuh di depan sana masih ada tempat yang kosong," timpal Naina, membela Iklima.
"Cantik-cantik, kok judes? Sayang loh, cantiknya ilang," ujar Daniel dengan gombalannya yang sudah sering Iklima dapatkan dari laki-laki itu.
"Biarin, bukan urusanmu juga," balas Iklima, masih dengan wajah juteknya.
Tidak lama dari itu, Wardah kembali menghampiri kedua sahabatnya sembari membawa makanan yang tadi dipesan.
"Permisi, jangan di sini. Tempatnya sudah penuh kalau bisa, cari saja tempat yang lain," ucap Wardah yang tiba-tiba saja duduk di dekat Iklima sembari menyimpan makanannya di meja.
"Siapa lo? Berani-beraninya bilang sama gue begitu?" Daniel terlihat tidak suka dengan kedatangan Wardah.
Wardah menatap tajam Daniel. "Jika Iklima tidak mau kamu ada di sini, jangan memaksa. Mana ada laki-laki jentel yang sukanya main marah-marah?" ledek Wardah dengan tersenyum sinis.
"Kamu ya? Lihat saja nanti!" geram Daniel, kemudian pergi meninggalkan ketiga gadis tersebut.
..."Sederhana, tidak terlalu berarti, tetapi mampu memikat hati."...
...~~~...
"Wardah, kamu hebat." Naina mengacungkan jempolnya di hadapan Wardah.
"Biasa saja. Sudahlah, jangan dibicarakan lagi. Lebih baik, kita makan saja, waktu istirahatnya sebentar lagi habis," imbuh Wardah dan Naina pun mengangguk mengerti.
"Iklima, kamu kenapa?" tanya Wardah sembari memegang pundak kiri Iklima.
"Eh, iya ada apa?" Iklima tersadar dan menatap Wardah, seakan tidak terjadi apa-apa.
"Itu mie ayamnya di makan dulu, nanti keburu dingin," ujar Wardah sembari menatap heran Iklima yang tidak seperti biasanya bagitu.
"Oh iya, terima kasih Wardah," balas Iklima, dan segera memakannya.
"Iklima, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Wardah yang tidak bisa menyembunyikan keheranannya.
Iklima terdiam, kemudian tersenyum. "Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja makannya, Wardah," jawab Iklima yang sebenarnya, sedang memikirkan seseorang.
Setelah selesai mengisi perut mereka, ketiga gadis cantik itu pun kembali ke kelas. Namun, di tempat yang sama, Iklima kembali melihat sosok yang sedari tadi membuat pikirnya tidak menentu.
"Hadwan," panggil Ikbal—siswa yang paling dekat dengan Hadwan.
Dari kejauhan, Ikbal memangilnya dan di saat itu pula, Hadwan menoleh ke belakang.
Deg! Jantung Iklima berdetak dengan begitu kencangnya pada saat wajah laki-laki itu terlihat dengan begitu jalas oleh Iklima. Kebetulan Hadwan tidak jauh dari ketiga gadis tersebut berada, sehingga Iklima bisa melihat wajahnya.
Ikbal langsug memeluk tubuh Hadwan dan ketiga gadis itu mematung. Apalagi Iklima, dia seakan tidak mengerti dengan perasaannya yang tiba-tiba saja berhenti di tempat itu.
"Iklima, ayo kita pergi dari sini. Sebentar lagi bel masuk kelas berbunyi," ajak Naina sembari menarik tangan Iklima yang masih terdiam, melihat kedua laki-laki yang tidak jauh dari hadapannya.
"Eh, jangan ditarik-tarik, Nai! Sakit tahu," pekik Iklima yang langsung membuat Naina menurunkan genggaman tangannya dari Iklima.
"Maaf, Iklima. Kamunya juga lama. Ya udah aku tarik saja tadi, hehe ...." Naina mengusap tangan Iklima dengan lembut.
"Eh, udah. Enggak papa, Nai," tolak Iklima yang menghentikan Naina mengusap tangannya.
"Ya udah, cepetan kita masuk kelas. Nanti bel masuk berbunyi," ujar Wardah yang lebih dulu melengkahkan kakinya, meninggalkan kedua sahabatnya.
"Iya, iya. Tunggu bentar." Naina menoleh kepada Iklima. "Yuk, Iklima," ajaknya pada Iklima.
"Iya," jawab Iklima. Namun, sebelum pergi dari tempat itu. Iklima kembali melihat ke tempat di mana ia melihat Hadwan dan Ikbal berada.
Sangat disayangkan, Hadwan dan Ikbal sudah tidak ada di sana.
"Iklima, ayo cepat ke sini," teriak Naina yang sudah berada di samping Wardah.
"Iya, bentar!" jawab Iklima, dan pergi menghampiri kedua sahabatnya.
Beberapa saat kemudian, ibu guru di sekolah terlihat sedang menjelaskan materi fisika, dan Iklima malah tidak fokus dengan pelajarannya.
"Iklima, tolong berikan contoh konsep materi yang Ibu jelaskan tadi," pinta guru fisika yang mengajarnya.
"Iklima, itu kata Bu Hilma," ucap Wardah sembari menyenggol tangan kanan Iklima.
"Eh ... emangnya ada apa, Wardah?" tanya Iklima yang seakan-akan tidak mengetahui apa-apa.
"Itu, lihat ke depan," perintah Wardah.
Belum sampai Iklima melihat ke depan, Bu Hilma sudah kembali bersuara.
"Bagaimana Iklima? Apa sudah ada contohnya?" tanya Bu Hilma kembali.
Iklima nampak kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba saja diberikan kepadanya, sedangkan sedari tadi, ia tidak mengerti dengan apa yang gurunya jelaskan karena pikirnya kali ini tidak bisa fokus.
"Em ... contoh apa ya, Bu?" tanya Iklima dengan sedikit takut.
"Apa kamu tidak mendengarkan pernyataan Ibu tadi? Iklima, kamu kurang fokus. Lain kali jangan ulangi lagi!" tegas Bu Hilma pada Iklima.
Guru itu juga tahu bahwa tidak biasanya Iklima tidak bisa menjawab pertanyaan darinya, karena itulah Bu Hilma masih bisa memakluminya.
"Baik, Bu." Iklima pun kembali memerhatikan gurunya yang sedang memberikan materi di depan, walaupun pikirnya masih belum bisa fokus.
...****************...
Dring! Dring!
Suara bel pulang sekolah sudah berbunyi, para siswa mulai mempersiapkan diri untuk pulang. Bagitu pula dengan Iklima, Naina, dan Wardah yang sudah siap dengan tas gendongnya.
"Baik, minggu depan kita akan bahas kembali materinya. Sekarang kalian bisa berdoa dan pulang," ucap Bu Hilma yang mengakhiri pembelajarannya.
"Oke, Bu." Serempak para murid menjawab.
Setelah keluar dari kelas, Wardah melihat Iklima yang sedari tadi terlihat agak berbeda. Maka dari itu, dia pun berinisiatif langsung bertanya kepadanya.
"Iklima, kamu ini kenapa? Kok dari waktu istirahat, kamu kelihatannya beda banget. Apa ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan?" tanya Wardah penasaran.
"Enggak ada ... aku baik-baik saja. Mungkin kamu saja yang mikirnya gitu," sanggah Iklima, ia tidak mengatakan yang sebenarnya.
"Oh baiklah. Mungkin iya, aku salah," balas Wardah yang sebenarnya masih ada rasa aneh pada diri Iklima.
"Nai, laki-laki yang tadi pagi kamu sebut aneh. Dia siapa sih? Kayaknya sedikit berbeda dari siswa lainnya di sini," tanya Iklima, dengan sedikit penasaran.
"Oh, dia Hadwan Harsa Haryaka. Siswa kelas 12 IPA, dan yang tadi memanggilnya itu adalah Ikbal, teman yang paling dekat dengannya. Selain dia, tidak ada yang berteman dengannya," jelas Naina dengan beruntun.
"Tapi kenapa tidak ada yang berteman dengannya selain Kak Ikbal?" tanya Iklima kembali. Dia sangat ingin mengetahui tentang Hadwan.
"Hadwan orangnya sedikit aneh. Jadi, enggak ada yang mau berteman dengannya," jawab Naina. Dengan begitu, barulah Iklima mengerti.
"Oh, gitu." Iklima pun tidak kembali bertanya, karena ditakutkan akan membuat kedua sahabatnya curiga kalau sebelumnya sedari tadi, ia memikirkan laki-laki tersebut.
"Eh, untuk apa kamu tanya tentang Hadwan kepada Naina?" tanya Wardah dengan sedikit curiga.
Deg! Iklima terdiam. Hal yang ditakutkannya mulai dicurigai oleh Wardah. Namun, ia tidak akan membuat kedua sahabatnya tahu dulu, karena mau dibilang apa nantinya jika seorang Iklima mulai penasaran dengan sosok Hadwan.
"Pengen tahu aja, soalnya aku kan baru lihat dia di sekolah ini," jawab Iklima dengan sedikit menampilkan senyum manisnya.
"Kirain apa? Eh ternyata cuman ingin tahu aja, padahal emang udah dari dulu dia ada di sekolah ini, tapi karena Hadwan orangnya gitu, terus kamu sibuk. Ya pantas saja, kalau Iklima tidak mengetahuinya," lontar Wardah sembari tertawa.
"Betul juga kata Wardah," sahut Naina yang langsung membuat kedua sahabatnya tertawa.
"Sudah ah, Ayahku sudah menjemput. Aku duluan ya," ucap Wardah dan diikuti oleh Naina.
"Iklima, aku juga duluan ya. Orangtuaku sudah datang juga," ucap Naina dan mendapatkan anggukan dari Iklima.
"Ya, hati-hati di jalannya," balas Iklima sembari tersenyum.
Setelah kepulangan Naina dan Wardah, Iklima masih menunggu ayahnya yang belum juga datang menjemputnya.
Namun, sudah sepuluh menit berlalu, Iklima tidak melihat tanda-tanda kedatangan ayahnya. Murid sekolah juga sudah mulai menyurut, dan Iklima masih belum mendapatkan jemputan.
Sudah berapa kali menghubungi ayahnya, terapi tidak mendapatkan jawaban. Namun, tidak lama dari itu, Ayah Adam mengirimkan pesan singkat kepada putrinya bahwa ia tidak bisa menjemputnya, karena ada urusan kantor yang mendadak. Dengan begitu, Iklima pun kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.
..."Semakin aku memikirkannya, semakin dekat juga takdir mempertemukan dia denganku."...
...~~~...
Di saat Iklima ingin mencari taksi, tiba-tiba saja matanya melihat seseorang yang tidak jauh dari tempatnya berada.
Hadwan, dia baru saja keluar dari sekolah bersama dengan Ikbal. Kali ini Hadwan keluar kelas terlambat, dan tidak seperti biasanya, karena mengumpulkan bukunya dulu kepada guru. Di mana, buku miliknya belum sempat mendapatkan nilai dari guru pelajarannya.
"Hadwan, mau aku antarkan pulangnya?" tanya Ikbal yang sudah berada di parkiran motor.
"Terima kasih atas tawarannya, tapi enggak papa, Bal. Saya bisa naik angkot saja di depan sana," jawab Hadwan tanpa membuat Ikbal merasa sakit hati karena penolakannya.
"Sirius enggak papa? Aku bisa antar kamu, kok." Ikbal kembali menawarkan pulang bareng kepada Hadwan. Namun, nampaknya Hadwan masih tetap dengan jawaban awalnya.
"Enggak papa, kamu pulang saja duluan. Lagian masih banyak juga angkutan umum di sini, tenang saja," balas Hadwan sembari tersenyum tipis yang di mana hanya terlihat oleh Ikbal seorang.
"Baiklah, kalau begitu. Aku duluan," ujar Ikbal dan pergi meninggalkan Hadwan yang masih tetap berada di halaman sekolah.
Tidak jauh dari situ, Iklima melihat Hadwan dan Ikbal yang masih berbincang di halaman sekolah, sedangkan ia berada beberapa langkah dari sana.
"Bukanya dia Hadwan?" tanya Iklima pada dirinya sendiri, seakan dibuat penasaran olehnya.
Setelah kepergian Ikbal, Hadwan kembali melanjutkan langkahnya dengan menatap jalanan, seperti biasanya. Namun, hal itu tanpa sadar membuat Iklima terus memperhatikan gerakannya.
Pada saat Hadwan melewatinya, Iklima malah mengikutinya dari belakang. Sampai pada pinggir jalan, Hadwan menyadari bahwa ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Maka dari itu, ia pun langsung berhenti, dan menoleh ke arah belakang.
Iklima langsung mengalihkan perhatiannya kepada ponselnya. Dengan begitu, Hadwan tidak merasa curiga.
Dari kejauhan, terlihat angkutan umum berhenti di hadapan Hadwan, dan dia pun langsung masuk ke dalam angkot tersebut. Untuk itu, Iklima juga melakukan hal yang sama. Padahal niat awalnya ingin menaiki taksi, tetapi karena rasa penasarannya itu, membuat ia melakukan hal yang jarang dilakukannya.
Di dalam angkot itu, Iklima terlihat sangat bingung. Dia terdiam sebentar, dan duduk di pojokan yang masih kosong. Beberapa saat kemudian, seorang laki-laki duduk di dekatnya, dan terus memperhatikan Iklima. Oleh karena itu, Iklima dibuat risih dan takut dengan tatapannya, apalagi penampilannya sudah seperti pereman.
Di sisi lain, Hadwan melihat Iklima yang mulai risih dan tidak tenang dengan laki-laki yang berada di sampingnya. Sampai pada detik kemudian, laki-laki itu mulai berani mendekatkan tubuhnya kepada Iklima, sedangkan hal itu sangat membuat Iklima ketakutan.
Hadwan dengan santainya berdiri dari tempat duduknya, dan menghampiri laki-laki tersebut.
"Maaf, Pak. Bolehkah saya duduk di sini? Di sana anginnya terlalu kencang. Saya tidak kuat," tanya Hadwan sedikit berbisik, tetapi masih bisa didengarkan oleh Iklima.
Laki-laki yang bertubuh besar itu menatap wajah Hadwan dengan tidak suka, tapi karena berada di tempat umum. Dia mengalah, dan duduk di dekat pintu yang tadi sempat ditempati oleh Hadwan.
"Silakan," jawab laki-laki itu dan Hadwan segera menempati kursi yang dekat dengan Iklima.
"Terima kasih, Pak," ucap Hadwan. Dengan segera, dia menempatkan tasnya di samping Iklima, dengan tujuan untuk membuat Iklima merasa nyaman, dan terhindar dari bersentuhan dengannya.
Iklima hanya diam saja, dia masih belum mengerti dengan sosok Hadwan yang kini berada di sampingnya. Akan tetapi, Iklima juga sangat bersyukur, karena dengan adanya Hadwan, ia merasa sangat tenang dan dilindungi dari laki-laki yang mulai berbuat tidak baik terhadapnya.
Diam-diam, Iklima teseyum melihat sikap dan perbuatan Hadwan yang diam-diam melindunginya dari laki-laki yang mempunyai niat buruk terhadapnya.
Namun, tatapan laki-laki itu masih saja terus menerus, menatap wajah Iklima yang terbilang cantik. Maka dari itu, banyak yang menyukainya.
Hadwan masih memperhatikan gerakannya, tanpa disadari oleh Iklima, Hadwan terus menghalangi laki-laki tadi untuk menetap kepada Iklima. Dengan begitu, Iklima tidak akan merasa terganggu.
Setelah lama berada di angkot, Hadwan sampai melewatkan tempat yang seharusnya berhenti, karena ia ingin memastikan gadis yang berada di sampingnya itu pulang dengan selamat. Dan tidak mendapatkan gangguan lagi.
Maka dari itu, di saat Iklima turun dari angkot, Hadwan juga ikut turun dari sana. Angkutan umum pun pergi begitu saja, setelah Iklima dan Hadwan membayarnya.
"Terima kasih," ucap Iklima secara tiba-tiba.
"Sama-sama," jawab Hadwan. "Lain kali, jangan menggunakan pakaian yang terbuka seperti itu di tempat umum. Dengan begitu, kamu akan lebih terjaga dan tidak digangu," lanjut Hadwan sembari menundukkan kepalanya.
Iklima terdiam, dia sudah paham, apa maksud dari ucapan Hadwan barusan. Akan tetapi, ia belum siap untuk menutupnya.
Merasa tidak mendapatkan respon dari Iklima, Hadwan pun langsung membuka tasnya, dan mengeluarkan sesuatu di dalam sana.
"Pakailah ini! Hijab ini akan membuatmu lebih terjaga, dan terhindar dari orang-orang yang mempunyai niat buruk terhadapmu. Ini untuk Kakakku, tapi saya berikan kepadamu, karena kamu sangat membutuhkannya," kata Hadwan sembari memberikan hijab kepada Iklima. Walaupun demikian, pandanganya masih tetap sama, menatap ke bawah.
"Bagaimana dengan Kakakmu? Apa dia tidak akan marah, karena jilbabnya kamu berikan kepadaku?" tanya Iklima, sedikit hati-hati.
"Kakakku enggak akan marah, dia sudah mempunyai banyak. Dan saya juga bisa membelikan yang baru lagi untuknya. Ambilah, tidak papa," jawab Hadwan.
Tanpa menunggu lama lagi, Iklima pun menerima hijab pemberian dari Hadwan, dan menatap hijab itu dengan tatapan mata yang tidak bisa diartikan.
"Terima kasih, tapi entah kapan aku akan memakainya," ucap Iklima lirih.
"Pakailah ketika kamu sudah siap," balas Hadwan dan akan segera pergi dari hadapan Iklima.
"Assalamualaikum," ucap Hadwan, kemudian dia pergi meninggalkan Iklima. Itupun setelah mendapatkan angkutan umum, untuk kembali pulang ke rumahnya.
"Wa'alaikumsalam," jawab Iklima. Setelah itu, ia pun segera masuk ke dalam rumahnya yang terbilang sangat mewah.
Sepanjang perjalanan masuk ke dalam rumah. Iklima terus saja tersenyum, entah kenapa. Bahkan, Nadira sempat merasa heran dengan tingkah putrinya pada kali ini.
"Nak, kamu kenapa?" tanya Nadira yang langsung menghampiri putri kesayangannya.
"Enggak kenapa-kenapa, Ma." Iklima kembali memasang wajah senangnya.
"Loh, Mama lihat tadi itu kamu senyum-senyum sendiri pada saat memasuki pintu rumah," ujar Nadira sembari menatap wajah putrinya.
"Enggak papa, Ma. Jangan dipikirkan!" Sengaja Iklima langsung mengalihkan pembicaraannya, dan segera mencium punggung tangan Mama Nadira.
Tanpa merasa curiga, Nadira pun tidak kembali menanyakan sesuatu kepada putrinya.
"Jangan lupa, nanti malam pergi ke bawah! Kita makan bersama dengan Ayah," ujar Mama Nadira sembari tersenyum.
"Siap, Ma," jawab Iklima dan segera masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai atas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!