Senyum melengkung indah di wajah Rangga Ardana yang baru saja mendapat kabar dari peretas ulung tentang keberadaan Aleena, wanita yang sudah cukup lama dia cari.
Sydney, itulah negara tujuannya. Ada harapan yang besar yang sedang Rangga emban. Dia berharap ingin segera tiba. dan bertemu dengan Aleena.
Senyumnya mengembang begitu lebar ketika dia menginjakkan kaki di Sydney. Dia sudah membayangkan jika hal bahagia akan terjadi. Dia terus bergegas ke tempat di mana Aleena selalu berdiam di sana.
Di sebuah pemakaman mewah bibir Rangga tersenyum lebar. Walaupun sudut bibirnya terasa perih, tapi dia terus melangkahkan kakinya menuju tempat di mana Aleena biasanya duduk termenung di sana.
Langkah Rangga terhenti tatkala melihat seorang perempuan tengah duduk di samping pusara dengan menatap ke arah hamparan lautan biru. Hati Rangga mencelos melihatnya, dia merasakan kepedihan yang mendalam yang tengah Aleena rasakan.
"Kak Nana tengah merelaksasikan psikisnya. Percaya atau tidak, suara deburan ombak, angin laut, dan juga kicauan burung bisa membuat hati dan pikiran menjadi tenang."
Rangga teringat akan ucapan dari Reksa. Dialah yang banyak membantu dirinya untuk bertemu dengan Aleena. Keluarganya tidak tahu. Bukan tidak tahu, tapi ayahnya hanya memantau dari jauh tanpa mau mencampuri.
Dia melanjutkan langkahnya dan semakin mendekat ke arah seorang perempuan yang tak menyadari akan kehadirannya.
"Na."
Pikiran Aleena yang tengah berkelana pun terhenti. Dia mengingat suara itu. Sedetik kemudian lengkungan senyum sedikit terukir. Dia menoleh. Namun, hatinya sakit ketika melihat orang di depannya. Matanya berembun.
Rangga mengukirkan senyum yang begitu manis dan tulus hingga tubuhnya limbung dan hampir terjatuh jika tidak Aleena topang. Aleena membawa tubuh Rangga ke rumah sang pipo dan Mimo. Dia pun memanggil dokter untuk menangani Rangga.
Selama diperiksa, Aleena hanya bisa menatap wajah tampan Rangga yang penuh dengan luka. Dia sangat tahu ini ulah siapa. Setelah mantan kekasihnya dinyatakan pergi tanpa kejelasan, sang ayah memberikan pengawalan kepada Aleena. Kabar keberadaan Kalfa pun sering pengawal itu beritahukan.
"Lukanya tidak terlalu parah. Untuk sedikit meredakan nyeri, kompres dengan air hangat."
Dokter menjelaskan, dan Aleena yang didampingi oleh pengawal hanya mengangguk. Selepas dokter itu pergi, Aleena masih betah memandangi wajah Rangga.
"Kenapa ketika aku ingin membuka hatiku, ada saja pengganggunya?"
Aleena menghembuskan napas berat. Dia pun hendak mengambil air hangat ke dapur, tapi tangannya ada yang mencekal. Rangga sudah membuka mata dan menggeleng pelan.
"Temani aku di sini."
Aleena memasang wajah datar di balik rasa sedih melihat keadaan Rangga saat ini. Akhirnya, dia duduk di samping Rangga. Tanpa ragu Rangga menggenggam tangan Aleena dan tak ada sedikit pun penolakan dari Aleena.
"Akhirnya, aku menemukan kamu, Na."
Sebuah kalimat yang membuat hati Aleena teriris. Jika, keadaan Rangga baik-baik saja dan tak terluka sedikit pun sudah pasti dia akan memeluk erat tubuh Rangga yang dia juga merindukan lelaki itu.
"Kamu jangan banyak bicara dulu. Kamu harus istirahat."
Aleena mengalihkan pembicaraan. Dia masih tidak tega melihat wajah tampan Rangga yang penuh dengan luka lebam.
"Aku akan mengompres sudut bibir kamu." Senyum dipaksakan terukir di wajahnya.
Tibanya di dapur, Aleena menunduk dalam. Air matanya menetes begitu saja. Sakit rasanya melihat Rangga seperti itu.
"Dia dipukuli tepat pas keluar dari Bandara."
Aleena menoleh ke arah suara. Pengawal yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri sudah berdiri gak jauh darinya.
"Dia tidak melawan karena dia tidak ingin mengotori tangannya. Dia tidak ingin memiliki rekam jejak yang jelek."
Aleena tidak menjawab. Air matanya malah mengalir membasahi wajahnya.
"Ketika pihak keamanan bandara menolongnya, dia menolak. Padahal, wajahnya sudah berlumuran darah." Pengawal itu masih menjelaskan.
"Dia mengatakan jika dia harus cepat menemui wanita yang dia sayang sebelum senja datang."
Air mata itu semakin deras mengalir. Ketika senja datang, itu menandakan bahwa dia harus kembali ke rumah.
"Berarti dia tidak tahu rumah ini?"
Pengawal itupun menggeleng. Aleena menghela napas berat.
"Apa kamu lupa, Na?" Aleena segera menatap ke arah sang pengawal. "Rumah ini tidak akan pernah bisa diretas oleh siapapun, kecuali makam Tuan Gio dan Nyonya Ayanda."
"Dia sepertinya serius dengan perasaannya."
Aleena menatap ke arah pengawal yang selalu ada di sampingnya. Pengawal berbadan tegap dengan wajah sangat tegas, yang sudah Aleena anggap seperti kakaknya.
Aleena masih terdiam dengan ucapan Axel, pengawal dari putri pertama Addhitama. Axel menatap Aleena dengan begitu serius. Namun, gelengan pelan yang menjadi jawaban atas pernyataan Axel.
"Aku masih belum mau membuka hati."
Axel hanya tersenyum tipis. Wanita adalah ratu kebohongan. Mulut berkata tidak, tapi hati berkata iya. Axel hanya mengangguk dan menyudahi ucapannya.
"Kala begitu saya permisi." Axel yang bari berjalan beberapa langkah harus terhenti karena panggilan Aleena.
"Bang Axel."
Axel menoleh dan melihat wajah serius Aleena yang tengah dia tunjukkan.
"Jangan laporkan perihal ini kepada Baba ataupun Uncle dan Om Aska."
Tiga orang yang sangat amat Aleena takuti. Dia tahu Axel sangat akrab dengan dua pamannya dan juga sangat hormat kepada sang ayah.
"Baik."
Axel pun sudah menganggap Aleena seperti adiknya sendiri. Apapun yang Aleena minta akan dia turuti jika masih masuk logika dan tidak berbahaya.
.
Rangga terus menatap wajah Aleena yang tengah mengompres lukanya. Dia tidak memperbolehkan Aleena untuk pergi.
"Kamu harus istirahat."
"Aku gak apa-apa."
Aleena yang sangat khawatir hanya menghela napas kasar. Dia tidak ingin menunjukkan kekhawatirannya.
"Ya udah. Kalau kamu gak apa-apa lebih baik kamu pergi dari sini." Rangga sedikit terkejut dengan ucapan Aleena.
"Bukankah tidak diperbolehkan seorang laki-laki bermalam di rumah seorang perempuan."
Rangga tersenyum tipis. Dia yang masih merasakan sakit di wajahnya mencoba untuk duduk dan menatap dalam wajah Aleena.
"Jangan tutupi rasa cemas kamu dengan kalimat kejam itu, Na. Aku tahu bagaimana kamu." Suasana mendadak hening.
"Aku sayang kamu, aku ingin bersama kamu hari ini dan selamanya."
Rangga sudah menggenggam erat tangan Aleena. Wajahnya nampak serius.
"Kamu masuk ke dalam salah satu list mimpiku. Di mana aku memiliki mimpi ingin mengudara bersama kamu untuk melihat indahnya langit ciptaan Tuhan. Jika, Tuhan menghendaki, aku juga ingin membina sebuah rumah tangga bersama kamu."
Ingin rasanya air mata Aleena menetes. Ini seperti lamaran dadakan. Dia terharu, tapi dia tidak mau. Dia masih takut.
"Apakah kamu mau?"
Rangga menanti jawaban dari Aleena dengan dada yang berdegup sangat kencang. Tanpa Rangga duga, Aleena mengusap lembut pipinya yang terluka.
"Belajarlah untuk melupakan aku karena aku tidak ingin melihat kamu tersakiti seperti ini terus."
Pintu terbuka dan seseorang sudah menatap mereka dengan tajam.
"Siapa dia, Na?"
...***To Be Continue***...
Komen dong ...
Seorang pria sudah melipat kedua tangannya di depan dada. Dia menatap tajam ke arah Aleena dan Rangga. Seketika Aleena berdiri. Kini, Rangga yang terdiam karena ada lelaki lain selain pengawal Aleena.
"Na, siapa dia?"
Pertanyaan yang sama kini terlontar dari mulut Rangga. Aleena malah bingung sendiri.
"Na," panggil pria yang masih dengan tangan terlipat.
"Dia Rangga, Khai." Aleena menerangkan. "Dia Khairan, Ngga." Dia juga menjelaskan kepada Rangga.
"Dia siapanya kamu?" Rangga dan Khairan bertanya secara berbarengan. Aleena hanya menghembuskan napas kasar. Aleena memilih untuk pergi, tapi Rangga mencekal tangannya hingga tubuhnya terduduk di samping Rangga.
"Jawab aku, Na." Rangga menatapnya dengan serius. Juga meminta jawaban yang pasti dari putri pertama Raditya Addhitama.
"Dia adalah orang yang sekarang sedang dekat denganku."
Rangga menggeleng mendengar jawaban dari Aleena. Bibirnya tersenyum dengan sangat tipis.
"Kamu bohong 'kan."
"Aku serius," ujar Aleena. "Itulah alasan kenapa aku menyuruh kami untuk berhenti mencintaiku. Aku tidak ingin membuat kamu kecewa."
Khairan terdiam mendengar ucapan dari Aleena. Apa ini hanya sebuah mimpi? Atau memang nyata. Aleena mengakuinya.
"Lupakan aku, Ngga. Aku sudah dengan yang lain."
Perlahan tangan Rangga pun terlepas. Dia menatap nanar ke arah sang wanita yang dia cinta. Wanita itupun memalingkan wajahnya dan mulai berdiri.
"Terima kasih sudah mencintai aku," ucap Aleena dengan terpaksa.
Aleena memilih menjauh dari Rangga dan ketika dia sudah dekat dengan Khairan, dia mulai merangkulkan lengannya pada lengan Khairan yang sedari tadi berwajah datar. Hatinya sangat bergejolak. Dia pun sangat sakit ketika mengatakan hal kejam itu kepada Rangga. Khairan mengikuti ke mana langkah Aleena membawanya.
Rangga menatap nanar punggung dua manusia itu. Dia tersenyum dengan air mata yang hampir menetes.
"Apa aku harus menyudahi perasaan ini?" Rangga memilih untuk menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Ini seperti mimpi buruk untuknya.
Hati Rangga berkata tidak, tapi melihat mereka berdua membuat batinnya merasa yakin jika mereka berdua memiliki hubungan. Dari tatapan lelaki yang bernama Khairan saja sudah sangat berbeda kepada Aleena.
"Kenapa tidak sesuai dengan ekspektasi ku?"
.
Tangan Aleena terlepas tepat di undakan anak tangga terakhir. Tanpa kata Aleena meninggalkan Khairan. Itu membuat Khairan mengerutkan dahi.
"Aleena," panggil Khairan. Namun, Aleena terus melangkahkan kakinya hingga menuju kamarnya. Tak sedikit pun dia menoleh ke arah Khairan yang terus memanggilnya.
Khairan menghela napas sangat kasar dan terlihat dia sangat kesal dengan sikap Aleena. Ketika Khairan ingin menyusul ke kamar Aleena, tangannya dicekal oleh lelaki memakai kaos hitam dengan headset di telinganya.
"Ck, apaan sih?"
"Jangan ganggu Aleena."
Axel, bodyguard Aleena melarang Khairan dengan sangat tegas. Khairan yang memang sudah mengenal Axel beberapa bulan ini hanya bisa menahan kesal. Tatapan Axel membuat nyalinya sedikit ciut.
"Gua mau minta pertanggungjawaban dari Aleena." Khairan tetap memaksa.
"Lu aja yang bodoh dan gak peka!" Axel balik memarahi Khairan.
Sudah biasa dua manusia itu sering bertengkar. Semenjak kehadiran Axel, Khairan seakan sulit untuk dekat dengan Aleena. Axel menjadi dinding pemisah untuknya dan Aleena.
Khairan mencoba untuk melepaskan tangan Axel, tapi tenaga Axel lebih kuat.
"Harusnya lu usir lelaki yang ada di kamar tamu itu."
"Aku mau pergi kok."
Axel menoleh dan benar saja Rangga sudah membawa tas ranselnya. Khairan baru bisa melepaskan tangan Axel ketika pandangan Axel tertuju pada Rangga.
"Aku permisi."
Bertepatan dengan kepergian Rangga, ponsel Axel berdenting.
"Tolong ikutin dia. Aku tidak ingin sesuatu hal terjadi lagi padanya."
...***To Be Continue***...
Komen dong ...
Rangga pergi dengan hati yang pedih. Dia tidak tahu ada yang terus memperhatikan kepergiannya dengan rasa bersalah yang mendalam.
"Maaf." Satu kata yang penuh dengan penyesalan.
"Jika, kamu terus berada di sini, kamu sama saja seperti menyetorkan nyawa kepada singa yang tengah lapar."
Membohongi hati itu lebih baik daripada mencelakai orang lain. Biarlah dia yang tersiksa dari pada Rangga yang celaka. Mantan kekasihnya yang memang masih penasaran dengannya masih terus mencari dirinya di Sydney.
Aleena bernapas lega ketika Axel mulai mengikutinya dari belakang. Dia memejamkan matanya sejenak dengan menghembuskan napas sedikit kasar.
.
Axel terus membuntuti Rangga, dan dia terdiam ketika melihat mobil yang ditumpangi Rangga menuju ke arah pemakaman kakek dan nenek Aleena. Dia masih mengikuti dengan pelan di senja yang mulai berubah gelap.
Di kejauhan, Axel mematung ketika Rangga bersimpuh di pusara bos dari ayahnya tersebut. Sayup terdengar suara yang teramat lirih.
"Pipo, Mimo."
Axel melipat kedua tangannya dan menatap pilu ke arah Rangga. Dia dan Rangga sudah saling mengenal. Itulah kenapa Rangga bersikap biasa kepada Axel, tapi tidak kepada Khairan.
Pengawal itu mengambil ponsel, dan memvideokan apa yang dilakukan oleh Rangga di pusara Gio dan Ayanda. Kemudian, dia mengirimkan kepada Aleena.
"Lu anak baik, gua tahu itu."
Axel masih memperhatikan Rangga yang masih menunduk dalam. Sepertinya dia sedang mengadu kepada kakek dan nenek perempuan yang dia sayang.
"Apa aku gak pantas mendapatkan Aleena?"
Dahi Axel mengerut mendengar ucapan dari Aleena. Dia memilih untuk mendekat tanpa diketahui dan Rangga. Perkataan yang teramat pilu dan sedih. Axel terkejut ketika Rangga melakukan apa yang dilakukan oleh Aleena. Duduk di samping pusara dengan menatap hamparan laut lepas dengan suara deburan ombak.
"Mah, Pah ... andai kalian masih bersamaku, aku akan meminta kalian untuk melamarkan Aleena untukku."
Hati Axel mencelos mendengarnya. Dia menghela napas kasar. Dia sangat merasakan bagaimana sedihnya Rangga sekarang.
"Dari semua mimpiku, hanya bersama Aleena yang sulit untuk aku gapai," gumamnya dengan mata yang menatap langit yang berangsur gelap.
.
Aleena hanya bisa menunduk dalam ketika melihat video yang dikirim Axel. Hatinya sangat sakit dan sedih. Dia tidak plin-plan. Dia hanya tidak ingin Rangga terluka. Ketika dia membuka ponsel, pesan dari sang Tante membuat rasa bersalah bersarang di hati Aleena.
"Na, kalau di Sydney ketemu Rangga jaga dia, ya. Jangan sampai dia kenapa-kenapa karena hati Aunty gak mengijinkan ketika dia pergi."
"Maafkan Nana, Aunty."
Jika, sudah seperti ini rasanya dia ingin pergi jauh agar tak diketahui oleh Kalfa. Sebenarnya Kalfa hanya tahu tempat di mana dia berada tanpa tahu di mana dia tinggal. Banyak orang yang melindungi Aleena, tapi tanpa sepengetahuan Aleena.
Ketukan pintu membuat Aleena yang tengah bergelut dengan bayang wajah Rangga di kepalanya seikit terkejut. Ketika pintu terbuka, Khairan lah yang berdiri di sana.
"Apa arti perkataan kamu tadi?" Khairan menatap penuh tanya ke arah Aleena. "Jawab aku, Na!"
"Maaf, Khai."
Khairan tersenyum tipis. Dia sudah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Matanya masih tertuju pada Aleena.
"Siapa dia, Na? Kenapa dia mampu membuat kamu berbohong dan menumbalkan aku?" Aleena masih terdiam, dia tidak bisa menjawab. Hingga Khairan memanggilnya lagi dan barulah Aleena menegakkan kepalanya.
"Dia adalah lelaki yang sabar dan mampu menungguku sampai saat ini."
Deg.
Tubuh Khairan mematung mendengar jawaban dari Aleena. Terdengar suara Aleena penuh sesal dan kepedihan.
"Aku kira ketika Kalfa sudah pergi aku akan mudah mendapatkan kamu, ternyata aku salah. Masih ada pangeran berkuda yang akan bersaing denganku."
...***To Be Continue***...
Jangan lupa tekan ikon ❤️ dan komen. Biar sering-sering update akunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!