Waktu terasa berhenti, matahari seakan tak bersinar lagi dan dunia bagaikan tubuh lemah yang terkena hujan tanpa ada yang memayungi. Itulah yang Daya rasakan ketika mengetahui orang tuanya telah meninggal dikarenakan gagal menjalankan misi dari Kerajaan.
Ketika orang tua Daya masih ada, kehidupan Daya sangat sejahtera. Makanan bergizi, pakaian bersih dan rumah yang layak untuk dihuni. Namun ketika orang tua Daya meninggal, semua yang dimiliki Daya pun menghilang. Daya diusir dari wilayah Kerajaan dan dipindahkan ke area Pedesaan.
Daya hanya memakan makanan sisa, pakaian yang lusuh kotor dan hanya memiliki gubuk kecil di pinggir pedesaan untuk berlindung dari panas matahari dan dinginnya malam. Daya tidak pernah berpikir kalau kehidupannya dapat berubah 180° hanya dalam waktu satu malam.
Siang terasa melelahkan dan malam terasa menyesakkan. Tubuh Daya yang dulunya gemuk sekarang kurus, pergerakan Daya yang dulunya aktif, sekarang untuk melangkah saja terasa sulit. Walaupun dalam keadaan yang seperti ini, jauh di lubuk hati Daya meyakini bahwa ia dapat melalui semuanya.
Saat malam hari di dalam gubuk, Daya merenungkan perkataan ibundanya,
"Daya Anakku, ada kalanya kau akan sendiri tanpa ada kami di samping mu. Di saat itu tiba, lakukan yang terbaik untukmu dan carilah teman yang sejati. Yakinkanlah dirimu terdapat hitam di antara putih dan putih di antara hitam!"
Tanpa terasa air mata Daya menetes dari kelopak mata membasahi pipi dan bibir mengenang ayah dan ibundanya. Beberapa saat kemudian Daya terlelap dalam tidurnya. Pagi pun tiba, ayam berkokok dan burung pula berdecit. Daya bangkit dari tidurnya lalu menghirup udara sedalam dalamnya dan menghela nafasnya melalui hidung secara perlahan.
"Aku harus bisa berubah menjadi lebih baik demi diriku dan nama kedua orang tuaku. Lihat lah ayah, aku akan membanggakan mu. Cukup perhatikan aku dari atas sana!"
Tidak seperti biasanya, hari ini Daya pergi ke hutan berburu monster untuk dijual. Dengan berbekal pisau belati peninggalan orang tuanya, Daya pergi menyusuri jalan hutan untuk berburu monster. Sesampainya di sana, mata Daya tertuju pada seekor monster di hadapannya. Monster kecil berkaki enam, matanya empat dengan corak berwarna hitam dan putih mengitari tubuhnya. Monster itu tampak seperti laba-laba.
Daya merangkak mendekati monster itu secara perlahan. Ketika jarak antara Daya dan monster itu sudah dekat, Daya mulai bersiap untuk membunuh monster tersebut.
"Ayah, ibu. Do'akan aku yang terbaik."
Beberapa detik setelah Daya berdo'a di dalam hati, Daya mulai berlari kecil sembari memegang pisau yang ia bawa
Jlebb ....
Suara tusukan terdengar ketika Daya menusukkan pisau tepat di leher monster itu. Tangan Daya gemetar karena ini adalah kali pertama ia berburu monster untuk dijual tanpa didampingi orang tuanya.
Beberapa detik kemudian monster itu ambruk dan mati. Daya menghembuskan napasnya lega ketika mengetahui ia berhasil membunuh monster tersebut.
"Haa ... akhirnya aku bisa memgalahkan monster. Walaupun ini monster level rendah sih hahahaha. Ini semua berkat ayah yang mengajariku berburu,"
ucap Daya senang.
Setelah beberapa saat, Daya memotong semua kaki monster itu untuk dijual ke desa atau bisa juga dijual ke Serikat Pendekar. Namun biasanya untuk monster level rendah hanya bisa dijual di pasar desa, sedangkan Serikat Pendekar hanya menerima bagian dari monster berlevel tinggi. Dengan senang Daya membersihkan pisau dan tubuhnya dari darah. Daya lalu keluar dari hutan untuk pergi ke desa menjual hasil buruannya tersebut.
Sampai lah Daya di sebuah desa. Desa ini bernama Desa Oregon. Salah satu desa paling besar di Kerajaan Naga Hijau. Dengan senang Daya melangkahkan kakinya masuk ke dalam Desa Oregon, Daya mencari tempat yang sekiranya ingin membeli kuping buruannya itu.
\=\=♡\=\=
To Be Continued.
Angin berhembus perlahan, suara hiruk warga desa dari kejauhan dan suara anak kecil yang tertawa sembari bermain bagaikan melodi yang mengiring langkah kaki Daya memasuki desa. Di dalam desa, Daya mencari tempat yang sekiranya menerima hasil buruannya tersebut. Sampailah Daya di suatu tempat bernama ruko Ajian Sakti. Tempat sederhana yang terbuat dari kayu yang sudah tua, di sekelilingnya terdapat pohon rindang dengan kursi di bawahnya untuk melepas dahaga.
Di kursi tersebut terdapat dua lelaki berbadan kekar sedang beristirahat dengan pedang berwarna coklat terletak di bagian belakang punggung mereka. Daya melalui kedua lelaki kekar itu lalu masuk ke dalam ruko melalui pintu depan. Ketika Daya sudah berada di dalam, Daya melihat pemilik ruko itu sedang menghitung uang di dalam genggaman tangannya. Pemilik toko itu berbadan besar, memakai semacam topi di kepalanya dan memiliki kumis yang panjang. Daya menghampiri pemilik tempat ini untuk menjual hasil buruannya.
"Permisi Tuan, saya ingin menjual barang hasil buruan saya di sini. Ini adalah hasil buruan saya yang pertama," ucap Daya ramah sembari memberikan kuping hasil buruannya kepada si pemilik.
Pemilik toko yang melihat Daya lantas menyipitkan mata dan mengerutkan alisnya,
"Hmm ... dekil, kurus dan berani sekali anak ini. Dengan umur sekitar dua belas tahun tetapi sudah berani berburu monster di hutan," pikir penjual di dalam hatinya.
"Wah ... ini kuping monster Lamoe ya? Monster tingkat rendah yang sering ditemui di sekitar hutan. Satu pasang kuping Lamoe dihargai lima koin perunggu," ucap pemilik toko sembari mengambil kuping dari tangan Daya.
Daya mengangguk pelan, dia setuju akan menjual kuping Lamoe sebesar lima koin perunggu. Dengan wajah senang daya manggambil koin dari si pemilik tempat ini. Daya menghitung koin pemberian pemilik lalu dengan sekelebat mengerutkan dahinya heran.
"Pak ... Anda memberikan saya sepuluh koin perunggu, bukankah harga sepasang kuping dihargai lima perunggu?" tanya Daya terheran-heran.
"Sudah ambil aja, gk usah banyak omong!" jawab pemilik toko datar.
Daya terdiam selama beberapa detik sembari memandangi koin yang ia pegang. Daya lantas berterima kasih kepada si pemilik lalu pergi meninggalkannya. Ketika Daya ingin keluar, pemilik memandangi Daya dari belakang lalu berkata pelan,
"Semoga kau dilindungi oleh Tuhan nak, dunia ini terlalu kejam untuk anak seusia mu."
Daya pun keluar dari ruko Ajian Sakti, melangkahkan kakinya dengan gembira menyusuri desa dengan wajah yang berseri seri.
"Dengan uang ini saya bisa membeli makanan yang layak. Terima kasih ayah, terimakasih ibu," ucap daya lembut memandang langit yang biru.
Daya pergi ke tempat penjual makanan untuk membeli apel lalu pergi ke penjual baju. Sampailah Daya di sana.
"Permisi Pak, adakah baju dan celana sepasang dengan harga lima koin perunggu?" tanya Daya ke pemilik tempat baju.
Pemilik tempat baju melihat ke arah Daya lalu memaki nya,
"Mana ada kami menjual pakaian dengan harga lima koin perunggu! Udah gila kau ya!? Kalau ingin membeli baju dengan harga 5 koin perunggu, pakai kertas saja sana! Atau beli di tempat baju bekas! Dasar bocah bodoh!"
Orang-orang di sekeliling Daya tertawa ketika mendengar makian si penjual baju. Daya pun pergi dari toko baju tersebut sembari menangis. Dari kejauhan terdengar mereka masih mengolok-olok Daya dengan tawa yang berkelanjutan.
Pembeli A: "Dasar bocah aneh, mau beli baju tapi pake uang 'Cio', udah gila sepertinya bocah itu!"
Pembeli B: "Iya nih, haha bikin perut sakit aja gara-gara tertawa hahaha .... "
Pembeli C: "Sepertinya bocah itu dijual ke Serikat Budak oleh orang tuanya, deh. Lihat aja tuh pakaiannya! Dekil banget, kurus pula tubuhnya seperti batang kayu hahaha."
Daya berlari sembari menangis menjauhi orang-orang itu, saat Daya merasa sudah jauh dari toko baju, Daya mulai berhenti berlari dan mengusap air matanya.
\=\=\=\=\=♡\=\=\=\=\=
To be continue.
- Cio : Uang yang digunakan budak untuk membeli makanan. Biasanya bernilai 1-10 koin perunggu.
Note:
1 koin kerajaan bernilai 10 koin berlian.
1 koin berlian bernilai 10 koin emas.
1 koin emas bernilai 10 koin perak.
1 koin perak bernilai 10 koin perunggu.
1 buah apel bernilai 1 perunggu.
Air mata akan berkata, ketika mulut tak sanggup untuk berbicara. Itulah yang Daya rasakan saat ini. Perasaan sakit hati dikarenakan olokan para pembeli. Daya ingin melupakan semua ini, namun luka di hati akan lebih lama sembuh dibandingkan luka di sekujur tubuh. Daya mencoba untuk tegar lalu mengusap air matanya.
Daya melanjutkan perjalanannya untuk mencari pakaian bekas. Di tangan kanannya terdapat plastik berisikan lima buah apel dan di gengaman tangan kirinya terdapat lima koin perunggu. Daya mencari tempat yang sekiranya menjual pakaian bekas, kepala Daya dipalingkan ke kanan dan ke kiri untuk mencarinya. Daya pun melihat ada tempat penjualan baju bekas lalu mampir dan membeli pakaian dengan harga tiga koin perunggu.
Setelah membeli hal yang dibutuhkan, Daya langsung berkeinginan pergi dari pasar dan kembali ke gubuknya. Dalam perjalanan pulang, Daya melihat ada anak gadis berumur sama seperti dirinya sedang memegang perut seperti kelaparan di gang sekitar perumahan warga. Pandangan anak itu kosong, tubuh anak itu kurus dan pakaiannya juga lusuh, sama seperti Daya saat ini. Tanpa menunggu lama lagi, Daya langsung menghampiri gadis itu. Gadis itu melihat ke arah Daya dengan wajah terheran-heran.
"Ambil koin ini dan belilah beberapa makanan untuk mu," ucap Daya kepada gadis itu sembari menyodorkan koin miliknya.
"Bukankah kau juga membutuhkannya? Kenapa memberikannya padaku?" tanya gadis dengan pandangan heran.
"Sudahlah ambil saja, aku sudah ada kok makanan untuk hari ini. Orang tuaku pernah berkata, 'Berbuat baiklah kepada orang lain seakan kau berbuat baik kepada dirimu sendiri' " ucap Daya dengan senyum ramah mengitari bibirnya.
"Terima kasih, aku tidak akan melupakan kebaikanmu. Namaku Livia, siapa namamu?" ucap Livia sembari menerima koin pemberian Daya.
"Panggil saja Daya, sampai nanti ya Livia" jawab Daya dengan senyum sembari melambaikan tangannya.
Livia membalas lambaian tangan Daya. Wajah Livia berseri-seri karena mengetahui hari ini dia bisa makan makanan yang layak dan bergizi.
"Baik sekali Daya, kuharap aku bisa bertemu dengan dirinya suatu hari nanti," ucap Livia di dalam hatinya.
Daya kembali berjalan untuk pergi dari desa, ketika jarak Daya hanya beberapa meter dari gerbang, Daya mendengarkan suara terompet yang mengagetkan telinganya. Daya melihat ke sumber suara itu berasal, terlihatlah seorang pria paruh baya dengan terompet menempel di mulutnya. Para penduduk desa yang mendengar suara terompet tersebut lantas meninggalkan kegiatannya dan berbaris di sepanjang jalan. Daya yang penasaran dengan apa yang akan terjadi lantas juga berbaris dikerumunan warga.
Berkat tubuhnya yang kecil, Daya dengan leluasa bergerak kebagian paling depan, dari kejauhan tampak tiga pria tegap dan tampan sedang menunggangi kuda putih masuk ke dalam desa. Melihat hal itu para warga desa mulai berteriak gembira, terutama para wanita.
"Selamat datang Tuan Abercio, Tuan Alardo dan Tuan Anthony!" sahut pria paruh baya dengan sopan.
"Tuan Anthony ... menikahlah dengan ku ..., " sahut gadis dari kejauhan.
"Tuan Abercio, anda tetap tampan seperti biasanya," sahut wanita paruh baya dengan kaki yang menjinjit di antara kerumunan warga.
Semua warga mulai memuji dan menyambut kedatangan para pendekar. Tak disangka Daya mendengar ucapan para penduduk desa yang menarik perhatianya.
Warga A : "Sudah kuduga, mereka dapat menyelesaikan misi yang mereka tanggung tanpa luka sedikitpun"
Warga B : "Tentu saja, mereka adalah Pendekar dengan Tier Quintus!"
Warga C : "Bagi mereka kekalahan adalah hal yang memalukan, para pendekar dengan tier tinggi, lebih memilih pulang membawa nama dari pada pulang membawa kegagalan!"
Mendengar kata-kata para warga, membuat Daya terkagum dengan para pendekar.
"Aku harap, aku bisa seperti para pendekar itu suatu hari nanti. Pergi dengan kehormatan dan pulang dangan kebanggaan," ucap Daya dalam hatinya melamuni masa depannya.
Ketika masih merenung, Daya dikagetkan dengan tendangan yang ia rasakan di area belakang tubuhnya.
"Hoi bocah, bau dan kucel sekali penampilan kau itu. Para pendekar tidak ingin melihat kau di sini, pergi kau dari pandangan kami!" maki seorang pria dari arah belakang Daya sembari menendangnya ke arah depan.
Daya tersungkur ke arah depan, dikarenakan pergerakan Daya yang tiba-tiba, kuda para pendekar yang sedang melintas meronta ronta dan berubah ke posisi berdiri. Posisi Daya tepat berada di bawah kaki kuda itu dan jika Daya tidak bergerak maka dapat dipastikan kuda tersebut akan menghujam kepalanya. Suasana yang tadinya riang berubah menjadi tegang dan sorak-sorak yang terdengar berubah menjadi suara teriakan yang memilukan.
Daya yang melihat kuda tepat berada di atas kepalanya itu tidak dapat melakukan apa-apa, badan Daya kaku dan kakinya terasa dipenuhi paku. Beberapa detik kemudian dikarenakan Mental Daya yang lemah mengakibatkan Daya pingsan sebelum dia dapat berbindah tempat.
\=\=♡\=\=
To Be Continued.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!