Andika Raharsyah adalah pria mapan yang memimpin sebuah perusahaan besar, meneruskan kepemimpinan ayahnya yang sudah memilih pensiun dari dunia bisnis untuk menikmati mata tuanya. Dengan kadar kegantengan di atas rata-rata, membuat Andika dikagumi banyak gadis, termasuk para karyawan wanita yang berkerja di perusahaannya.
Sayangnya, semua harus mengalami patah hati karena Andika sudah memilki seorang kekasih. Namanya Erina Anggraini, si gadis cantik yang memiliki paras cantik dengan tinggi badan semampai menjadi pasangan Andika yang membuat semua mata yang memandang akan merasa iri melihat kecocokan mereka ketika mereka sedang berjalan bersama.
Kebetulan Pak Wijaya Raharsyah, ayah dari Andika sudah berteman baik dengan Pak Donny Handoko, ayah dari Erina. Kebetulan mereka juga merupakan mitra kerja antara kedua perusahaan mereka. Jadi, memang langsung ataupun tidak langsung, Andika dan Erina sudah dijodohkan oleh kedua orang tuanya supaya bisa mempererat hubungan persahabatan di antara kedua senior itu.
Mereka tidak masalah dengan perjodohan itu, karena Andika memang mencintai Erina. Bahkan mereka berniat melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat ini.
Saat itu, ketika Andika sedang sibuk berkutat dengan dokumen-dokumen yang harus diperiksanya sebelum ditandatangani, tiba hapenya berbunyi. Sebuah pesan singkat dari kekasihnya masuk.
Message: My Sweetheart
Siang ini temani makan siang ya, setelah itu kita akan ke butik untuk fitting baju pengantin kita, sayang. Love You😘😘
Andika membalas:
Oke, Sweetheart. Selesai pekerjaan terakhir ini, aku langsung meluncur menjemputmu, tunggu ya. Love you too..💛💛💛
Tak lupa Andika menyisipkan emoticon hati sebagai tanda cintanya yang begitu dalam kepada Erina. Entah kenapa, setiap kali ada pesan masuk dari kekasihnya itu, seolah bisa menjadi amunisi bagi pria ganteng itu sehingga menjadi semakin semangat di dalam kerjaannya.
Segera, setelah selesai mengecek dokumen terakhir yang harus ditandatanganinya, dia mengambil jasnya kemudian bersiap untuk menjemput Erina untuk makan siang bersama sesuai janjinya tadi.
Setelah berpacu di tengah kemacetan jalanan kota Jakarta siang itu, akhirnya Andika sampai di kantor Erina. Tanpa turun dari mobil di tempat parkiran, Andika mengirim pesan singkat kepada Erina mengabarkan bahwa dia sudah sampai.
"Hai sayang, sudah tunggu lama? Maaf ya, ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan tadi, jadi membuatmu harus menunggu.." sapa Erina dengan manja.
" Tidak apa sayang. Jadi, di mana kita akan makan siang hari ini? Aku sudah lapar nih??" tanya Andika
" Kita makan di cafe XXX di seberang yuk, cafe yang baru buka tuh. Beberapa rekan kerjaku yang sudah mencobanya, sangat merekomendasikannya, aku jadi penasaran." pinta Erina.
" Oke, siap meluncur." jawab Andika yang segera menjalankan mobilnya untuk menuju tempat yang dimaksud. Di dalam mobil, tidak henti-hentinya Andika bersikap romantis kepada Erina dengan memegang tangan gadis itu lalu mencium punggung tangannya berkali-kali. Meski Erina sebenarnrya senang diperlakukan seperti itu, tetapi tetap saja dia merasa sedikit risih.
" Hati-hati sayang, kamu sedang menyetir lho. Tangan tuh pegang setir, emang tanganku ini setir mobil apa." ketus Erina berpura-pura.
" Iya..ya..bawel, pelit amat sih, masa pegang tangan saja tidak boleh." balas Andika yang kemudian melepaskan tangan Erina lalu fokus menyetir dan melihat ke depan. Meski sedikit kesal, tetapi dia menyadari juga apa yang dikatakan Erina ada benarnya juga.
Tidak lama kemudian, mereka pun sampai di cafe yang dimaksud. Mereka mencari lokasi tempat duduk yang agak privat, lalu datanglah pelayan yang mencatat pesanan mereka. Sambil menunggu pesanan makanan dan minuman disiapkan, kedua sejoli saling bertatap begitu romantis membuat beberapa pengunjung cafe yang ada di situ menatap iri.
" Sudahlah, Sayang, emang ada yang salah ya dengan dandananku hari ini? hingga kau menatapku tak berkedip?" tanya Erina keheranan dan merasa risih karena ditatap begitu lama oleh Andika.
Andika tidak menghiraukan ocehan Erina, malah kemudian mengenggam tangan kekasihnya dan mencium punggung tangan gadis itu seperti yang dilakukannya di mobil tadi.
"Cukup sayang, aku jadi malu diperlukan seperti ini terus. Lihat, kita jadi tontonan pengunjung cafe sini nih." lanjut Erina
" Biarin..gak apa-apa donk, sesekali kita memberikan tontonan gratis buat orang lain." jawab Andika
" Oh ya, habis makan kota ke butik XX ya, tadi pagi si pemilik butik sudah mengabari kalau rancangan busana pengantin kita sudah jadi. Kita bisa mencobanya siang ini." lanjut Erina mengingatkan Andika.
" Oke, kebetulan siang ini aku santai, janji dengan klien sore ini sudah kubatalkan. Jadi sepanjang siang ini, aku bisa menemanimu ke mana saja." jawab Andika.
" Sip deh, tetapi selesai fitting, aku kembali ke kantor sih, masih ada pekerjaanku yang belum selesai." balas Erina kemudian mulai menikmati makan siangnya yang sudah tersaji di atas meja.
Saat ingin mengambil minumannya, tiba-tiba tangan Erina menyenggol gelas yang berisi jus jeruk, sehingga jus tertumpahkan mengenai sebagian dari kemejanya. Dengan reflek, Erina berdiri untuk membersihkan tumpahan jus tersebut, kemudian segera menuju ke toilet untuk membersihkan kemejanya yang kotor itu. "Aku ke toilet sebentar ya, sayang." kata Erina sambil menoleh ke arah Andika untuk memberitahukan tujuannya, meskipun sebenarnya tanpa dikasih tahu pun Andika tahu ke mana Erika akan pergi
Sesaat setelah mengeringkan bajunya dengan tisu di toilet, Erina segera keluar untuk kembali melanjutkan makan siangnya bersama Andika. Ketika dia berjalan ke luar, di tengah jalan dia berpapasan dengan Hardiko, seorang pria yang tidak asing dalam hidupnya. Tentu saja, Hardiko merupakan mantan Erina sebelum gadis itu mulai menjalani hubungan serius dengan Andika.
Entah apa yang salah dengan langkah kaki Erina, tiba-tiba dia tersandung dan hampir jatuh. Syukur dengan spontan, Hardiko menyambut tubuh Erina yang hampir tumbang, sehingga jatuhlah Erina di dalam pelukan pria itu dengan selamat. Sementara itu Andika yang merasa kuatir karena Erina sudah cukup lama di toilet, bermaksud untuk menyusul kekasihnya ke toilet. Tanpa sengaja, dilihatnyalah pemandangan yang sungguh tak disangkanya dan membuatnya terbakar oleh api cemburu.
"Apa yang kalian lakukan??? Bisa-bisanya kalian masih berhubungan di belakangku ya??" tanya Andika dengan penuh emosi sambil menyambar tangan Erina untuk menjauhi gadis itu dari Hardiko.
"Tunggu Dika, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, sayang." jawab Erina cepat bermaksud untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.
Tetapi Hardiko juga ikut menyahut sehingga membuat Andika makin tersulut emosinya.
"Ha...ha....ha...baru seperti itu, kamu sudah cemburu berat, tidak tahukah kamu bahwa calon istrimu ini dulu memililki hubungan spesial denganku??Tentu saja tidak segampang itu kami melupakan semua hal indah yang telah terjadi di antara kami?"
"Kurang ajar!!! Apa yang kau bilang barusan??Maksudmu kau masih punya hubungan dengan wanitaku ini?" tanya Andika yang semakin emosi.
"Cukup....Dika!" teriak Erina untuk menyudahi pertengkaran itu dan segera berjalan cepat menuju ke dalam mobil.
Melihat Erina sudah beranjak pergi, Andika segera membayar di kasir dan berlari menyusul Erina. Di dalam mobil, dia melihat kekasihnya itu sedang menangis. Namun, tangisan itu tidak cukup untuk meredakan emosi yang ada pada diri Andika. Dia masih terus menuding bahwa Erina masih mempunyai hubungan dengan mantannya itu.
Bersambung....
Masih dalam keadaan marah, Andika sudah menyusul Erina masuk ke dalam mobil. Dia melihat gadisnya itu sudah menangis tersedu-sedu tetapi itu belum bisa mendinginkan hatinya yang sudah terlanjur panas terbakar oleh api cemburu ketika melihat kekasihnya itu berada di dalam pelukan laki-laki lain tadi yang tidak lain adalah mantan dari kekasihnya itu. Sebenarnya Andika sendiri sudah tahu akan masa lalu Erina sendiri, namun entah kena Andika tidak bisa menahan emosinya saat ini, padahal beberapa jam sebelumnya dia memperlakukan Erina dengan begitu mesra. Itulah kekurangan Andika, dia mempunyai perasaan yang menggebu-gebu namun kadang-kadang dia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.
"Cukup!!! hentikan tangisanmu. Aku tidak terpengaruh dengan tangisanmu ini!Bisa-bisanya kamu masih punya hubungan dengan laki-laki brengsek itu, padahal kita akan menikah sebentar lagi!" bentak Andika menahan geram.
"Aku tidak tahu apa lagi yang harus kukatakan kepadamu! Sudah berkali kubilang, bahwa aku sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan dia...kenapa kamu masih tidak bisa percaya kepadaku???" balas Erina terbata-bata oleh isak tangisnya.
" Aku hanya kebetulan berpapasannya dengan tadi....lalu....." lanjut Erina namun sudah dipotong oleh Andika.
"Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kau ada di dalam pelukannya tadi, bahkan kau menatap mesra padanya tadi." sanggah Andika tanpa mendengar penjelasan Erina lebih lanjut.
"Itu tidak seperti yang kamu bayangkan." Erina bermaksud membela diri, namun dia mulai ketakutan menyadari bahwa Andika mengemudi dalam kecepatan begitu tinggi.
Tanpa sadar, Andika tidak fokus dalam menyetir mobilnya, sesekali dia melihat ke depan dan menoleh ke samping lagi, bertengkar dengan Erina. Tiba-tiba....
"Akh......" teriak Erina reflek mengangkat tangannya menutupi wajahnya. Andika kaget dan melihat ke depan
Sebuah truk dengan kecepatan tinggi sedang melaju ke arahnya. Spontan Andika membanting setir dan membelokkan mobilnya, namun karena mobil melaju begitu cepat, mobil itu menerobos pagar pembatas dan terjun dari jalan layang tersebut, hingga mobil itu berguling-guling dan berhenti dalam keadaan terbalik.
Kepala Erina menghantam keras pada dasboard mobil di depannya. Darah segar sudah mengucur deras dari kepalanya. Dia sudah tidak menyadarkan diri. Sementara itu, Andika masih dalam keadaan setengah sadar melihat ke arah kekasihnya itu.
"Erina....Er....bangun sayang." panggilnya pelan hingga akhirnya dia pun kehilangan kesadarannya. Dan mereka tidak tahu apa lagi yang terjadi selanjutnya.
Sementara itu, orang-orang yang berada di sekitar lokasi kecelakaan segera menghubungi pihak kepolisian dan rumah sakit agar bisa segera memberikan pertolongan. Beberapa orang mengenali korban laki-laki dalam kecelakaan tersebut. Tentu saja mereka kenal, karena korban tersebut merupakan putra dari Tuan Wijaya Raharsyah, salah satu konglomerat terkenal dengan sederetan perusahaannya.
Di kediaman rumah Wijaya Raharsyah:
Kring....kring.....kring
Bunyi telepon mengagetkan Tuan Wijaya dan Nyonya Anita yang sedang bersantai di ruang tamu. Anita yang tidak lain adalah ibu dari Andika Raharsyah segera mengangkat telepn.
"Apa benar ini kediaman Tuan Wijaya Raharsyah?" tanya dari suara seberang.
"Ya, ini dengan nyonya Raharsya... Ada apa ya???" Ibu Anita tanya balik dan mulai kuatir merasakan ada sesuatu yagn buruk terjadi.
Tiba-tiba, telepon terlepas dari genggaman Ibu Anita dan wajahnya menjadi pucat lalu menangis meraung-raung.
"Ada apa Mah? ada apa?" tanya Tuan Wijaya kaget melihat istrinya.
"Anak kita Pah...anak kita...." jawab Ibu Anita namun tidak sanggup untuk melanjutkan
"Iya, ada apa dengan Andika mah?" tanya Tuan Wijaya penasaran.
"Andika kecelakaan Pah..." seketika itu meledaklah tangisan wanita itu yang sudah kalut mendengar kabar buruk tentang anaknya.
Tidak lama kemudian, sepasang suami istri ini telah sampai di rumah sakit yang diberitahukan oleh penelepon tadi. Andika masih berada di dalam ruang operasi. Mereka menunggu dengan hati was-was memikirkan kondisi anaknya. Sejak dari rumah, tak henti-hentinya Ibu Anita menangisi keadaan anaknya.
"Sudah Mah...tenang dulu...kita serahkan semuanya kepada Tuhan." kata Tuan Wijaya bermaksud untuk menenangkan istrinya.
Sementara itu di ruangan lain, keluarga Handoko tidak kalah kalutnya, apalagi ibunya Erina yang sudah menangis meraung-raung saat itu mendengar kabar buruk bahwa putri kesayangannya itu tidak dapat diselamatkan lagi. Sesaat setelah dilarikan ke rumah sakit, kondisi Erina yang sudah kritis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sempat ditangani oleh dokter.
Wijaya yang kemudian mendapatkan informasi bahwa putranya mengalami kecelakaan bersama dengan putri dari sahabatnya segera mencari tahu bagaimana kabar calon menantunya itu. Namun, sesampainya di depan ruangan tersebut, dia melihat ibu Erina yang sudah berteriak-teriak seperti orang gila, membuat dirinya mengurungkan niatnya untuk menyapa sahabatnya. Seketika itu, dia dapat menebak apa yang telah terjadi dengan putri sahabatnya sekaligus calon menantunya itu, dia ikut terpukul mendengar kabar itu. Akhirnya dia kembali ke ruang tunggu untuk menunggu kabar putranya yang masih ada ditangani dokter di ruang operasi.
Sesaat kemudian, dokterpun keluar diikuti oleh perawat di belakangnya.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" dengan langkah seribu, Anita langsung menyerbu dokter untuk menanyakan keadaan putra kesayangannnya itu.
"Operasi anak ibu berhasil, keadaannnya sudah stabil saat ini. Jangan kuatir Bu, beberapa hari lagi mungkin anak ibu akan sadar, akan tetapi....." jawab dokter menjelaskan keadaan pasien yang barusan ditanganinya itu.
"Tetapi....tetapi apa, Dok??" Anita semakin kalut mendengarkan penjelasan dokter yang sepertinya akan memberikan kabar buruk tentang anaknya itu. Sementara itu, Wijaya berusaha menenangkan istrinya itu.
"Kalaupun anak ibu bisa sadar nanti, kemungkinan besar dia akan kehilangan sebagian ingatannya, karena dia mengalami gegar otak setelah kepalanya terbanting cukup keras dalam kecelakaan yang dialaminya itu." lanjut dokter.
"Baiklah, Bapak...Ibu...Saya permisi dulu. " pamit dokter tersebut setelah dirasanya sudah cukup memberikan penjelasan tentang keadaan pasien kepada dua orang di depannya itu.
"Bagaimana ini, Pah? Kata dokter Andika akan mengalami hilang ingatan hiks..." tangisan Anita semakin menjadi-jadi memikirkan kondisi putranya saat ini.
"Sudah....Mah, sudah....Bersyukur anak kita masih bisa selamat, sedangkan Erina...." perkataan Wijaya terputus menyadari tidak mungkin memberitahukan kabar kematian Erina kepada istrinya saat ini, yang ada mungkin akan semakin shock.
"Kalaupun nantinya Andika mengalami hilang ingatan, bukankah kita akan selalu ada untuk mendampinginya agar dia bisa mengingat semuanya pelan-pelan." lanjut Wijaya untuk menghibur istrinya. Syukurlah istrinya tidak begitu menyadari ketika dia hampir tercetus memberitahukan mengenai kabar Erina.
Beberapa hari kemudian....
Pemakaman Erina begitu memilukan setiap hati para pelayat, karena Nyonya Handoko, mamanya Erina menangis tak henti-henti meratapi kepergian putrinya itu. Wijaya pun ikut hadir dalam pemakaman tersebut untuk memberikan dukunan moral kepada sahabatnya itu. Namun, tiba-tiba mama Erina berteriak dengan penuh amarah kepada Wijaya.
"Semua gara-gara anakmu....." bentak mama Erina kepada Wijaya.
"Sudah....Mah....Tenang....ini semua sudah takdir Tuhan, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini." Tuan Handoko berusaha menenangkan kemarahan istrinya.
"Tidak.......jika Andika membawa mobil dengan hati-hati, tidka mungkin mereka akan mengalami kecelakaan, dan Erina meninggalkan kita, Pa..." bantah istrinya.
Akhirnya, wijaya segera pamit kepada sahabatnya itu mengingat kondisi yang tidak tepat saat itu untuk dia berlama-lama. Lalu kembali ke rumah sakit untuk menemani istrinya yang masih menunggu dan berharap putranya akan sadar.
Sudah beberapa hari sejak kecelakaan itu, Andika masih dalam kondisi tidak sadar. Anita selalu setia menunggu di samping putranya yang terbaring tak sadar itu. Bahkan ketika dia disuruh pulang untuk istirahat oleh suaminya pun dia enggan meninggalkan putra semata wayangnya itu. Setiap saat, dia mencoba mengajak bicara anaknya itu. Hati ibu mana yang tidak sedih melihat kondisi anaknya seperti itu.
"Bagaimana Ma, keadaan Dika, apakah sudah ada perkembangan?" tanya Wijaya tiba-tiba membuat Anita tersadar dari lamunannya.
"Masih belum, Pa...Bagaimana keadaan Pak Handoko dan istrinya Pah? Pasti mereka sangat terpukul atas kepergian Erina." Anita membayangkan betapa sedihnya hati calon besannya itu yang kehilangan putri kesayangan mereka. Meski hati kecilnya merasa bersyukur, putranya masih hidup sampai saat ini, tetapi dia juga merasa sedih kehilangan calon menantu yang sudah dianggap seperti anaknya sendiir.
"Pak Handoko cukup tabah, tetapi istrinya....." terdiam sejenak tidak melanjutkan perkataanya setelah mengingat kembali kejadian yang terjadi di pemakaman tadi. Dia tidak mau menambah kesedihan istrinya dengan mengatakan bahwa istri sahabatnya itu menyalahkan Andika atas kecelakaan yang menimpa putri mereka.
"Mudah-mudahan mereka tetap kuat ya, Pa..." lanjut Anita.
"Iya, semoga seperti itu. Dengar-dengar, setelah pemakaman Erina selesai, Pak Handoko akan memboyong istrinya untuk tinggal sementara di luar negeri, supaya bisa mengurangi kesedihan mereka."
"Iya ya Pah, pasti mereka akan sedih sekali jika mereka masih tinggal di rumah yang sama, setiap hari tentu akan kepikir dengan Erina." Anita membayangkan jika dia berada dalam posisi itu, diapun mungkin tidak akan mampu jika harus tinggal di rumah, mengenang keberadaan anaknya seandainya putranya itu juga meninggal dalam kecelakaan.
Tiba-tiba, tangan Anita yang kebetulan sedang memegang tangan Andika merasakan gerakan-gerakan kecil. Anita terkaget.
"Pah....Dika...Pa...Dika..." teriak Anita
"Aku akan panggil dokter." melihat gerakan kecil jari Andika, spontan Wijaya langsung lari keluar untuk memanggil dokter.
Sesaat kemudian, Andika pun telah membuka matanya dan dia masih setengah sadar. Diapun masih sangat lemah sehingga belum bisa bicara sepatah kata apapun.
"Bagaimana Dok, keadaan anak saya?" tanya Wijaya kepada dokter Hadi yang masih sibuk memeriksa Andika.
"Syukurlah, anak Bapak bisa sadar lebih cepat dari perkiraan saya. Hanya saja, kondisinya masih sangat lemah. Jadi, belum memungkinkan untuk diajak bicara saat ini." Dokter Hadi menjelaskan sambil memeriksa denyut jantung pasiennya itu.
Melihat anaknya sudah sadar, Anita sangat senang. Ingin sekali, dia memeluk putranya saat itu juga. Namun, ptiba-tiba dia menjadi sedih, ketika melihat pandangan Andika yang sedang menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing.
Sesaat setelah dokter Hadi pergi, tinggallah Andika beserta kedua orang tuanya di dalam ruangan itu.
" Anda siapa?" tanya Andika dengan suara lemah yang mengagetkan Wijaya dan Anita seketika itu juga.
"Ini mama nak, ini mama...." jawab Anita sudah hampir menangis mengetahui anaknya tidak mengingat siap dia.
"Tenang ma, bukankah kita sudah tahu ini sebelumnya dari dokter....tenang...." Wijaya berusaha menenangkan istrinya sambil merangkul wanita itu.
"Tetapi, Pah...Dika...." akhirnya meledaklah tangisan Anita.
Andika semakin bingung dengan apa yang dilihat di depannya itu. Dia bingung siapa kedua orang itu, Kenapa wanita itu menangis. Dia ingin bertanya, namun dia masih sangat lemah untuk banyak berkata-kata. Akhirnya dia terlelap kembali.
Setelah menunggu semalaman, akhirnya pagi itu Andika terbangun. Sepertinya dia mulai lebih segar sedikit, meski masih terasa susah untuk bicara.
"Kamu sudah sadar, Nak? Mama kangen sekali dengan kamu....kamu membuat mama kuatir sekali." sapa wanita paruh baya yang terlihat begitu kusut namun sisa-sisa kecantikannya saat muda masih terlihat jelas.
"Maaf....Anda siapa? Saya tidak mengenal Anda?" tanya Andika pelan
"Ini mama, Nak... Mama yang melahirkan kamu..." jawab Anita dengan mata berkaca-kaca berusaha menahan air matanya yang sudah hampir keluar dari ujung matanya. Sementara itu Pak Wijaya barusan pulang ke rumah untuk berganti pakaian dan membawa beberapa perlengkapan yang dipesankan oleh istrinya itu.
"Maaf...tapi, saya tidak ingat, saya punya mama seperti anda ini." Andika terlihat ragu memandang wanita itu, kemudian beralih ke ruangan sekelilingnya.
"Di mana saya???...Erina....Erina...di mana Erinaku? Akh......" tiba-tiba kepala Andika terasa sakit sekali, ketika dia mengingat sebuah nama. Nama yang tidak asing baginya.
"Erina baik sayang...tetapi saat ini kamu belum bisa menemuinya." jawab Anita mencoba menutupi kebenaran dari anaknya ini, karena dia tidak mau kondisi Andika akan memburuk jika mengetahui kebenarannya ini.
"Istirahatlah sayang, supaya kamu cepat sembuh, Nak..." ujar Anita sambil mengelus kepala Andika. Meski Andika masih merasa asing dengan wanita itu, dia tidak keberatan ketika wanita itu mendekat dan mengelus kepalanya. Dia merasakan ada kedekatan dengan wanita itu, tetapi dia sama sekali tidak bisa mengingat apa hubungan dengan wanita itu.
Setelah diperiksa oleh dokter, tidak lama kemudian, Andika pun terlelap kembali. Kebetulan Wijaya baru sampai dari rumah. Hatinya pilu melihat istrinya yang sedang duduk sedih menatapi putra kesayangannya itu. Dia tahu penyebabnya kesedihan wanita itu, namun dia tidak dapat berbuat banyak mengingat kondisi Andika yang memang sudah dijelaskan oleh dokter Hadi. Anaknya masih bisa hidup sampai sekarang saja dia sudah bersyukur sekali. urusan hilang ingatan, mungkin suatu saat nanti, Andika akan pulih pelan-pelan dan mengingat semuanya. Harap Wijaya menghibur dirinya sendiri supaya tidak ikut terlarut dalam kesedihan bersama istrinya. Dia harus kuat supaya bisa menjadi penopang bagi anak dan istirnya tiu.
"Bagimana keadaan Dika, Mah?" Tanya Wijaya pelan. Mata wanita yang dicintainya itu terlihat sembab. Sejak hari kecelakaan itu, Anita memang sering tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis, rasanya hanya itu satu-satunya cara untuk menumpahkan kesedihannya. Tanda disadari, tubuh istrinya itu terlihat semakin kurus, ketika Wijaya mencoba merangkulnya dan membawanya untuk bisa duduk lebih santai di kursi sofa di sudut ruangan itu.
"Masih belum ada perkembangan, Pah? Dika masih belum mengingat mama...."
"Sabar ya Mah, papa yakin pelan-pelan Dika pasti bisa mengingat semuanya." hibur Wijaya
"Tapi, Andika mengingat Erina Pa, dia tadi menanyakan keadaan Erina. Bagaimana kita akan menjelaskan keadaan sebenarnya kepada dia Pah? Aku takut......hiks...." Kekuatiran Anita dirasakan oleh Wijaya juga.
"Iya, untuk saat ini, kita jangan memberitahukan kebenarannya dulu kepada Dika, jangan sampai dia menjadi shock ... dan memperparah keadaannya."
"Iya Pah, mama setuju." sambil menganggukkan kepalanya, kemudian Anita merebahkan badannya ke dalam dekapan wijaya. Dia merasa lelah sekali dengan semua keadaan yang harus dia hadapi saat ini. Akhirnya, diapun terlelap dalam dekapan suaminya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!