Di sebuah pegunungan yang tinggi, hiduplah seorang pendekar wanita yang sudah berusia lanjut. Namanya Sa shuang, dimana dia membesarkan seorang anak gadis yang sejak berusia tiga tahun yang kini sudah menginjak usia dua puluh tahun. Gadis itu bernama Xiao Yu.
Xiao Yu adalah seorang gadis yang nasibnya sangatlah tragis, dimana seluruh keluarganya dibantai oleh seorang pendekar yang bergelar Kipas emas penebar Maut.
Tujuh belas tahun lamanya semenjak Xiao Yu berusia tiga tahun, dan Xiao Yu dirawat dan juga digembleng oleh nenek yang berjuluk Nenek si Tongkat Sakti.
Selama berlatih bermacam-macam jurus yang diajarkan oleh nenek Sa Shuang, Xiao Yu mengalami peningkatan yang amat pesat. Hal itu dikarenakan Xiao Yu adalah putri dari seorang pendekar hebat dimasanya dan bertulang baik serta bakatnya luar biasa sekali sehingga setelah berlatih siang malam selama sepuluh tahun, ia telah mewarisi semua ilmu kesaktian gurunya. Bahkan telah berhasil pula menguasai dari ilmu simpanan gurunya yang membuat nama nenek Sa Shuang ini menjulang tinggi diantara nama tokoh tokoh dunia persilatan yaitu jurus pukulan Tongkat pemukul anjing dan jurus Tongkat Pemukul Iblis, serta jurus terbarunya Tongkat sinar Sakti.
"Yu'er, sudah waktunya kamu menuntut balas atas kematian kedua orang tua kamu dan juga semua keluarga kamu." ucap Nenek Sa Shuang yang menatap putri dari Kakak seperguruannya, sekaligus laki-laki yang dulu pernah dia sukai.
"Maksud guru apa?" tanya Xiao Yu yang penasaran.
"Saya memerintahkan pada kamu untuk mencari pengalaman di luar perguruan, dan juga mencari Siauw bo. Dengan tujuan bukan hanya menuntut balas atas kematian seluruh keluarga kamu, tapi yang lebih utama adalah untuk membasmi Iblis ganas itu. Tentunya agar tidak melakukan kejahatan lagi di muka bumi ini!" seru nenek Sa Shuang yang penuh harap pada Xiao Yu.
"Murid mengerti dan bersumpah akan mentaati semua pesan guru." balas Xiao Yu yang menundukkan kepalanya.
"Nah, kalau begitu kau pergilah dan aku melarangmu naik ke puncak ini untuk mencariku lagi karena aku tidak mau lagi bertemu dengan manusia." ucap guru Sa Shuang.
"Tapi guru.....!" seru Xiao Yu yang memprotes dan tanpa disengaja kedua matanya mengucurkan air mata yang menitik-nitik turun melalui kedua pipinya.
Sa shuang yang duduk bersila di atas batu itu jadi menarik napas panjang dan memejamkan matanya.
"Kamu ini tahu saja cara membuat hati gurumu ini luluh! Baiklah kamu boleh naik ke puncak ini menghadapku pada saat engkau sudah bosan hidup, boleh kau datang ke sini. Pergilah!" seru Sa Shuang yang masih tetap dalam posisinya.
Xiao Yu yang juga masih bercucuran air mata kemudian berlutut sambil menyeka air matanya.
"Baik guru, mlurid pergi!" pamit Xiao Yu yang masih menatap gurunya dalam-dalam.
"Iya, pergi sana! cari pengalaman yang banyak! Oh iya, untuk memperlancar tugas kamu Nenek sarankan kamu menyamar sebagai seorang laki-laki" saran nenek Sa Shuang.
"Menyamar menjadi laki-laki?" tanya Xiao Yu yang penasaran.
"Iya, karena diluar sana kamu akan menemui banyakbri tangan jika kamu tetap dalam keadaan perempuan?" ucap nenek Sa Shuang.
"Baiklah guru. Murid mengerti." ucap Xiao yu sembari menangkupkan telapak tangannya di dadanya, dan sedikit menundukkan kepalanya.
Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Nenek Sa Shuang dengan amat berat melepaskan Xiao Yu untuk berkelana.
Tak berapa lama Xiao Yu meninggalkan goa di puncak gunung Persik di mana dirinya dan juga gurunya hidup selama sepuluh tahun itu. Tangan kanannya memegang sebatang rotan yang biasa ia pakai berlatih, pedang pemberian gurunya terselip di pinggang dan buntalan pakaiannya menempel di punggung.
Dalam perjalanan Xiao Yu turun gunung, penuh dengan lika-liku. Dan sampailah di kota Ming An
Di pagi hari itu sudah banyak orang makan di dalam restoran tersebut. Karena belasan orang yang menjadi tamu restoran itu yang kesemuanya adalah laki-laki juga para pelayan dan pengurus semuanya laki.laki, riuh rendah suara pelanggan restoran tersebut.
0mongan-omongan kotor dan kasar diselingi gelak tawa mengotori hawa bersih yang masuk dari luar. Apalagi pada saat itu terdapat tiga orang jagoan atau tukang pukul rumah judi yang sedang dijamu oleh seorang tamu yang malam tadi berhasil mendapat kemenangan besar dalam bermain judi.
Mereka bertiga ini bicara riuh rendah tentang palacur-pelacur di kota Hopak, tidak seperti orang pada umumnya yang membicarakan kelezatan bermecam-macam masakan saja.
Tanpa ditutup-tutupi blak-blakan dan tidak ada rahasia sehingga para tamu lain yang mendengarkannya ikut-ikutan tersenyum. Telinga laki-laki memang paling suka mendengarkan percakapan semacam itu.
Sementara itu Xiao Yu yang menyamar menjadi laki-laki, duduk di bangku sudut restoran.
Derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makan tidak menarik perhatian mereka yang tengah bergurau.
Pada saat penunggangnya melompat turun dari atas kuda, menyerahkan kuda kepada penjaga di luar kemudian melangkah masuk ke dalam restoran, serentak semua percakapan berhenti dan semua mata, termasuk mata pelayan dan pengurus restoran, memandang ke arah orang yang baru masuk itu dengan pandang mata kagum dan penuh gairahh terutama pelayan wanita.
Penunggang itu adalah seorang pria yang masih muda, kiranya tidak lebih dari dua puluh lima tahun usianya. Pakaiannya serba merah hati, dengan rambutnya hitam panjang sepinggang, wajahnya berbentuk bulat telur dengan kulit wajah yang halus putih itu .
Sepasang matanya lebar amat tajam pandang matanya, hidung kecil mancung dan mulut yang selalu mengulum senyum.
Ada seorang pelayan muda agaknya lebih cepat sadar daripada teman-temannya yang masih bengong. Ia cepat lari menghampiri pria itu sambil membungkukkan badannya.
"Selamat pagi, tuan. Silakan duduk, di sebelah kiri itu masih banyak meja kosong, silakan!" ucap pelayan wanita tersebut.
Laki-laki tampan itu menganggukkan kepalanya dan kemudian pandangannya menyapu ke ruangan restoran dengan pandangan matanya yang tajam.
Dia kemudian mengebut-ngebut pakaiannya di bagian paha dan pinggang untuk membersihkan debu, dan mengikuti pelayan itu ke sudut ruangan sebelah kiri di mana terdapat beberapa meja yang masih kosong.
Sapuan pandangan matanya tadi membuat ia tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian semua orang, akan tetapi ia tidak
mengacuhkan hal ini dan bersikap seolah-olah di tempat itu tidak ada orang yang memandangnya.
...~NR~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Sapuan pandangan matanya tadi membuat ia tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian semua orang, akan tetapi ia tidak
mengacuhkan hal ini dan bersikap seolah-olah di tempat itu tidak ada orang yang memandangnya.
Tak berapa lama datang seorang pelayan wanita yang dengan mengulas senyum, bertanya dengan ramah pada laki-laki tampan yang memakai pakaian serba merah itu.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya pelayan wanita itu.
"Keluarkan arak hangat yang paling baik lebih dulu." ucap laki-laki itu dengan nyaring.
"Baik tuan." ucap si pelayan wanita itu yang kemudian cepat pergi untuk melayani permintaan laki-laki yang ada dihadapannya itu.
Tak butuh waktu lama pelayan itu datang membawa arak hangat sesuai pesanan laki-laki itu.
"Araknya sudah datang tuan, silahkan!" ucap si pelayan wanita itu dengan ramah.
"Iya, letakkan di atas meja." ucap laki-laki tampan itu.
Kemudian laki-laki itu memesan beberapa masakan, dan pelayan itu segera pergi untuk mengambilkan makanan pesanan laki-laki muda itu.
Setelah pelayan pergi pemuda itu mulai minum arak dari guci arak. Secara berturut-turut ia minum tiga cawan arak penuh dan dari caranya minum, sudah dipastikan kalau hal itu membuktikan bahwa laki-laki itu memang kuat minum dan sudah terbiasa untuk minum arak.
Pakaiannya begitu mewah tampak seperti perantauan karena tak nampak membawa senjata. Satu-satunya benda yang dibawa adalah sebuah kipas, dan karena kedatangannya yang menunggang kuda dan caranya bicara seperti bukan kebiasaan warga Ang Keng.
Sementara Xiao Yu yang menyamar sebagai seorang laki-laki itu yang demi kelancarannya dalam berpetualang, terus memperhatikan gerak-gerik laki-laki yang memakai pakaian warna merah itu.
Melihat laki-laki asing yang memasuki restoran seorang diri itu, timbullah keisengan dari ketiga orang jagoan dari rumah judi yang terletak disamping restoran. Yang mana mereka sudah setengah mabok itu.
"Hei pemuda asing! tentunya harta kamu banyak ya!" seru salah satu dari ketiga tukang pukul rumah judi, yang nampaknya dia yang paling tua diantara yang lainnya.
"Kalau iya kenapa memangnya?" tanya pemuda itu yang tetap menikmati Araknya.
"Bagaimana kalau anda pertaruhkan ke rumah judi? saya yakin kalau uang anda bisa berlipat-lipat jumlahnya!" racau laki-laki yang berwajah tompel itu.
"Hm, meja judi ya?" tanya laki-laki itu yang kemudian dia seperti memikirkan sesuatu.
"Benar sekali! itu rumah judinya ada di sebelah restoran ini!" jawab laki-laki yang berwajah tompel itu masih dalam kondisi mabuk.
"Mungkin aku bisa merampok uang disana! iya disana pasti banyak uangnya!" gumam dalam hati laki-laki itu yang kemudian dia memanggil pelayan wanita yang tadi melayaninya.
"Pelayan!"
"I..iya tuan!" jawab pelayan wanita itu yang tergopoh-gopoh menghampiri pemuda berbaju merah itu.
"Brakk...!"
"Ini uang makan dan juga araknya! sisanya ambillah!" seraya meletakkan dua keping uang emas di atas meja.
"Wah, banyak sekali tuan!" seru pelayan wanita itu yang sangat terkejut dengan uang yang ada di tangannya saat ini.
"Hm, aku sedang baik hati! Antarkan aku ke rumah judi yang dimaksudkan oleh laki-laki itu!" seru pemuda berbaju merah itu seraya menunjuk ke arah laki-laki bertompel yang sudah tak bisa menyangga kepalanya itu.
"Ba...baik tuan!" seru pelayan wanita itu yang kemudian melangkahkan kaki dan diikuti oleh pemuda tampan itu.
Keduanya melangkah menuju pintu keluar restoran itu menuju ke rumah judi yang letaknya di sebelah restoran itu.
Sementara itu Xiao Yu yang sudah menghabiskan makanannya, segera membayar makananya itu dan kemudian melangkahkan kakinya mengikuti pemuda baju merah yang berjalan dengan pelayan restoran menuju ke rumah judi.
"Wah, sepertinya seru, baiklah aku akan mengikuti laki-laki itu!" gumam dalam hati Xiao Yu yang tiba-tiba ada rasa ketertarikannya untuk mengikuti laki-laki tampan itu.
Ruangan judi itu cukup lebar, di dalamnya terdapat lima buah meja judi yang masing-masing dijaga oleh seorang pengawal. Memang sepagi itu belum banyak tamu, hanya ada belasan orang.
Semua orang memandang dengan heran ketika melihat pemuda yang masuk dengan diantarkan oleh pelayan wanita dari restoran sebelah.
"Ma'af tuan, saya bisa mengantarkan tuan sampai disini." ucap pelayan wanita itu dengan ramah.
"Hm, baik dan terimalah ini!" seru pemuda itu kembali memberikan satu keping uang emas pada pelayan wanita itu. Raut wajah pelayan wanita itu mendadak menjadi ceria dan mengulas senyumnya.
"Terima kasih tuan....terima kasih!" seru pelayan wanita itu yang kemudian meninggalkan pemuda tampan berbaju warna merah itu sendirian.
"Apakah tuan mau berjudi?" tanya salah satu tukang pukul di rumah judi itu yang melangkahkan kaki, menghampiri laki-laki tampan itu.
"Tentu saja, dan aku akan mengalahkan kalian!"seru pemuda itu dengan yakinnya.
"Baiklah, silahkan tuan!" kata tukang pukul itu yang kemudian mengantarkan laki-laki itu pada seorang yang bertubuh kurus, yang tak lain menjadi bandar kepala di rumah judi itu.
Kemudian bandar judi kurus yang itu mempersilahkan pemuda dihadapannya untuk duduk di kursi yang didepannya ada meja untuk berjudi.
Pemuda itu itu tanpa bersuara menurut dan kemudian duduk di kursi yang ditunjukkan oleh bandar judi itu.
"Tuan hendak bermain apa?" tanya bandar judi itu yang penasaran.
Pemuda itu menebarkan pandangannya ke ruangan di dalam rumah judi itu dengan pandangan matanya yang tajam, kemudian menghampiri sebuah meja judi yang di atasnya terdapat sebuah mangkok dan dadu.
"Aku suka main dadu." jawab pemuda itu dengan yakin.
"Baiklah Tuan, biar saya sendiri yang melayani tuan." kata si bandar judi yang bertubuh kurus itu sambil memberi isyarat agar pegawai di belakang meja itu mundur.
Setelah itu si kurus mengambil dadu terus memasukannya ke dalam mangkok dan dengan gerakan seorang ahli ia memutar-mutar dadu di dalam mangkok itu secara cepat sekali.
Suara nyaring terdengar ketika dadu itu berputaran di dalam mangkok kemudian secepat kilat bandar itu menumpahkan mangkok ke atas meja dengan biji dadu terdapat di dalamnya.
Ketika menutupkan mangkok tadi kedua tangannya bergerak cepat sekali sehingga dadu itu tidak tampak sama sekali ketika mangkok dibalikkan. Ini semua membuktikan keahlian bandar judi yang sudah mahir.
"Silakan anda pilih genap apa ganjil tuan?" tanya bandar kurus itu sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kecil-kecil yang renggang.
Pemuda itupun tersenyum manis sambil melihat ke seputarnya.
Kemudian pemuda itu mengeluarkan kantungnya dan membuka tali kantung. Dengan tenang sekali ia mengeluarkan lima belas keping perak, menaruhnya di atas gambar tulisan "ganjil" di atas meja.
Semua orang yang melihatnya ikut tegang, sementara itu si bandar kurus itu mengulas senyumnya dengan sinis.
Dadu itu segi empat dan pada enam permukaan diberi angka satu sampai dengan angka enam. Angka ganjil adalah satu tiga lima. sedangkan angka dua empat enam adalah angka genap.
Apabila memasang ganjil atau genap, jika kena menerima jumlah pasangan. Tetapi apabila memasang pada sebuah angka tertentu apabila menang akan menerima jumlah empat kali lipat pasangan.
Melihat pemuda itu sudah memasang, sekali pasang lima belas keping perak. Para tamu yang lainnya ikut pasang pula. Ada yang pasang ganjil, pasang genap, ada pula yang memasang nomer-nomer tertentu.
...~NR~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Melihat pemuda itu sudah memasang, sekali pasang lima belas keping perak. Para tamu yang lainnya ikut pasang pula. Ada yang pasang ganjil, pasang genap, ada pula yang memasang nomer-nomer tertentu.
Setelah semua orang menaruh pasangan di atas meja, si bandar kurus yang tadi terseyum dengan gerakan kilat dan sambil mengeluarkan seruan nyaring, membuka mangkok itu.
Dan jelas tampak dadu itu menggeletak di atas meja dengan nomor empat di atasnya. Bandar kurus itu menggaruk semua uang pasangan, kecuali pasangan pada angka genap dan pasangan pada angka empat yang mendapat hadiah sebagaimana mestinya.
Pemuda itu yang kehilangan pasangannya itu masih tenang saja, bahkan memperbesar pasangannya lagi sampai menjadi lima puluh keping perak sekali pasang.
Semuanya terbengong dan Inilah main judi besar-besaran. Sekali dua kali gadis itu menarik kemenangan. akan tetapi setelah ia mulai memasang dengan taruhan besar sampai seratus keping perak sekali pasang, ia selalu kalah sampai akhirnya habislah semua uang peraknya.
Namun dengan sikap tenang pemuda itu masih terus memasang kini malah mulai menggunakan uang emas.
Para tamu menjadi tegang. Ada yang merasa kasihan kepada pemuda tampan ini. Ada yang diam-diam memakinya bodoh.
Akan tetapi yang lebih tegang adalah si bandar judi yang kurus itu, juga para bandar lain yang menonton.
Dan sekarang pemuda tampan itu
memasangkan semua sisa uangnya pada nomor lima. Taruhan yang dipasangkan adalah dua puluh lima keping emas.
Kalau menang, berarti bandar harus membayar empat kali jadi seratus keping emas dan hal ini berarti pula bahwa semua kekalahan pemuda itu akan dapat ditebus.
Melihat bahwa para tamu lain kehilangan nafsunya memasang melainkan lebih suka menonton pemuda yang luar biasa itu berjudi dengan tambah gila-gilaan, dan bandar kurus itu menjadi semakin gelisah.
Dengan teriakan nyaring ia membuka mangkok penutup dan dadu meperlihatkan angka lima.
Di antara para tamu ada yang bersorak, dan ributlah mereka membicarakan kemenangan ini.
Bandar gendut menghapus peluh dengan saputangannya dan para pembantunya menghitung uang pembayaran kepada yang menang.
Pemuda itu tetap tersenyum dengan tenang, kemudian memasang lagi dengan taruhan yang membuat semua orang membelalakkan mata.
"Saya pasang seratus lima puluh keping emas!" seru pemuda itu dengan wajah tenang.
"Gila ......!"
'Sekali kalah, habis dia !"
"Masa' sebegitu banyak dipasangkan semua ?"
Bermacam-macam komentar orang, akan tetapi gadis itu tersenyum lebar dan menoleh ke belakang ke arah para tamu yang menonton.
"Namanya juga berjudi. Akibatnya hanya dua macam. Menang atau kalah. Kecil besar sama!" ucap pemuda itu dengan mengulas senyumnya.
Bandar kurus itu menatap jumlah uang yang dipertaruhkan pada tulisan "ganjil" dengan mata
melotot dan ia tidak segera memutar dadunya.
Agaknya Bandar kurus itu mulai merasa ragu-ragu dan takut jika kalah, karena bisa saja keadaan berbalik,
"Ayo lekas putar. Kenapa kamu ragu-ragu? Apakah bandar takut kalah?" tanya pemuda itu dengan nada mengejek.
"Ha...ha....!" semua tamu tertawa karena memang lucu kalau ada bandar judi yang takut kalah.
"Eh, bandar kurus! Kamu kenapa? Kalau ragu-ragu jangan main, biar aku melayani pemuda ini!"
Terdengar suara parau. Semua orang menengok. Kiranya dia seorang laki-laki usia lima puluh
tahun bertubuh tinggi besar bermuka hitam, pakaiannya mewah dan matanya buta yang sebelah kiri.
Melihat orang ini, si kurus cepat-cepat mengundurkan diri.
"Maafkan tuan. Karena taruhanmu luar biasa besar, maka saya menjadi ragu- ragu dan gugup. Majikan kami datang, biarlah majikan kami sendiri yang menjadi bandar!" ucap bandar kurus itu dengan sopan.
"Hm, majikan kamu berarti pemilik perjudian ini ya?" gumam pemuda itu seraya menatap laki-laki usia lima puluh tahun bertubuh tinggi besar bermuka hitam, pakaiannya mewah dan matanya buta yang sebelah kiri itu.
Pemuda itu memandang tajam dan kini semua tamu juga mengenal si muka hitam yang buta sebelah matanya itu.
Dia adalah Mao Chow yang berjuluk Beruang mata Satu, seorang tokoh besar dunia pejahat di kota Ang Keng, bahkan terkenal di seluruh negeri dan kini setelah banyak mengumpulkan harta lalu hidup sebagai orang kaya raya di kota Ang keng.
Restoran serta rumah judi itu adalah miliknya. Tadi memang ada pegawai secara diam-diam memberi laporan perihal pemuda yang berjudi dengan taruhan luar biasa itu, maka ia lalu datang sendiri buat melihatnya khawatir kalau-kalau yang datang itu adalah seorang musuh serta sengaja mau mencari gara-gara.
Hatinya lega ketika melihat seorang pemuda yang tidak ia kenal juga sikapnya seperti seorang pemuda biasa, akan tetapi melihat caranya bertaruh, timbul kekhawatirannya kalau-kalau rumah judinya akan bangkrut maka cepat-cepat menyuruh si kurus mundur dan maju sendiri sebagai bandarnya.
"Tuan memasang ganjil dengan taruhan semua uang tuan, Ingat kalau nona kalah berarti tuan takkan dapat melanjutkan perjudian ini lagi," kata Mao Chow itu dengan suaranya yang parau, akan tetapi dengan sikap tenang.
"'Kalau aku kalah, ambil semua uang ini, kenapa masih komentar lagi? Uangku boleh habis, tetapi apakah perhiasan-perhiasanku ini tidak laku untuk dipasangkan?" tanya pemuda itu seraya membuka buntalan dan terdengar orang berseru kagum ketika terlihat perhiasan-perhiasan emas permata yang indah-indah dalam sebuah bungkusan.
"Ha...ha....ha...! tuan benar-benar seorang penjudi ulung yang tabah. Bagus hari ini kami menerima kunjungan seorang tamu terhormat. Hei pelayan! lekas bawa ke sini arak yang paling baik untuk tuan ini!" seru pemilik perjudian itu yang kemudian memanggil pelayannya.
Tak berapa lama datanglah pelayan yang membawa apa yang menjadi permintaan majikannya itu.
Setelah itu si pelayan menuangkan arak dan mempersilakan majikan dan pemuda itu untuk minum.
"Sekarang kita mulai, tuan memasangkan semua uang itu untuk angka ganjil?" tanya Mao Chow yang mengingatkan lagi.
"Betul dan cepatlah kau putar dadunya!" jawab pemuda itu sambil tersenyum dan terlihat sangat tenang.
Kemudian pemilik rumah judi itu menggulung lengan bajunya ke atas, kemudian tangan kanannya memegang mangkok dan memasukkan dadu dengan tangan kiri ke dalam mangkok itu.
Mao Chow yang matanya yang tinggal satu memandang tajam ke arah dadu yang mulai ia putar-putar di dalam mangkok.
Makin lama makIn cepat dadu terputar dan dengan telapak tangan kirinya dia menutupi mulut mangkok sambil memutar terus. Gerakan kedua tangannya sedemikian cepat sehingga bagi mata para tamu, kedua lengan yang besar dan berotot itu telah berubah menjadi banyak demikian pula
mangkoknya membuat para penonton menjadi pusing.
Namun pemuda itu memandang tetap dengan tersenyum, namun kali kini senyumnya seperti orang mengejek. Bagaikan kilat cepatnya. Mao chow kini membentak keras dan mangkoknya saat tertelungkup di atas meja dengan biji dadu di dalamnya.
"Brakk...!"
Kemudian Mao chow memandang pemuda itu dengan peluh dikeningnya.
"Tuan, menurut aturan baru setelah dadu diputar orang mulai memasang taruhannya. Apakah nona tetap memasang angka ganjil dan tidak dirubah lagi?" tanya Mao Chow yang penasaran.
...~NR~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!